"Ada apa ayah? kenapa ayah begitu murung?"Adipati Sudira. Penguasa kota Tangkuban menoleh ke arah suara itu."Kinar! Kenapa kau belum tidur putriku?" tanya Adipati itu."Kinar tidak bisa tidur ayah, Kinar sangat gelisah malam ini!" jawab gadis itu.Adipati Sudira hanya diam, sejak istrinya meninggal dunia, hanya dialah keluarga satu-satunya dari putrinya itu.Jika bukan karena Kinar, mungkin Adipati itu sudah mencari istri yang baru, tapi Adipati Sudira lebih memilih membesarkan putrinya itu.Keadaan kota yang semakin hari semakin menegangkan membuat penjagaan di rumah Adipati itu semakin diperketat, tidak hanya itu, kamar Kinar juga semkain banyak penjagaan, dan itu membuat gadis itu merasa tidak nyaman.Sebelum kematian panglima, Kinar sangatlah merasakan kebebasan, meskipun masih di jaga tapi Kinar memiliki banyak waktu untuk berada di luar rumah, tapi sejak kematian panglima kadipaten, kehidupan Kinar berubah, dia lebih banyak berada di dalam rumahnya."Ayah tahu jika kau inginka
Arya yang penasaran dengan identitas orang yang bicara disebelah kamarnya keluar, dan mencari siapa orang yang menyewa kamar itu, tapi Arya tidak menemukan jawaban apapun. Saat Arya akan memasuki kembali kamarnya, ia melihat dua orang yang sedang menunjuk kudanya, kuda gondola."Apa yang mereka inginkan dari kuda gondola?" gumam Arya.Arya keluar, dan dia mendengarkan pembicaraan dari orang itu secara tidak sengaja."Aku pemilik kuda itu!' ucap Arya.Dua orang yang tak lain adalah ketua Sembada dan murid kesayangannya, Rasta. Keduanya ingin jadikan kuda Arya sebagai kuda yang jadi tunggangan Rasta di kompetisi pemilihan panglima kadipaten Tangkuban.Rasta dan ketua Sembada menoleh ke arah Arya, sementara Arya menundukkan kepala tanda hormat pada ketua Sembada. Ketua besar dari perguruan mata dewa."Benarkah kau pemilik kuda itu, anak muda?" tanya ketua Sembada."Iya kek! Aku memang pemilik kuda itu!" jawab Arya."Apakah ada yang salah dengan kuda itu, kek?' tanya Arya lagi.Ketua sem
"Kak Damar, aku sudah mengetahui tingkat kemampuan dari pemuda yang bernama rasta itu!" "Setinggi apa?" "Dia baru sampai pada pendekar langit saja, dan mungkin tingkat akhir." Hahahaha! "Itu mudah aku kalahkan!" jawab Damar. "Bagaimana dengan dua orang lainnya?" tanya Damar. "Keduanya masih bawah kemampuan orang yang berbakat di kota ini," "Bagus, artinya kesempatan untuk kuasai kota ini terbuka dengan lebar!" kata lelaki yang bernama Damar. "Benar kak Damar! Sangat besar kesempatan kakak jadi panglima di kota ini!" "Bagus, informasi ini akan sangat berguna nantinya, karena hanya sedikit yang akan mendaftar jadi Panglima kota ini!" kata Damar. "Benar kak Damar!" "Saatnya kita menuju kejayaan!" kata Damar. *** Seorang lelaki dengan wajah yang begitu halus berjalan di sekitar kota Tangkuban, dari Pakaian yang dia pakai, dia merupakan murid dari perguruan angin daun, perguruan ketiga di kota Tangkuban. Dia adalah Panji, pemuda yang juga akan ikut dalam kompe
Panggung pertarungan yang seharusnya hanya panggung untuk tiga perguruan yang ada di kota Tangkuban, sepertinya akan jadi panggung untuk pendekar yang datang dari berbagai daerah.Dan hari ini adalah hari dimana kompetisi akan dimulai. Ki suro sebagai juru bicara dari Adipati Sudira sudah berdiri di atas pentas di tengah halaman rumah Adipati."Kompetisi kali ini adalah kompetisi yang bebas, asalkan dia dari golongan putih, dan masih di bawah usia empat puluh tahun maka akan diberikan kesempatan untuk menaiki pentas ini!" kata Ki suro.Semua orang mendengar perkataan Ki suro tanpa ada yang menyela perkataan dari kepercayaan Adipati itu."Aturan untuk menuju babak selanjutnya adalah, Jika seseorang sudah mengalahkan dua lawan secara berturut-turut maka dia akan melaju ke babak berikutnya, tapi jika hanya satu kali menang dan dia gagal menang pada pertarungan berikutnya, maka dia akan dianggap gagal!" kata Ki suro menjelaskan peraturan dari kompetisi itu.Ki suro terpaksa ambil langkah
Rajino yang seperti di perkirakan akan masuk ke babak selanjutnya. Tidak hanya Rajino tapi Damar, Panji serta rasta yang memang di unggulkan melaju ke babak berikutnya.Dari mereka semua memang ketiga perguruan yang ada di kota Tangkuban yang diunggulkan akan masuk dan salah satu dari mereka yang akan terpilih jadi panglima kadipaten Tangkuban itu.Hahahahah!Aku menang dengan mudah!"Seorang lelaki yang memakai topeng berdiri angkuh di atas pentas, kemampuan yang dimiliki lelaki itu cukup tinggi, bahkan bisa dikatakan jauh di atas lawan yang sudah melaju ke babak berikutnya.Sentot, itulah lelaki itu. Tidak ada yang tahu asal usul lelaki itu, tapi wajah Ki suro sumbringah saat melihat Sentot melaju ke babak yang selanjutnya.Satu persatu peserta terus melaju hingga saat sore datang, tidak ada lagi yang memasuki arena."Apakah masih ada yang ingin mencoba keberuntungan?" teriak Ki suro.Tidak ada jawaban, sampai matahari hampir terbenam."Baiklah! Jika tidak ada lagi maka akan aku tut
Arya juga tidak ingin diketahui oleh prajurit kadipaten, sehingga Arya segera membawa Adipati Sudira kedalam kamarnya."Aku tidak ingin melukai mu, Adipati! Tapi aku hanya ingin memberikanmu peringatan!" kata Arya.Adipati Sudira tidak menjawab, baginya pemuda itu sungguh berani melakukan itu padanya."Besok, saat kompetisi dimulai lagi, kau sebaiknya hati-hati!" kata Arya."Hati-hati? Apa maksudnya?""Akan ada serangan! Dan kau harus hati-hati juga pada orang yang selama ini kau percayai!" ucap Arya."Ki Suro? Jangan memfitnah dia, dia adalah orang yang paling aku percayai di kadipaten ini!" kata Adipati Sudira tidak suka perkataan Arya."Terserah padamu, aku hanya memperingatkan dirimu saja, Adipati!" kata Arya.Adipati Sudira diam, dia masih tidak yakin jika Ki Suro akan berkhianat pada dirinya."Itu tidak mungkin!" kata Adipati Sudira tetap tidak percaya pada ucapan Arya."Terserah padamu, tapi sebaiknya jika memang kau tidak yakin, maka jaga putrimu!" kata Arya.Huppppp!!Setelah
Ki Suro yang sudah angkat senjata untuk menebas kepala Adipati kaget, dia tidak menyangka akan ada yang hentikan dirinya."Siapa kau?" ucap Ki Suro yang jengah karena dia sudah melihat sedikit kemampuan Arya saat bertarung di babak kedua."Siapa aku? Aku adalah orang yang sudah menunggu kalian melakukan itu! Kau sudah tahu semua rencana kalian!" kata Arya."Apa? Jadi kau sengaja ikut kompetisi ini untuk menggagalkan rencana kami? tapi kau sudah terlambat!" kata Ki Suro.Haaaaaaaaaaa!!Ki Suro ayunkan pedangnya, dan siap menebas kepala Adipati Sudira."Ayah!!'Putri Kinar yang kini sudah berada dalam genggaman Ki Huni menjerit keras saat melihat pedang Ki Suro sudah berjalan ke leher ayahnya.Tapi saat pedang itu hanya beberapa helai dari leher adipati, satu kekuatan yang menyengat tubuh menahan tangan ki Suro. Tidak hanya menahan, tapi Ki Suro juga rasakan jika tubuhnya merasakan energi petir yang begitu kuat.Bukkkkkk!!Pedang di tangan Ki Suro jatuh, dan dia melangkah menjauh dari
Arya yang fokus untuk kalahkan Ki Suro dan Ki Huni tidak melihat sekelebat bayangan melesat ke arah Kinar, dan langsung membuat gadis itu berada dalam ancaman sebilah pisau."Berhenti atau lehernya akan putus!"Ancaman itu membuat pertarungan terhenti, dan betapa kagetnya Arya saat melihat Kinar yang dalam kondisi tertotok dan juga sudah dalam ancaman pisau."Bagus! Memang tidak salah jika kau membuat rencana cadangan!" kata Ki Suro tersenyum pada orang yang mengancam Kinar."Ki Suro! Aku berubah pikiran karena aku yakin kau pasti tidak akan mengingkari janjimu!" kata pemuda yang tak lain ada Damar."Sudah pasti! Salah satu dari kalian akan jadi panglima, dan satu lagi akan jadi orang yang akan mengurus keuangan kota ini!" kata Ki Suro."Satu orang lagi?" kata Damar."Benar! Aku orangnya!" kata Rajino dan berdiri dari tempat duduknya.Rajino bertahan di halaman kadipaten itu adalah karena dia sedang menunggu momen yang tepat untuk membantu, tapi di luar dugaan Damar yang lebih dahulu
"Aku? Mencabut senjata hanya untuk melawanmu? Sepertinya tidak perlu!" kata Arya."Kurang ajar, kau meremehkan aku, bocah!" maki ketua Bernadi.Dengan gerakan memutar pedangnya, ketua Bernadi datang dengan serangan yang berbahaya, setiap ayunan pedangnya terdengar suara angin yang menderu bagaikan topan."Matilah!"Ketua Bernadi ayunkan pedangnya, dan dia melihat Arya tidak mencoba menjauh dari serangan ayunan pedangnya itu.Trangggg!!"Tidak mungkin!"Ketua Bernadi kaget, dan termangu sejenak karena Arya menahan ayunan pedangnya dengan tangan kosong, dan itu yang paling membuat ketua Bernadi tidak percaya tangan Arya, tidak mengalami lecet sedikitpun.Ketua Bernadi tahu kekuatan yang dia keluarkan dalam mengayunkan pedangnya itu, jangankan tangan manusia, pohon sebesar gunung pun akan terbelah jika menahan pedang nya itu.Keadaan ketua Bernadi yang sangat kaget itu di gunakan Arya dengan baik.Tinju penghancur batu!Dalam ketermanguan itu, ketua Bernadi hanya terlambat sedikit saja m
Untuk kedua kalinya, istana kerajaan Purawa menjadi ajang perebutan kekuasaan, itu terjadi karena kehausan kekuasaan oleh segelintir orang.Bammmmmmmmm!!Di atap istana, Arya yang kini membawa nama kerajaan, atas nama pangeran Candra sedang bertarung dengan ketua Bernadi, Pertarungan keduanya sudah meruntuhkan banyak bangunan istana."Jika terus seperti ini, bukan tidak mungkin istana akan mengalami banyak kerusakan!" kata Arya dalam hatinya.Haaaaaaaaaaa!!Arya berteriak keras dan menyerang ketua Bernadi, mencoba membawa ketua Bernadi untuk menjauh dari atap istana, tapi ketua Bernadi sepertinya sudah nyaman dengan pertarungan di atas atap.Dengan gerakan ringan, keduanya saling adu tenaga dalam dan juga ilmu meringankan tubuh.Wajah ketua Bernadi cukup kaget saat pertama kali adu tenaga dalam dengan Arya, dia jadi ingat perkataan ketua Son Chong yang mengatakan jika pemilik tubuh petir masih hidup."Ternyata kau pemilik petir itu, anak muda!" kata ketua Bernadi."Benar! Aku memang p
Dua tubuh berada di halaman istana kerajaan Purawa, mereka adalah tahanan dari kerajaan tahanan yang seharusnya tidak mendapatkan perlakukan seperti itu.Hahahaha!"Saat matahari pagi datang, kalian berdua akan menuju pencipta kalian!" kata raja Haripan yang sangat senang karena dua orang dia takuti itu akan mati di tiang gantungan.Keduanya adalah Patih Kuroda dan Mahapatih Tengguru. Keduanya akan di hukum gantung demi kesenangan hati raja gadungan, raja Haripan."Jangan bangga hanya karena kau jadi raja, Haripan! Kau akan merasakan hal yang jauh lebih sakit dari yang kamu rasakan ini!" kata Mahapatih Tengguru."Apa? Katakan saja apa yang sakit itu, hah?" bentak raja Haripan.Plakkkkkk!!Tidak hanya ucapan yang keluar, tapi tangan raja Haripan juga bergerak menampar wajah Mahapatih Tengguru."Tunggu saja saat pagi, kalian akan tewas, tewas di tiang gantungan!" kata raja Haripan dan tinggalkan dua tawanannya itu.***Matahari pagi mengintip dari balik gunung yang menutupi kota Wan, da
Raja Yuda dan seluruh keluarga kerajaan kaget saat Resi Gunin datang mengunjungi mereka, itu hal yang tidak mereka sangka, karena mereka tahu Resi Gunin tidak akan tinggalkan istana kerajaan."Ada apa ini Resi? Aku tidak percaya jika Resi datang menemui kami!" kata Raja Yuda."Tidak ada yang penting, aku hanya ingin bertemu dengan Pangeran Angga, aku merindukan muridku itu!" kata Resi Gunin belum juga mengatakan tujuan kedatangannya yang sebenarnya."Benarkah hanya itu?" tanya Raja Yuda."Hehehehe! Kau selalu mampu membaca pikiran orang dari raut wajahnya, yang mulia!' kata Resi Gunin terkekeh."Aku yakini itu, kau tidak mungkin tinggalkan istana jika tidak ada yang perlu. Benar bukan, Resi?" tanya Raja Yuda."Aku memang datang karena aku inginkan bicara dengan kalian, khususnya dengan Pangeran Angga!" kata Resi Gunin."Aku guru? Ada apa dengan diriku?" tanya Pangeran Angga.Resi Gunin tidak menjawab, tapi dia malah mendekati sebatang pohon besar, dan bersandar dengan santai ke batang
Dengan topeng naga berwana peraknya, Arya melesat dari hutan pelangi menuju kota Wan, ibukota kerajaan Purawa.Saat dia tiba, kerajaan itu sedang berbenah untuk mengangkat raja baru, penguasa baru negeri Purawa, raja Haripan.Saat mereka merebut kerajaan, ayahnya Haripan, Ki Sangkuni belum resmi jadi raja, jadi Haripan memutuskan akan melakukan pesta besar untuk mengangkat dirinya sebagai penguasa dan raja seutuhnya, raja yang kuasai seluruh wilayah kerajaan Purawa."Apa kalian berpikir aku akan biarkan kerajaan ayahku akan jadi milik kalian? Itu hanya ada dalam mimpi kalian!" kata Arya.Undangan sudah disebarkan oleh prajurit untuk mengundang Adipati yang ada di seluruh pelosok negeri itu, dan itu membuat wajah Haripan semakin yakin jika semua yang akan dia lakukan itu pasti tidak akan gagal."Aku akan pastikan di hari pengangkatanmu, akan jadi hari kedatangan ayah dan ibu!" kata Arya.Arya membiarkan semuanya seolah terjadi, tapi sesungguhnya dia sudah mulai bergerak sedikit demi se
Ki Sangkuni melihat ke arah perutnya, dan sebilah pisau sudah tertancap di perutnya. Darah merah mengucur dari perut buncitnya dan itu membuatnya tidak percaya jika yang menusuknya adalah putranya sendiri."Apa ... apa yang sudah kau katakan pada putraku?" kata Ki Sangkuni dengan suara terbata-bata sambil menunjuk ke arah ketua Bernadi.Jangan Ki Sangkuni yang merasakan sakit, ketua Bernadi juga tidak akan menyangka jika Haripan akan membunuh ayahnya sendiri tepat dihadapannya."Dia manusia yang sangat berbahaya!" kata ketua Bernadi dalam hatinya.Bammmmmmmmm!!Tidak hanya menusuk perut Ki Sangkuni, ketua Haripan juga memberikan satu tendangan yang melemparkan tubuh Ki Sangkuni. Mata Ki Sangkuni melotot tajam pada putranya, dan menunjuk dengan tangan yang merah penuh darah."Kau ... kau akan mati lebih menyakitkan dari kematianku ini!" kata ki Sangkuni sebelum akhirnya melepaskan nyawanya dari tubuhnya."Kau ayah yang egois!" kata ketua Haripan tanpa sedikitpun merasa kasihan pada or
"Ayah, sampai kapan kita akan membiarkan keluarga kerajaan hidup?" tanya ketua Haripan pada ayahnya, Ki Sangkuni."Itulah yang sedang ayah pikirkan, Haripan. Jika kita terus biarkan mereka hidup, pasti penduduk kota masih berharap mereka yang menjadi raja," kata Ki Sangkuni."Jadi apa yang harus Haripan lakukan ayah?" tanya ketua Haripan."Besok pagi, jemput keluarga kerajaan, termasuk Ki Sena! Kita akan hukum gantung mereka," kata Ki Sangkuni."Apa ayah tidak akan bertanya pada ketua Bernadi?" tanya Haripan."Sialan! Jangan sebut namanya di hadapanku, aku sudah salah meminta bantuan pada ular itu!" kata Ki Sangkuni."Hati-hati bicara ayah, nanti didengarkan oleh ketua Bernadi!" kata ketua Haripan mengingatkan ayahnya.Ki Sangkuni tidak dapat untuk tidak geram, dia menjadi penguasa, tapi dai harus menjaga dirinya dalam mengucapkan sesuatu, itu karena rasa takut pada orang yang sudah dia bayar."Kau saja yang temui ketua Bernadi, katakan jika besok kita akan gantung mati seluruh keluar
Layaknya seorang raja, Ki Sangkuni memakai pakaian kebesaran dan menjadi penguasa baru di kerajaan Purawa. Meskipun itu tidak menutupi jika dia selalu di bawah tekanan dari ketua kelompok teratai kuning, ketua Bernadi."Aku harap kau jangan lewati batas mu, ingat, bos nya disini adalah aku!" kata ketua Bernadi.Ki Sangkuni tidak dapat menjawab, dia hanya menahan rasa geram pada ketua Bernadi. Ingin rasanya dia habisi ketua Bernadi, tapi itu sama dengan bunuh diri."Mulai hari ini, istana ini adalah markas utama dari kelompok teratai kuning, jadi kau harus hormati anggota ku, jika tidak jangan salahkan jika kau akan turun dari tahtamu itu!" lanjut ketua Bernadi mengancam Ki Sangkuni."Itu tidak mungkin ketua! Bagaimana mungkin sebuah istana menjadi markas sebuah kelompok hitam!" kata Ki Sangkuni.Whusssssssss!!Tappppp!!Bammmmmmmmm!!Ketua Bernadi bergerak dan itu tidak dapat diikuti mata Ki Sangkuni, lehernya langsung di cengkeram, dan tubuhnya dihempaskan ke dinding istana."Apanya
Arya langsung melesat begitu dapat kabar dari prajurit jika kerajaan Purawa sudah diserang oleh adiknya sendiri, pangeran Sengkala.Meskipun Arya baru saja bertemu dengan keluarganya, tapi rasa khawatir sudah memenuhi perasaan dan hati anak muda itu."Aku tidak akan biarkan, ayahanda, ibunda maupun saudaraku dalam keadaan yang bahaya!" kata Arya.Arya tidak lagi gunakan kudanya, dia tinggalkan kuda itu kadipaten angin daun, dan memutuskan gunakan ilmu meringankan tubuh.Arya tidak gunakan jalan kembali saat dia datang, tapi Arya ambil jalan dan jalur yang lebih cepat, meskipun itu membuatnya rawan mendekati masalah."Aku harap tidak ada yang halangi perjalananku!" kata Arya.Tapi, belum juga jauh Arya meninggalkan wilayah kadipaten angin daun, dia melihat segerombolan manusia yang mengurung beberapa orang."Apalagi ini? Baru saja aku berharap tidak ada masalah, Kini masalah itu sudah ada di hadapanku!" kata Arya.Huppppp!!Arya tidak menunggu untuk bertanya lagi, dia mendarat tepat di