“Mau dibawa kemana aku?” tanya Rose berteriak histeris dan memberontak saat para algojo menyeret paksa dirinya dan Frankie ke luar rumah. “Lepaskan aku.”
“Lepaskan. Lep-paskan!” Frankie memberontak sekuat tenaga, tetapi tenaganya tak sebanding dengan para algojo. Apalagi saat ini sekujur tubuhnya masih terasa sakit akibat cambukan tadi.
“Diamlah! Kalian akan dibawa ke tempat penyiksaan di penjara. Kalian tidak bisa menghindari kematian!” Para algojo tertawa keras sambil memasukkan Rose dan Frankie ke dalam mobil. Lalu kedua tangan mereka diikat dengan tali.
Di luar sudah ada banyak media yang meliput detik-detik penangkapan Rose dan Frankie, membuat kejiwaan mereka terguncang. Rupanya hal ini sudah direncakan oleh Amelia dan pria bertopeng. Sekarang tidak ada lagi tempat untuk bersembunyi, semua mata dunia sudah tahu kejahatan yang selama ini mereka rahasiakan.
“Ini pasti mimpi buruk!” Frankie berteriak histeris saat mobil sudah melaju menuju penjara,
“Kalian jangan mati sebelum mengembalikannya,” ucap Katerine yang tengah duduk di sofa. Wajahnya memerah menatap layar tv.“Mama benar. Sebelum mati, mereka harus mengembalikan perusahaan keluarga kita!” sahut Angelina, putri Katerina yang duduk di sampingnya. Ia menatap layar tv dengan penuh amarah dengan rahang mengeras. “Sudah cukup mereka menari di atas penderitaan kita!”“Tuhan tidak pernah tidur. Tuhan tidak akan membiarkan orang jahat hidup dengan tenang,” ucap Katerine penuh emosinal. Tak terasa air menetes dari sudut matanya. Ia mengingat kejadian masa lalu yang tak terlupakan itu. Hingga saat ini ia masih dihantui rasa bersalah pada kedua orang tuanya.Angelina memeluk erat tubuh Katerine. Ia tahu Mamanya sudah lama menderita karena perbuatan biadap Frangkie di masa lalu, “Sudah saatnya kita merebut kembali milik kita ... kita harus bergerak cepat sebelum mereka dihukum mati, sebelum mereka mewarisk
Ja-di benar Tuan adalah Tuan Leo?” tanya Rose sekali lagi, memastikan kebenaran ini. Keringat dingin mulai mengalir di wajahnya. Hal itu juga dirasakan Frankie, napas dan detak jantungnya mulai merespon berlebihan. “Menurutmu?” pria bertopeng malah balik bertanya dengan mempertahankan aura istimewanya. “Tuan adalah Tuan Leo.” Rose sangat yakin pria bertopeng di hadapannya adalah Tuan Leo. Dan keyakinannya dibenarkan oleh Sang Penguasa dengan mengangguk. Seketika itu pula Rose dan Frankie mematung, detak jantungnya berpacu cepat seolah melihat setan di hadapannya. Lalu mereka memberanikan diri turun dari tempat duduk dan menghampiri Sang Tuan dengan tubuh terguncang hebat. Rose dan Frankie dengan cepat merangkul kaki Sang Tuan dengan bahu bergetar, bahkan getarannya lebih hebat dari sebelum mengetahui fakta pria bertopeng adalah Tuan Leo. “Kami sangat bodoh! Kami sudah membuat kesalahan besar ...Kami pantas dihukum, Tuan. Tapi jangan berikan hukuman ma
“Siapa? Sebentar lagi kalian akan tahu. Sekarang dia ada di luar dan sudah tidak sabar ingin bertemu dengan kalian,” jawab Tuan Leo mengulas senyuman licik. “aku akan memanggilnya untuk kalian.” Tuan Leo melirik Amelia dan memberi isyarat untuk pergi dari ruangan pertemuan, sedangkan Rose dan Frankie terlihat sangat pucat memikirkan orang yang akan menemuinya. “Siapa orang itu, Pa?” tanya Rose ketika Tuan Leo dan Amelia sudah pergi. “Orang-orang kita?” “Papa tidak tahu,” jawab Frankie sambil memijat pelipisnya, dan di detik berikutnya ia melebarkan mata. “Jangan-jangan orang itu adalah Brandon?” “Ah iya, Papa benar. Mungkin orang itu adalah Brandon. Anak buah Tuan Leo pasti berhasil menangkap Brandon.” Rose sangat yakin tebakan Frankie benar. “Tapi untuk apa Tuan Leo ingin mempertemukan Brandon dengan kita?” tanya Frankie penasaran lebih ke arah cemas. Ia mempunyai firasat buruk yang sebentar lagi akan tejadi. “Mungkin Tuan
“Apa kau benar-benar melakukan apapun untukku, Lev?” tanya Rose melembutkan suaranya sambil mengelus pipi Levon. Levon tersenyum dan mengangguk meski hatinya sudah muak dan jijik melihat wajah manusia iblis di hadapannya. Rose bahkan masih sempat mengarang cerita dengan mengatakan Tuan Leo sangat jahat, licik, dan telah menjebak dirinya dan Frankie. Rose memeluk dan mengusap-ngusap punggung suaminya, “Tuan Leo sangat jahat dan licik. Aku ingin kau membunuhnya secara diam-diam!” Di balik punggung Rose, Levon menahan amarah. wajahnya memerah dengan rahang mengeras dan menunjukkan giginya seolah ingin memangsa. “Apa? Membunuh Tuan Leo?” Levon memilih berpura-pura terkejut sambil melepaskan pelukan Rose. “Kau sudah gila, Rose. Mana mungkin aku melenyapkan—” Belum sempat Levon melanjutkan kalimatnya, jari telunjuk Rose menempel di mulutnya, “Jangan keras-keras, Lev!” ucap Rose penuh penekanan dengan mata melotot. Frankie yang duduk di
Jauh sebelum kejadian ini, tadinya Pulisic mendapat perintah dari Levon untuk menemui Presiden Amerika, Weston Mckennie di Washington. Tak sulit bagi Pulisic untuk bertemu dengan Presiden karena Pemimpin Amerika itu sudah tahu CEO perusahaan Leo Group pasti datang sebagai utusan dari Tuan Leo. “Bagaimana kabar anda, Tuan Pulisic?” tanya Weston dengan hangat saat sudah berada di ruangan pribadinya di gedung putih. Ia dan Frankie hanya duduk berdua di dalam, sedangkan pengawal Presiden menjaga di luar pintu. “Seperti yang anda lihat, Tuan Weston. Saya baik-baik saja. Lalu bagaimana dengan anda sendiri, Tuan? Apakah tugas anda sebagai presiden berjalan dengan lancar?” tanya balik Pulisic sambil melonggarkan dasi di kerah bajunya. “Sampai saat ini berjalan dengan lancar. Ini juga berkat Tuan Leo yang ikut membantu menjaga keamanan Negara. Tuan Leo juga memberikan sumbangan yang cukup besar pada penduduk yang kurang mampu. Negara ini tak akan pernah
Semua orang menatap ke arah pintu utama. Ada dua perempuan beda generasi masuk dan mendekat. Ekspresi keduanya tidak bisa diartikan, antara sedang sedih atau bahagia. “Selamat sore, Tuan, Nyonya, Nona ....” sapa Angelina ramah sambil membungkukkan badan sebentar. Dari sikapnya ia memang menunjukkan seorang calon pengacara yang handal. “Selamat sore ...” semua orang menjawab dengan ramah dan hangat. Mereka menatap kasihan pada Katerina dan Angelina yang sudah menahan penderitaan bertahun-tahun karena haknya dirampas oleh Frankie. “Kami sangat senang diberikan izin masuk ke dalam. Kami juga merasa terhormat karena bertemu dengan Presiden dan keluarga Tuan Leo ... Maaf kami hampir lupa memperkenalkan diri, saya Angelina seorang pengacara dan dia Mama saya.” ucap Angeline mengulas senyuman terbaiknya, sedangkan Katerine yang berdiri di sampingnya berusaha menerbitkan senyuman meski wajahnya tampak gelisah. “Senang bertemu dengan kalian,” respo
Wajah Angelina memerah. Dengan napas yang saling memburu ia siap meledakkan amarahnya, sedangkan Katerine emosinya lebih terkendali. Ia mengelus punggung anaknya seraya berkata, “Tenangkan dirimu, nak. Jangan biarkan setan merasuki jiwamu.” “Mamamu benar, tenangkan dirimu. Biarkan hukum yang berbicara. Frankie dan Rose pasti akan mendapat hukuman setimpal,” sahut Tuan Leo. Ia memahami perasaan yang sedang Angelina rasakan. Gadis itu menyimpan dendam pada Frankie dan Rose yang telah merenggut kebahagiaan Mamanya. “Jika kau masih belum bisa menahan emosi, aku tidak akan mengizinkanmu masuk menemui mereka. Dan ingat satu hal, bagaimanapun juga Frankie adalah Papa kandungmu.” Angelina menghembus napas panjang, menetralkan emosinya yang sedari tadi berada di ubun-ubun. Ia tahu Frankie adalah Papa kandungnya, tetapi ketika sudah mengingat perlakukan Frankie yang membuat Mamanya menderita, ia melupakan fakta bahwa orang itu mempunyai hubungan biologis dengan dirinya.
Katerine dan Angelina ditemani oleh pengawal, menuju ke ruangan khusus pertemuan.Wajah Katerine dan Angelina langsung memerah ketika melihat dua sosok yang membuat hidupnya menderita.Sedangkan Rose dan Frankie yang mondar-mandir, baru menyadari kehadiran seorang ibu dan anak yang mematung di depan pintu dengan tatapan mata berkilat iblis.“Hai Kate,” Frankie langsung menyapa dengan senyuman sinis. “kemarilah! Dan kau juga Angel, anakku. Kemarilah, peluklah Papa.” Frankie merentangkan kedua tangan.Katerine dan Angelina semakin emosi. Wajahnya memerah dengan napas memburu dan siap meledakkan amarahnya.“Jangan sebut nama itu, bajingan!” Katerine yang tadinya selalu mengingatkan Angelina agar menahan emosi, kini justru ia menghampiri Frankie dengan tatapan penuh kebencian dan dendam karena mantan suaminya menyebut nama Kate. Nama itu adalah nama panggilan kesayangan Frankie pada Katerine sewaktu masih