“Si brengsek Fletcher dan Jackson mau bermain-main denganku.” Levon menyengir.
“Apa? Lagi-lagi orang sialan itu. Berikan perintah padaku untuk memecatnya, Tuan.” Pulisic geram, tetapi Levon hanya tersenyum
“Seandainya mereka tahu bahwa pemilik perusahaan ini adalah Tuan, pasti mereka menyesal. Aku tidak rela Tuan dipermainkan seperti ini. Sampai kapan Tuan akan menyembunyikan jati diri Tuan?” tanya Pulisic dengan mengayunkan tangan jempolnya pada Levon sebagai tanda hormat. Pulisic sedih, Tuannya selalu diperlakukan buruk oleh Fletcher dan teman-teman lainnya. Pulisic tidak sabar, Tuannya segera memberitahukan jati dirinya.
“Levon menyengir, “Sampai tiba waktunya.”
Levon adalah blasteran Turki-Amerika. LEO Group, perusahan minyak gas terbesar di dunia pertama kali didirikan di Turki. LEO diambil dari nama belakangnya, yakni Leonardo. Dua tahun yang lalu ia melebarkan sayap ke Amerika. Orang sudah tahu pemilik utama perusahaan terbesar di Amerika itu adalah Tuan Leo dari Turki. Namun, mereka tidak tahu bahwa Leo adalah nama belakang dari Tuan Azmir Levon.
Saat menginjaki di tanah Amerika, Levon mempunyai ide gila. Ia menyamar sebagai cleaning service di perusahaan sendiri dan menyuruh Pulisic, orang kepercayaannya menjadi CEO perusahaan. Motif Levon melakukan itu untuk mengetahui apakah ada orang yang mau berteman dengannya dengan status cleaning servis? Motif lainnya, ia lebih leluasa melihat siapa yang akan menjadi tikus-tikus di perusahaannya.
“Tapi perilaku Fletcher sudah sangat keterlaluan, Tuan. Dia tidak pantas berada di perusahaan sebesar ini.” Pulisic menunduk, tidak berani menatap Levon.
Levon menyengir, “Biarkan saja, kau tak perlu cemas ... Dan sekarang tugasmu memberikan perintah pada tua bangka Jackson untuk selalu menempatkanku di ruangan si cantik Rose!” perintah Levon begitu dingin sambil melewati Pulisic yang masih setia membungkuk.
“Baik Tuan.” Pulisic tidak berani menolak perintah Levon. Ia tahu bahwa Sang Tuan mempunyai rencana untuk membalas perbuatan Fletcher.
Beberapa langkah, Levon berhenti tanpa menoleh ke belakang lagi, “Pulisic, bagaimana pekerjaan Fletcher dalam mengelola keuangan perusahaan?”
“Sampai saat ini kinerjanya bagus, Tuan,” jawab Pulisic membalikkan badan ke arah Levon. Ia tetap setengah menunduk.
Levon tersenyum kecut mendengarnya, “Bajingan itu memang pintar sehingga bisa mengelabuhimu.”
Pulisic terkejut dan setengah takut mendengar ucapan Levon, “A—apa maksud, Tuan?”
Levon hanya tersenyum dan tidak menjawab pertanyaan Pulisic. Ia pergi dan membiarkan Pulisic tetap mematung di tempat. Pulisic sangat ketakutan, ia harus mencari tahu sendiri apa yang dimaksud oleh Levon.
Siangnya, Levon pergi ke ruangan Rose. Ia sengaja menyuruh Pulisic untuk menempatkannya di ruangan Rose. Ia tahu Fletcher sering datang ke ruangan Rose untuk mendekatinya. Levon bermaksud ingin sedikit memberikan perhitungan pada Fletcher karena sudah berani bermain-main dengannya. Ia sangat paham dengan karakter Fletcher. Jika ada yang mendekati Rose, maka Fletcher mudah emosi dan marah.
“Permisi, Nona,” Sapa Levon pada Rose yang sibuk berkutat dengan laptopnya.
“Ya, Lev.” Rose menoleh ke arah Levon yang berdiri di depan pintu dengan membawa perlengkapan cleaning service.
“Maaf, Nona! Aku ditugaskan untuk membersihkan ruangan ini.”
“Ow ya, Lev. Silahkan!”
“Nona!” sapa Levon pada Rose sambil mulai menyapu halaman, tetapi Rose tidak menjawabnya.
Beberapa menit, Rose menghembuskan napas sambil melihat ke arah Levon, “Kenapa dirimu tersenyum, Lev?” tanya Rose lembut.
“Karena Nona sangat fokus terhadap pekerjaan sehingga tidak mendengar ucapanku,” jawab Levon tersenyum menatap Rose.
“Ow ya kah?” tanya Rose melebarkan mata sambil tertawa kecil.
“Iya, Nona.”
“Maaf, barusan aku fokus pada pekerjaanku,” jelas Rose tersenyum menatap Levon.
“Perusahaan ini sangat beruntung memiliki orang baik dan cerdas seperti Nona,” puji Levon sambil mengepel lantai.
“Ah biasa saja,” jawab Rose. “Ow ya tadi kamu mengatakan apa padaku?”
“Aku malu tentang kejadian tadi malam, Nona. Aku bersalah sudah memecahkan gelas-gelas mahal itu,” ungkap Levon menghentikan mengepel lantai sejenak.
Rose tersenyum, “Sudahlah, Lev. Lupakan kejadian tadi malam, aku sudah memaafkanmu.”
“Terima kasih, Nona ... Nona adalah perempuan yang baik hati,” balas Levon tersenyum sambil melanjutkan mengepel lantai kembali.
“Kamu selalu memujiku, Lev.”
Disaat bersamaan, Fletcher datang. Rose memasang ekspresi tidak senang dengan kehadiran Fletcher.
Fletcher kaget melihat Levon ada di ruangan Rose, “Mengapa dirimu berada di ruangan Rose, sampah. Mau kuberi kejutan lagi?” tanya Fletcher menyatukan alis setengah mengancam pada Levon yang sedang mengepel lantai.
Levon berhenti mengepel lantai, ia menoleh ke arah Fletcher, “Maaf, Tuan. Aku ditugaskan oleh Tuan Jackson membersihkan ruangan Nona Rose,” jawab Levon membela diri.
“Mana janjimu Levon? Tidak mungkin Jackson menugasmu di ruangan Rose!” Fletcher marah menatap tajam ke arah Levon. Ia menilai Levon telah berbohong padanya.
“Benar, Tuan. Saya berkata jujur. Mungkin Tuan Jackson mendapat perintah dari Tuan Pulisic,” jelas Levon dengan ekspresi wajah yang terlihat menyedihkan.
“Kau bisa menolak tugas ini, bodoh!” teriak Fletcher mengangkat dagu dan menunjuk Levon dengan tatapan mata berkilat iblis.
“Sudah cukup Fletcher! Seharusnya kau malu pada pada Levon! meski ia bagian staf cleaning service, saya rasa Levon sangat profesional dalam bekerja dibanding dirimu.” Rose akhirnya bersuara membela Levon, ia geram terhadap perilaku Fletcher.
Fletcher justru semakin marah kepada Levon, “Hebat sekali kau, sampah! Kau memang pintar menarik simpati Rose. Lihat! Lagi-lagi Rose membelamu dihadapanku.” Wajah Fletcher membara menatap Levon
“Maaf, Tuan. Saya hanya sekedar menjalankan tugas saja,” bela Levon menunduk. Ia tidak berani menatap mata menyala milik Fletcher.
“Dengar itu Fletcher! Kau selalu berpikir buruk pada Levon, padahal dirimu melebihi seorang penjahat!” geram Rose dengan menunjuk tangan telunjuknya ke arah Fletcher.
“Buka matamu, Sayang. Kau telah ditipu dengan wajah polosnya,” terang Fletcher pada Rose sambil menunjuk-nunjuk Levon.
“Sudah cukup! Ada perlu apa kau kesini, Fletcher?” tanya Rose yang sudah muak dengan kehadiran Fletcher.
“Sayangku! Aku kesini untuk mengajakmu berkencan nanti malam,” ucap Fletcher lembut menatap Rose penuh cinta.
“Aku tidak sudi berjalan dengan lelaki brengsek seperti dirimu.” Rose menolak ajakan Fletcher dengan tegas sambil memalingkan wajahnya ke arah lain.
“Mengapa kamu selalu menolak ajakanku, Sayang? Padahal cintaku hanya untukmu,” bual Fletcher sambil menyilangkan kedua tangan di depan dada.
“Untukku? Lalu saat kemarin aku keruanganmu karena ada urusan pekerjaan, kamu dan Laura sedang apa?” tanya Rose setengah menyindir.
“Kamu cemburu? Kemarin itu dia hanya sedang membantu pekerjaanku saja,” dalih Fletcher menampakkan senyuman manis kepada Rose.
“Sampai melepas pakaian dan saling mengadu senjata kalian masing-masing sampai mengerang?” balas cepat Rose dengan tatapan jijik pada Fletcher.
“Maaf Sayangku, dia yang memaksaku. Kamu jangan cemburu,” kata Fletcher tanpa ada rasa malu, bahkan ia masih sempat menggoda Rose dengan gerakan tangan membentuk hati.
“Sepertinya kau sudah gila, Fletcher. Aku tidak pernah menyukaimu!” tegas Rose semakin muak menatap Fletcher.
“Oke begini saja. Berkencanlah denganku nanti malam, maka kamu pasti akan jatuh cinta padaku,” ucap Fletcher masih sempat merayu Rose.
“Sayangnya aku sudah punya janji dengan orang lain,” respon cepat Rose.
Fletcher terkejut dan emosi seketika, “Siapa orang itu?”
“Kau benar-benar ingin tahu?” tanya Rose setengah memanas-manasi Fletcher.
“Siapa orang itu yang berani-beraninya berkencan dengan pujaan hatiku?” tanya Fletcher emosi setengah penasaran sambil mengepalkan kedua tangan.
Rose menghampiri Levon yang sedang sibuk membersihkan kaca jendela, “Dengan Levon,” jawab Rose sambil meraih tangan Levon.
Levon terkejut dan menoleh ke arah Rose, “Denganku, Nona?”
“Iya, nanti malam kita akan berkencan,” balas cepat Rose dengan senyuman manis menatap Levon.Fletcher tersulut emosi. Bara apinya di dalam hati Sudah memuncak, tapi kemarahannya itu bukan ditujukan pada Rose, melainkan pada Levon.“Dia hanya cleaning service!” berang Fletcher berusaha mengingatkan posisi Levon.“Dia jauh lebih tampan dan baik daripada lelaki brengsek sepertimu!” seru Rose sambil lebih mempererat pegangannya pada tangan Levon. Ekspresi Levon terlihat tidak enak hati dipegang oleh Rose, tetapi batinnya tertawa.“Hey, sampah! Jika kamu berkencan dengan Rose, maka akan kubunuh dirimu!” cecar Fletcher menatap dengan tatapan iblis pada Levon.“Ampun, Tuan,” ucap Levon dengan terlihat tegang, lalu menoleh ke arah Rose. “Nona, sepertinya diriku tidak bisa berkencan dengan dirimu.” Levon ketakutan menatap dan memelas pada Rose. Fletcher tersenyum, ia yakin ancama
Berselang beberapa menit, Levon dan wanita itu sudah berada di ruangan VVIP dan menuntun Levon menuju kasur. Kurang beberapa langkah, Levon mendorong keras wanita itu sampai terpental ke atas kasur.“Hei pemuda tampan, bersabarlah dan jangan bermain kasar,” ketus wanita itu kesakitan.“Siapa namamu, wanita jal*ng?” tanya Levon mempertebal ucapannya.“Brenda.”“Oke, Brenda. Malam ini kamu milikku!” seru Levon dengan tatapan menyeramkan sambil berjalan menghampiri Brenda dan menjambak rambutnya.“Sakit, Tuan. Jangan bermain kasar!” pinta Brenda menahan sakit.“Bukankah kamu sudah dibayar oleh Fletcher? Jadi aku berhak atas dirimu dan sesuka hatiku melakukan apa saja.”“Anda sangat mabuk be—berat,” rintih Brenda karena Levon semakin menekan rambutnya.Levon membanting tubuh Brenda, “Mabuk ataupun tidak, itu bukan urusanmu!” seru L
“Aku membicarakanmu, bajingan!” kesal Rose pada Fletcher sambil mengeraskan suara speaker hp yang sedang memutar isi rekaman video. Lalu, Rose menyodorkan hp itu pada Fletcher.“Apa? Tidak mungkin.” Fletcher terkejut setengah menahan malu setelah tahu rekaman video itu bukan Levon dan wanita jal*ng, melainkan video p*rno. Semua pengunjung yang mendengar, menertawakan Fletcher.“Diam!” teriak Fletcher sambil mematikan hp itu. Fletcher menatap tajam Levon sambil menelepon seseorang.“Kau salah mengirim video, sialan!” umpat Fletcher pada sesorang yang diteleponnya.“Maaf Tuan, sepertinya ada yang menghack isi rekaman itu,” jawab seseorang yang ditelepon Fletcher.“Bangsat!” kesal Fletcher sambil mematikan teleponnya dan menghampiri Levon penuh amarah.“Siapa dibalik semua ini, Sampah? Siapa yang kau suruh untuk menghack isi rekaman video bejatmu bersama wanita
“Ya...?” Rose tidak mengedipkan mata menatap Levon. Ia tidak sabar menunggu jawaban dari Levon.“Saya hanya menebak saja sosok Tuan Leo, setengah memberikan sedikit ancaman kepada Tuan Ethan agar sikapnya tidak semena-mena... tapi mereka justru tertawa dan mengangap ucapanku sebagai lelucon. Saya memang bodoh, tidak pandai mengarang cerita,” jelas Levon menyengir sambil memiringkan kepala menyipitkan mata.Rose menghela napas dan beberapa detik kemudian, ia tertawa sambil menepuk paha Levon, “Rupanya kau sedikit berani juga, Lev. Kau harus belajar lagi untuk meyakinkan sesorang bahwa ucapanmu itu fakta.”“Hehehe”“Aku tahu, kau melakukannya karena dirimu merasa kesal dan—” Rose tiba-tiba berhenti berkata dan bagai mikir seharusnya ia tak mengatakan ini pada Levon.“Dan selalu dihina oleh orang lain ... saya sudah terbiasa dengan itu,” sambung Levon tersenyum menatap
“Kau ...?” Rose dan Levon terperangah melihat kehadiran Fletcher, tanpa disadari ia sudah ada di meja makan sebelah.“Dasar Sampah tidak berguna! Bisanya hanya mengkhayal ... Mana mungkin orang miskin sepertimu bisa datang ke ruangan bawah tanah? Alam mimpi pun tidak sudi menerima orang kotor sepertimu!” sindir Fletcher di tempat duduk meja makannya. Ia tertawa sinis pada Levon.“Mengapa kau mengikuti kami, bajingan?” Rose spontan berdiri dan melotot pada Fletcher. Hal itu membuat para pengunjung melirik ke arah mereka.Fletcher berdiri menghampiri mereka, “Duduklah sayang ... Aku mengikutimu karena ingin menjagamu dari niat tangan kotor itu,” pungkas Fletcher lembut sambil melirik Levon dengan mata menyempit.“Ayo kita pergi dari tempat ini, Lev,” kesal Rose pada Fletcher sambil menarik tangan Levon, tetapi Levon tidak berdiri menuruti kemauan Rose.“Nona, makanannya dihabiskan dulu
“Maafkan aku, Rose. Maafkan jika pertanyaanku menyinggung perasaanmu.” Levon langsung menunduk dan mengatupkan tangan di depan dada. Rose terlihat marah, tetapi detik berikutnya berubah tertawa keras sampai memegangi perut, “Hahaha kau lucu, Lev. Kau seperti mobil tanpa rem.” “Hehehe.” Levon hanya bisa menyengir sambil menggaruk kepala. “Oke! Berhubung kau bertanya banyak sekaligus dengan super cepat maka kujawab juga dengan super cepat ... nama Papaku, Frankie. Nama Mamaku, Evelyn. Papa mempunyai perusahaan industri kimia di Washington. Dan mereka tinggal di rumah Washington agar lebih dekat dengan perusahaan. Seminggu sekali, Papa dan Mama mengunjungiku kesini.” Rose membalas Levon dengan menjawab pertanyaan dengan super cepat. “Oke! Kalau Papamu punya perusahaan, mengapa Rose tidak bekerja disana?” Levon tak mau kalah, ia bertanya lagi dengan super cepat. “Karena aku ingin mandiri dan untuk mencapai terget hidup.” Rose masih men
Keesokan hari, Levon berangkat ke kantor dengan peran seperti biasa. Levon langsung pergi menuju ruangan cleaning service untuk mengganti pakaian lusuhnya dengan seragam khusus cleaning service.Saat Levon membuka loker pakaian miliknya, ia kaget dan tak percaya. Di dalam loker ada jam tangan mahal merk Rolex. Beberapa detik, kekagetan Levon berubah menjadi sengiran, “Kau masih ingin bermain denganku? Sepertinya aku harus memberikan pelajaran padamu.” Yang dimaksud Levon adalah Fletcher. Ia tahu, jam tangan mahal yang ada di loker pakaian adalah milik Fletcher. Otak Levon bekerja, ia mengerti jam tangan ini dijadikan alat untuk menjebak dirinya.“Kau licik, Fletcher. Dan sedikit pintar,” gerutu Levon menyeringai sambil mengambil jam tangan.Bersamaan dengan itu, Fletcher, Jackson, dan beberapa staf lainnya datang ke ruangan Levon.“DASAR MALING!” teriak Fletcher menatap marah pada Levon yang sedang mem
“Coba dipercepat sedikit!” pinta Rose terus menerus mengetukkan jari pada meja komputer.“Baik, Nona.” Ronald mengangguk dan mempercepat rekaman cctv.“Stop!” perintah Rose melebarkan mata ketika isi rekaman menunjukkan seseorang yang mencurigakan.Orang yang dimaksud adalah Jackson. Ia mengendap-endap penuh hati-hati memasuki ruangan cleaning service. Di tangan Jackson terlihat sedang memegang sebuah jam tangan.“Tuan Jackson?” semua orang mulai bertanya-tanya keheranan pada Jackson.“Orang itu bukan aku!” kilah Jackson ragu-ragu membuka mulut dan kaki bergerak-gerak tidak tenang.“Untuk memperjelas, coba di zoom, Tuan,” pinta Levon dengan pandangan tidak terlepas dari layar komputer yang berisi rekaman cctv di depan pintu cleaning service.“Kamu benar, Lev. Cepat, Tuan Ronald!” Rose mempertegas ucapan Levon.“Baik.&rdqu
Air mata Angelina mengalir deras, menumpahkan semua kesedihannya. Kalimatnya barusan diucapkan secara sadar. Ia siap mati, Jika dengan nyawanya bisa membuat Amelia kembali ke jalan yang Sementara itu, Amelia sangat terkejut. Tanpa dugaannya sama sekali, Angelina mengetahui identaitasnya. “Nona Amelia? Aku Ketty ... Namaku Ketty, bukan Nona Amelia,” ucap Amelia masih belum mengaku. “Sudahlah, Nona. Buka topengmu. Jika kau ingin membunuhku, silahkan saja. Aku tidak akan melawannnya,” kata Angelina pasrah. Amelia mulai cemas. Ia mulai curiga bahwa Angelina datang bersama dengan Levon dan orang-orang kepercayaannya. “Aku bukan Nona Amelia!” teriak Amelia. “Aku Ketty ... Aku memanggilmu kesini untuk menyelesaikan masalahku. Tapi kau justru berpihak pada wanita itu.” Amelia masih mempertahankan penyamarannya. Lalu ia berjalan cepat ke arah sudut pintu. Ia melihat layar pengintai aktifitas di luar, depan dan sekitar kamarnya. Tidak ada siapa-siapa, batinnya. Lalu ia kembali memutar ba
“Sayang sekali, padahal kue ini sangat enak,” ucap Amelia sambil meletakkan kue itu ke wadahnya“Em kalau begitu, makanlah,” kata Angelina setengah mengetes.“Ah aku sudah kenyang ... aku sudah banyak menghabiskan kue ini,” kilah Amelia tersenyum paksa, menutupi rasa kesalnya.“Ow ya, Ketty. Rumahmu dimana?” tanya Angelina.“Hemmm dekat dengan mansion Tuan Leo,” jawab Amelia.“Apa Tuan Leo mengenalmu?” tanya Angelina memancing.“Emmm tidak ... Tuan Leo tidak mengenalku,” kilah Amelia. “ow ya lanjutkan pembahasan yang tadi ... Jadi bagaimana menurutmu? Apa aku harus mengalah?”“Terkadang kita harus mengalah demi kebahagiaan orang yang kita cintai,” jawab Angelina bijak. “Tapi aku tidak sudi wanita iblis itu merebut orang yang aku cintai ... Hanya aku yang pantas mendampinginya, bukan wanita iblis itu,” respon Amelia sedikit emosi. Tatapan tajamnya mulai diperlihatkan pada Angelina. “tunggu ... Apa itu artinya kau mendukung wanita itu merebut pujaan hatiku?” tanyanya.Angelina menghela
“Ya, Tuan.” Angelina mengangguk dengan tatapan serius “aku siap kehilangan nyawa asal Nona Amelia kembali menjadi orang baik. Karena aku memang salah.”Mendengar itu, Levon terharu. Ia menatap Angelina dengan tatapan bangga. Jack dan teman-temannya pun merasakan hal yang sama.“Aku tidak salah memilih calon istri ...” ucap Levon dengan tatapan lembut. Lalu ia mengambil ponsel Angelina. “Aku tidak akan membiarkan calon istriku celaka.”Angelina meneteskan air mata, lalu ia spontan memeluk Levon.“Tuan, aku stress. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku ingin sekali menjadi istri Tuan, tapi disisi lain ... aku kasihan pada Nona Amelia. Aku tidak mau merebut Tuan darinya,” kata Angelina menangis dalam pelukan Levon. Lalu ia melepas pelukannya dan mendongak menatap penuh arti pada calon suaminya itu. “Menikahlah saja dengan Nona Amelia, Tuan.”“Aku menyayangi Amelia. Dia adikku, dan selamanya statusnya tidak berubah ... Sementara kau, Angel. Kau adalah calon istriku,” respon Levon tersenyu
Dengan pakaian khas pria bertopeng, Amelia menunggu di salah satu kamar apartemen British, kira-kira jarak tempuhnya sekitar satu jam dari apartemen Hoston. Amelia sudah menyelipkan sebuah pisau di sela-sela lubang sofa. Ia juga mencampurkan racun di makanan ringan berupa kue keju yang ada di atas meja. “Leo sudah berbohong padaku, Angelina tidak pulang ke Washington.” Angelina sangat marah, ia sudah tidak sabar ingin bertemu gadis itu dan segera membunuhnya. “Aku pastikan hari adalah hari terakhirnya bisa bernapas!” Sementara itu, Jack bergerak cepat setelah menerima pesan dari Levon. Ia melacak nomor ponsel yang diberikan Sang Tuan. “kamar nomor 987,” ucap temannya pada Jack setelah berhasil melacak keberadaan pemilik nomor itu. Jack dan teman-temannya menyusuri setiap lorong, menaiki lift untuk sampai ke kamar teratas yang ada di apartemen British. Salah satu di antara mereka menyamar sebagai cleaning service, namanya Sancho. TOK! TOK! Sancho mengetok pintu kamar Amelia, se
Levon tampak duduk di kursi ruangan makan yang ada di apartemen Hoston. Ia sudah janjian dengan Angelina untuk makan bersama.“Hem dia sangat cantik,” gerutu Levon ketika melihat Angelina datang. Ia memandangi penampilan gadis itu dari atas sampai bawah. Kecantikannya sangat natural.“Tuan sudah menunggu lama?” tanya Angelina sambil menarik kursi makan yang menghadap Levon.“Hemm dua menit yang lalu,” jawab Levon. lalu ia memanggil waitress“Mau makan apa, Angel?” tanya Levon, Angelina pun mengamati daftar menu makanan dan minuman yang ada di hadapannya.“Tuna sandwich, terus minumannya emmm ...lemon tea.”“Dua tuna sandwich, dua lemon tea,” ulang Levon pada waitress yang berdiri di samping meja makan mereka.“Baik, mohon ditunggu.”Angelina terkekeh pelan, “Kenapa Tuan memesan menu yang sama?”“Karena sebent
Amelia turun dari atas dan bepura-pura tidak mengetahui apa-apa. Dengan mengenakan pakaian olaharaga, ia menghampiri mereka.“Hai,” sapa Amelia ramah. “Selamat pagi semuanya.”“Pagi,” jawab mereka bersamaan.“Mau kemana, nak?” tanya Emma perhatian. Sebenarnya ia merasa kasihan dan tidak tidak tega mendengar keputusan Levon mengirim sepupunya itu kembali ke Turki.“Mau olahraga, Anne,” jawab Amelia. “Ya udah dulu, lanjutkan obrolan kalian.”Amelia berjalan ke luar mansion. Ia ingin melarikan diri tanpa naik mobil karena orang-orang kepercayaan Levon ada dimana-mana.Pandangannya mengawasi sekitar jalan. Dirasa aman, ia meyetop taksi yang kebetulan lewat.“Nona Amelia?” tanya supir taksi itu setelah tahu siapa penumpangnya.“Hem antarkan aku ke toko pakaian terdekat,” titah Amelia. “cepat, aku terburu-buru.”“B
“Arg! Sial!” teriak Amelia menghempaskan tubuhnya ke kasur sambil mengacak-acak rambutnya sendiri. Lalu ia berdiri lagi dan mulai merusak barang-barang miliknya di kamar itu.“Leo!” teriaknya lagi penuh emosi. Kali ini ia mengacak-acak sprei kasur. “Apa kau menginginkan aku mati? Kenapa kau tak mencegahku, Leo? Kenapa kau malah mengantar wanita iblis itu pulang?”Angelina sangat marah karena setelah mengirim video itu, Levon justru tidak panik dan berusaha datang menemuinya.“Leo!” teriakannya lebih kencang hingga suaranya serak. “gara-gara wanita iblis itu, kau jauh dariku!”Sementara itu Levon sudah sampai di mansion. Kedatangannya ditemui Emma.“Leo kenapa pulang? Dimana Angel? Bukannya kau mengantarkan Angel ke Washington?” tanya Emma cemas.“Tidak, Anne. Leo mengantarnya ke apartemen Hoston. Sementara waktu dia lebih baik tinggal di sana sampai keadaan di mans
Amelia mengirimkan sebuah video yang memperlihatkan dirinya sedang melakukan aksi percobaan bunuh diri dengan cara memakan serbuk sabun cuci.“Ada apa, Leo?” tanya Emma sekilas melihat perubahan ekspresi wajah Levon.“Hem tidak ada apa-apa, Anne,” kilah Levon. Beruntung ia barusan menekan mute suara di ponselnya.“Hem Anne kira ada sesuatu.”Levon menggelengkan kepala. Lalu pandangannya bergeser ke arah Angelina. “Ow ya, Angel. Aku akan mengantarmu pulang.”“Tidak perlu, Tuan. Aku minta bantuan pada Fred saja,” respon Angelina menolak. Ia berusaha menghindar dari Levon.“Biarlah Levon yang mengantarmu pulang, Angel,” kata Emma.“Tidak perlu ....” Angelina berhenti berbicara ketika Emma menatapnya dengan isyarat dirinya tidak boleh menolak dihantar Levon. “Baik, Anne.”Malam ini aja aku menuruti permintaan Anne. Setelah ini aku akan m
“Nona, jangan lakukan itu.” Yang tadinya Angelina diam seribu bahasa, akhirnya bersuara. Tatapannya penuh rasa bersalah. “Aku tidak akan menerima perjodohan ini. Maafkan aku ... aku gadis yang tidak tahu diri. Seharusnya dari dulu aku tidak hadir dalam keluarga Tuan Leo.” “Jika kau menyadari semua kesalahanmu, pergilah sekarang juga!” bentak Amelia pada Angelina dengan sorot mata tajam. “Jika kau tidak ingin melihatku mati, pergilah sejauh mungkin dan jangan perlihatkan wajahmu lagi! Kalau perlu pindah Negara!” Angelina meneteskan air mata, “Baik, Nona. Aku akan pergi dari kehidupan Tuan Leo. Aku akan menjauh dari Tuan Leo ... Maafkan semua kesalahanku. Sejujurnya aku tidak pernah punya niat merebut Tuan Leo dari Nona.” Angelina pun berlari ke kamarnya dengan tangisan, sedangkan sedari tadi tatapan tajam Levon tetap menyorot pada Amelia. “Menikahlah denganku, Leo. Aku janji akan menjadi istri yang baik untukmu,” ucap Amelia dengan buliran tangisan, me