Louis mempercepat langkah kekesalannya tak memedulikan tubuhnya yang basah kuyup. Lagi pula, ia sudah terbiasa seperti ini. Bahkan menempuh pendidikan empat tahun lamanya, terasa lebih menyusahkan daripada sekarang. Ia tak memutar lehernya untuk menyaksikan apa yang terjadi kepada Emma saat ini, meskipun air mata serupa dengan awan kini singgah di pelupuknya.Louis menenggelamkan kedua tangannya ke dalam saku celana kain yang telah basah. Untuk kembali ke rumahnya, akan memakan waktu yang tak singkat apabila berjalan kaki dan dirasa ia tak ingin pulang membawa kesedihan bersamanya. Sebuah usulan di dalam otaknya membuatnya berlari untuk segera tiba ke tujuan lainnya. Louis yang basah kuyup tak peduli dengan tangisan awan.Halaman rumah seseorang yang cukup luas dengan bunga yang lusuh karena guyuran hujan, menjadi tempat pemberhentiannya. Ia berdiri di depan pagar kayu dengan kotak surat bertuliskan Millepied di sana. Mungkin mengetuk pintu adalah keputusan buruk jadi ia memutuskan un
Air mata awan pun akhirnya berhenti. Louis segera pergi dari sana ketika ia berkata telah menemukan hadiah yang sesuai. Ia kembali melewati jendela kamar Ian di lantai dua, sebelum berlari menuju rumahnya untuk mengambil beberapa barang.Louis sengaja tak masuk lewat pintu depan karena itu akan menarik perhatian orang-orang dan ia akan dihentikan dengan beberapa pertanyaan. Louis masuk melalui pintu belakang rumahnya setelah tak menemukan jendela yang terbuka untuk dilewati. Ia menyusuri lorong dengan berbagai macam lukisan di dindingnya untuk tiba di perpustakaan rumahnya. Setibanya, ia langsung menemukan barang yang sudah mendiami pikirannya sejak tadi. Lalu ia menarik beberapa lembar kertas dan pulpen yang ada di sana pula. Masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil ransel, kemudian pergi dari sana secara diam-diam setelah mengambil sebuah kunci mobil.Dipikir semua itu akan berjalan mulus, rupanya Anthony menyadari kepulangan Louis. Sebelum Anthony membuat beberapa orang menyadarinya
Hari demi hari berlalu dan setiap malamnya tak akan ditemukan Louis tinggal di rumah. Pria itu kini mendedikasikan malamnya untuk seorang wanita yang bahkan belum bisa membalas perasaannya. Meninggalkan rumah setiap pukul sembilan dengan mobilnya, lalu menyusuri jalanan Newcastle yang cukup ramai hingga tiba di Ouseburn. Di situlah ia akan mengukir sejarah perjuangannya untuk memenangkan hati seorang wanita, sedangkan Wistletone's School menjadi saksi bisu aksinya yang belum dirasa.Anthony memang tak ikut serta. Namun, Louis telah menemukan cara untuk melewati tembok beruncing Wistletone's School. Ia memutuskan untuk memanjat atap mobil sebelum melompat layaknya kucing memburu seekor tikus. Setidaknya begitulah caranya mempermainkan keamanan Wistletone's School yang sudah terbukti belum pernah dilumpuhkan penjahat mana pun. Namun, Louis berhasil. Haruskah ia mendapat tropi atas pencapaiannya?Malam itu Louis kembali. Sama halnya malam-malam sebelum ini, mobilnya terparkir di balik te
Meski tahu bahwa hal buruk akan menabraknya seperti kereta, tak ada salahnya untuk membuat harapan, bukan? Walaupun pada akhirnya tak ada yang berani menatap wajah Richard Wistletone sebab kesalahan secara tidak langsung mereka akui. Keduanya hanya menatap lurus dengan posisi tegap dan kedua tangan yang disembunyikan di balik punggung."Pagi ini aku mendapat telepon dari Tuan Greenbones. Ia sebenarnya ingin menelponku semalam. Namun, itu tak sopan karena sudah larut. Ia mengatakan salah satu petugas pemerintah mempertanyakan sebuah mobil berwarna hitam berjenis Chevrolet Monza yang terparkir di sudut bangunan sekolah ini. Setelah Tuan Greenbones mengecek mobil tersebut, ia jelas mengenalinya karena mobil yang sama pernah datang kemari ditumpangi Anthony. Jelas, bukan Anthony pelakunya karena ia ada di rumah, tetapi itu dirimu, Louis," ucap Richard panjang lebar yang langsung disanggah putranya dengan berkata, "Pap, aku—"Namun, Richard memotongnya dengan rasa hormat. "Kumohon, jangan
Persetujuan Emma untuk ikut serta ke dalam petualangan yang Louis rencanakan secara mendadak membawa mereka ke Connacht setelah perjalanan darat dan laut yang melelahkan. Linus Wroldsen menyambut kedatangan Louis dengan kuning yang terang selagi menambahkan pelukan. Keduanya tampak begitu bersemangat setelah berpisah beberapa bulan saja dan beristirahat setelah kelelahan tuntutan kemiliteran. Buktinya pertukaran pelukan mereka belum terlepas hingga manik Linus menyadari kehadiran seseorang di balik kebahagiaan.Ia pun menarik tubuhnya untuk melepas pelukannya. Saat itu, Louis melihat kedua sudut-sudut bibir Linus terangkat perlahan. "Whoah, Wist. Jadi ini alasan di balik penolakanmu untuk undangan natal Desember nanti. Kau sudah memiliki seorang istri!" Louis terkekeh kencang, begitu pula hatinya yang tiba-tiba berseri kegirangan.Emma yang menjadi objek mencoba memadamkan kedua pipinya di bawah tekanan lelucon kedua tentara Britania itu. Ia berharap hanya segaris senyuman yang wajahn
Di sela-sela bisikan angin itu, senyuman Emma tercipta. Wajah seseorang pun muncul dalam kelapa. "Artur," gumamnya. "Dia anak laki-laki yang manis. Membuatku ingin memiliki seorang adik untuk dilindungi."Keheningan tiba setelah ucapan itu dan percakapan mereka sebelumnya telah terbang terbawa angin yang cukup kencang di atas tebing ini. Seperkian menit setelah membiarkan angin yang mendeklarasikan isi hatinya, Louis bertanya, "Apa yang kau tulis di sana?"Wanita itu menatap buku catatannya dan Louis secara bergantian sebelum menggeleng. "Bukan apa-apa." Lalu ia menutup sebuah halaman dengan cepat. "Hanya beberapa kisah tentang perjalanan kali ini." Kemudian jemarinya menarik beberapa helai rambut untuk disembunyikan di balik daun telinga."Bolehlah aku membacanya?" Emma terdiam sesaat sebelum mengatakan, "Sungguh, tak ada yang istimewa.""Hanya membacanya sedikit, Emma. Siapa tahu aku mendapatkan sedikit pengatahuan dari sana. Blighty Boys pernah berkata pengetahuan itu manis."Emma
Belum tepat sebulan Louis dan Emma sudah kembali Newcastle Upon Tyne karena undangan pesta ulang tahun dari Anthony Wistletone. Sebenarnya Emma sempat menolak ajakan Louis untuk menghadiri pesta karena dirinya merasa tidak enak dengan keluarga Wistletone sendiri terutama Richard Wistletone. Namun, Louis terus memaksanya dan akhirnya jelas Emma yang kalah. Ia hanya tidak siap untuk mengetahui berita hubungannya sudah didengar orang lain.Meninggalkan indahnya Connacht dengan cerita yang tersimpan di dalamnya, Ruenna membukakan pintu rumahnya lebar-lebar untuk salah satu sahabatnya itu agar ia bisa tinggal beberapa minggu lagi sebelum kembali ke asrama Wistletone's School. Ia sudah memutuskan untuk tak kembali ke Atherstone sampai libur Natal. Ia hanya tak ingin membuat orangtuanya kecewa.Maka ketika Rabu malam tiba, di mana beberapa kilat cahaya menembus pepohonan taman Wistletone hingga menampakkan bayangannya menempel di wajah awan, Louis dan Emma sudah dalam balutan pakaian pestany
Pasca diterima oleh Putri Anne untuk berdansa, Louis menyadarkan Ian dengan memberikan acungan jempol sehingga pria itu bisa menuntun Putri Anne ke lantai dansa. Hal serupa berlaku untuk Louis dan Emma. Mengikuti irama musik yang begitu sesuai dengan alam malam ini, tubuh mereka terbebas untuk melemparkan semua masalah dan kelelahan meskipun hanya sesaat. Pukul delapan malam semua tamu mulai berkumpul di sudut utara taman untuk menyaksikan peniupan lilin dan pemotongan kue setinggi lima puluh centimeter. Anthony sangat menyukai pesta. Tak heran jika ia menyiapkan hal-hal luar biasa dalam pestanya. Mempekerjakan kurang lebih tiga puluh pelayan hanya untuk mengurus hidangan dan sekitar dua puluh untuk dekorasi. Ia selalu memerhatikan hal-hal kecil dalam pestanya, terutama roti ulang tahun yang ada di atas meja. Bahkan hanya untuk meniup lilin pun, ia mengganti setelan jasnya sehingga para tamu harus menunggunya kembali ke atmosfer pesta. Beberapa langkah lagi Anthony akan meraih kerumu
Dua bulan semenjak pertemuannya dengan Dan Nordstrom, dia masih belum menemukan jawaban. Sebuah kotak—sama persis dengan milik Louis Wistletone ketika ia masih menjadi kepala sekolah di sana—berdiri di sudut meja yang sama. Kebenaran dan kebohongan ada di dalamnya. Apabila Pete mencoba memilih mana yang harus dikatakan lebih dulu, ia tak tahu. Keduanya harus dikatakan bersamaan. Sehingga sore ini ia memilih untuk pulang, kendati tinggal di asrama Wistletone’s School seperti beberapa hari sebelumnya.Jikalau kotak itu milik Louis yang diwariskan untuknya, maka ia memiliki benda untuk diwariskan pula nantinya; sebuah jurnal. Mungkin terdengar tak menyenangkan, tapi sama seperti kotak Louis dengan rahasia di dalamnya, ia juga memiliki beberapa di dalam jurnal itu. Yang Pete butuhkan hanyalah seseorang untuk dipercaya menjaga rahasia dalam jurnal dia.Ia baru saja menuruni beberapa anak tangga ketika kotak itu nyaris lolos dari dekapannya sebab sepasang anak laki-laki berumur 14 tahunan b
The Teahouse tampak berbeda di abad kedua puluh satu. Tidak, bukan karena pelayannya telah digantikan robot semenjak Nyonya Bache pergi. Tidak juga karena interior antiknya berubah mengusung gaya Inggris modern. Mereka tetap serupa, tapi di bawah naungan atmosfer yang berbeda. Bahkan tempat ini sekarang menyajikan kopi semenjak kebudayaan mengonsumsi kopi tak lagi asing di lidah masyarakat Inggris. Tempat ini pun memiliki tambahan & Cafè setelah kata Teahouse dan mereka menghapus awalan The. Meskipun demikian, pria dengan koper persegi panjang di lantai tak pernah mengubah selera tehnya meski kopi mulai menjajaki daftar terfavorit.Pria itu kini memandang beberapa lembar kertas di dalam sebuah stopmap selagi menanti teh pesanannya tiba untuk dicicipi. Ketika ia selesai menumpuk rapi semua kertas dan memasukkannya kembali ke dalam koper, sebuah jurnal dari dalam sana mengganti posisi si stopmap. Tangan menarikan pena itu untuk menulis 28 April 2010. Tak ada perubahan. Masih aku. Masih
Ketika halaman Wistletone's School tampak senyap sebab semua orang disibukkan dengan pembelajaran, sepasang anak laki-laki justru mengendap-endap menuju sisi lain lapangan utama Wistletone's untuk sebuah aksi. Salah satu dari mereka tampak ketakutan dan hampir mengurungkan aksi yang terencana, tapi satunya lagi justru tampak bersemangat dan berkata, "Jangan khawatir, Alexis. Ini akan menyenangkan! Aku berani jamin!" Ia pun mendorong diri lebih jauh menuju objek incarannya."Tapi kita bisa terlibat masalah, Knox! Aku tak ingin dimarahi ayah lagi."Teman sebayanya pun segera melambaikan tangan di udara. "Jangan pedulikan. Ikuti saja perintahku untuk lari setelah ini, maka kau akan selamat dari kejaran bapa."Meski Alexis tampak ingin melontarkan patah kata lainnya, si anak bernama Knox sudah dulu memegangi sebuah tali yang cukup tebal.Kini, Alexis pun terpaksa menggenggam tali itu dan keduanya menghitung dengan cekikikan—atau justru hanya Knox yang tampak bersemangat. "Satu, dua, tiga!
Semalam, awan menangis hebat untuk alasan yang tak pasti. Sehingga pagi ini, dedaunan masih berkeringat dingin menanti sang surya membasuh peluh itu. Atmosfer pun mendingin meski sinar surya berhasil menembus kumpulan awan tipis yang menjulurkan leher mereka untuk mengintip kehidupan di Newcastle pada awal musim gugur, tepatnya pada tanggal sembilan september seribu sembilan ratus delapah puluh sembilan.Seorang pria yang telah mengenakan kemeja dengan balutan vest pun masih berdiri di hadapan kaca selagi gigi saling bergulat menghancurkan secuil roti di dalam mulut. Ia menarik sebuah sisir dari tempatnya untuk merapikan tatanan rambut yang sudah sempurna. Bahkan pagi ini, ia baru saja membersihkan kumis dan berewok seolah sungguh bersiap untuk sebuah pertemuan istimewa.Begitu suara ketukan pintu terdengar, ia segera meletakkan sisirnya dan meneguk habis teh dalam cangkir. Ditariklah gagang pintu itu menampakkan seorang pria dengan sebuket bunga besar yang tampak segar. Ia pun puas m
Sang surya terus didorong rotasi bumi menuju cakrawala yang masih jauh di seberang sana. Sementara itu, Ruenna sendiri baru saja melambaikan tangan setelah mengucapkan terima kasih sehingga Anthony bisa melanjutkan perjalanannya menuju Grainger Town yang diramaikan beberapa pelayat pula untuk jamuan.Puluhan topik melilit percakapan antara dua orang bahkan lebih ketika Louis mendorong diri mengisi salah satu ruang di ruang tamunya. Beberapa hidangan pun tampak mulai dicicipi lidah-lidah para pelayat yang sempat menunjukkan simpati mereka kepada Louis. Pria itu hanya mengangguk, tapi tak tertarik untuk melibatkan diri pada topik yang mereka tawarkan. Sebagai gantinya, ia mencoba menemukan Sylvia yang masih bersama Virginia di perpustakaan sejak ia menuju Jesmond.Ia menyadari bahwa Judith Hope baru saja mendorong diri meninggalkan perpustakaan dengan nampan di tangan. Ketika ia mencoba mengacuhkan wanita itu, ia justru mengelus bahu Louis sekilas selagi netra mencoba memberikan kekuata
Ketika para pelayat mulai berdatangan dan ibadah penghiburan terlalui sudah, peti Emma kembali mengisi ruang di perut ambulan menuju tempat di mana jutaan kisah tinggal. Kali ini Louis ada di sisinya tanpa Sylvia yang kemungkinan berada di bawah asuhan Virginia. Sementara seberhenti ambulan itu tepat di hadapan gerbang berkarat setinggi perut milik pemakaman Jesmond, beberapa orang sudah mendahului Louis mengisi ruang di beberapa sisi lubang galian untuk peti Emma.Pintu ambulan yang terbuka membuat Richard bertatapan dengan emosi Louis yang baru saja menetes tanpa disadari. Pria itu pun menarik napas perlahan sebelum melarikan tangan untuk menggenggam tangan putranya. ❝Whose heart plowing an ungainly perpetually, will never find an undaunted space.❞Namun, ucapan itu membuat Louis menggelengkan kepala sehingga tetesan emosi lainnya luruh sudah. "Jangan memberiku nasihat yang tak bisa dipraktikan, Pap. Aku sudah menyinggung soal kehidupan kita yang berbeda. Semua ini tak akan mudah un
Ketika rembulan belum bersedia ditelan cakrawala, tak ada satu hal pun yang mampu menyelamatkannya dari duka. Bahkan memori kebohongan semalam pun sempat terganti begitu beberapa orang melenggang masuk ke dalam kamarnya hanya untuk membawa Emma pergi dari belenggu kehidupan yang ingin ditinggalkan.Orang-orang dari rumah sakit segera mengevakuasi tubuh tak tersentuh kehidupan itu beberapa jam setelah semua sandiwara Louis terlaksana. Hal itu pula yang menyebabkan beberapa orang dari rumah sakit tak menyimpan banyak tanda tanya di kepala begitu melihat wajah Colin Marlowe.Tampaknya skenario kebohongan Louis yang terencana disetujui oleh Tuhan seolah Tuhan pun ingin menyelamatkan nasib Louis kali ini yang terikat nama keluarga dan latar belakang Sylvia—Joan Creveld. Namun, semua skenario yang telah ditulis tak sama sekali membantu Louis menerima takdir ketika kakinya menginjak lantai rumah sakit untuk menyaksikan betapa kering tubuh Emma seperti harapan si wanita. Ia merasa bersalah se
Sepasang iris Louis berdetak menyaksikan seseorang tak jauh dari tempatnya berdiri. Ia pun mendorong kaki itu cepat menuju seorang wanita yang terbaring lemah di atas ubin yang sangat terawat. Begitu si wanita sudah dalam jangkauan, diangkatlah kepala itu mencoba membawanya kembali ke kehidupan. Tubuh pun sempat diguncang berkali-kali sementara jantung Louis sudah diramaikan ketakutan."Emma!" pekiknya cukup keras selagi tangan menampar pelan pipinya. Namun, wanita itu tak membuka netra. Tubuhnya pun tampak tak bergerak sama sekali. Meski itu gerakan alamiah untuk menunjukkan bekerjanya pernapasan pun, hal itu tak mampu Louis lihat. Sementara sepanjang pipi hingga dagu menampakkan jejak tangisan yang kentara sekali belum sempat dihapus.Ketika Louis mendorong telunjuk mencoba menemukan deru napas meluncur dari lubang hidungnya, hal itu tak dapat dirasakan. Digeletakkan lagi wanita itu di atas ubin, denyut nadi maupun jantung tak lagi bergejolak seolah tubuh itu sudah kehilangan segala
Beberapa momen tercipta sangatlah serupa dengan ekspetasi. Beberapa lagi tercipta lebih baik dari garis rata-rata ekspetasi. Namun, kali ini, momen tak begitu menyenangkan kembali menghampiri akibat waktu yang selalu merespons layaknya gazelle di balik semak-semak. Mereka berlarian begitu cepat untuk mengubah jam menjadi hari. Akibat ulah si waktu yang kelewat cepat untuk sebuah hal fana, sepasang kekasih yang telah mencicipi berbagai rasa kehidupan kembali disaksikan stasiun serupa.Mungkin beberapa hal tampak sama di netra Louis. Namun, selalu ada hal berbeda yang disuguhkan untuknya setiap kali kata perpisahan mengantarkan ke area stasiun bersama setelan jasnya. Bibir masih terkatup ketika tangan itu bertengger di sisi wajah Emma sementara Sylvia ada di gendongan Alma. Gigi gerahamnya bertemu menciptakan bunyi ting yang sangatlah pelan guna menghapus keraguan."Aku tak akan pergi untuk selamanya. Jangan berikan aku kejutan, Emma. Ketika aku pulang, tak ada lagi kesengsaraan yang ka