Ketika Brandon ingin menarik pelatuknya, ia dikejutkan dengan tiga orang lain yang turun dari mobil, ketiga-tiganya juga memakai topeng.
“Hah? Apa-apaan ini? Ada pria bertopeng lainnya yang keluar dari mobil. Mana yang asli?” Brandon mengurungkan niat menarik pelatuk senjata apinya. Ia bingung karena semuanya mengenakan topeng dan dan pakaian serba hitam yang sama, postur tubuhnya juga hampir mirip.
Keterkejutan Brandon belum berhenti, banyak mobil lainnya datang menyusul. Dan semua orang yang turun dari mobil itu mengenakan topeng dan pakaian yang sama, meskipun postur tubuhnya berbeda-beda.
“Hah sial!” teriak Brandon dengan wajah kesal sambil menggerakkan senjata memukul alas gedung. “Pantas saja Rose terlihat cemas, rupanya pria bertopeng itu memang sangat licik.”
“Sekarang mana yang harus aku tembak?” tanya Brandon pada dirinya sendiri sambil mengarahkan senjatanya ke beberapa pria bertopeng
“Jangan coba-coba mempermainkan kami ... kami sudah memberikan apa yang kau minta!” Suara Rose meninggi, mencoba mengusir rasa takut dalam dirinya. Ia memberanikan diri menatap pria bertopeng dengan tatapan menantang. Pria bertopeng malah tertawa keras, dan di detik berikutnya menatap Rose dan Frankie dengan tatapan geli, “Maafkan aku, Nona. Aku hanya ingin mengembalikan hak orang lain yang kalian rampas .. Lebih tepatnya bermula dari Frankie.” “Aku? Apa maksudmu?” Frankie reflek mengeluarkan suara karena terkejut namanya disebut, dan apa hubungannya dengan mengambil hak orang lain. Frankie benar-benar lupa tentang masa lalu disaat ia merampas perusahaan milik keluarga Nyonya Katerine. Pria bertopeng mendengus dengan senyuman kecut, “Apa kau pura-pura lupa, Frankie? Bukankah perusahaanmu saat ini hasil dari rampasan di masa lalu?” tanyanya dengan tatapan sindiran sambil menunjukkan memory rekaman. “Buktinya sudah aku ambil barusan!” Frankie maup
Rose dan Frankie semakin memucat. Seluruh tubuhnya melemas dan gemetar seolah sudah mati. Hidupnya saat ini berada diujung tanduk, kematiannya dihitung mundur. “Aku tidak akan mati!” batin Rose menguatkan. Lalu ia terpaksa merangkak menghampiri pria bertopeng dan berlutut di bawahnya. Frankie pun menyusul dari belakang dan mensejajarkan dengan anaknya. Rose bergerak merangkul kaki pria bertopeng dengan bahu gemetar, “Tuan! Tolong maafkan kami. Berikan belas kasihanmu pada kami ... kami berjanji akan mengabdikan hidup kami pada Tuan. Kami akan melakukan apa yang diperintahkan oleh Tuan. Bahkan kami siap memberikan seluruh harta kami pada Tuan asal Tuan mengampuni kami.” Rose berusaha membuat pria bertopeng luluh dengan tatapan paling memelas. Frangkie pun mengangguk membenarkan ucapan anaknya. Levon tersenyum geli mendengarnya, lalu ia tertawa keras yang diikuti tawa dari pria bertopeng lainnya. “Kami bersumpah akan menjadi anak buahmu, Tuan!” te
Rose dan Frankie menarik napas panjang dan matanya melotot sempurna ketika mengetahui siapa wanita dibalik topeng. Mereka merasa sudah tidak ada kesempatan lagi untuk lari dari maut. Misi bertahun-tahun sudah tamat, kejahatannya sudah terbongkar. “Nona Amelia?” Napas Rose tersengal, jiwanya seperti sudah terpisah dari raganya. Tatapannya kosong, firasat buruk yang ia rasakan sebelumnya itu benar-benar terjadi. Rose mulai paham, selama ini pria bertopeng itu orang suruhan Tuan Leo. Itulah sebabnya rencananya selalu gagal, rupanya dibalik semua ini ada sebuah permainan yang Tuan Leo ciptakan. Ia bahkan tidak menyadari semua kejanggalan yang sudah terjadi. Dari kegagalan membakar pabrik, kehadiran pria bertopeng yang mabuk di club malam, hingga racun yang gagal diminum Amelia, dan kejanggalan lainnya yang pasti saling berhubungan. “No...” Hanya itu yang bisa diucapkan Frankie, lidahnya kelu tak sanggup berkata lagi. Napasnya tercekat, bahkan ia harus memegangi dadanya y
“Tidak! Jangan ...jangan siksa kami, Tuan!” “Jangan siksa kami, Tuan. Kami mohon!” Rose dan Frankie menangis histeris sambil merangkak menghampiri pria bertopeng dengan gemetar dan napas tersengal-sengal, tetapi langkah mereka dihentikan oleh para algojo. Anehnya hanya Frankie yang diseret menjauh, sedangkan Rose tidak ada yang menyentuh sama sekali. “Papa!” Rose berteriak histeris ketika Frankie diseret kasar oleh para algojo. “Rose! Tolong Papa!” Frankie tak kalah histeris. Ia berteriak sekencang mungkin meminta bantuan dari Rose, tetapi para algojo semakin bringas menyeret tubuh Frankie dan melemparkannya di ruangan tengah itu juga, agak menjauh dari anaknya. “Mau dibawa kemana Papaku? jangan siksa Papaku!” Rose berdiri dengan air mata yang semakin deras mengalir. Ia ingin menghampiri Frankie, tetapi langkahnya di hentikan oleh pria bertopeng. “Papamu tidak dibawa kemana-mana. Papamu akan dihukum di ruangan ini juga,” ucap Levon dib
Butuh berapa waktu bagi Rose untuk kembali sadar dari pingsannya. Ketika matanya benar-benar terbuka, ia melihat Amelia dan pria bertopeng berdiri disamping dengan senyuman seringai. Saat ini ia terbaring lemah di tempat tidur. “Apakah aku sudah ada di penjara?” tanya Rose dalam batin sambil mengedarkan pandangan ke setiap sudut ruangan, memastikan tempat keberadaannya. “Ini kamar bawah rumahku....” Rose bernapas lega, tetapi tak berselang lama wajahnya berubah menjadi pucat ketika mengingat Frankie, “Papa? Dimana Papaku?” tanya Rose dengan suara meninggi, menoleh ke arah Amelia dan pria bertopeng. “Aw ...” Rose meringis kesakitan ketika mencoba bangkit dari tidurnya. Sekujur tibuh Rose masih terasa perih akibat menerima cambukan bertubi-tubi, tetapi ia tak peduli karena mengkhawatirkan Frankie. “Dimana Papaku?” tanya Rose sekali lagi bersamaan dengan ait mata yang mulai mengalir kembali. “Papamu juga mendapat perawatan di ruangan tengah, Rose.
“Mau dibawa kemana aku?” tanya Rose berteriak histeris dan memberontak saat para algojo menyeret paksa dirinya dan Frankie ke luar rumah. “Lepaskan aku.” “Lepaskan. Lep-paskan!” Frankie memberontak sekuat tenaga, tetapi tenaganya tak sebanding dengan para algojo. Apalagi saat ini sekujur tubuhnya masih terasa sakit akibat cambukan tadi. “Diamlah! Kalian akan dibawa ke tempat penyiksaan di penjara. Kalian tidak bisa menghindari kematian!” Para algojo tertawa keras sambil memasukkan Rose dan Frankie ke dalam mobil. Lalu kedua tangan mereka diikat dengan tali. Di luar sudah ada banyak media yang meliput detik-detik penangkapan Rose dan Frankie, membuat kejiwaan mereka terguncang. Rupanya hal ini sudah direncakan oleh Amelia dan pria bertopeng. Sekarang tidak ada lagi tempat untuk bersembunyi, semua mata dunia sudah tahu kejahatan yang selama ini mereka rahasiakan. “Ini pasti mimpi buruk!” Frankie berteriak histeris saat mobil sudah melaju menuju penjara,
“Kalian jangan mati sebelum mengembalikannya,” ucap Katerine yang tengah duduk di sofa. Wajahnya memerah menatap layar tv.“Mama benar. Sebelum mati, mereka harus mengembalikan perusahaan keluarga kita!” sahut Angelina, putri Katerina yang duduk di sampingnya. Ia menatap layar tv dengan penuh amarah dengan rahang mengeras. “Sudah cukup mereka menari di atas penderitaan kita!”“Tuhan tidak pernah tidur. Tuhan tidak akan membiarkan orang jahat hidup dengan tenang,” ucap Katerine penuh emosinal. Tak terasa air menetes dari sudut matanya. Ia mengingat kejadian masa lalu yang tak terlupakan itu. Hingga saat ini ia masih dihantui rasa bersalah pada kedua orang tuanya.Angelina memeluk erat tubuh Katerine. Ia tahu Mamanya sudah lama menderita karena perbuatan biadap Frangkie di masa lalu, “Sudah saatnya kita merebut kembali milik kita ... kita harus bergerak cepat sebelum mereka dihukum mati, sebelum mereka mewarisk
Ja-di benar Tuan adalah Tuan Leo?” tanya Rose sekali lagi, memastikan kebenaran ini. Keringat dingin mulai mengalir di wajahnya. Hal itu juga dirasakan Frankie, napas dan detak jantungnya mulai merespon berlebihan. “Menurutmu?” pria bertopeng malah balik bertanya dengan mempertahankan aura istimewanya. “Tuan adalah Tuan Leo.” Rose sangat yakin pria bertopeng di hadapannya adalah Tuan Leo. Dan keyakinannya dibenarkan oleh Sang Penguasa dengan mengangguk. Seketika itu pula Rose dan Frankie mematung, detak jantungnya berpacu cepat seolah melihat setan di hadapannya. Lalu mereka memberanikan diri turun dari tempat duduk dan menghampiri Sang Tuan dengan tubuh terguncang hebat. Rose dan Frankie dengan cepat merangkul kaki Sang Tuan dengan bahu bergetar, bahkan getarannya lebih hebat dari sebelum mengetahui fakta pria bertopeng adalah Tuan Leo. “Kami sangat bodoh! Kami sudah membuat kesalahan besar ...Kami pantas dihukum, Tuan. Tapi jangan berikan hukuman ma