Mobil-mobil polisi dan beberapa ambulan datang. Polisi-polisi dan paramedis segera mengatasi situasi agar jalanan segera terurai karema kemacetan semakin parah. Donita dibawa dengan ambulan menuju rumah sakit terdekat. Victor ikut serta, karena mau memastikan Donita akan segera mendapat perawatan yang terbaik. Saat di dalam ambulan, dengan bantuan tenaga medis, Donita mulai sadar. "Doni, Doni, ini aku, Victor," kata Victor dengan cemas. Dia memegang tangan kiri Donita. Dingin sekali. Donita memandang Victor antara sadar dan tidak. "Kita ke rumah sakit. Kamu akan segera diobati dokter. Kamu pasti baik-baik saja," kata Victor lagi. Donita mengedipkan matanya memberi reaksi. Setiap mata Donita hampir terpejam, Victor akan bicara, memaksa Donita tetap terjaga. Melihat kondisi Donita hati Victor campur aduk.Mata pria itu pun basah. Dia tidak bisa menjelaskan rasa panik yang menderanya. Dia sangat takut Donita tidak akan membuka matanya lagi. Sepanjang jalan Donita terus saja memandang
Kabar kecelakaan beruntun yang mengerikan masih terus terdengar di sana sini. Donita menjadi salah satu korban dari kecelakaan itu juga sampai pada Helios dan Herman yang ada di Singapura."Aku tidak percaya rasanya Miss Doni juga ada dalam kecelakaan itu. Aku sangat lega mengetahui Miss Doni selamat." Helios bicara di ponsel dengan Donita.Sebenarnya Helios menghubungi Victor. Karena Victor ada di rumah sakit, dia memberikan kesempatan Helios langsung bicara pada Donita."Tuhan baik. Aku tidak mengalami luka yang sangat serius. Jika mengingat kejadian itu, juga ada tiga orang yang tidak selamat, sangat mungkin harusnya aku pun tidak tertolong." Donita mengatakan apa yang dia pikirkan.Victor memperhatikan Donita yang masih bicara dengan Helios lewat layar kaca. Wajahnya berangsur lebih cerah. Dia tampak lebih segar setelah dua hari dirawat. Apalagi ibu dan adiknya datang dari Bali menemani dia. Sudah pasti kehadiran orang terdekat dan keluarga menambah semangat Donita segera pulih."
Victor memegang kalung yang Donita kembalikan. Tidak karuan rasa hatinya. Dia menyiapkan kalung itu, dengan liontin khusus yang dia pesan, karena dia ingin Donita tahu cinta Victor makin dalam. Semua tidak ada artinya bagi Donita.Dengan hati terasa pedih, Victor memegang kalung itu untuk dia simpan. Semua sudah berakhir. Dia dan Donita sampai kapanpun, akan tetap pada batas sebagai teman."Maafkan aku, Doni. Aku terus saja memaksa kamu un-""Vic!" panggil Donita dengan tegas.Victor menghentikan gerakannya dan melihat pada Donita."Bisa kamu pasangkan kalung itu untukku?" Donita memandang Victor dalam-dalam."Ya?" Victor seperti tidak yakin dengan yang dia dengar. Dia menatap Donita.Donita memegang rambut di bagian belakang, di leher, lalu menyibakkannya. "Doni?" ucap Victor belum yakin."Bisakah?" ulang Donita meminta Victor memasang kalung di lehernya."Ya, tentu." Victor berdiri, mendekat ke sisi samping sofa. Victor melingkarkan kalung di leher Donita, lalu dia kaitlan kancing
Pagi tiba. Helios dan Herman bersiap memulai perjalanan mereka. Herman terlihat ceria dan segar. Dia sampai beberapa kali mengatakan akan membawa ke mana saja Helios hari itu. Helios terpaksa harus menanyakan lebih detil lokasi yang Herman akan tuju seperti apa. Dia akan memastikan jika ke lokasi tersebut tidak akan menyulitkan Herman. Dari satu lokasi ke lokasi lain berapa jauh jaraknya."Baiklah. Kalau begitu, kita ke sini ..." Helios mulai memilah mana yang paling baik untuk mereka jelajahi hari itu. Tentu saja dengan alasan yang dia harus mampu meyakinkan Herman."Baiklah, kita sepakat. Ayo, aku tidak mau terlambat berangkat," kata Herman.Perjalanan dimulai. Kesempatan yang langka, yang bahkan tak pernah muncul dalam pikiran Helios jika satu kali dia akan ke luar negeri dengan seorang pria kaya raya yang menjadikannya anak. Tidak akan Helios sia-siakan perjalanan itu dan dia jadikan momen paling berkesan di dalam hidupnya.Di setiap tempat yang mereka kunjungi, Helios mengambil f
Melisa berpikir cepat. Dia harus mengambil kesempatan untuk mendekat pada keluarga Hartawan. Kalau dia mengenal Raditya lebih dekat, dia bisa mencari cara juga mendekat pada keluarga Hartawan yang lain. Siska juga selama ini baik padanya, walaupun mungkin tidak suka menampung orang di rumahnya. Sedang Raditya? "Kalau kamu bersedia, ayo. Aku tidak pernah main-main kalau mau menolong orang," kata Raditya. "Baiklah, Om. Aku ikut. Aku sangat berterima kasih Om mau baik sama aku." Melisa menjawab dengan cepat. "Oke, bersiaplah segera kita pergi," ucap Raditya memutuskan. "Ya, Om. Sekali lagi terima kasih," ujar Melisa. Dadang dan Danik sudah naik ke kamar Siska mengantar belanjaan si Nyonya. Tidak lama muncul Siska dengan seorang pria. Wanita itu tampak lelah tapi terlihat senang. Dia hanya menyapa asal pada orang-orang yang ada di ruang tengah rumahnya lalu dia naik bersama pria yang bersamanya. Hati Violetta mendidih. Pria yang bersama Siska, jelas lebih muda. Cukup tampan dan gaga
Posisi Melisa yang setengah berbaring di sofa dengan pakaian minim yang menunjukkan bentuk tubuhnya seketika menaikkan sisi kejantanan Raditya. Apakagi Raditya memang pengagum wanita cantik."Kamu tidak mengantuk?" Raditya mendekat, berdiri beberapa langkah dari sofa tempat Melisa berbaring."Aku terbiasa tidur larut, Om. Apakagi baru makan, ga seru langsung tidur. Bisa gendut nanti aku," jawab Melisa seraya berpindah posisi.Gadis itu duduk sambil menarik kakinya dan bersila di sofa. Raditya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu. Pria yang masuk usia kepala lima iru makin mendekat, mendaratkan tubuh di samping Melisa."Sepertinya kita punya kebiasaan yang sama. Bolehlah kita ngobrol sampai ngantuk. Bagaimana menurut kamu?" ucap Raditya.Pria itu mencondongkan tubuhnya sedikit merapat pada Melisa."Aku lagi nonton film roman, Om. Aku suka film roman. Om ga keberatan?" Melisa meminta persetujuan Raditya."Silakan. Aku bisa menikmati film apapun." Raditya tersenyum sambil melebarkan
Tidak ada satu kata yang Helios tuturkan setelah mendengar ungkapkan hati Herman. Helios mencoba memahami. Pria itu, bagi Herman, pasti lebih dari seorang asisten dan pengacara. Bahkan lebih dari seorang saudara."Aku lama tidak melihat Tuan Herman begitu bersemangat setelah kepergian Nyonya Ranilla. Hari ini, kamu sumber bahagianya. Kamu seperti memberi harapan baru di hidupnya. Please, misi itu, lakukan dengan hati," lanjut Halim."Ya, Pak. Aku janji," ucap Helios.Halim melepaskan pegangan tangannya dan membiarkan Helios masuk ke dalam ruangan. Herman menunggu. Dia mengamati gerak-gerik Helios hingga dia tiba di hadapannya."Sepulang dari rumah sakit, aku akan mengatur penyerahan semua aset dan kekayaanku atas nama kamu." Serius tatapan mata Herman saat mengatakan itu."Apa, Pa?" Helios sangat terkejut mendengar yang Herman katakan. Ini terlalu cepat. Helios belum siap."Kamu sudah menunjukkan kesungguhan kamu dalam belajar dan bekerja. Kamu mulai menguasai semua hal tentang berbag
Helios anak sultan, siapa yang tidak mau dengannya? Pernyataan yang tidak asing didengar di telinga. Tetapi karena yang mengatakan itu adalah Melisa, maka itu sesuatu banget.Di kepala Helios dengan cepat membayang bagaimana Melisa selalu saja menuntut ini dan itu saat masih jadi kekasih Ardi. Jika tidak segera diiyakan dan diusahakan, dia akan mengancam. Macam-macam yang Melisa katakan. Membuat Helios panik dan akan berjuang semaksimal mungkin menuruti apa yang Melisa mau."Aku tertipu sama Tony. Dia ternyata bukan juga tipe pria setia. Aku cuma wanita kesekian yang dia punya. Untung aku segera lepas dari Tony." Melisa bicara lagi.Lamunan Helios buyar. Dia menyimak pembicaraan dua gadis itu."Cowok rata-rata gitu, Mel. Mana tahan cuma sama satu cewek? Ferry yang aku pikir pria paling baik, nyatanya sama saja," tukas Violetta."Kalau Helios? Selain baik, apa dia setia?" Melisa bertanya."Aku ga pernah lihat dia sama cewek, pacaran. Ga pernah. Dia baik saja sama semua. Belajar mulu tia