“Kau pikir, aku akan melepaskanmu begitu saja, Danas?” tanya seorang pria yang tengah mencengkram rahang seorang gadis.
Emosi terlihat diraut wajah pria itu, ada emosi yang tergambar jelas dari matanya. Raut wajah ketakutan, sangat jelas terlihat dari gadis yang dipanggilnya Danas, lebih lengkapnya bernama Danas Cakrawala.
“La-langit. Le-lepaskan, sakit.” Suara Danas begitu lemah, matanya melihat ke arah pria yang tengah berada di depannya, penuh dengan emosi.
Raka Langit Mahameru, pemilik perusahaan serta Presdir Neha’v Group bergerak dalam bidang farmasi. Pria dengan usia belum genap 30 tahun itu, memiliki wajah tampan dengan rahang tegas, berambut perak membuatnya terlihat makin sempurna. Karismatik dan elegan, tapi memiliki aura dingin yang membuatnya tidak bisa didekati oleh sembarangan wanita yang mencoba masuk ke dalam kehidupannya.
Siapa yang tidak mengenal pria itu, pria dingin dengan begitu banyak penghargaan yang diberikan padanya, tentunya idaman para wanita. Mapan, tampan, dan kaya raya adalah penggambaran garis besar dari pria itu.
“Ingat, aku tidak akan melepaskanmu. Teruslah menderita,” ucap Langit sambil menghempaskan Danas di lantai. “Menikah denganku bukanlah akhir dari penderitaanmu tapi awal dari penderitaanmu. Ini sangat setimpal dengan apa yang telah kau lakukan.”
“Memangnya apa yang kulakukan? Kenapa kau begitu membenciku?”
“Jangan pura-pura tidak tahu,” bentak Langit.
“Aku memang tidak tahu, apa yang sedang kau bicarakan. Kesalahan apa yang telah kuperbuat, sampai kau ingin hidupku begitu menderita, huh! Kau telah membuat perusahaan Ayahku bangkrut, dan kau memaksaku menikah denganmu, kenapa kau tidak membunuhku saja.”
Langit bertumpu pada telapak kaki, kemudian mencengkram kembali rahang Danas, menatap tajam ke arah gadis yang tengah melantai itu. Melihat ada perlawanan, ingin rasanya dia menghabisi nyawa gadis di depannya.
“Membunuhmu? Tidak akan kulakukan, aku ingin kau merasakan tiap hari penuh dengan penderitaan, hari-harimu penuh dengan neraka. Kau bahkan bertanya apa perbuatanmu? Huh?! Sampai kapan, kau tidak akan mengakui kesalahan yang telah kau perbuatan?”
Bagi Langit, membunuh Danas tidaklah sulit. Dia pasti bisa membunuh gadis itu kapanpun dia mau.
“Kesalahan? Kesalahan apa yang kulakukan. Katakan padaku. Kau selalu mengatakan aku melakukan kesalahan, sampai kau ingin membuat keluarga dan diriku menderita. Katakan padaku, Langit,” suara tinggi, membentak terdengar menggema di ruangan itu.
“Diam, kau tidak berhak memanggil namaku.” Tangan Langit menghempaskan wajah Danas dengan kasar, membuatnya seketika tersungkur ke lantai.
Gadis itu, hanya bisa menelan salivanya, mendapatkan perlakukan seperti itu. Kenangan beberapa hari yang lalu masih terngiang jelas dipikirannya, ketika pria itu datang ke rumahnya.
Suara Langit terdengar, beradu pendapat dengan seseorang dari sebuah ruangan kerja di rumah berdinding kayu.
“Tidak, kami tidak mungkin memberikan anak kami padamu,” tegas pria paruh baya itu.
“Kalian tidak berhak menolakku,” tegas Langit. “Tiga hari lagi, aku akan datang. Kalian harus mempersiapkan diri dari sekarang, dan jangan membuatku malu,” tambah Langit sambil keluar.
Air mata tertahan. Membuat perasaan Danas campur aduk tak karuan saat itu juga. Semuanya terjadi karena dirinya.
Ketika beberapa orang datang, menjemput dirinya bersama kedua orang tuanya, sangat jelas terlihat rasa khawatir di dalam manik mata kedua orang tuanya.
“Aku bisa menjaga diriku, Bu. Tenang saja, aku akan baik-baik saja,” kata Danas.
“Perasaan Bunda, tidak tenang Danas,” kata ibunya.
Gadis itu hanya bisa mengukir senyuman. Ya, hanya senyuman yang bisa diukir di bibir walaupun hatinya bercampur aduk dia pun tidak tahu bagaimana perasaan yang sebenarnya.
Gaun pengantin dipakai, harusnya dia bahagia layaknya gadis yang menjadi seorang ratu sehari pada umumnya, sayangnya tidak ada kebahagiaan sama sekali yang terpancar di wajahnya.
Kaca di depannya terlihat memantulkan tubuhnya yang terbalut dengan gaun pengantin.
“Aku pernah menyukainya! Tidak, lebih tepatnya di dasar hatiku masih ada rasa menyukainya, namun tidak sebesar dahulu ketika aku mengagumi sosoknya. Karena aku harus melepaskan hal yang membuatku menderita, namun kali ini dia kembali dan membuatku menderita terus menerus,” batin Danas.
“Tuhan, aku tidak tahu apa yang tengah kau rencanakan untukku. Jalan yang kulalui saat ini begitu berat untukku, kuatkan aku,” batinnya lagi sambil menaikkan kedua ujung bibirnya, menghela nafas pelan.
Senyuman paksa di hari bahagia, sungguh sangat membuat hatinya begitu tersiksa. Dia harus terlihat baik-baik saja, dan juga bahagia di mata orang lain serta di mata kedua orang tuanya.
Perlakuaan Langit padanya, memang sangatlah kejam, dan bengis.
Mendengar, penuturan pria yang baru beberapa jam lalu menjadi suaminya itu, membuatnya harus menguatkan diri untuk menerima perlakuan kasar yang akan terjadi.
“Danas, kau harus bisa bertahan. Kau pasti bisa melaluinya,” ucapnya untuk menguatkan dirinya sendiri.
Wajahnya, ditolehkan ke kiri dan ke kanan, untuk melihat bekas cengkraman tangan milik Langit.
“Ya, aku pasti bisa,” ucap Danas sekali lagi sambil mencoba tersenyum.
Dirinya kini terpantul di depan cermin. Ia tetap terlihat cantik, walau tanpa polesan make up sedikitpun.
Ketika menatap dirinya sendiri, ada rasa sesak dalam hatinya, ada rasa sakit membuat air matanya mengalir tanpa diperintah, beberapa saat kemudian isak tangis pun pecah di kamar yang telah di dekorasi serba putih itu, serta kelopak mawar yang ditabur di atas ranjang.
Danas adalah milik Langit, dan Langit adalah milik Danas. Namun gadis itu pun tahu, bahwa tidak akan pernah ada makna yang sama di antara mereka. Tidak akan pernah ada pengakuan siapa dirinya pada pria itu.
Menatap ranjang yang berjarak satu setengah meter darinya membuatnya hanya bisa mencengkram dadanya, hanya ada rasa sakit yang dia rasakan.
Brak!
“Jangan berpikir yang aneh-aneh, jika aku akan tidur denganmu malam ini,” tegas Langit saat kembali mengganti kemeja dan mengambil jas.
Saat Danas ingin berucap, tapi mendengar langit bersuara, membuat dirinya terdiam.
“Kau tidak perlu tahu, aku pergi ke mana, tugasmu hanya diam di rumah, dan tidak berhak berpendapat di sini. Mengerti?”
Gadis itu menganggukan kepalanya, tanpa berani menjawab.
“Jawab pertanyaanku, Danas Cakrawala,” suara Langit meninggi penuh intonasi penekanan membuat Danas terkejut, mencengkram gaun pengantin yang masih dipakai olehnya.
“I-iya,” jawab Danas terbata-bata.
Langit melangkah mendekat ke arah Danas, tatapan tajam penuh dengan intimidasi yang kuat. Gadis itu hanya bisa membulatkan matanya, tubuhnya menegang, dia takut jika pria di depannya akan melakukan hal yang lebih kasar padanya.
Senyum devil, terukir dilekuk wajah Langit. Senyum miring yang begitu menakutkan untuk dilihat.
“Jangan perlihatkan aku wajah seperti itu, wajah palsu, wajah yang ingin mendapatkan belas kasih dariku.”
Begitu cepat, tangan Langit mencengkram rahang Danas. Pria itu, tidak bisa menahan emosinya ketika dia melihat wajah Danas, baginya wajah yang tengah diperlihatkan oleh Danas adalah wajah palsu.
Urgh!
Terdengar sebuah suara ringisan kesakitan, akibat dari cengkraman tangan Langit dan juga benturan di meja rias, yang berada di belakang Danas saat itu.
“La-langit, lepaskan. S-sakit.” Danas menepuk-nepuk tangan Langit yang tengah mencengkram rahangnya.
Gadis itu tengah berusaha untuk melepaskan dirinya. Perlakuan Langit begitu kasar. Rasa sakit karena cengkraman itu membuatnya meneteskan air mata.
“Sialan, kau pikir memperlihatkan air mata padaku, aku akan bersimpati padamu?” tanya Langit yang melihat air mata mulai keluar dari ujung mata Danas.
Beberapa saat kemudian dia melepaskan cengkramannya dan memakai jas yang telah diambil olehnya.
“Dengar baik-baik, Danas Cakrawala, aku Raka Langit Mahameru, akan membuat hidupmu menderita. Akanku pastikan itu terjadi!” Suara sang pria begitu bergetar, penuh penekanan, intimidasi membuat gadis di depannya begitu ketakutan.
“Ini kamar untukmu,” kata Langit, sambil membuka pintu kamar yang dia maksud. “I-ini—“ Uhuk! Uhuk! Danas berbatuk, sambil mengibas-ngibaskan tangannya agar debu tidak membuatnya terbatuk. Ruangan berdebu, kotor, dan begitu banyak barang-barang tidak terpakai di sana. Mulutnya ternganga seketika melihat ruangan di depannya saat itu. Dia bahkan tidak pernah menyangka, jika pria itu menyuruhnya untuk tinggal di kamar yang sama sekali tidak layak di sebut kamar. Rasa sesak, dan juga ketidakberdayaan, serta penderitaan menyelimuti dirinya. Terdengar helaan nafas Danas yang kasar. “Kenapa? Apa kau ingin tidur denganku?” Danas ingin berucap, namun ketika mendengar langit bersuara, membuat dirinya terdiam. “Jangan bermimpi, aku menyuruhmu untuk tidur bersamaku.” “Tapi aku istri—“ “Istri? Jangan bermimpi, kau memang istriku, namun aku tidak akan menganggapmu sebagai istri. Kau tidak layak menjadi istri seorang Langit Maheswara.” Danas meremas ujung gaunnya, dia tidak akan menyangka p
“Kenapa kau menikah dengannya?” tanya seorang pria yang baru saja datang kemudian memasak vodka. “Kenapa masih bertanya. Aku ingin membuatnya menderita.” “Dengan menikah dengannya, kemudian membuat Renata frustasi. Egois.” Langit menatap ke arah pria di depannya, menggoyangkan gelas yang tengah terisi dengan bir serta beberapa potong es di dalamnya. “Apa nggak cukup membuat keluarganya bangkrut, dan mengambil alih perusahaan itu?” “Tidak, aku akan membuatnya lebih menderita, merangkak padaku, memohon belas kasihku.” Pria di depan Langit hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Mungkin pria itu berpikir jika Langit adalah sebuah penjelmaan iblis di dunia, bagaimana bisa menyiksa seorang gadis cantik seperti Danas. “Jangan memperlakukan wanita seperti itu, kau akan mendapatkan karma, Lang. Istrimu cantik, bahkan seorang desainer, mandiri lagi!” “Diamlah, aku tidak ingin mendengarkan penilaianmu tentang gadis itu.” “Jika kau tidak ingin, berikan saja padaku.” Grep! Langit men
“Kau layak mendapatkan ini, kau layak menderita. Dasar pembunuh,” Danas menggeleng-gelengkan kepalanya mencoba untuk menghilangkan apa yang dikatakan oleh Langit padanya semalam. Perkataan suaminya membuatnya kacau, tuduhan yang jelas-jelas diberikan oleh padanya, jelas-jelas dia tidak melakukannya. “A-aku bukan pembunuh,” batinnya sambil menggelengkan kepalanya. Pisau di tangannya tengah memotong bawang Bombay. “Nyonya, biar aku bantu,” pinta wanita paruh baya mencoba untuk mengambil alih apa yang tengah dilakukan oleh Danas. “Jangan membantunya.” Sebuah suara terdengar, membuat wanita itu segera menunduk. “I-iya bi, jangan membantuku. Aku bisa sendiri,” tolak Danas. Danas melihat pria yang baru saja mengeluarkan suara itu. Dari tangga ia tengah menatap Danas dengan tatapan tajam, hazel matanya penuh kebencian, membuat Danas tengah berada di belakang dapur itu menggenggam erat gagang pisau. Mengingat perlakuan Langit padanya, membuatnya tidak tahan dengan apa yang tengah terja
“Apa kau mendapatkan informasi keberadaan Renata?” tanya Langit dengan mata menatap tajam ke arah Marvin. Pertanyaan Langit membuat asistennya menghentikan langkah kakinya untuk meraih jas milik Langit untuk dirapikan. “Tidak, aku belum menemukan keberadaan tentang Nona Renata. Terakhir kali menemukan keberadaannya di Jerman, namun setelah aku mengutus seseorang datang ke sana, Nona Renata tidak ada di sana.” “Aku tidak mau tahu, kau harus menemukannya.” Marvin menatap belakang atasannya itu, ada rasa kasihan darinya. Baginya Langit adalah seorang pria yang sempurna, memiliki segalanya, namun pria itu gagal dalam percintaan ketika atasannya itu ditinggalkan seminggu sebelum pernikahan, dan terpaksa menikah dengan gadis yang paling dibencinya. “Aku telah mengecek tidak ada nama nona Renata keluar dari negara itu. Akan kukirimkan beberapa orang untuk mencarinya.” Tidak ada respon dari atasannya itu. Langit memilih duduk di kursi dia menyandarkan tubuhnya, kemudian memijat kepala,
“Aku menemukan Nona Renata,” seru Marvin. Perkataannya seketika menghentikan langkah kaki Langit. “K-kau menemukannya? Di mana? Di mana kau menemukannya? Katakan padaku, di mana kau menemukannya?” Marvin kini dicecar pertanyaan atasannya membuatnya tidak tahu harus menjawab apa pada pria di hadapannya itu. Langit begitu antusias dengan apa yang dikatakan oleh Marvin, dia ingin segera bertemu Renata. “Di Jerman,” jawab Marvin singkat. Mendengar kekasihnya ditemukan, membuat perasaan Langit sedikit lega, pria itu tidak tahu harus berbuat apa, langkah kakinya bingung harus melangkah ke mana. Marvin yang melihat hal itu, jelas bisa menilai jika atasannya itu tengah bahagia dengan informasi yang dia sampaikan barusan. “Batalkan segala jadwalku, aku tidak ingin ada yang membuatku batal pergi ke Jerman, dan siapkan penerbangan untukku, aku akan pergi sendiri menjemputnya,” ucap Langit “T-tapi, bagaimana dengan Nyonya Danas, dan jika anda pergi—“ Mendengar nama Danas disebut, membua
Danas hanya terdiam tidak menjawab. “Danas,” panggil Langit. Kali ini suaranya agak meninggi. Semua wanita ingin dipuja, dimanja, mengapa diriku mengalami nasib seperti ini. Apa aku salah, menginginkan seorang suami yang perhatian?! Semua wanita menginginkan hal yang sama. Tapi, aku harus membuang semua keinginan itu, bagi diriku berharap hal itu terwujud hanyalah sia-sia. Mata Danas berada satu garis dengan hazel mata Langit, kemudian beranjak mendekat ke arah suaminya. Dia tahu, jika pria itu sedang menjaga imej, namun hal itu membuat hatinya terasa sakit. Kepura-puraan yang dilakukan oleh Langit, mengiris hatinya paling dalam. Bukan ketulusan saat melakukan kemesraan, namun semuanya adalah Fake. Langit yang perhatian, adalah Palsu. Langit yang tersenyum dan hangat adalah palsu. Melihat langkah Danas yang pelan, membuat pria itu segera menarik tangan gadis itu dan membuat gadis itu kini duduk di dalam pangkuannya. “A-aku duduk di kursi saja.” Langit mempererat pelukannya. “Ja
“Nona Renata adalah kekasih Tuan.” Jantung Danas berdegup dengan sangat kuat, gelas di tangannya digenggamnya dengan erat. Hatinya terasa sakit, seakan ada sebuah duri yang di tembakan langsung menuju dasar hatinya. Rahasia besar seperti ini, sangat menyakitkan baginya. Air mata tanpa terasa membasahi pipinya, dengan cepat dihapus olehnya. “Nyonya, anda tidak apa-apa?” tanya Marvin yang melihat istri tuannya menangis. “Ya, tidak apa-apa, lanjutkan.” Sejenak Marvin menatap gadis itu. “Tuhan, kenapa Engkau memberikan cobaan untuk wanita yang begitu tegar hatinya. Harusnya, Engkau membuatnya menikah dengan pria yang bisa menghargai dirinya lebih dari dia menghargai dirinya sendiri,” batin Marvin merasa iba. Dia menceritakan seluruh apa yang dia ketahui sambil melihat respon Danas, dia tahu gadis itu sangat terluka dan terpukul mengetahui segalanya. Hanya ada senyuman paksa yang terbit di bibir Danas, tapi matanya tidak bisa berbohong jika dia terluka dengan seluruh penjelasan itu.
“Hei, Dan. Tumben naik taksi, biasanya naik bus,” sapa seorang wanita, ketika Danas baru saja turun dari dalam taksi. “Aku tidak tahu kau mengambil cuti beberapa hari, aku bahkan menghubungimu, tapi tidak tersambung.” Gadis itu menghela nafasnya, ada rasa lega, namun tubuhnya terasa remuk saat ini apalagi ketika mereka baru saja sampai dari Jerman dan Langit memberikan begitu banyak pekerjaan untuknya. Danas menengok ke belakang. Melihat siapa yang menyapanya itu. “Ah, ternyata kau, Dav.” Gadis berambut pendek, dengan poni yang tersusun rapi, ditambah lipstik berwarna pink di bibirnya membuat wajah gadis itu terlihat cantik. Davina Rahwani—sahabatnya. “Iya dong,” respon gadis itu sambil menepuk pundak Danas. “Aw …” ringisnya. “A-ada apa? Kenapa kau meringis?” “T-tidak ada apa-apa,” jawab Danas, gadis itu mencoba untuk menyembunyikan jika tubuhnya terdapat luka memar. “Benar-benar tidak apa-apa? Kau berbeda dari biasanya, kau tampak pucat dan lelah.” “Ya, aku baik-baik saja. A
"Kau pasti bercanda dia bertemu dengan Langit," desis Jagad, berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa cerita tersebut hanya sebuah kesalahpahaman belaka.Jagad merasakan detak jantungnya cepat saat mendengar cerita Davina. Matanya terbelalak, dan kepalanya seakan dipenuhi oleh bisingan yang mengaburkan pikirannya. Zanetra, cahaya dalam hidupnya, saat ini Jagad mungkin tengah terancam oleh sosok Langit. Wajahnya pucat dan dadanya sesak saat memikirkan kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi.“Aku tidak bohong Kak. Untung apa aku berbohong soal ini, huh?”“Ini yang aku takutkan jika aku tidak bersamanya,” keluh Jagad, wajahnya terlihat khawatir.“Kakak cepatlah ke Indonesia, kalian harus segera menikah. Kau harus segera menikah agar pria itu tidak memiliki kesempatan untuk mendekati Danas.”“Jangan pernah menyebutnya dengan nama itu lagi, Davina. Namanya bukan Danas, dia Zanetra, apa kau lupa?”
Mata Zanetra terbelalak saat seorang pria yang tidak dikenalinya memeluknya dengan hangat. Tidak pernah ada perasaan hangat seperti yang saat ini dirasakan. Dia merasa ada getaran aneh di antara mereka, sesuatu yang sulit dijelaskan.“Danas, aku merindukanmu.” Langit semakin mempererat pelukannya seakan tidak ingin melepaskan pelukannya.Langit ingin waktu berhenti sesaat, dia tidak ingin melepaskan pelukannya. Kerinduannya hampir tidak bisa dibendung, saat melihat wanita yang mirip istri, langkah kakinya tidak bisa dihentikan, akal sehatnya tidak terpakai hanya ada satu yang terpikirkan saat itu juga. Memeluk.Marvin terkejut dengan tindakan Langit, dia juga terpaku melihat sang nyonya, bukan wanita yang mirip tapi benar-benar sang nyonya-Nyonya Danas.Bagi Zanetra, ini adalah paling gila karena ada yang menganggapnya sebagai Danas bahkan sampai memeluk. Kenyamanan itu membuatnya hampir lupa diri jika pria yang memeluknya adalah pria asing.
"Kamu sudah siap, Zane?" tanya Davina sambil tersenyum hangat.Zanetra tersenyum, meskipun ada keraguan di matanya, dia hanya menganggukan kepala."Tentu saja Nona Davina. Ayo kita mulai petualangan kita!" Lisa terlalu bersemangat melebihi dua orang lainnya, seakan tidak merasakan kelelahan.Mereka berjalan melalui jalan-jalan kecil di sekitar perumahan, mencicipi makanan lezat yang dijajakan oleh pedagang kaki lima. Davina membimbing mereka dari satu tempat ke tempat lain, menjelaskan dengan penuh semangat tentang makanan-makanan khas Jakarta."Jakarta itu keren banget!" ujar Lisa. "Aku suka suasananya yang ramai dan penuh energi.""Iya. Jakarta memang kota yang tak ada habisnya untuk dijelajahi." Timpal Davina.Mereka berhenti di sebuah gerobak jajanan kaki lima. Davina memesan nasi goreng, Zanetra memesan bakso, dan Lisa memesan martabak. Mereka duduk di pinggir jalan sambil menikmati makanan mereka."Aku suka nasi gorengnya," kata
“Wanita kemarin mirip Danas,” gumamnya. “Tapi tidak mungkin itu Danas. Huh!”Langit duduk di ujung meja panjang yang terbuat dari kayu, ruangan rapat yang terasa semakin sempit dengan setiap helaan napasnya. Wajah-wajah yang mengelilinginya tampak cemas, semua orang tahu betapa pentingnya rapat ini bagi perusahaan mereka. Dan di tengah-tengah kesibukan itu, Langit merasa sepertinya ada yang tidak beres.Dia merenung dalam-dalam, pikirannya terusik oleh seorang wanita yang baru saja ia lihat di bandara beberapa hari yang lalu. Wanita itu sangat mirip dengan istrinya. Meskipun dia tahu bahwa itu hanya kebetulan, namun hatinya terasa begitu berat.“Pak!” Maarvin berbisik, dia bahkan lupa jika dirinya saat ini tengah berada di ruang rapat. Terlihatsemua orang di dalam ruangan menegang, takut membuat kesalahan dan menjadi pelampiasan kemarahan Langit."Lanjutkan saja," kata Langit, berusaha menenangkan diri. "Saya hanya sedi
Langit menghela nafas panjang saat menarik pegangan pintu rumahnya. Harinya telah berlari begitu cepat, meninggalkan jejak kelelahan yang merambat di setiap serat ototnya. Seiring langkahnya merangkak masuk ke dalam ruangan yang tenang, seberkas senyum kecil menghampirinya dengan langkah-langkah gemulai."Papa!" seru Cahaya dengan riang.Langit tersenyum dan memeluk Cahaya dengan erat. Rasa lelahnya seketika hilang ketika melihat senyum putri kecilnya."Cahaya!" serunya, merasakan hatinya menghangat hanya dengan melihat putri kecilnya itu. "Apa yang sedang kamu lakukan di sini sendirian?"Cahaya, dengan balutan gaun merah muda yang menggemaskan, merengkuh lehernya dengan gembira. Langit merasakan segala kekhawatiran dan kecemasan yang menjeratnya sepanjang hari itu, mulai mencair seketika. Dia menggendong Cahaya dan berjalan menuju ruang keluarga, tempat kemudian ia duduk di sofa dan menaruh Cahaya di pangkuannya."Daddy pulang, ya?" tanya Cahaya, mata cokelatnya yang lucu menatap taj
Suara dentingan pisau terdengar beradu, aroma rempah-rempah dan daging yang dipanggang menyebarkan keharuman yang menggugah selera. Zanetra, dengan wajah penuh konsentrasi, berdiri di depan kompor sambil mengaduk adonan yang sedang dimasak.Saat sedang asik memasak, Zanetra merasa sentuhan lembut di pinggangnya. Langkah Jagad yang pelan membuatnya mendekati Zanetra tanpa terdengar. Dengan lembut, dia melingkarkan tangannya di pinggang Zanetra, membuatnya melompat kaget.Tubuhnya mendadak bergetar, dan ia hampir saja berteriak histeris. Tapi, saat ia melihat wajah lelaki yang memeluknya dengan erat, rasa terkejutnya berubah menjadi senyuman hangat.“Kak Jagad, kau membuatku kaget!” serunya, sambil melepas spatula yang dipegang.Jagad mengendus apa yang sedang dimasak, dagunya diletakan di atas bahu wanita itu, sambil mempererat pelukan, Jagad tidak lupa mengambil kesempatan mencium lembut leher Zanetra."Kau kembali lebih awal!" seru Zanetra. "Aku pikir kau akan pulang terlambat malam
Mobil berhenti tepat di studio Zanetra, senyuman pria yang mengantarnya terlihat tulus. “Masuklah,” ucap Jagad. Saat Zanetra melangkahkan kaki masuk, “Zane …” Panggilan itu mampu membuat Zanetra menghentikan langkahnya. “Tidak. Masuklah. Hari ini aku pulang telat, kalian tidak perlu menungguku malam malam.”Zanetra menganggukan kepala, ia segera masuk ke ruang pribadi miliknya.“Menikah, ya,” gumamnya sambil merebahkan tubuhnya di sofa. Ada perasaan yang tidak bisa dia katakan pada orang lain. Dia mengangkat tangan ke atas, melihat cincin yang tersemat di jarinya.Kenapa dia begitu gelisah? Bukankah Jagad selalu ada untuknya? Bahkan studio fashionnya dibuat oleh Jagad sebagai hadiah telah berjuang sembuh. Apa hanya karena dia berada di titik karir sampai dia belum ingin menikah? Kata
Danas duduk di sebuah studio desain di Zurich, Swiss, fokus pada potongan kain sutra yang terbentang di depannya. Rasa gembira meluap dalam dirinya karena karyanya yang indah. Dalam tiga tahun terakhir, dia telah berhasil membangun nama Zanetra sebagai desainer terkenal. Meskipun dia tidak ingat lagi namanya yang sebenarnya, dia menikmati hidupnya sebagai Zanetra.Studio miliknya dipenuhi dengan karya seni yang indah, dari gaun pengantin mewah hingga pakaian haute couture yang memukau. Ia dikelilingi oleh sekelompok asisten dan penjahit yang setia, yang membantu mewujudkan kreasi-kreasinya yang brilian.Kehidupan Zanetra bukan hanya tentang karirnya yang gemilang. Cinta pun telah memasuki hatinya dengan indah. Jagad, pria yang dulu dia tidak ingat selain dari nama yang diucapkannya, telah menjadi bagian integral dari hidupnya. Mereka telah menjalin hubungan yang erat selama dua tahun terakhir, dan akhirnya, Jagad telah melamar Zanetra. Mereka akan segera menjadi suami
S2-8 PertemuanLangit duduk di ruang kerjanya yang terletak di ujung mansion yang masih dalam proses renovasi. Dia memeriksa beberapa rencana terbaru untuk proyek renovasi yang telah memakan banyak waktunya dalam beberapa bulan terakhir. Mansion tua itu begitu besar dan penuh potensi, dan Langit merasa bahwa ini adalah cara terbaik untuk menghormati kenangan istrinya, Danas.“Bagaimana renovasi taman?” tanya Langit pada Marvin. “Jangan sampai bunga-bunga yang dirawatnya rusak.”“Semuanya dikerjakan sesuai dengan keinginan Anda, Tuan. Ah, karya-karya Nyonya sudah saya beli dari beberapa orang.”“Kau tidak melewatkan sketsa pakaian ‘kan?”“Tidak.”“Dia sangat ingin jadi desainer.”“Seluruh karya Nyonya ada di ruangan itu