Share

Jangan Terbiasa Dimanja!

Penulis: Yunitaindrynt
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Aris dan Sari mengunjungi rumah Bu Ning, dengan perasaan yang berbeda masing-masing.

Sementara itu di kediaman Bu Ning. Wanita yang beberapa helai rambutnya sudah memutih itupun langsung saja berhenti di warung tetangga. Seberang rumahnya. Warung Bu Indah, yang menjual sate karak. Alias sate jeroan sapi yang disajikan dengan ketan hitam dan bumbu rempah lainnya.

"Eh, Bu Ning. Mau beli? Berapa porsi ini?" tanya Bu Indah menyapa Bu Ning dengan ramah.

"Dua porsi, buat anakku sama istrinya. Tolong yang satu, kamu kasih usus full tanpa lemak, ya! Satu lagi, kamu kasih usus setusuk, sisanya lemak semua, pilihkan yang kecil-kecil saja, biasanya juga kan nggak bisa kamu jual. Daripada kamu kasihkan pengemis, atau pengamen jalan yang biasa minta-minta kan, mending kamu kasih ke aku, Bu! Gratis, kan?" kata Bu Ning seraya mengedipkan sebelah matanya pada Bu Indah.

"Oalah dala, jadi beli seporsi aja ini ceritanya? Seporsi lagi, minta jatah gratis dari sisa-sisa dan lemak, yang nggak bisa dijual? Hmm, buat siapa toh, Bu?" tanya Bu Indah dengan wajah penasaran.

"Itu, buat menantuku! Dia lagi pengen sate katanya!" jawab Bu Ning jujur.

"Lho, untuk menantu pertama, kok malah dikasih barang-barang sisa sih, Bu? Kenapa nggak dibelikan yang full jeroan, yang bagus? Atau sate daging yang full tanpa lemak sekalian? Kan jarang-jarang ke sini, menyambut anak sendiri kok sembarangan," sahut Bu Indah dengan wajah heran.

"Halah! Kalau menantuku itu anak sultan, turunan dari anaknya Mama Rita, adiknya Gigi gitu aku sambut pakai daging rendang, Bu! Atau, pigyu itu, yang terkenal! Lah wong ini, cuma anak pemulung besi aja kok, buat apa repot-repot dikasih daging? Lemak aja udah paling bagus untuknya, biasa dia juga makan sayur, paling banter ya, tahu tempe. Aku kasih lemak udah syukur! Kan sama-sama dari sapi! Menantu miskin itu kalau dienakin, takut malah melunjak nanti, Bu!" ujar Bu Ning menggebu-nggebu. Sementara Bu Indah, hanya mengusap dada dengan lapang.

Dia berdoa, semoga saja anak perempuannya tak mendapatkan mertua kejam, seperti wanita di depannya.

"Udah sana! Kamu nggak usah tanya-tanya lagi, cepat kamu buatkan pesananku, nanti keburu mereka datang!" titah Bu Ning seraya menunjuk ke pembakaran sate, yang berada tak jauh darinya.

Di atas motor, Sari masih menguatkan diri dan nafsu.

"Tak apa, ya, Nak, sementara ini kita makan sate jeroan saja dulu. Nanti, Ibu pasti usahakan ya, kamu bisa makan daging sapi asli, kamu sabar ya!" batin Sari sembari memegang perutnya.

Padahal, yang disiapkan oleh Bu Ning, jauh sekali dari ekspektasinya.

Tiba di kediaman Bu Ning.

"Assalamualaikum, Bu!" ucap Aris memberikan salam tepat di ambang pintu. Dia baru saja selesai memarkirkan motornya di halaman rumah, Sari masih mematung di dekatnya. Tak banyak suara.

"Waalaikumsalam!" sahut suara lembut seorang wanita dari dalam.

"Ya Allah, anakku lanang udah sampai sini. Ayo, masuk, masuk sini!" imbuh Bu Ning dengan mata berbinar. Padahal, Aris dan Sari sering kali mengunjungi rumahnya, bahkan seminggu sekali. Tapi, tetap saja di mata Bu Ning, seakan-akan Aris mengunjunginya setahun sekali.

"Iya, Bu!" Aris langsung saja menoleh ke belakang, dia menggandeng tangan Sari masuk ke dalam.

Wanita yang baru dinikahinya setahun lalu itu pun tampak memasang wajah datar. Dia sempat menengok warung Bu Indah di seberang rumah sang mertua. Depot kecil-kecilan itu masih menyisakan asap pembakaran beraroma sate. Sari jadi membuang napas kecewa. Itu tandanya, warung Bu Indah masih jual dan alamat dia akan makan sate karak untuk kali ini. Bukan sate daging tanpa lemak, seperti yang dia idam-idamkan.

"Duduk! Ayo, mau langsung makan ya, kalian? Ibu tadi sudah belikan dua porsi sate buat kalian. Tapi, karena kalian datangnya kelamaan, mungkin udah hangat satenya. Tapi, nggak papa. Masih enak kok! Ayo, itu dibuka, Aris! Yang karet hijau punyamu, sementara karet merah punya Sari," ujar Bu Ning yang sudah tampak heboh mengarak anak dan menantunya ke meja makan.

"Makanlah, kalian! Ibu mau ke depan dulu beli gula, ya! Biasanya kan, Aris kalau ke sini suka sekali dibikinkan sari kacang ijo santan. Biar Ibu beli santan instan sekalian gulanya, soalnya udah habis gula di sini, ehem!" Bu Ning langsung saja beranjak berdiri.

Mendengar ibunya memberikan laporan seperti itu, Aris langsung saja peka. Dia berdiri dan meraih dompetnya di saku celana belakang. Lalu, mengambil selembar uang lima puluh ribu dan mengulurkan begitu saja di depan Bu Ning. Hal itu tentu saja dilakukan Aris secara terang-terangan di depan Sari.

"Ini, Bu!" ujar Aris saat Bu Ning malah diam saja mematung, tak segera meraih uang berwarna biru tersebut.

"Wah, kamu memang anak lanang Ibu, yang paling pengertian! Makasih banyak, ya, Ris! Ibu ke warung dulu," kata Bu Ning dengan langkah bersemangat.

Pemandangan itu sungguh membuat dada Sari terasa sesak. Pasalnya, saat Sari menginginkan sebungkus sate saja, suaminya itu malah menyuruh berhemat dan tak meminta hal yang aneh-aneh. Sebab, biaya persalinan sungguh mahal.

Tapi, untuk Ibunya saja. Tanpa diminta, suaminya itu begitu royal. Bukannya Sari berniat ingin mengajari Aris durhaka, tapi tidak kah lelaki itu seharusnya mendahulukan kebutuhan dirinya terlebih dahulu?

Sari memasang wajah datar, berusaha untuk terlihat tetap tenang dan santai. Padahal, di dalam hati dia sudah merasakan emosi yang sangat membara.

"Kenapa sate milikku dan milikmu harus dibedakan sama Ibu, Mas?" tanya Sari.

Dia mengalihkan perhatian, agar hatinya tak lagi merasa sedih. Sebab mendapatkan perlakuan yang kurang adil dari sang suami.

"Mungkin punya aku pedas, Sayang. Ayo, kita buka dan makan sama-sama! Sate Bu Indah enaknya juga nggak akan ngalahin sate daging yang viral itu kok," ujar Aris yang berusaha untuk menenangkan hati istrinya.

Sari kembali membuang napas kasar, dia hanya mengangguk saja. Hingga kemudian, Aris benar-benar membuka sate milik mereka.

"Tuh, kan! Ini sate ususnya gede-gede, lho! Mantap ini! Mana Bu Indah itu bersihan orangnya, nggak akan bau aneh atau bau anyir bahkan. Kamu coba saja dulu, enak kok ini," kata Aris sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia tak sabar, untuk menikmati sate yang kini tersaji di depan matanya.

Berbeda dengan milik Aris, Sari pun dibuat melotot matanya. Saat menyadari, sate miliknya hanya berisi lemak yang ditusuk dalam porsi besar-besar. Tak hanya itu, lemak itu terlihat berwarna hitam pekat, khas masakan gosong. Dari baunya saja sudah terlihat, ditambah lagi sate lemak itu sudah dingin dan sedikit mengeras lemaknya. Sari sama sekali tak berselera walau perutnya lapar sekalipun.

Melihat istrinya itu hanya berdiam mematung, membuat Aris seketika menghentikan suapan makannya ke dalam mulut.

"Lho, kenapa? Kok malah dilihatin aja? Nggak dimakan? Ini enak, lho!" ujar Aris seraya menunjuk bungkusan sate yang masih utuh di depan Sari.

*** 

Bab terkait

  • Sate Karak Untuk Menantu Miskin   Miskin Saja Belagu

    "Lho, kenapa? Kok malah dilihatin aja? Nggak dimakan? Ini enak, lho!" ujar Aris seraya menunjuk bungkusan sate yang masih utuh di depan Sari."Aku tiba-tiba nggak mood makan, Mas! Kamu habiskan aja ya, ini punyaku!" ujar Sari dengan suara lirih. Dia langsung saja menyandarkan punggungnya ke kursi. Perutnya tiba-tiba saja terasa kram, Sari dengan cepat mengusapnya perlahan untuk menenangkan."Kok gitu? Kamu nggak ngehargain ibuku banget, sih, Sar? Dia langsung gercep lho waktu dengar kamu pengen makan sate! Udah dia bela-belain beli juga, kok kamu malah kayak gini! Belajarlah untuk menghargai sesuatu dari pemberian orang lain, Sar! Jangan dilihat dari rupanya, barangnya apalagi nilai harganya. Tapi, lihatlah betapa Ibu tulus, pengen nuruti semua yang kamu mau, ayolah, jangan seperti ini!" kata Aris dengan wajah tenang.Sari menatap suaminya tak percaya. Segitu teganya lelaki yang sudah menikahinya itu berbicara seperti tak ada beban, apalagi tanggung jawab padanya."Mas, coba kamu liha

  • Sate Karak Untuk Menantu Miskin   Boros Saja Terus

    "Enak aja! Kamu pikir aku babu gratisan di rumah ini? Aku baru sadar, kalau selama aku di sini pasti dimanfaatkan. Hanya saja, dulu aku berpikir itu hal yang wajar dan aku fine-fine aja, sebab itu kuanggap sebagai bentuk berbakti pada sang mertua. Tapi, makin ke sini, aku jadi makin sadar. Ternyata, kalian hanya memeras tenagaku saja. Masih mending babu dibayar, lah aku? Ck, ck, ck," sahut Sari memasang wajah sinis ke arah Anggi.Gadis yang meletakkan tas sekolahnya dengan asal itu tampak mengerutkan kening. Kaget saat mendapati Sari berbicara ketus tak seperti biasanya."Lah, Mbak Sari ini kenapa? Kok malah marah-marah begitu? Apa bawaan bayi, ya? Aneh banget, sih!" ujar Anggi melirik sekilas ke arah Sari, lalu kembali fokus ke layar ponsel yang kini dipegangnya."Nggak papa! Pikir aja sendiri! Ayo, Mas, pokoknya aku mau pulang. Kamu nggak mau kan, kalau aku jadi stres dan malah berdampak sama anak dalam kandunganmu ini? Aku mau pulang pokoknya!" kata Sari merengek seraya menarik-nar

  • Sate Karak Untuk Menantu Miskin   Yah, Habis!

    Ingin rasanya dia jujur saja, bahwa dirinya sama sekali tak suka lemah. Apalagi yang meninggalkan bekas mengganjal tiap kali tersiram air dinging. Meninggalkan kerak-kerak yang lumayan membandel dan susah dibersihkan. Membayangkannya saja, membuat Sari bergidik ngeri.Andai tak memikirkan perasaan ibu mertuanya, tentu saja Sari akan berkata jujur yang sesungguhnya. Hanya saja, dia masih punya hati untuk tak menjelek-jelekkan keluarga suaminya."Iya, sudah saya incip tadi. Tapi, sayang sekali. Perut saya rasanya begah, jadi nggak habis, Bu. Untung saja ada Mas Aris, tempatnya menampung," sahut Sari dengan wajah berusaha terlihat santai."Hahaha, iya kamu benar! Memang itu biasanya dibuang, ya, makanya saya merasa aneh. Kok kamu malah suka. Ya sudah kalau gitu, saya mau bersih-bersih warung dulu. Alhamdulillah sudah habis, kalau kamu mau lemak-lemak seperti itu. Mulai besok, saya titipkan saja ke ibu mertuamu. Bisa suruh Aris mampir ke sini buat ambil, gratis kok saya kasih buat kamu ka

  • Sate Karak Untuk Menantu Miskin   Serius Atau Drama?

    "Kenapa, Mas?" tanya Sari saat memperhatikan wajah suaminya kini terlihat lesu."Satenya abis, Sayang!" sahut Aris. Wajahnya benar-benar kuyu. Dia merasa bersalah sekali karena tak bisa menuruti kemauan istrinya."Oh," gumam Sari singkat. Tentu saja kecewa rasanya dia. Apa mungkin saja, dia belum ditakdirkan untuk mencicipi sate viral yang diinginkan?"Maaf ya, Sayang!" kata Aris dengan wajah sendu. Teriris sekali hatinya saat menatap wajah kecewa yang dipasang oleh Sari.Sari hanya mengangguk singkat. Dia mengusap perutnya dengan lembut, hingga kemudian dia beranjak berdiri."Ayo, Mas! Kita pulang aja. Mau ngapain juga nunggu di sini kalau satenya nggak ada?" kata Sari yang sudah siap berjalan menuju ke arah parkiran."Tapi, kata Masnya tadi sih, masih bisa restock, Sayang! Mungkin sekitar satu jaman, lah. Apa mau menunggu saja? Kasihan, udah sampai sini tapi kamu malah gagal buat nikmati satenya," ujar Aris."Ehm, gimana ya? Satu jam ya, Mas?" Sari mulai mempertimbangkan. Sepertinya

  • Sate Karak Untuk Menantu Miskin   Sasaran Mertua

    "Kamu pulang aja duluan, Mas! Biar aku pesan ojek aja nanti dari sini. Aku masih pengen sate. Lagipula, Ibumu kan nggak suka kalau ada aku? Nanti, bisa-bisa dia marah dan malah nggak sembuh-sembuh kalau aku ikutan ke sana. Sudahlah, aku baik-baik aja. Pergilah!" ujar Sari dengan suara bergetar.Sebisa mungkin dia menahan tangisnya, menahan air matanya agar tak tumpah. Sari langsung saja berdiri, dia menghampiri tukang ojek yang ada beberapa nangkring di sekitar kedai sate. Aris menggelengkan kepalanya. Dia malu, jika perdebatan mereka harus disaksikan oleh khalayak umum begini. Aris meraih pergelangan tangan Sari dan mencekalnya dengan erat."Sakit, Mas! Lepasin! Kamu nggak mau aku teriak kan?" ujar Sari dengan mata memerah."Maaf," sahut Aris yang langsung saja mengendurkan cekalan di tangan istrinya.Kesempatan itu tak disia-siakan oleh Sari. Dia langsung saja berlari menuju ke salah satu tukang ojek dengan jaket hijau, yang sedang mengobrol bersama dengan teman-temannya."Pak, ojek

  • Sate Karak Untuk Menantu Miskin   Sate Lemak Sisa, Cocok Untukmu!

    Sate Lemak Sisa Untukmu!"Mas, boleh nggak aku makan sate daging yang dilumuri kelapa? Aku lagi pengen banget!" kata Sari kini seraya mengusap perutnya yang buncit."Jangan boros! Biaya buat persiapan lahiran itu besar, Sari! Mending kita makan di rumah Ibu, di depan rumah Ibu kan ada juga yang jual sate, sama aja! Kita beli itu ya?" sahut Aris dengan wajah datar."Tapi, itu kan sate karak, Mas?" Mata Sari mulai berkaca-kaca."Sama aja satenya, Sar. Bumbu kacangnya juga sama, lho! Apa bedanya? Sama-sama dari sapi, ya, walaupun sate karak itu isinya lemak dan jeroan sapi aja." Aris masih saja ngeyel, untuk merayu sang istri agar mau makan di tempat ibunya."Terserah kamu lah, Mas!" Sari pasrah, keinginan menikmati sate daging tanpa lemak, menggigitnya langsung dari lidi, ditambah gurihnya bumbu kacang dan rempah parutan kelapa, seketika menguap. Hilang selera begitu saja.Dari hamil dua bulan, hingga sampai saat ini kehamilannya menginjak tujuh bulan. Sari menginginkan sate daging kela

Bab terbaru

  • Sate Karak Untuk Menantu Miskin   Sasaran Mertua

    "Kamu pulang aja duluan, Mas! Biar aku pesan ojek aja nanti dari sini. Aku masih pengen sate. Lagipula, Ibumu kan nggak suka kalau ada aku? Nanti, bisa-bisa dia marah dan malah nggak sembuh-sembuh kalau aku ikutan ke sana. Sudahlah, aku baik-baik aja. Pergilah!" ujar Sari dengan suara bergetar.Sebisa mungkin dia menahan tangisnya, menahan air matanya agar tak tumpah. Sari langsung saja berdiri, dia menghampiri tukang ojek yang ada beberapa nangkring di sekitar kedai sate. Aris menggelengkan kepalanya. Dia malu, jika perdebatan mereka harus disaksikan oleh khalayak umum begini. Aris meraih pergelangan tangan Sari dan mencekalnya dengan erat."Sakit, Mas! Lepasin! Kamu nggak mau aku teriak kan?" ujar Sari dengan mata memerah."Maaf," sahut Aris yang langsung saja mengendurkan cekalan di tangan istrinya.Kesempatan itu tak disia-siakan oleh Sari. Dia langsung saja berlari menuju ke salah satu tukang ojek dengan jaket hijau, yang sedang mengobrol bersama dengan teman-temannya."Pak, ojek

  • Sate Karak Untuk Menantu Miskin   Serius Atau Drama?

    "Kenapa, Mas?" tanya Sari saat memperhatikan wajah suaminya kini terlihat lesu."Satenya abis, Sayang!" sahut Aris. Wajahnya benar-benar kuyu. Dia merasa bersalah sekali karena tak bisa menuruti kemauan istrinya."Oh," gumam Sari singkat. Tentu saja kecewa rasanya dia. Apa mungkin saja, dia belum ditakdirkan untuk mencicipi sate viral yang diinginkan?"Maaf ya, Sayang!" kata Aris dengan wajah sendu. Teriris sekali hatinya saat menatap wajah kecewa yang dipasang oleh Sari.Sari hanya mengangguk singkat. Dia mengusap perutnya dengan lembut, hingga kemudian dia beranjak berdiri."Ayo, Mas! Kita pulang aja. Mau ngapain juga nunggu di sini kalau satenya nggak ada?" kata Sari yang sudah siap berjalan menuju ke arah parkiran."Tapi, kata Masnya tadi sih, masih bisa restock, Sayang! Mungkin sekitar satu jaman, lah. Apa mau menunggu saja? Kasihan, udah sampai sini tapi kamu malah gagal buat nikmati satenya," ujar Aris."Ehm, gimana ya? Satu jam ya, Mas?" Sari mulai mempertimbangkan. Sepertinya

  • Sate Karak Untuk Menantu Miskin   Yah, Habis!

    Ingin rasanya dia jujur saja, bahwa dirinya sama sekali tak suka lemah. Apalagi yang meninggalkan bekas mengganjal tiap kali tersiram air dinging. Meninggalkan kerak-kerak yang lumayan membandel dan susah dibersihkan. Membayangkannya saja, membuat Sari bergidik ngeri.Andai tak memikirkan perasaan ibu mertuanya, tentu saja Sari akan berkata jujur yang sesungguhnya. Hanya saja, dia masih punya hati untuk tak menjelek-jelekkan keluarga suaminya."Iya, sudah saya incip tadi. Tapi, sayang sekali. Perut saya rasanya begah, jadi nggak habis, Bu. Untung saja ada Mas Aris, tempatnya menampung," sahut Sari dengan wajah berusaha terlihat santai."Hahaha, iya kamu benar! Memang itu biasanya dibuang, ya, makanya saya merasa aneh. Kok kamu malah suka. Ya sudah kalau gitu, saya mau bersih-bersih warung dulu. Alhamdulillah sudah habis, kalau kamu mau lemak-lemak seperti itu. Mulai besok, saya titipkan saja ke ibu mertuamu. Bisa suruh Aris mampir ke sini buat ambil, gratis kok saya kasih buat kamu ka

  • Sate Karak Untuk Menantu Miskin   Boros Saja Terus

    "Enak aja! Kamu pikir aku babu gratisan di rumah ini? Aku baru sadar, kalau selama aku di sini pasti dimanfaatkan. Hanya saja, dulu aku berpikir itu hal yang wajar dan aku fine-fine aja, sebab itu kuanggap sebagai bentuk berbakti pada sang mertua. Tapi, makin ke sini, aku jadi makin sadar. Ternyata, kalian hanya memeras tenagaku saja. Masih mending babu dibayar, lah aku? Ck, ck, ck," sahut Sari memasang wajah sinis ke arah Anggi.Gadis yang meletakkan tas sekolahnya dengan asal itu tampak mengerutkan kening. Kaget saat mendapati Sari berbicara ketus tak seperti biasanya."Lah, Mbak Sari ini kenapa? Kok malah marah-marah begitu? Apa bawaan bayi, ya? Aneh banget, sih!" ujar Anggi melirik sekilas ke arah Sari, lalu kembali fokus ke layar ponsel yang kini dipegangnya."Nggak papa! Pikir aja sendiri! Ayo, Mas, pokoknya aku mau pulang. Kamu nggak mau kan, kalau aku jadi stres dan malah berdampak sama anak dalam kandunganmu ini? Aku mau pulang pokoknya!" kata Sari merengek seraya menarik-nar

  • Sate Karak Untuk Menantu Miskin   Miskin Saja Belagu

    "Lho, kenapa? Kok malah dilihatin aja? Nggak dimakan? Ini enak, lho!" ujar Aris seraya menunjuk bungkusan sate yang masih utuh di depan Sari."Aku tiba-tiba nggak mood makan, Mas! Kamu habiskan aja ya, ini punyaku!" ujar Sari dengan suara lirih. Dia langsung saja menyandarkan punggungnya ke kursi. Perutnya tiba-tiba saja terasa kram, Sari dengan cepat mengusapnya perlahan untuk menenangkan."Kok gitu? Kamu nggak ngehargain ibuku banget, sih, Sar? Dia langsung gercep lho waktu dengar kamu pengen makan sate! Udah dia bela-belain beli juga, kok kamu malah kayak gini! Belajarlah untuk menghargai sesuatu dari pemberian orang lain, Sar! Jangan dilihat dari rupanya, barangnya apalagi nilai harganya. Tapi, lihatlah betapa Ibu tulus, pengen nuruti semua yang kamu mau, ayolah, jangan seperti ini!" kata Aris dengan wajah tenang.Sari menatap suaminya tak percaya. Segitu teganya lelaki yang sudah menikahinya itu berbicara seperti tak ada beban, apalagi tanggung jawab padanya."Mas, coba kamu liha

  • Sate Karak Untuk Menantu Miskin   Jangan Terbiasa Dimanja!

    Aris dan Sari mengunjungi rumah Bu Ning, dengan perasaan yang berbeda masing-masing.Sementara itu di kediaman Bu Ning. Wanita yang beberapa helai rambutnya sudah memutih itupun langsung saja berhenti di warung tetangga. Seberang rumahnya. Warung Bu Indah, yang menjual sate karak. Alias sate jeroan sapi yang disajikan dengan ketan hitam dan bumbu rempah lainnya."Eh, Bu Ning. Mau beli? Berapa porsi ini?" tanya Bu Indah menyapa Bu Ning dengan ramah."Dua porsi, buat anakku sama istrinya. Tolong yang satu, kamu kasih usus full tanpa lemak, ya! Satu lagi, kamu kasih usus setusuk, sisanya lemak semua, pilihkan yang kecil-kecil saja, biasanya juga kan nggak bisa kamu jual. Daripada kamu kasihkan pengemis, atau pengamen jalan yang biasa minta-minta kan, mending kamu kasih ke aku, Bu! Gratis, kan?" kata Bu Ning seraya mengedipkan sebelah matanya pada Bu Indah."Oalah dala, jadi beli seporsi aja ini ceritanya? Seporsi lagi, minta jatah gratis dari sisa-sisa dan lemak, yang nggak bisa dijual?

  • Sate Karak Untuk Menantu Miskin   Sate Lemak Sisa, Cocok Untukmu!

    Sate Lemak Sisa Untukmu!"Mas, boleh nggak aku makan sate daging yang dilumuri kelapa? Aku lagi pengen banget!" kata Sari kini seraya mengusap perutnya yang buncit."Jangan boros! Biaya buat persiapan lahiran itu besar, Sari! Mending kita makan di rumah Ibu, di depan rumah Ibu kan ada juga yang jual sate, sama aja! Kita beli itu ya?" sahut Aris dengan wajah datar."Tapi, itu kan sate karak, Mas?" Mata Sari mulai berkaca-kaca."Sama aja satenya, Sar. Bumbu kacangnya juga sama, lho! Apa bedanya? Sama-sama dari sapi, ya, walaupun sate karak itu isinya lemak dan jeroan sapi aja." Aris masih saja ngeyel, untuk merayu sang istri agar mau makan di tempat ibunya."Terserah kamu lah, Mas!" Sari pasrah, keinginan menikmati sate daging tanpa lemak, menggigitnya langsung dari lidi, ditambah gurihnya bumbu kacang dan rempah parutan kelapa, seketika menguap. Hilang selera begitu saja.Dari hamil dua bulan, hingga sampai saat ini kehamilannya menginjak tujuh bulan. Sari menginginkan sate daging kela

DMCA.com Protection Status