“Jangan coba-coba mempermainkan kami ... kami sudah memberikan apa yang kau minta!” Suara Rose meninggi, mencoba mengusir rasa takut dalam dirinya. Ia memberanikan diri menatap pria bertopeng dengan tatapan menantang.
Pria bertopeng malah tertawa keras, dan di detik berikutnya menatap Rose dan Frankie dengan tatapan geli, “Maafkan aku, Nona. Aku hanya ingin mengembalikan hak orang lain yang kalian rampas .. Lebih tepatnya bermula dari Frankie.”
“Aku? Apa maksudmu?” Frankie reflek mengeluarkan suara karena terkejut namanya disebut, dan apa hubungannya dengan mengambil hak orang lain. Frankie benar-benar lupa tentang masa lalu disaat ia merampas perusahaan milik keluarga Nyonya Katerine.
Pria bertopeng mendengus dengan senyuman kecut, “Apa kau pura-pura lupa, Frankie? Bukankah perusahaanmu saat ini hasil dari rampasan di masa lalu?” tanyanya dengan tatapan sindiran sambil menunjukkan memory rekaman. “Buktinya sudah aku ambil barusan!”
Frankie maup
Rose dan Frankie semakin memucat. Seluruh tubuhnya melemas dan gemetar seolah sudah mati. Hidupnya saat ini berada diujung tanduk, kematiannya dihitung mundur. “Aku tidak akan mati!” batin Rose menguatkan. Lalu ia terpaksa merangkak menghampiri pria bertopeng dan berlutut di bawahnya. Frankie pun menyusul dari belakang dan mensejajarkan dengan anaknya. Rose bergerak merangkul kaki pria bertopeng dengan bahu gemetar, “Tuan! Tolong maafkan kami. Berikan belas kasihanmu pada kami ... kami berjanji akan mengabdikan hidup kami pada Tuan. Kami akan melakukan apa yang diperintahkan oleh Tuan. Bahkan kami siap memberikan seluruh harta kami pada Tuan asal Tuan mengampuni kami.” Rose berusaha membuat pria bertopeng luluh dengan tatapan paling memelas. Frangkie pun mengangguk membenarkan ucapan anaknya. Levon tersenyum geli mendengarnya, lalu ia tertawa keras yang diikuti tawa dari pria bertopeng lainnya. “Kami bersumpah akan menjadi anak buahmu, Tuan!” te
Rose dan Frankie menarik napas panjang dan matanya melotot sempurna ketika mengetahui siapa wanita dibalik topeng. Mereka merasa sudah tidak ada kesempatan lagi untuk lari dari maut. Misi bertahun-tahun sudah tamat, kejahatannya sudah terbongkar. “Nona Amelia?” Napas Rose tersengal, jiwanya seperti sudah terpisah dari raganya. Tatapannya kosong, firasat buruk yang ia rasakan sebelumnya itu benar-benar terjadi. Rose mulai paham, selama ini pria bertopeng itu orang suruhan Tuan Leo. Itulah sebabnya rencananya selalu gagal, rupanya dibalik semua ini ada sebuah permainan yang Tuan Leo ciptakan. Ia bahkan tidak menyadari semua kejanggalan yang sudah terjadi. Dari kegagalan membakar pabrik, kehadiran pria bertopeng yang mabuk di club malam, hingga racun yang gagal diminum Amelia, dan kejanggalan lainnya yang pasti saling berhubungan. “No...” Hanya itu yang bisa diucapkan Frankie, lidahnya kelu tak sanggup berkata lagi. Napasnya tercekat, bahkan ia harus memegangi dadanya y
“Tidak! Jangan ...jangan siksa kami, Tuan!” “Jangan siksa kami, Tuan. Kami mohon!” Rose dan Frankie menangis histeris sambil merangkak menghampiri pria bertopeng dengan gemetar dan napas tersengal-sengal, tetapi langkah mereka dihentikan oleh para algojo. Anehnya hanya Frankie yang diseret menjauh, sedangkan Rose tidak ada yang menyentuh sama sekali. “Papa!” Rose berteriak histeris ketika Frankie diseret kasar oleh para algojo. “Rose! Tolong Papa!” Frankie tak kalah histeris. Ia berteriak sekencang mungkin meminta bantuan dari Rose, tetapi para algojo semakin bringas menyeret tubuh Frankie dan melemparkannya di ruangan tengah itu juga, agak menjauh dari anaknya. “Mau dibawa kemana Papaku? jangan siksa Papaku!” Rose berdiri dengan air mata yang semakin deras mengalir. Ia ingin menghampiri Frankie, tetapi langkahnya di hentikan oleh pria bertopeng. “Papamu tidak dibawa kemana-mana. Papamu akan dihukum di ruangan ini juga,” ucap Levon dib
Butuh berapa waktu bagi Rose untuk kembali sadar dari pingsannya. Ketika matanya benar-benar terbuka, ia melihat Amelia dan pria bertopeng berdiri disamping dengan senyuman seringai. Saat ini ia terbaring lemah di tempat tidur. “Apakah aku sudah ada di penjara?” tanya Rose dalam batin sambil mengedarkan pandangan ke setiap sudut ruangan, memastikan tempat keberadaannya. “Ini kamar bawah rumahku....” Rose bernapas lega, tetapi tak berselang lama wajahnya berubah menjadi pucat ketika mengingat Frankie, “Papa? Dimana Papaku?” tanya Rose dengan suara meninggi, menoleh ke arah Amelia dan pria bertopeng. “Aw ...” Rose meringis kesakitan ketika mencoba bangkit dari tidurnya. Sekujur tibuh Rose masih terasa perih akibat menerima cambukan bertubi-tubi, tetapi ia tak peduli karena mengkhawatirkan Frankie. “Dimana Papaku?” tanya Rose sekali lagi bersamaan dengan ait mata yang mulai mengalir kembali. “Papamu juga mendapat perawatan di ruangan tengah, Rose.
“Mau dibawa kemana aku?” tanya Rose berteriak histeris dan memberontak saat para algojo menyeret paksa dirinya dan Frankie ke luar rumah. “Lepaskan aku.” “Lepaskan. Lep-paskan!” Frankie memberontak sekuat tenaga, tetapi tenaganya tak sebanding dengan para algojo. Apalagi saat ini sekujur tubuhnya masih terasa sakit akibat cambukan tadi. “Diamlah! Kalian akan dibawa ke tempat penyiksaan di penjara. Kalian tidak bisa menghindari kematian!” Para algojo tertawa keras sambil memasukkan Rose dan Frankie ke dalam mobil. Lalu kedua tangan mereka diikat dengan tali. Di luar sudah ada banyak media yang meliput detik-detik penangkapan Rose dan Frankie, membuat kejiwaan mereka terguncang. Rupanya hal ini sudah direncakan oleh Amelia dan pria bertopeng. Sekarang tidak ada lagi tempat untuk bersembunyi, semua mata dunia sudah tahu kejahatan yang selama ini mereka rahasiakan. “Ini pasti mimpi buruk!” Frankie berteriak histeris saat mobil sudah melaju menuju penjara,
“Kalian jangan mati sebelum mengembalikannya,” ucap Katerine yang tengah duduk di sofa. Wajahnya memerah menatap layar tv.“Mama benar. Sebelum mati, mereka harus mengembalikan perusahaan keluarga kita!” sahut Angelina, putri Katerina yang duduk di sampingnya. Ia menatap layar tv dengan penuh amarah dengan rahang mengeras. “Sudah cukup mereka menari di atas penderitaan kita!”“Tuhan tidak pernah tidur. Tuhan tidak akan membiarkan orang jahat hidup dengan tenang,” ucap Katerine penuh emosinal. Tak terasa air menetes dari sudut matanya. Ia mengingat kejadian masa lalu yang tak terlupakan itu. Hingga saat ini ia masih dihantui rasa bersalah pada kedua orang tuanya.Angelina memeluk erat tubuh Katerine. Ia tahu Mamanya sudah lama menderita karena perbuatan biadap Frangkie di masa lalu, “Sudah saatnya kita merebut kembali milik kita ... kita harus bergerak cepat sebelum mereka dihukum mati, sebelum mereka mewarisk
Ja-di benar Tuan adalah Tuan Leo?” tanya Rose sekali lagi, memastikan kebenaran ini. Keringat dingin mulai mengalir di wajahnya. Hal itu juga dirasakan Frankie, napas dan detak jantungnya mulai merespon berlebihan. “Menurutmu?” pria bertopeng malah balik bertanya dengan mempertahankan aura istimewanya. “Tuan adalah Tuan Leo.” Rose sangat yakin pria bertopeng di hadapannya adalah Tuan Leo. Dan keyakinannya dibenarkan oleh Sang Penguasa dengan mengangguk. Seketika itu pula Rose dan Frankie mematung, detak jantungnya berpacu cepat seolah melihat setan di hadapannya. Lalu mereka memberanikan diri turun dari tempat duduk dan menghampiri Sang Tuan dengan tubuh terguncang hebat. Rose dan Frankie dengan cepat merangkul kaki Sang Tuan dengan bahu bergetar, bahkan getarannya lebih hebat dari sebelum mengetahui fakta pria bertopeng adalah Tuan Leo. “Kami sangat bodoh! Kami sudah membuat kesalahan besar ...Kami pantas dihukum, Tuan. Tapi jangan berikan hukuman ma
“Siapa? Sebentar lagi kalian akan tahu. Sekarang dia ada di luar dan sudah tidak sabar ingin bertemu dengan kalian,” jawab Tuan Leo mengulas senyuman licik. “aku akan memanggilnya untuk kalian.” Tuan Leo melirik Amelia dan memberi isyarat untuk pergi dari ruangan pertemuan, sedangkan Rose dan Frankie terlihat sangat pucat memikirkan orang yang akan menemuinya. “Siapa orang itu, Pa?” tanya Rose ketika Tuan Leo dan Amelia sudah pergi. “Orang-orang kita?” “Papa tidak tahu,” jawab Frankie sambil memijat pelipisnya, dan di detik berikutnya ia melebarkan mata. “Jangan-jangan orang itu adalah Brandon?” “Ah iya, Papa benar. Mungkin orang itu adalah Brandon. Anak buah Tuan Leo pasti berhasil menangkap Brandon.” Rose sangat yakin tebakan Frankie benar. “Tapi untuk apa Tuan Leo ingin mempertemukan Brandon dengan kita?” tanya Frankie penasaran lebih ke arah cemas. Ia mempunyai firasat buruk yang sebentar lagi akan tejadi. “Mungkin Tuan
Air mata Angelina mengalir deras, menumpahkan semua kesedihannya. Kalimatnya barusan diucapkan secara sadar. Ia siap mati, Jika dengan nyawanya bisa membuat Amelia kembali ke jalan yang Sementara itu, Amelia sangat terkejut. Tanpa dugaannya sama sekali, Angelina mengetahui identaitasnya. “Nona Amelia? Aku Ketty ... Namaku Ketty, bukan Nona Amelia,” ucap Amelia masih belum mengaku. “Sudahlah, Nona. Buka topengmu. Jika kau ingin membunuhku, silahkan saja. Aku tidak akan melawannnya,” kata Angelina pasrah. Amelia mulai cemas. Ia mulai curiga bahwa Angelina datang bersama dengan Levon dan orang-orang kepercayaannya. “Aku bukan Nona Amelia!” teriak Amelia. “Aku Ketty ... Aku memanggilmu kesini untuk menyelesaikan masalahku. Tapi kau justru berpihak pada wanita itu.” Amelia masih mempertahankan penyamarannya. Lalu ia berjalan cepat ke arah sudut pintu. Ia melihat layar pengintai aktifitas di luar, depan dan sekitar kamarnya. Tidak ada siapa-siapa, batinnya. Lalu ia kembali memutar ba
“Sayang sekali, padahal kue ini sangat enak,” ucap Amelia sambil meletakkan kue itu ke wadahnya“Em kalau begitu, makanlah,” kata Angelina setengah mengetes.“Ah aku sudah kenyang ... aku sudah banyak menghabiskan kue ini,” kilah Amelia tersenyum paksa, menutupi rasa kesalnya.“Ow ya, Ketty. Rumahmu dimana?” tanya Angelina.“Hemmm dekat dengan mansion Tuan Leo,” jawab Amelia.“Apa Tuan Leo mengenalmu?” tanya Angelina memancing.“Emmm tidak ... Tuan Leo tidak mengenalku,” kilah Amelia. “ow ya lanjutkan pembahasan yang tadi ... Jadi bagaimana menurutmu? Apa aku harus mengalah?”“Terkadang kita harus mengalah demi kebahagiaan orang yang kita cintai,” jawab Angelina bijak. “Tapi aku tidak sudi wanita iblis itu merebut orang yang aku cintai ... Hanya aku yang pantas mendampinginya, bukan wanita iblis itu,” respon Amelia sedikit emosi. Tatapan tajamnya mulai diperlihatkan pada Angelina. “tunggu ... Apa itu artinya kau mendukung wanita itu merebut pujaan hatiku?” tanyanya.Angelina menghela
“Ya, Tuan.” Angelina mengangguk dengan tatapan serius “aku siap kehilangan nyawa asal Nona Amelia kembali menjadi orang baik. Karena aku memang salah.”Mendengar itu, Levon terharu. Ia menatap Angelina dengan tatapan bangga. Jack dan teman-temannya pun merasakan hal yang sama.“Aku tidak salah memilih calon istri ...” ucap Levon dengan tatapan lembut. Lalu ia mengambil ponsel Angelina. “Aku tidak akan membiarkan calon istriku celaka.”Angelina meneteskan air mata, lalu ia spontan memeluk Levon.“Tuan, aku stress. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku ingin sekali menjadi istri Tuan, tapi disisi lain ... aku kasihan pada Nona Amelia. Aku tidak mau merebut Tuan darinya,” kata Angelina menangis dalam pelukan Levon. Lalu ia melepas pelukannya dan mendongak menatap penuh arti pada calon suaminya itu. “Menikahlah saja dengan Nona Amelia, Tuan.”“Aku menyayangi Amelia. Dia adikku, dan selamanya statusnya tidak berubah ... Sementara kau, Angel. Kau adalah calon istriku,” respon Levon tersenyu
Dengan pakaian khas pria bertopeng, Amelia menunggu di salah satu kamar apartemen British, kira-kira jarak tempuhnya sekitar satu jam dari apartemen Hoston. Amelia sudah menyelipkan sebuah pisau di sela-sela lubang sofa. Ia juga mencampurkan racun di makanan ringan berupa kue keju yang ada di atas meja. “Leo sudah berbohong padaku, Angelina tidak pulang ke Washington.” Angelina sangat marah, ia sudah tidak sabar ingin bertemu gadis itu dan segera membunuhnya. “Aku pastikan hari adalah hari terakhirnya bisa bernapas!” Sementara itu, Jack bergerak cepat setelah menerima pesan dari Levon. Ia melacak nomor ponsel yang diberikan Sang Tuan. “kamar nomor 987,” ucap temannya pada Jack setelah berhasil melacak keberadaan pemilik nomor itu. Jack dan teman-temannya menyusuri setiap lorong, menaiki lift untuk sampai ke kamar teratas yang ada di apartemen British. Salah satu di antara mereka menyamar sebagai cleaning service, namanya Sancho. TOK! TOK! Sancho mengetok pintu kamar Amelia, se
Levon tampak duduk di kursi ruangan makan yang ada di apartemen Hoston. Ia sudah janjian dengan Angelina untuk makan bersama.“Hem dia sangat cantik,” gerutu Levon ketika melihat Angelina datang. Ia memandangi penampilan gadis itu dari atas sampai bawah. Kecantikannya sangat natural.“Tuan sudah menunggu lama?” tanya Angelina sambil menarik kursi makan yang menghadap Levon.“Hemm dua menit yang lalu,” jawab Levon. lalu ia memanggil waitress“Mau makan apa, Angel?” tanya Levon, Angelina pun mengamati daftar menu makanan dan minuman yang ada di hadapannya.“Tuna sandwich, terus minumannya emmm ...lemon tea.”“Dua tuna sandwich, dua lemon tea,” ulang Levon pada waitress yang berdiri di samping meja makan mereka.“Baik, mohon ditunggu.”Angelina terkekeh pelan, “Kenapa Tuan memesan menu yang sama?”“Karena sebent
Amelia turun dari atas dan bepura-pura tidak mengetahui apa-apa. Dengan mengenakan pakaian olaharaga, ia menghampiri mereka.“Hai,” sapa Amelia ramah. “Selamat pagi semuanya.”“Pagi,” jawab mereka bersamaan.“Mau kemana, nak?” tanya Emma perhatian. Sebenarnya ia merasa kasihan dan tidak tidak tega mendengar keputusan Levon mengirim sepupunya itu kembali ke Turki.“Mau olahraga, Anne,” jawab Amelia. “Ya udah dulu, lanjutkan obrolan kalian.”Amelia berjalan ke luar mansion. Ia ingin melarikan diri tanpa naik mobil karena orang-orang kepercayaan Levon ada dimana-mana.Pandangannya mengawasi sekitar jalan. Dirasa aman, ia meyetop taksi yang kebetulan lewat.“Nona Amelia?” tanya supir taksi itu setelah tahu siapa penumpangnya.“Hem antarkan aku ke toko pakaian terdekat,” titah Amelia. “cepat, aku terburu-buru.”“B
“Arg! Sial!” teriak Amelia menghempaskan tubuhnya ke kasur sambil mengacak-acak rambutnya sendiri. Lalu ia berdiri lagi dan mulai merusak barang-barang miliknya di kamar itu.“Leo!” teriaknya lagi penuh emosi. Kali ini ia mengacak-acak sprei kasur. “Apa kau menginginkan aku mati? Kenapa kau tak mencegahku, Leo? Kenapa kau malah mengantar wanita iblis itu pulang?”Angelina sangat marah karena setelah mengirim video itu, Levon justru tidak panik dan berusaha datang menemuinya.“Leo!” teriakannya lebih kencang hingga suaranya serak. “gara-gara wanita iblis itu, kau jauh dariku!”Sementara itu Levon sudah sampai di mansion. Kedatangannya ditemui Emma.“Leo kenapa pulang? Dimana Angel? Bukannya kau mengantarkan Angel ke Washington?” tanya Emma cemas.“Tidak, Anne. Leo mengantarnya ke apartemen Hoston. Sementara waktu dia lebih baik tinggal di sana sampai keadaan di mans
Amelia mengirimkan sebuah video yang memperlihatkan dirinya sedang melakukan aksi percobaan bunuh diri dengan cara memakan serbuk sabun cuci.“Ada apa, Leo?” tanya Emma sekilas melihat perubahan ekspresi wajah Levon.“Hem tidak ada apa-apa, Anne,” kilah Levon. Beruntung ia barusan menekan mute suara di ponselnya.“Hem Anne kira ada sesuatu.”Levon menggelengkan kepala. Lalu pandangannya bergeser ke arah Angelina. “Ow ya, Angel. Aku akan mengantarmu pulang.”“Tidak perlu, Tuan. Aku minta bantuan pada Fred saja,” respon Angelina menolak. Ia berusaha menghindar dari Levon.“Biarlah Levon yang mengantarmu pulang, Angel,” kata Emma.“Tidak perlu ....” Angelina berhenti berbicara ketika Emma menatapnya dengan isyarat dirinya tidak boleh menolak dihantar Levon. “Baik, Anne.”Malam ini aja aku menuruti permintaan Anne. Setelah ini aku akan m
“Nona, jangan lakukan itu.” Yang tadinya Angelina diam seribu bahasa, akhirnya bersuara. Tatapannya penuh rasa bersalah. “Aku tidak akan menerima perjodohan ini. Maafkan aku ... aku gadis yang tidak tahu diri. Seharusnya dari dulu aku tidak hadir dalam keluarga Tuan Leo.” “Jika kau menyadari semua kesalahanmu, pergilah sekarang juga!” bentak Amelia pada Angelina dengan sorot mata tajam. “Jika kau tidak ingin melihatku mati, pergilah sejauh mungkin dan jangan perlihatkan wajahmu lagi! Kalau perlu pindah Negara!” Angelina meneteskan air mata, “Baik, Nona. Aku akan pergi dari kehidupan Tuan Leo. Aku akan menjauh dari Tuan Leo ... Maafkan semua kesalahanku. Sejujurnya aku tidak pernah punya niat merebut Tuan Leo dari Nona.” Angelina pun berlari ke kamarnya dengan tangisan, sedangkan sedari tadi tatapan tajam Levon tetap menyorot pada Amelia. “Menikahlah denganku, Leo. Aku janji akan menjadi istri yang baik untukmu,” ucap Amelia dengan buliran tangisan, me