Share

3. Rencana Wandra

Penulis: pramudining
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Happy Reading

*****

Hari mulai gelap ketika Jelita sampai pada alamat yang dikirimkan Wandra. Ya, lelaki yang mengiriminya chat dengan ancaman itu adalah sang kekasih. Melihat sekeliling yang cukup sepi, gadis itu mulai bergidik ngeri.

Sebuah perumahan yang baru beberapa buah ditempati, berada lumayan jauh dari desanya. Entah milik siapa, kediaman itu. Jelita tak ambil pusing. Dia segera menekan bel yang berada di luar pagar. Khawatir jika Wandra nekat melakukan hal-hal tak diinginkan.

Sedikit menaikkan garis bibir, Wandra membukakan pintu pagar. "Selamat datang, Sayang. Kamu nggak kesulitan mencari alamat yang aku tulis tadi, kan?"

Dari ujung kaki hingga ujung kepala, Jelita memeriksa keadaan kekasihnya. "Mas, kamu baik-baik saja?"

"Iya, aku baik-baik saja." Si pria merentangkan tangan. Memutar badan agar sang kekasih bisa melihat keadaannya.

"Lalu, kenapa Mas?"

"Itu karena, aku mau kamu datang ke sini. Kalau nggak ada ancaman, kamu nggak bakalan jauh-jauh datang menemuiku."

"Nggak lucu!" amuk Jelita, "aku pulang sekarang."

"Eit, nggak boleh pulang sebelum masuk dulu." Wandra mencekal pergelangan tangan kekasihnya ketika akan melangkah pergi. "Mas siapkan sesuatu untukmu. Dua hari lagi, Mas balik ke Surabaya dan kita pasti nggak akan ketemu dalam jangka waktu yang lama. Pliss, Lit. Biarkan malam ini, kita jadikan malam yang sangat istimewa."

Tatapan Wandra penuh permohonan. Entah mengapa, hati Jelita sedikit ragu untuk masuk ke rumah itu. "Ini rumah siapa, Mas?"

Walau hati gadis berkaos biru dengan celana jeans senada itu meragu, tetapi dia tetap mengikuti langkah kekasihnya masuk.

"Rumahnya, Mas. Kelak rumah ini akan menjadi tempat tinggal setelah kamu resmi jadi istriku."

Pintu dibuka dan mata Jelita sudah dimanjakan dengan taburan mawar merah sepanjang jalan masuk. Aroma lavender dari lilin terapi yang menusuk indera perempuan itu, cukup membuatnya tenang.

"Mas yang nyiapin ini semua?"

"Iya, dong. Mas tahu, sejak di acara hajatan tadi, suasana hatimu pasti buruk. Apalagi kata-kata Mama yang nggak mengenakkan."

Wandra menuntun kekasihnya masuk lebih dalam pada ruang makan. Di sana sudah tertata rapi hidangan yang sengaja dipesan. Makan malam romantis sengaja ditunjukkan Wandra demi melancarkan semua aksinya malam ini.

Jika dunia akan menentang hubungan mereka karena status sosial yang berbeda. Maka, Wandra akan membuat kisah sendiri yang jauh lebih indah bersama sang pujaan. Setelah malam ini, dia yakin tak akan ada seorang pun yang akan menentang hubungan mereka bahkan kedua orang tuanya tidak bisa memisahkan.

"Mas, ini apa lagi?"

"Mas kan sudah ngomong kalau malam ini akan membuat cerita terindah dalam hubungan kita. Kalau makan malam di luar, ketemu sama orang yang kenal dengan keluargaku pasti diaduin. Males, banget."

Menyeret kursi agar diduduki, Wandra mempersilakan Jelita. Kemudian, dia berbalik arah duduk tepat di hadapan sang kekasih.

"Minum, dong, Lit." Wandra mengangkat gelas dengan air berwarna kuning. Sepertinya jus jeruk atau jeruk peras anget, entahlah.

Mau tak mau Jelita mengangkat gelas itu juga dan meminumnya. Lalu, mereka melanjutkan makan malam dengan diam sampai hidangan di meja habis. Beberapa saat setelah menghabiskan makanannya, Jelita merasakan panas dalam tubuh.

Sesekali mengipas-ngipaskan tangan pada wajah dan menyeka keringat yang mulai turun.

"Hawanya panas banget, ya, Mas. Apa karena habis makan pedas?"

"Bisa jadi, buka aja kaosmu," pinta Wandra penuh seringai.

Jelita menurut saja. Tak merasakan hal aneh sama sekali. Padahal tak ada siapa pun di rumah itu selain mereka berdua. Sang gadis membuka kaos yang dikenakannya. Kini, dia cuma memakai tank top untuk menutupi bagian atas tubuhnya. Makin lama panas pada tubuh si gadis bukannya mereda, tetapi malah bertambah.

Wandra pun merasakan hal yang sama. Si lelaki membuka kemeja, hanya memakai kaos oblong dan celana pendek.

"Mas, nyalain kipas, dong!" pinta Jelita masih mengipasi wajahnya dengan tangan.

"Gimana kalau kita ke kamar saja. Di sana ada AC. Kipasnya nggak mempan kayaknya. Kalau AC kan pasti dingin."

"Oke! Di mana kamarnya?" Jelita bangit dari duduknya dan mengikuti langkah Wandra.

Sebuah kamar yang sudah dipersiapkan oleh Wandra untuk melancarkan aksinya malam ini.

"Uh, bener. Agak dingin di sini," kata Jelita. Merentangkan tangan guna mengusir rasa panas yang makin menjadi.

Satu kecupan mendarat di pipi Jelita. Wandra bahkan telah memeluknya dari belakang. Bukan hanya pipi, tetapi lelaki itu sudah mulai menjelajahi leher jenjang nan mulus milik kekasihnya.

Satu desahan lolos dari bibir mungil Jelita.

'Kenapa rasanya senikmat ini.' Tanya hati gadis itu. Lagi dan lagi, desahan Jelita kembali terdengar saat Wandra meremas sesuatu yang kenyal dari balik tank topnya.

"Maass," ucap Jelita.

"Kenapa? Mas akan menghilangkan rasa panas dalam tubuhmu, Sayang. Diam dan nikmatilah. Setelah malam ini nggak akan ada yang memisahkan kita lagi. Sebentar, Mas ambilkan minum untuk malam panjang kita."

Wandra melepas pelukan serta ciumannya. Mengambil air minum yang sengaja dicampurkan sesuatu untuk melancarkan semua aksinya malam ini.

Setelah meminum air yang diberikan Wandra, Jelita makin kepanasan dan kelojotan. Mereka berdua terus bermesraan tanpa peduli lagi bahwa hal itu sangatlah terlarang untuk dilakukan sebelum kata halal terucap.

*****

Seberkas cahaya masuk menerobos melalui sela-sela kaca jendela. Wandra menggerakkan bola matanya. Dering ponselnya berbunyi dengan nyaring. Selain sinar mentari mengenai wajah, ternyata tidur Wandra terganggu oleh suara ponselnya.

Lelaki itu meraba-raba sisi sebelahnya, kosong. Seketika matanya terbuka sempurna. Melihat pada diri sendiri yang kini tak memakai sehelai benang pun pakaian yang menempel. Masih sedikit bingung, Wandra menyingkap selimut dan saat itulah dia tersenyum bahagia.

'Terima kasih, Sayang. Kamu emang yang terbaik. Setelah ini, baik Mama ataupun Papa nggak akan menghalangi rencana pernikahan kita. Dunia akan tahu bahwa kamu milikku.' Wandra berkata dalam hati.

Sementara di rumahnya, Jelita mulai bingung dengan apa yang terjadi ketika dia bangun tadi. Ibunya menangis tersedu tanpa diketahui sebabnya. Perempuan sepuh itu duduk di bawah kakinya.

"Ibu kenapa?" tanya Jelita. Kepalanya terasa berat sekali dan ketika melihat apa yang dikenakannya, dia makin bingung. Jelita ingat bahwa semalam dia masih memakai baju yang dikenakan ketika menemui Wandra.

'Ada apa ini? Kenapa aku bisa di sini padahal semalam?' tanya Jelita dalam hati.

"Bu, kenapa njenengan nangis? Apa ada yang terjadi denganku?" Memegang kepala yang begitu berat seperti terhantam batu besar berkilo-kilo. Ketika lengannya menggesek ujung selimut rasa perih terasa. Ada sedikit luka di sana.

"Sudah bangun? Cepetan mandi dan segera berangkat ke tempat hajatan. Setiawan sudah menunggu sejak tadi. Pak Sularso juga telpon terus." Puspa tak menjawab pertanyaan putrinya. Dia lebih memilih meninggalkan gadis cantik itu dengan segala kebingungannya.

'Sebenarnya ada apa ini? Kenapa aku tak mampu mengingat apa pun.'

Bab terkait

  • Sang Penari Pujaan Hati   4. Desakan

    Happy Reading*****Wandra pulang dengan wajah semringah karena rencananya telah berhasil bahkan sapaan mamanya tak dihiraukan. Dia terus berjalan ke arah kamarnya. Segera menghubungi sang kekasih. Namun panggilannya belum juga terjawab.Sementara di rumah, jelita sudah bersiap pergi melakukan tugasnya sebagai penari. Ada acara yang harus dia datangi sebagai penari utama sanggar milik Sularso. Walau kepalanya masih sangat berat, gadis itu mengabaikannya. Sesampainya di ruang tamu, Setiawan sedang meminum teh yang dibuatkan oleh bibinya."Kamu baik-baik saja, Lit?""Baik, Mas. Cuma agak pusing sedikit. Entah mengapa padahal semalam aku baik-baik saja. Ayo berangkat sekarang, Mas. Nggak enak kalau sampai Bapak nunggu. Kemarin, dia sudah mewanti-wanti supaya aku nggak telat." Jelita memanggil ibunya yang masih sibuk di dapur. Tentu saja dengan segala kesibukannya mencuci pakaian para tetangga yang meminta bantuannya."Kalian sudah mau berangkat?" Puspa mengulurkan tangannya agar dicium o

  • Sang Penari Pujaan Hati   5. Pengakuan

    Happy Reading*****Inilah keputusan Jelita. Jemarinya lincah menuliskan sesuatu pada kertas di dalam map yang diberikan Pambudi. Setelahnya, gadis itu menyerahkan map yang sudah diisi kepada Pak Camat. "Silakan ambil, Pak. Saya harap njenengan lega setelah melihatnya. Maaf, saya harus mengganti baju. Tolong tinggalkan saya sendirian."Secara sadar, Pambudi telah diremehkan oleh gadis di depannya. Sebagai seorang camat, dia diusir secara halus. Namun, melihat apa yang dilakukan Jelita tadi, dia tersenyum. Walau belum dilihatnya sama sekali. "Baik, Bapak akan pergi. Terima kasih sudah memenuhi semua keinginan Bapak. Semoga kamu bisa menemukan seorang lelaki yang bisa menerima profesimu saat ini." Pambudi keluar ruangan itu dengan perasaan lega. Sepeninggal Pambudi, Jelita mulai melepaskan ornamen dan hiasan serta jepit yang terpasang pada tubuhnya. Dia melakukannya dengan cepat karena tak mau sang kekasih menunggu lama. Beberapa menit kemudian Jelita keluar. Berharap sang kekasih t

  • Sang Penari Pujaan Hati   6. Perjuangan

    Happy Reading****Keluar dari kediaman keluarga Wandra dengan penuh air mata, lengan Jelita ditarik Setiawan. "Mau berapa kali kamu akan menyakiti dirimu sendiri? Sudah tahu kalian nggak mungkin bersama. Kenapa masih ngeyel?" bentak Setiawan, "ayo pulang!""Mas Wawan kenapa bisa ada di sini?" kata Jelita tergagap. Belum selesai dengan pengakuan Wandra tadi. Kini, kehadiran Setiawan malah membuatnya bingung. "Aku sengaja mengikutimu. Mas, nggak mau kamu ambil resiko berbahaya lagi. Ayo naik," perintah Setiawan kasar dan sedikit memaksa. Jelita yang memang sedang kalut menurut saja pada permintaan sepupunya. Sepanjang perjalanan, hanya isakan yang terdengar oleh indera Setiawan. Sungguh membuat lelaki itu miris dan jengkel sekaligus. Mengapa bisa Jelita dibutakan oleh cinta. Jelas-jelas dirinya dan Wandra tidak bisa bersama. "Mas bisa nggak kalau kita nggak pulang dulu?""Pengen ke mana?""Pengen ke taman. Setidaknya, mataku nggak sembab dan mengeluarkan air lagi. Kasihan Ibu jika

  • Sang Penari Pujaan Hati   7. Perjuangan 2

    Happy Reading*****Setengah berlari, Wandra mencoba mengejar perempuan itu. Tangannya segera menyentuh pundak si wanita. Namun, ketika menoleh alangkah kecewanya hati Wandra. "Siapa, ya? Jangan berani-beraninya melecehkan saya," ucap wanita itu tak terima. "Maaf, Mbak. Saya kira sampeyan adalah teman saya." Cepat Wandra meminta maaf dengan wajah penuh penyesalan serta kedua tangannya yang menangkup di depan dada. "Jangan sembarangan menyentuh perempuan lain jika nggak kenal, Mas. Sampeyan bisa kena pasal pelecehan. Inget itu!" Si wanita segera berlalu, meninggalkan Wandra yang cuma bisa terdiam. Dilihat dari belakang, memang postur tubuh dan juga siluet perempuan itu mirip sekali dengan Jelita. Namun, wajah mereka sangat jauh berbeda. Wandra berbalik arah dan mencari tempat duduk yang sesuai dengan tiketnya. Sementara di belahan bumi lain, tepatnya di sebuah intstitut. Risma mengikuti test masuk perguruan tinggi seni. Demi mewujudkan impiannya dan juga memperbaiki citra negatif

  • Sang Penari Pujaan Hati   8. Terpasung di Hati

    Happy Reading*****"Siapa namanya?""Nama lengkapnya aku nggak Tahu, Lit. Cuma para atasan sering banget manggil Wandra."Jantung Jelita serasa copot mendengar nama itu disebut. Setelah sekian lama baru kali ini ada yang memanggil nama itu. Meneguhkan hati bahwa belum tentu adalah orang yang sama. Jelita tersenyum kecut menatap Mahesa. "Oh," jawab Jelita."Ada yang aneh dengan nama itu? Kenapa mukamu langsung berubah. Jangan-jangan kamu punya hubungan spesial dengan seseorang bernama Wandra. Bener gitu, Non?"Jelita merutuki dirinya sendiri karena telah bereaksi berlebihan tadi. Harusnya, dia ingat bahwa Mahesa terlalu peka dengan orang di sekitarnya. Apalagi jika menyangkut tentangnya. Bukan tidak tahu dengan segala perhatian yang diberikan cowok itu selama ini. Namun, hati Jelita telah membeku, baginya urusan cinta menjadi nomor kesekian. "Ditanya malah melamun. Pacarmu namanya Wandra, ya?"Seketika Jelita menggeleng. "Sembarangan kamu, Mas. Mana ada aku punya pacar. Emang kamu l

  • Sang Penari Pujaan Hati   9. Tarian itu Mengingatkanmu

    Happy Reading*****Selain bekerja, di kita Yogyakarta ini, Wandra juga terus berusaha mencari keberadaan Jelita. Hampir seminggu, tetapi jejak sang gadis masih belum terdeteksi sama sekali. Harus dengan cara apalagi lelaki itu mengetahui keberadaan kekasihnya.Tak banyak yang Wandra minta, cukup bisa bertemu dengan Jelita dan bertanya tentang kebenaran surat itu. Jika memang benar Jelita sudah menikah dan bahagia dengan lelaki pilihannya, mungkin Wandra akan mundur. Namun, dia tak akan pernah berniat melupakan gadis itu. Biarlah tak menikah selamanya jika bukan dengan Jelita. Itulah prinsipnya. Wandra mengaduk-aduk jus jeruk yang sejak tadi ada di hadapannya. Sementara, sahabatnya yang tak lain adalah Mahesa masih menerima telepon. Sejak tadi, Mahesa terus saja tertawa dan berkata-kata romantis, seolah-olah orang yang diajaknya bicara adalah kekasihnya. Makan siang mereka jadi terganggu akibat perbuatan masing-masing. "Ngelamun terooss," goda Mahesa melihat pandangan kosong lelaki

  • Sang Penari Pujaan Hati   10. Awal Pertemuan

    Happy Reading*****Suara sorak sorai dan tepukan tangan menggema seantero gedung bahkan sampai keluar. Wandra mematung di tempatnya berdiri. Segera masuk kembali ingin melihat siapa sebenarnya yang membawakan tarian khas tanah kelahirannya sampai seluruh penonton bertepuk tangan. Akan tetapi, sesampainya di dalam gedung kembali. Sang penari telah turun dari panggung. "Kenapa seperti orang bingung, Ndra? Ada yang sedang kamu cari?" tanya Shinta. Perempuan itu memegang lengan si lelaki yang sudah dianggap ponakan sendiri. "Iya, Tan. Saya penasaran sama tarian yang dibawakan penari barusan. Apa tarian Gandrung yang berasal dari Banyuwangi?" tanya Wandra."Iya benar. Memang tari Gandrung yang dibawakan barusan." Shinta mengerutkan kening. Mencoba membaca apa yang sedang Wandra pikirkan. "Siapa penarinya, Tan?""Salah satu pengajar di sanggar Tante. Mahasiswa di perguruan tinggi Seni fakultas seni pertunjukan program studi tari," jelas Shinta panjang lebar seolah dia ingin menunjukkan

  • Sang Penari Pujaan Hati   11. Kecewa

    Happy Reading*****Wandra membulatkan mata dengan perkataan gadisnya. Lalu, dia tersenyum miris. Beginikah sikap Jelita yang sesunguhnya?"Bagus, rupanya ada maling teriak maling. Kamu yang berkhianat, tapi aku yang kamu tuduh," kata Wandra penuh penekanan pada setiap ucapannya. "Harusnya, jika kamu memang ingin menikah, maka katakan langsung bukan melalui orang lain."Jelita menatap tak percaya pada sang kekasih. Mengapa Wandra malah berkata demikian? Harusnya Jelita yang menanyakan hal itu. Sang kekasih sudah berkhianat dengan menikahi gadis lain. Bukankah apa yang dilakukan Jelita saat ini adalah demi memantaskan diri untuk menjadi pendampingnya kelak? Namun, Wandra malah menikah dengan orang lain dan hal itu disampaikan lewat surat balasan. "Sebaiknya kalian selesaikan kisah yang belum tuntas. Aku nggak mau dengar pertengkaran sepele seperti ini," kata seorang lelaki yang memeluk Jelita tadi. "Tunggu, Mas Yan! Aku ikut, urusanku sudah selesai dengannya." Jelita melihat ke ara

Bab terbaru

  • Sang Penari Pujaan Hati   122. Menua Bersama

    Happy Reading*****Sinar mentari pagi mengenai jendela kaca di ruang perawatan Jelita. Bentuk paviliun memudahkan akses sinar masuk dengan sangat baik. Perempuan itu menggerak-gerakkan bola mata dan perlahan membuka. Terlihat genggaman tangan sang suami yang tidur terduduk di sebelah ranjangnya.Jelita teringat kejadian tadi malam. Semua orang terpaksa bangun karena sikap keras kepalanya. Merasa ada yang menculik sang anak padahal dia sedang dalam pengaruh obat. Setelah mendengar penjelasan perawat mengenai efek obat bius yang diberikan. Barulah Jelita percaya bahwa anaknya ada di dalam ruang perawatan dan esok baru bisa dibawa untuk menemuinya.Merasakan pergerakan tangan sang istri yang berada dalam genggamannya, Wandra terbangun. "Pagi, Sayang. Gimana keadaanmu?" tanyanya. Bangkit dari posisi duduk dan mencium kening Jelita."Alhamdulillah, Mas. Rasanya aku sudah jauh lebih baik.""Sudah kentut belum?" Malu-malu, Jelita menganggukkan kepala. Sewaktu belum ada yang terbangun, per

  • Sang Penari Pujaan Hati   121. Panik 2

    Happy Reading*****Bersamaan dengan teriakan Wandra, Jelita memejamkan mata membuat lelaki itu semakin panik luar biasa. "Tolong istri saya, Dok. Dia baru saja jatuh terduduk, tapi kok malah begini?" kata Wandra dengan suara bergetar hebat. Antara takut dan ingin menangis melihat darah pada bagian kaki sang istri."Kami akan tangani dengan baik, Pak. Silakan tunggu di luar," perintah sang dokter setelah membaringkan Jelita dan memasukkannya di ruang gawat darurat."Tenanglah, Ndra. Kita semua juga khawatir pada kesehatan Jelita, tapi kalau kita panik. Maka, dia juga akan ikut panik dan anak dalam kandungannya akan bereaksi juga," nasihat Ajeng. Perempuan itu mengajak Wandra duduk. Ada sebuah bangku di depan ruangan tersebut.Puspa berjalan mondar-mandir. Dia tidak bisa duduk tenang seperti Ajeng dan sang menantu. Sementara itu, Mahesa baru saja menghampiri mereka bersama dengan keluarga yang lain setelah hampir sepuluh menit Jelita masuk ruangan."Bagaimana keadaan Lita, Pus?" tanya

  • Sang Penari Pujaan Hati   120. Panik

    Happy Reading*****Hari-hari yang dijalani Jelita dan Wandra cukup membahagiakan. Kandungan semakin besar dan keponakannya yang tumbuh sehat. Usaha melejit bahkan nama besar Pambudi kembali bersinar dengan segala usaha yang didukung oleh seluruh keluarga.Sanggar milik Sularso yang kini sudah dibeli oleh Jelita juga semakin berkembang. Masyarakat tak lagi memandang remeh pada profesi penari Gandrung berkat kegigihan Jelita. Tarian itu bukan lagi menjadi momok bagi siapa saja yang mempelajarinya. Walau tidak lagi berada di atas panggung secara langsung, tetapi Jelita masih berperan dalam setiap pementasan. Kembali bekerja pada dinas pariwisata dengan perut membuncit. Bukan yang wanita itu cari saat ini, tetapi bagaimana membesarkan serta mengenalkan budaya-budaya kabupaten kelahirannya kepada dunia luar.Wandra tidak membatasi pergerakan sang istri. Demikian juga kedua orang tua serta Puspa. Mereka semua mendukung apa yang dilakukan oleh Jelita dengan syarat tidak mengabaikan keluarg

  • Sang Penari Pujaan Hati   119. Pangeran Kecil

    Happy Reading*****Sudah hampir sebulan putra Rista dan Mahesa lahir ke dunia. Pangeran kecil itu mendapatkan segala limpahan kasih sayang serta cinta dari seluruh keluarga tak terkecuali keluarga Jelita. Kini, sang pangeran kecil bernama Ezaz Prawira Sasongko itu sudah berumur satu bulan lebih. Tiga hari lagi akan diadakan selapanan sesuai adat.Acara besar yang akan digelar di kediaman keluarga Mahesa sebagai pemilik pabrik pengalengan ikan. Seluruh karyawan diundang bahkan masyarakat sekitar dan karyawan sang mertua juga pegawai Jelita diundang juga. Acara tasyakuran yang sudah seperti ngunduh mantu saja.Wandra dan Jelita cuma bisa tersenyum, membayangkan bagaimana hebohnya ketika mereka yang memiliki anak. Perut Jelita pun mulai sedikit membuncit walau tidak terlihat dari luar karena baju yang dikenakan selalu longgar.Pagi ini, sudah terlihat beberapa orang memasang tenda. Keluarga Mahesa juga sudah datang. Mereka tak henti-hentinya memperebutkan Ezaz. Silih berganti menggendon

  • Sang Penari Pujaan Hati   118. Bayi Mungil

    Happy Reading*****Setengah berlari memanggil sopir, Ajeng menghubungi menantunya dan mengatakan bahwa Rista sedang kontraksi saat ini. Setelahnya, barulah dia menghubungi sang suami. Di dalam sana, kakek tengah memapah sang ibu hamil bersama dengan Puspa.Jelita juga menghubungi Wandra, memberikan kabar bahwa adiknya akan segera melahirkan."Aduh," keluh Rista menahan rasa sakit. "Sabar, Nak," ucap Puspa sambil memegangi Rista."Sudah dekat HPL, harusnya kamu diam di rumah saja. Ini malah makan rujak pedas." Si kakek mulai tampak kesal. Pasalnya Rista tak membawa persiapan persalinan sama sekali padahal sudah sering diingatkan."Maaf, Kek," kata Rista sambil menahan rasa sakit.Mereka sudah berada di depan mobil Ajeng. Sang mama segera membawa putrinya duduk di bagian tengah, sedangkan kakek duduk di samping kemudi."Nak, kamu nyusul sama Mas Wandra saja, ya. Jangan terlalu khawatir supaya janinmu nggak ikut resah," ujar Puspa. Setelah mendapat anggukan dari Jelita, wanita itu masu

  • Sang Penari Pujaan Hati   117. Positif Hamil

    Happy Reading*****"Dok, apa artinya istri saya positif hamil?" tanya Wandra sedikit penasaran dengan hasil test urine yang dilakukan tadi."Insya Allah seperti itu, Pak. Walau garis dua pada test pack masih samar, tapi sudah bisa dikatakan positif hamil. Bisa dicek sebentar lagi."Jelita menatap suaminya tak percaya. Secepat itu mereka diberikan karunia berupa anak. "Mari, Dok. Saya sudah tidak sabar ingin melihat seperti apa prosesnya di dalam perut."Senyum semringah tampak menghiasi wajah pasangan muda tersebut. Melihat ada segumpal bulatan yang menempel pada dinding rahim Jelita. Walau sangat kecil, tetapi hal tersebut sudah membuktikan bahwa dalam perut perempuan itu akan hadir seseorang yang akan membahagiakan seluruh keluarga. Wandra bahkan tak kuasa menahan air matanya yang mulai jatuh. Dia begitu terharu melihat bulatan kecil yang masih belum terbentuk itu. Penantiannya selama ini terbayarkan sudah. "Tolong dijaga baik-baik, ya, Pak, Bu. Ini masih sangat rentan sekali. Ja

  • Sang Penari Pujaan Hati   116. Tanda-tanda

    Happy Reading*****Mengejar sang istri yang berlari ke arah kamar mandi. Wandra mulai membantu Jelita, memijat tengkuk supaya apa yang dirasakan sang istri segera berkurang.Beberapa menit kemudian, keadaan Jelita sudah jauh lebih baik. "Apa yang kamu rasakan, Yang?" tanya Wandra."Entahlah, Mas. Mencium bau masakan tadi, tiba-tiba saja perutku bergejolak."Seperti ada yang dipikirkan, Wandra melirik sekitarnya. Lalu, terbitlah senyuman. "Jangan-jangan adonan kita mulai mengembang, Sayang.""Hust, kalau ngomong yang baik kenapa. Masak adonan?" Jelita mendelik pada sang suami. "Lagian nggak mungkin juga secepat itu, Mas. Baru juga dua minggu kemarin kita melakukannya.""Siapa tahu, Yang. Allah berbaik hati pada kita, jadi menitipkan amanah itu dengan cepat. Gimana kalau nanti kita periksa ke dokter?" kata Wandra sambil menuntun sang istri kembali ke ruang tamu bersama tamu yang lain."Kenapa, Nduk? Apa yang kamu rasakan?" bisik Puspa ketika sang putri sudah berada di sampingnya."Belu

  • Sang Penari Pujaan Hati   115. Pulang

    Happy Reading*****Masih tak mengerti dengan kemarahan sang kakek, Wandra pun bertanya dan jawaban lelaki sepuh itu sungguh mengejutkan kedua pasangan muda yang sedang menikmati bulan madu."Kenapa nggak ngasih kabar kalau sudah sampai rumah. Kakek khawatir banget tahu. Pasti kamu ngerjai Jelita sampai lupa ngasih kabar. Dasar kalian berdua ini," omel sang Kakek."Maafkan kami, Kek. Lita memang jarang pegang HP semenjak sakit. Kayaknya Mas Wandra lupa begitu sampai, kami langsung istirahat soalnya." Pada akhirnya, Jelita yang memberikan alibi pada lelaki sepuh itu. Jika sang suami yang menjawab pasti si kakek tetap akan mengomel nantinya. Namun, jika Jelita tentu pria sepuh itu tidak akan berkomentar lagi dan terbukti."Baiklah kalau begitu, Nak. Kalian istirahatlah dan bersenang-senang di sana. Nggak perlu masak atau memikirkan kebutuhan yang lain. Salim dan istrinya pasti akan membantu kalian. Kakek tutup dulu telponnya, ya. Maaf kalau kakek tadi marah.""Nggak papa, Kek. Harusnya

  • Sang Penari Pujaan Hati   114. Bulan Madu 2

    Happy Reading*****Bersiap untuk menyalami sang suami, Jelita mengenakan pakaian dinas yang biasa digunakan oleh perempuan-perempuan lainnya. Baju itu sengaja dia beli secara online karena tidak mungkin mengajak Wandra ke mall atau toko. Jelita sendiri pastinya sangat malu jika membeli baju kurang bahan itu.Hampir satu jam di kamar mandi, si perempuan membuka pintu. Namun, belum berani keluar karena malu dengan pakaian yang dikenakan. Jelita Hany melongokkan kepala melihat keadaan kamar."Kenapa mesti intip-intip, sih, Yang. Mas, sudah lama nunggu sampai kelaparan juga."Jelita mengumpat dalam hati. Mengapa suaminya malah menatapnya dengan wajah sendu seperti itu, padahal tadi lelaki itu tengah fokus pada ponselnya. "Sayang cepet keluar," suruh Wandra, "Mas juga mau mandi. Lengket juga badannya karena keringat setelah itu kita makan. Sudah sangat lapar."Akan berkata kalimat selanjutnya, mata Wandra membulat sempurna melihat pakaian yang istrinya kenakan. Jakunnya naik turun tak ka

DMCA.com Protection Status