"Mas, aku capek kayak gini terus!" Tessa mengeluhkan perasaannya yang sudah lama dipendam. Sejak kejadian Rendra yang mencurigakan, semakin banyak kejadian-kejadian aneh yang menurut Tessa tidak wajar. Lelaki itu sering pulang telat, kalau pulang kadang marah-marah. Sering pergi dengan alasan keluar kota. Dua tahun berlalu sejak Rendra mengumumkan istrinya sekarang hanya satu, yaitu Tessa. Namun, bagi Tessa lelaki itu tetap seperti memiliki lebih dari satu istri. Dia tidak punya banyak waktu untuk Tessa. "Mas!" Tessa menghentakkan kaki, menghampiri suaminya yang sedang memakai dasi. "Mas dengerin aku enggak sih?!" "Hm." Rendra tetap fokus memakai dasi. "Mas kenapa sih enggak mau dengerin aku?! Aku bilang ini itu, Mas cuma jawab iya-iya aja, tapi kok Mas enggak melakukan yang aku bilang." "Mas harus apa?" Rendra tampak sedikit geram. Entahlah, suaminya itu kini lebih sering tampak masam, tidak seperti dulu. "Mas ke mana aja? Kenapa sekarang baru pulang? Satu bulan lebih lho, Ma
Dahi Kresna mengeryit saat melihat wanita berambut hitam itu masuk tergesa ke dapur dan mengambil air minum. Diteguknya air itu sampai tandas."Kamu kenapa, Neng?" Kresna masukkan Sukro ke dalam mulut. Sembari mengunyah ia lirik Tessa yang mengatur napas."Kamu kenapa, sih?" tanya Kresna lagi meraih bungkus Sukro, menyimpannya di atas paha. Ia makan dengan anteng masih menatap Tessa yang hendak bicara."Ada perang dunia lagi." Tessa menaik turunkan napas karena capek. Jelas capek, dia baru saja berlari dari rumahnya ke sini.Rumah Tessa dan Kresna tidak jauh sebenarnya. Jaraknya hanya melewati jalan. Dengan menyebrang maka akan langsung sampai."Wah, masa?" Wanita berjilbab syar'i itu menahan tawa. Ia masukkan lagi Sukro ke dalam mulut."Serius!" Tessa merebut Sukro dan mengambil isinya, lalu ikut makan dengan anteng."Kakak tahu, nggak?"
"Tessa-Tessa, Sayang." Rendra mengejar langkah Tessa. Jalan cewek itu sudah seperti orang dikejar tukang kredit saja, cepat banget."Apa, sih, Mas?" sergah Tessa seraya menarik tangan. Rendra berhasil meraih, dan mencekal tangannya.Tentu langkah Rendra lebih lebar dari Tessa. Tingginya saja lebih tinggi Rendra. Jelas tinggi kakinya lebih tinggi Rendra."Sayang, mau kemana, sih? Mau naik bis apa? Sampe jalannya cepat banget." Rendra menatap Tessa yang masih cemberut."Naek bajai. Puas?" jawab Tessa agak sinis. Ia masih tunjukkan wajah cemburu.Fixs, cemburu, karena wajahnya memang bisa dibilang begitu. Rendra bisa membacanya. Pernikahan mereka sudah hampir dua tahun, sudah Rendra tahu bagaimana sikap dari istri-istrinya. Termasuk saat cemburu. Lagian cewekkan kalau cemburu nggak bisa disembunyikan. Ya, kan?Rendra pun genggam tangan Tessa dengan lembut. Tatap
"Mas mau minum apa?" Tessa berjalan ke arah dapur.Kini, setelah menyebrangi jalan dari rumah Kresna, Rendra dan Tessa sudah berada di rumah. Ya, ini rumah Tessa yang berseberangan dengan rumah Kresna.Rendra memang memberikan masing-masing satu rumah untuk istrinya. Jika, rumah Kresna berada di sebrang rumah Tessa. Maka, rumah Wanda dan Kanti berada di perumahan yang berbeda.Pria dengan setelan kaos dan jas navy itu mengamati Tessa yang membuka lemari es. "Mas mau susu, ada?""Susu apa? Ada susu ibu menyusui, susu Aski, atau susu beruang.""Beruang?" Rendra berjalan menghampiri. "Nggak ah, Mas nggak mau semua itu. Mas maunya ...."Tessa seketika membalik badan, saat mendengar Rendra menggantung kalimat. Bibir yang dilapisi lisptik mate merah muda itu tersenyum malu-malu, saat Rendra memeluk erat dari depan."Mau mau susu ka--"&n
"Popok?" Rendra sontak duduk tegak dengan membuat mata kecilnya melotot. "Popok kamu abis?" "Mas!" Rendra mengaduh mendapatkan pukulan dari Tessa. Meski pake bantal, tapi dia kaget beuh dapat pukulan tiba-tiba. "Bukan popok aku, tapi Aski," terangnya agak kesal, Tessa lalu melempar bantal tepat ke wajah Rendra. Untung Rendra berhasil menangkapnya. Ia malah cengengesan lalu kembali tersenyum jahil. "Kirain popok kamu." "Apaan, sih? Aku nggak pake popok. Ya kali aku pake popok." "Tiap bulan kamu pake popok, lho," goda Rendra, kini memeluk bantal. "Itu bukan popok!" "Terus apa? Sama aja, dipake di dalam celana." Rendra menahan tawa, membuatnya kembali mendapatkan cubitan di lengan. "Aw!" pekik Rendra merasakan cubitan Tessa. Kecil sih, tapi peri
Hentakan kaki terdengar setelah suara pintu dibuka. Waktu baru menunjukkan pukul sembilan malam. Namun, rumah Kresna memang sudah sepi.Dua pembantunya sudah tidur. Ya, secara otomatis mampu membuat suara hentakan kaki Tessa cetar membahana di ruang makan. Cewek berambut hitam itu langsung masuk begitu saja ke sana lalu duduk di samping Kresna."Kenapa kusut? Belum makan? Pucat banget kaya mayat idul?" tanya Kresna santai sambil membuka kulit jeruk. Matanya sesekali melirik Tessa yang cemberut."Pintu nggak dikunci, ya?" Bukan menjawab, Tessa malah balik tanya, pake tatapan setajam silet pula. Bikin Kresna mengeryitkan dahi."Kenapa, gitu?" Kresna masukkan jeruk sudah kupas ke dalam mulut."Nggak, kan Mas Rendra mau ke rumah," lanjut Kresna lalu meluahkan dan membuang biji jeruk ke dalam mangkuk."Oh." Lirikkan Tessa tertuju pada jeruk. Dan, no basa-basi dia
"Ngapain Tessa ke sini?" Rendra melangkah masuk rumah. Beberapa saat sebelumnya, ia telah mendapat salim dari Tessa. Hanya senyum kecil, lalu setelahnya istri ke empatnya itu segera pamit pulang.Kresna menutup pintu perlahan, lalu mengikuti langkah Rendra masuk rumah. "Dia minta makan.""Minta makan?" Rendra berhenti dan membalik badan. "Kenapa minta makan? Pembantu-pembantunya sakit?"Tangan Kresna menggaruk tekuk leher. Bukan gatal, cuma bingung aja mau bilang apa. Masa iya, bilang Tessa cemburu dan nangis-nangis? Kan, kasihan Tessanya. Dia juga bilang untuk jaga rahasia percakapan mereka tadi."Eu ... dia ... dia cuma pengen makan masakan aku, Mas," sahut Kresna berusaha setenang mungkin."Oh, gitu." Rendra sedikit menyelidiki wajah Kresna."Apa sih, Mas? Aku emang cantik nggak usah dilihatin gitu, nanti makin cinta lagi," celetuk Kresna, menarik dua sudu
Katakan Kresna munafik. Depan Rendra, Kresna tidak pernah mengungkapkan rasa cinta. Seakan dia memang tidak cinta pada Rendra. Namun, sebenarnya Kresna memiliki rasa sayang pada suaminya itu.Entahlah. Apa cinta dan sayang bisa dikategorikan dua hal berbeda? Kresna sendiri tidak memahaminya. Ia hanya selalu berusaha jadi istri baik untuk Rendra. Seperti yang ia bilang sebelumnya, Kresna berharap surga atas baktinya pada Rendra.Langka beuh cewek kaya gini, mungkin hampir punah. Udah kaya komodo aja hampir punah. Tapi Kresna bukan komodo, ya. Apalagi orang utan khas Sumatera.Okey, seperti kelangkaan dirinya dari kalangan kaum hawa. Perasaan Kresna detik ini pun perasaan langka yang jarang ia rasakan.Tepat di dapur, Kresna sedang mengaduk susu dalam gelas. Bibirnya senyum-senyum sendiri. Ia teringat apa yang terjadi semalam. Rendra berkata cape, giliran udah dikasih susu. Eh, dia nyosor juga. Susu as
"Mas, aku capek kayak gini terus!" Tessa mengeluhkan perasaannya yang sudah lama dipendam. Sejak kejadian Rendra yang mencurigakan, semakin banyak kejadian-kejadian aneh yang menurut Tessa tidak wajar. Lelaki itu sering pulang telat, kalau pulang kadang marah-marah. Sering pergi dengan alasan keluar kota. Dua tahun berlalu sejak Rendra mengumumkan istrinya sekarang hanya satu, yaitu Tessa. Namun, bagi Tessa lelaki itu tetap seperti memiliki lebih dari satu istri. Dia tidak punya banyak waktu untuk Tessa. "Mas!" Tessa menghentakkan kaki, menghampiri suaminya yang sedang memakai dasi. "Mas dengerin aku enggak sih?!" "Hm." Rendra tetap fokus memakai dasi. "Mas kenapa sih enggak mau dengerin aku?! Aku bilang ini itu, Mas cuma jawab iya-iya aja, tapi kok Mas enggak melakukan yang aku bilang." "Mas harus apa?" Rendra tampak sedikit geram. Entahlah, suaminya itu kini lebih sering tampak masam, tidak seperti dulu. "Mas ke mana aja? Kenapa sekarang baru pulang? Satu bulan lebih lho, Ma
"Selamat pagi, Mbak." Senyum manis terbit dari laki-laki berparas tampan. Bukan membalas senyuman Oni, Tessa malah memutar bola mata, menunjukkan sikap yang benar-benar berbeda dari biasanya. "Bapak menyuruh saya untuk mengantar Mbak, katanya Mbak mau ke pasar pagi ini," tutur Oni lembut tanpa sedikitpun curiga dengan sikap Tessa. Belum Tessa menjawab, Rendra yang tiba-tiba keluar dari rumah langsung menimpali. "Iya, Sayang. Mas khawatir kalau kamu belanja sendirian. Biar Oni yang mengantar kamu." Rendra menyentuh bahu Tessa. Perempuan itu menoleh dengan alis bertaut. "Kenapa harus Oni? Kan ada sopir lain?" "Kang Dodi lagi cuti, biar Mas nyetir sendiri, yang penting kamu ada yang nemenin." Tessa diam, dan raut wajahnya yang diamati Rendra, membuat laki-laki itu kebingungan. "Kamu kenapa, Sayang? Lagi berantem sama Oni?" tanya Rendra lembut. "Enggak." Tessa menghela napas. Rasanya gagal untuk dia bisa menjauhi asisten pribadi suaminya itu. "Ya udah." Rendra mengalihkan tatap
Tessa terus tertawa merasakan geli di pinggang karena sang suami yang terus menyentuh area tersebut dengan gelitikan. Sementara Rendra terus melakukan itu tanpa mempedulikan Tessa yang meminta berhenti. Untuk malam pertama mereka, keduanya menginap di hotel tempat mereka mengadakan resepsi. "Mas, udah stop!" pinta Tessa yang tidak diindahkan oleh Rendra. "Enggak," sahut Rendra manja lalu memeluk Tessa, kembali mencubit pinggang sang istri. "Ih, Mas geli." Tessa mau beranjak dari ranjang kalau saja Rendra tidak kembali memeluknya. "Mas ih," seru Tessa kemudian kembali merasakan kegelian karena tingkah Rendra. Dia kembali tertawa kecil. "Kayak belut deh kamu, enggak mau diem," kata Rendra menjawil pipi Tessa. "Abis Masnya enggak mau diem, kan geli." Tessa jadi waspada dengan tangan Rendra yang sudah bersiap mencubitnya lalu. "Hayo-hayo, mau ke mana?" "Mas!" Tessa berusaha mengeluarkan tubuhnya dari kukungan Rendra. "Apa, Sayang?" Rendra melukis senyum lalu mengecup lembut dahi T
Oni masih terdiam di balik kemudi. Dia mendapatkan kepercayaan Rendra untuk menjaga sesuatu yang hatinya tidak ingin melakukan itu. Ini tentang perempuan yang dia cintai, namun tidak bisa dia jaga. Laki-laki bermata kecil itu menghembuskan napas lelah. Kenapa bisa seperti ini? Tessa yang seharusnya terluka bukan Oni. "Ayo kita berangkat!" Rendra masuk mobil. "Baik, Pak." Oni manut dan sampai beberapa menit mobil melaju, hatinya masih tidak nyaman mengingat rahasia yang sedang dia simpan bersama dengan sang majikan. "Iya-iya, Sayang. Ini Mas lagi di perjalanan kok." "Iya, Mas langsung ke butiknya." Suara majikannya membuat Oni kembali menghembuskan napas lelah. Bagaimana ini? Rasanya Oni tidak mungkin mengatakan semua rahasia ini pada Tessa. Bisa hilang perkerjaannya. Laki-laki itu ingin mengutuk diri sendiri. Ini masalah majikannya, kenapa harus Oni yang merasakan pusing? Tessa? Siapa Tessa? Perempuan itu adalah istri majikannya. Oni tidak berhak mencampuri urusan rumah tangga
Pelukan hangat sang istri membuat Rendra mengusap sudut mata yang perlahan terasa basah. Dia mengelus lembut kepala perempuan yang lemah itu. "Mas," panggilnya lirih. Rendra lalu menurunkan pandang, melihat perempuan yang mendongkak itu kini jadi bermata sayu. Dia mengulas senyum, lalu kembali memeluk erat. "Mas, jangan pernah tinggalkan aku, ya?" Suaranya lirih dan serak. Rendra tahu kalau perempuan itu menangis. Dengan sigap Rendra kembali memeluknya. "Iya, Sayang. Mas akan selalu ada buat kamu, jangan sedih, ya?" Getaran tubuh perempuan dalam pelukannya semakin menambah perih di hati Rendra. Bagaimana ini? *** Sebelas tahun lalu, jalanan Amerika yang sudah sepi membuat seorang perempuan terpaksa berjalan sendiri malam itu. Di salah satu kota di negara tersebut malam-malam memang tidak seramai dalam film-film Hollywood. Rendra yang saat itu sedang mengendarai mobil menuju apartemen, dia melihat perempuan tersebut. Merasa khawatir karena melihatnya sendirian, Rendra sengaja me
Kresna menyusut air mata yang keluar dari sudut matanya. Perempuan itu baru saja tertawa melihat tingkah si Andi, wartawan menyebalkan itu pergi karena malu. Semuanya pertanyaan berhasil dijawab Oni. Bahkan, saat Aski bangun, bayi itu entah kenapa memanggil Oni papa.Wah, memang betul-betul suatu keajaiban. Kresna senang bisa melihat Tessa kembali tersenyum lagi. Keduanya juga memang merasa lega.Rendra mengambil pisang goreng. "Acting kamu bagus, On," ucapnya lalu memakan pisang goreng."Iya, apalagi pas kamu bilang mau bergaya pas difoto si Andi waktu di supermarket. Aku pengen buang air lho lihat kamu cium Tessa. Tessa kamu kaget, ya, dicium pipi sama Oni, itu mata kayak mau keluar. On, kamu mesum juga ternyata?" Kresna menimpali sambil kembali terkekeh kecil.Oni hanya mengulas senyum malu-malu. Dia bukan sengaja melakukan itu, tapi memang perintah Rendra. Ya, kalau pun Rendra tidak menyuruh, mungkin Oni akan sukarela melakukan
Tessa sedikit menerka-nerka orang yang sedang membelakangi Tessa tersebut. Sepertinya kenal, tapi Tessa kenal di mana?"Kakak tunggu di sini aja," pinta Tessa sambil melirik Kresna, "biar aku yang nyamperin dia.""Nanti kalau kamu diapa-apain, gimana?" Kresna tentu merasa khawatir, meski jarak laki-laki itu tidak sampai sepuluh meter dari mereka."Tenang aja, Kak. Deket kok. Kakak bisa teriak kalau aku di apa-apain. Lagian ini masih di depan rumah." Tessa menepuk pelan bahu Kresna.Perempuan di sampingnya pun membentuk bulat jari telunjuk dan jempolnya. "Oke," sahut Kresna pelan.Dari jarak yang sekitar satu meter Kresna mengawasi Tessa yang mendekati laki-laki berkemeja itu."Maaf," kata Tessa membuat laki-laki itu menoleh."Oh, Hallo, Mbak Tessa. Perkenalkan saya Andi wartawan dari televisi GEATv." Laki-laki itu langsung mengulurkan tangan.Dengan canggung Tessa meraihnya, denga
"Maaf, Pak Rendra, apa betul anda sudah menceraikan dua istri anda sekaligus?" Di acara konferensi pers yang di selenggarakan pihak Purnama Grup. Rendra betul-betul langsung dicecar masalah pribadinya.Rendra menahan Oni dengan tangannya saat laki-laki itu hendak berbicara. Rendra tahu, pertanyaan ini terlalu sensitif, karena sebetulnya konferensi pers diselenggarakan untuk peluncuran produk baru dari Purnama Grup."Baik, setelah tadi saya menjelaskan tentang produk baru yang kami luncurkan. Saya berharap produk baru ini bisa laris di pasaran. Pun bisa memberi manfaat terutama untuk konsumen dan perusahaan kami. Untuk pertanyaan yang sodara tanyakan kepada saya, saya akan jawab ...."Suara jepretan kamera terdengar, para wartawan bahkan ada yang saling berbisik, seolah gosip-gosip seperti ini memang nikmat untuk diperbincangkan."Saya dan istri-istri saya, hubungan kami baik-baik saja, dan perpisahan yang kami lakukan pun dil
"Mbak ...." Tessa berujar lirih sambil melihat istri pertama suaminya sedang terbaring lemas di ranjang rumah sakit.Perempuan itu bisa ada di sini karena telah melakukan percobaan bunuh diri. Wanda mencoba menyilet pergelangan tangannya. Untung saja Rendra keburu datang dan melihat sang istri tergolek lemah dengan pergelangan tangan yang mengeluarkan darah.Sementara, di sudut ruangan itu Rendra sedang mengamati pemandangan halaman rumah sakit di balik jendela. Entah apa yang dipikirkan laki-laki itu. Tessa sendiri hanya menoleh sekilas lalu kembali menatap Wanda. Pucat dan kurus, berbeda sekali dengan Wanda yang sering dia lihat selama ini."Mbak, Mbak harus sehat, ya? Aku kangen lho, kangen lihat Mbak yang selalu cantik." Tessa tidak kuasa menahan tangis melihat perempuan yang terbaring itu hanya bisa menatap kosong.Wanda sudah siuman sejak satu hari dia dirawat di rumah sakit. Baru saja perempuan itu keluar rumah sakit sekaran