"“Ohhksghh..! A..wass Massh..! De..vi pip..pishh.! Uhhgsh..!" Devi mendesah keras dengan nafas tertahan, tubuhnya mengejang hebat. Pinggul indahnya pun terangkat mengejang. Mata Devi terpejam namun mulutnya ternganga. Ya, sungguh ekspresi terindah dari seorang wanita, yang tengah dilanda orgasmenya. Devi merasakan sesuatu memancar dari bagian dalam dirinya, sukmanya bagai melayang tinggi di angkasa tak bertepi. Agak lama Devi merasakan kenikmatan tertinggi, dari sebuah ‘hasrat’ yang terlampiaskan itu. Brugh..! Hingga akhirnya tubuh Devi kembali terhempas di atas ranjang, dengan nafas tersengal-sengal. Wajahnya nampak pucat dan lelah, namun senyum kepuasan terlihat membekas di sana. "Makasih. Mas Elang..” Devi berucap pelan, namun wajahnya tak berani menatap Elang. Sungguh dia merasa sangat malu dan kaget sendiri, dengan apa yang baru saja dialaminya. Karena Devi sangat sadar, dialah yang mendatangi dan memeluk Elang terlebih dahulu. Namun dia sendiri tak mengerti dan tak akan
Permadi membuka pintu kamar losmennya, dia bergegas masuk kedalam dan langsung ke kamar mandi. Pakaian dari si bapak tadi langsung dibukanya. Karena pakaian itu agak longgar, dan celananya pun terpaksa dilipat dan dislip di bagian pinggang dengan gespernya. Sungguh tak nyaman di rasanya.! Permadi memutuskan untuk segera keluar dari Jogjakarta. Dia merasa keberadaannya di kota itu, telah di endus dengan jelas oleh aparat. Terbukti bahkan kakek tua (Mbah Kromo) itu saja, bisa langsung mengetahui identitasnya dengan tepat. Setelah selesai mandi dia langsung berganti pakaian, sambil memeriksa isi ranselnya. Dan Permadi tersenyum, saat melihat isi ranselnya masih utuh. Tak ada satu pun yang hilang di sana. Karena uang tunai dan batangan emas miliknya masih aman di sana. Permadi berniat memberi tips pada sang penjaga losmen, saat dia keluar dari losmen nanti. Dan itu berarti malam nanti dia harus mencari motor baru. Dipastikan seorang pengendara motor di kota itu akan mengalami nasib
Setthh.! Plashh..! Wajah si lelaki nampak tersentak ke belakang. Dia seperti merasakan sesuatu yang sejuk menerpa dahinya. Sesuatu daya kejut mengalir dan menyengat di syaraf-syaraf kepalanya. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali. Lalu dia menatap sang istri dan si pelakor bergantian. Seolah baru sadar dari mimpi. “Kau..?! Kenapa aku bisa berada di sini bersamamu...?!” ucap si lelaki terkaget heran. Dia memandang si pelakor lalu menjauh darinya. “Mas Jito..! Apakah kau lupa telah berjanji menikahi Nia..?!” seru si pelakor panik. Dia merasa sangat cemas, kalau ‘pelet’ dari dukunnya telah luntur. “Menikah..?! Aku menikah denganmu..?! Yang benar saja..! Ayo Mah, kita pulang..!!” Jito berseru jijik pada Nia, lalu menarik tangan istrinya untuk pulang. “Enak saja kamu Mas..! Jelaskan dulu apa arti semua ini..?! Jangan bilang kau tak mengenal ‘pelakor’ itu..!” seru sang istri, yang jadi agak bingung, dengan perubahan sikap suaminya secara tiba-tiba pada ‘pelakor’ itu. “Di
“Mas Elang, bolehkah Devi bertanya sesuatu yang pribadi..?” Devi bertanya sambil tetap mengemudikan mobilnya. “Katakan saja Devi, tak usah sungkan padaku,” sahut Elang tenang. “Apakah Mas Elang sudah memiliki seorang wanita di hati Mas?” pertanyaan itu meluncur begitu saja, dari bibir merah merekah Devi. Elang agak terhenyak dengan pertanyaan Devi yang tak disangka-sangkanya itu. Namun selintas bayangan Nadya hadir di benak dan hatinya, oleh karenanya Elang pun menjawab dengan apa adanya, “Sudah Devi, namun garis dan karma seolah tak berpihak pada kami. Sehingga kamipun masih terpisah hingga saat ini,” Elang berkata pelan. “Apakah wanita itu juga menyimpan rasa yang sama terhadap Mas..?” tanya Devi lagi serak, segores luka menoreh hati lembutnya. Sesungguhnya dia tak heran dengan jawaban dari Elang. Devi bahkan sangat yakin ,bahwa tak hanya dia yang memiliki rasa mendalam pada Elang. Karena Elang memang memiliki ‘kharisma dan daya tarik’ luar biasa, bagi gadis manapun yang sem
Taphh..!Elang mendarat di tepi pantai, dekat teman si wanita yang nyaris tak sadarkan diri itu. Elang menyerahkan pertolongan pertama pada guard pantai, yang berada di situ. Beruntunglah suasana di tepi pantai saat itu tak begitu ramai. Sehingga aksi Elang tak sempat terekam oleh kamera ponsel siapapun. Ya, kejadian yang begitu cepat itu telah luput dari kamera ponsel mereka semua. Namun mulut dan mata beberapa orang di sekitar area itu, nampak ternganga dan terbelalak. Mereka bahkan hampir saja lupa, pada wanita yang nyaris menjadi korban tenggelam itu. Sorot mata kaget bercampur kekaguman tersirat, pada tatapan mereka ke arah Elang. Pemuda yang nampak biasa saja dan nampak acuh dengan pandangan mereka. Barulah setelah terdengar suara... “Hoekss..! Hoekss..!!” Si wanita cantik yang nyaris tenggelam itu memuntahkan agak banyak air laut dari mulutnya, semua mata pun kembali menatap ke arah wanita itu. “Milaa..! Kau tak apa-apa kan..?!” seru temannya, yang tadi berteriak-teria
"Tak masalah Elang. Tinggalkan saja jika kau sudah ingin pergi nanti. Kami sendiri besok malam sudah harus pulang ke Rusia Elang,” ucap Mila. “Ahh, secepat itu ya Mila, Vinka. Saya pikir kalian masih lama disini.” “Visa kami berakhir lusa Elang. Sebenarnya kami juga betah di sini Elang,” Mila berkata seolah menyesali. “Sudahlah lebih baik kita ke kamar sekarang. Aku sudah sangat lelah, dan tak sabar ingin rebahan. Hahaa,” Vinka berkata sambil tertawa lepas. “Dasar kau Vinka. Hahaa. Ayo kita ke kamar sekarang Elang. Mila juga rasanya ingin istirahat, kejadian tadi benar-benar membuat kepala Mila sedikit pusing,” ucap Mila. “Baik Mila, kau memang butuh istirahat sepertinya,” kata Elang membenarkan. Mereka akhirnya naik lift ke lantai 2, dan memang kamar mereka bersebelahan seperti kata Mila. Setelah berjanji untuk berjalan-jalan lagi ke pantai sore nanti, mereka pun masuk ke kamar masing-masing. Klek.! Elang masuk kekamarnya dan mendapati suasana yang lux dan asri di kamarnya.
“Mila, Vinka, selera kalian sungguh sangat disayangkan..! Hahaaaa..!” Sergei berkata lalu tertawa lepas mengejek, yang diikuti oleh rekannya Leonid. Mereka berdua tertawa mengejek sambil melirik ke arah Elang. Sementara Elang tenang saja meminum air mineralnya, seolah tak menganggap ejekan keduanya. “Sergei..! Leonid..! Tolong hargai teman kami dan pergilah dari meja kami..!” hardik Mila, yang tak tahan dengan sikap keterlaluan kedua pemuda senegaranya ini. “Benar..! Kalian berdua pergilah cari meja lain..!” sentak Vinka menimpali ucapan sahabatnya. “Mila, Vinka, tenanglah,” Elang berkata tersenyum, menenangkan kedua wanita itu. “Hei..! Kalian berani mengusirku dari sini demi pria primitif ini.! Leonid, sungguh aku tak percaya ini. Hahahaa..!” Sergei berseru lalu tertawa merendahkan Elang, yang di bela oleh Mila dan Vinka. Leonid juga tertawa sambil mentap sinis dan merendahkan pada Elang, yang terlihat masih tenang-tenang saja. Bagi Elang, selama mereka masih belum main tangan
"Bagus Sergei..! Mampus kau pemuda primitif..!!” teriak Leonid ikut senang.“Elanngg...!!” Mila dan Vinka serentak berteriak ngeri bersamaan. “Ahhhh....!!” teriakkan ngeri semua orang, yang menonton merasa tak tega pada Elang.Namun Sergei menjadi sangat terkejut bukan kepalang, saat dia tak bisa menarik kembali pisau lipatnya yang berada di perut Elang. Sekuat tenaga dia menarik pisau lipatnya itu, namun usahanya ‘sia-sia’. Diapun menatap wajah Elang dan terkejut. Dilihatnya wajah Elang malah tersenyum, dan tak nampak kesakitan sama sekali. Keringat dingin mulai mengucur di kening Sergei. "Brengsek..! K-kau... Tagh..! Belum selesai makian Sergei. Elang cepat menyentil pergelangan tangan kiri Sergei yang kidal itu, yang sedang berusaha ‘setengah mencret’ menarik kembali pisau lipatnya. “Aaawkhsss..!” Sergei berteriak dengan nada dasar ‘F minor’ di ketinggian nada 10 oktaf, cukup menggetarkan telinga dan dada para penonton yang hadir disitu. Sretth..! Pisau lipat kesayangannya
"Baik kita bersiap ke sana sekarang juga. Untuk mengatur rencana bersama, ajaklah ibu dan Nanako serta pak Yutaka," ucap Elang, menyepakati tempat kepindahan sementara mereka. Agak kesulitan juga Yutaka dan Tatsuya, untuk mengajak Mayumi dan Nanako. Karena dua wanita ini masih terpengaruh, oleh serangan ghaib Aung Min. Namun setelah bantu dijelaskan oleh Elang , Nanako dan Mayumi pun tak bisa menolak lagi. Akhirnya dengan mengendarai dua buah mobil, mereka pun meluncur menuju ke Denenchofu. Denenchofu adalah sebuah perumahan elit, yang rata-rata rumahnya bergaya Eropa. Rumah ini adalah kediaman keluarga Yutaka, sebelum mereka pindah ke area Futako-Tamagawa. Yutaka dan Tatsuya sendiri yang bertindak sebagai driver. Yutaka semobil bersama Elang, sedangkan Nanako dan Mayumi bersama Tatsuya. Mereka membiarkan para pelayan dan para penjaga gerbang tetap di posnya. Agar tak menimbulkan kecurigaan bagi pihak lawan. Tak lama kemudian iringan dua buah mobil itu tiba, di area pemukiman
"Gomchen. Jika memang orang berpower luar biasa itu, adalah orang bayaran Yutaka. Seharusnya dia bisa membuyarkan atau memblok serangan saya saat ini. Saya yakin andai pun memang ada pemilik energi ghaib luar biasa itu. Dia tak ada hubungannya dengan keluarga Yutaka," sanggah Aung Min. "Hei..! Saya juga tadi merasakan power luar biasa sepintas lalu, saat saya kembali ke sini dari kediqman Yutaka. Namun saya tak melihat sosok apa pun. Mungkinkah power itu milik orang yang baru saja masuk ke kediaman nyonya..?" Ninja Emas berseru kaget. Dia teringat saat merasakan powee luar biasa yang hanya sekejap saja dirasakannya di jalan tadi. "Apakah sosok itu berjasad manusia Ninja Emas..?" tanya gomchen Yeshe. "Tidak Gomchen. Saya hanya merasakan getar powernya saja yang luar biasa. Saya sama sekali tak melihat sosok manusia di sekitar saya saat itu Gomchen," jelas Ninja Emas. "Persis.! Karena sosok yang saya lihat berupa sosok ghaib berenergi luar biasa. Dia bahkan bisa menembus dind
Slaphh...! 'Hmm. Orang sepuh ini adalah musuh paling berbahaya, bagi keluarga Yutaka besok. Power bathinnya mumpuni, dia bisa merasakan kehadiranku', bisik bathin Elang. Sukma Elang melesat cepat kembali ke raganya di sebuah gazebo milk tetangga jauh Hitoshi. Sementara di kamarnya, Gomchen Yeshe sangat terkejut. Dia merasakan dan melihat sebuah energi aneh yang luar biasa, melintas masuk ke kamarnya. Namun power luar biasa itu kembali melesat lenyap. Gomchen Yeshe pun sempat berkelebat keluar kamarnya melalui jendela. Namun kecepatan sukma Elang jangan dikatakan lagi. Bahkan aura energi Elang pun, seketika jadi tak terdeteksi sama sekali oleh gomchen Yeshe.'Energi luar biasa siapa itu..? Tidak ada energi seperti itu dalam diri rekan-rekanku. Apakah itu energi dari orang bayaran Yutaka..? Jika benar, maka serangan besok malam akan sulit. Tapi semoga saja bukan itu', bisik hati Gomchen Yeshe berharap. Ya, menjadi salah seorang dari pengawal Kairi, adalah sebuah keterpaksaan b
"Elang. Sekali lagi keluarga Kobayashi mengucapkan terimakasih mendalam padamu. Sungguh suatu anugerah tak terhingga bagi kami, menerima petunjuk darimu. Terimalah hormat kami sekeluarga atas kemurahan hatimu Elang," Yutaka langsung membungkukkan dalam-dalam badannya di hadapan Elang, yang diikuti oleh istri, Nanako, dan Tatsuya. Bahkan para pelayan yang kebetulan melintas, saat mereka melihat hal itu juga langsung membungkuk dalam ke arah Elang. "Baiklah Pak Yutaka sekeluarga, saya juga mengucapkan terimakasih atas penerimaan baik kalian terhadapku di rumah ini," Elang lalu membalas penghormatan mereka semua. Malam sudah agak larut, saat Elang sedang berbicara dengan Tatsuya di teras belakang rumah. Tiba-tiba Elang merasakan suatu gelombang energi ghaib, yang perlahan bergerak bagai gumpalan kabut menyelimuti kediaman Yutaka. "Elang, badanku terasa lesu sekali. Sebaiknya aku masuk ke kamar dulu ya," ucap Tatsuya, yang tiba-tiba badannya terasa sangat lesu dan tak bergairah. "
""Seranganku nanti malam akan melemahkan mental keluarga Yutaka, Nyonya Kairi. Serangan ini hanya akan terasa, jika ada seseorang berkekuatan 'ghaib' tinggi di keluarga mereka. Sepertinya tidak ada kan Nyonya Kairi..?" tanya Aung Min, sang paranormal dari Myanmar. "Sepertinya tak ada Aung Min. Mereka hanya memiliki kekuatan bathin biasa seorang ninja," sahut Kairi senang. Ya, jika mental keluarga Yutaka sudah 'down', maka akan mudah bagi mereka menghabisi keluarga itu besok malamnya. Begitulah pikir Aung Min dan Kairin.*** Sementara di saat yang sama, di sebuah kamar suite hotel bintang 5 di Solo. Seorang wanita jelita berubuh polos menggiurkan nampak tengah 'menunggangi' seorang pria gagah, yang tak asing lagi bagi kita, Permadi.!"Ahks..! Mas Permadi..! Seruni ma..u sam..pai lagi..! Uhksgghh..!" Seruni mendesah terbata, seraya bergoyang makin hot dan cepat. Wajahnya terlihat seksi sekali, dengan sedikit keringat di dahinya yang mulus. Bibirnya tampak menganga indah merekah
Yudha :"Video ini sementara belum disebar luaskan Mas Elang. Karena masih dalam penyelidikkan lebih lanjut, baru kamu orang dari luar kepolisian yang melihat rekaman CCTV ini." Elang menyimak dengan serius, video yang diputar di ponselnya. Merasa penasaran, Nanako ternyata juga ikut melihat video di ponsel Elang. "Ahh..!" seruan Elang terdengar, saat dia melihat sosok penjahat berhelm itu kebal peluru. Mata bathin Elang melihat adanya aura kebiruan menyelimuti sosok itu, saat ia di tembak oleh dua orang security di dalam video itu. Suatu aura energi yang sangat kuat, tak kalah dengan aura perisai sukma miliknya yang berwarna hijau. "Luar biasa orang ini," gumam Elang, saat melihat sosok penjahat itu menjebol pintu besi brankas setebal 30 cm itu. Bagi Elang, bukan jebolnya pintu besi itu yang membuatnya kagum, karena Elang juga bisa melakukannya. Namun Elang melihat jelas, bahwa sosok itu belum mengerahkan seluruh 'power'nya. Saat dia menjebol pintu besi itu. Dan itu adalah dahsy
Nampak wajah Nanako selalu tersenyum gembira, karena bisa pergi berduaan bersama pemuda idolanya. Setelah kejadian 'lumatan lembut' di Chishima Park dan di kediaman Keina. Nanako memang punya kebiasaan baru, jika dia sedang menyepi di kamarnya. Kebiasaan barunya adalah 'memegangi bibir'nya sendiri, sambil tersenyum-senyum membayangkan saat dirinya 'berciuman' dengan Elang. Hehe. Elang setuju saja dengan usulan Nanako, untuk berjalan-jalan di Ginza. Ginza merupakan suatu distrik di Chuo, Tokyo. Dan menjadi salah satu tempat wisata terkenal di Tokyo. Tempat ini merupakan pusat perbelanjaan kelas atas, tempat hiburan dan makan, serta terdapat berbagai macam pertokoan, butik, galeri seni, restoran, dan kafe. Di Ginza, wisatawan dapat menemukan berbagai macam mode dan kosmetik terkenal. Mayoritas toko di Ginza buka setiap hari dalam waktu seminggu. "Mas Elang, dari Ginza nanti kita ke Shinjuku Gyoen National Garden yuk. Pemandangan di sana cukup indah lho Mas Elang," ajak Nanako deng
"Hidup Bos Permadi...!!" "Jaya GASStreet..!!" Seruan gegap gempita terdengar di sebuah ruang dalam rumah kosong, yang jauh dari tetangga kiri kanannya. Rumah itu terlihat sepi dan kosong pada siang hari, namun ramai orang pada malam hari. Dinding ruang khusus itu memang dilapisi dengan pengedap suara, bagai studio musik berukuran cukup luas. Sehingga suara sekeras apa pun tidak akan terdengar hingga ke luar ruangan itu. Kamar kedap suara itu berfungsi sebagai tempat pembicaraan, pertemuan, serta pematangan perencanaan aksi-aksi GASStreet. Ruangan itu juga berfungsi sebagai tempat penampungan sementara, dari hasil aksi GASStreet. Sebelum akhirnya didistribusikan pada para anggota, atau Divisi Pencucian Uang. Ya, malam ini adalah malam perayaan keberhasilan, atas 'aksi cukup besar' mereka. Malam ini GASStreet melakukan dua aksi sekaligus dalam waktu hampir bersamaan, dan kedua aksi mereka berhasil dengan gemilang. Aksi pertama yang di pimpin langsung oleh Permadi di Bank ABC,
Kraghh..! Kraghh..! Kraghh..!Tiga orang security Bank langsung menghadap ke penciptanya. Hanya dengan 3 kali gerakkan sisi tangan sosok misterius, yang menghantam leher ketiganya hingga patah berderak. Sosok itu langsung menghantam perangkat CCTV, yang memonitor bagian luar kantor. Braghh..!! Perangkat CCTV luar itu langsung hancur berkeping, dan 4 layar monitor di posko itu pun hanya mengeluarkan gambar semut. Sosok berhelm itu melesat kembali, ke pagar gerbang Bank itu dan langsung meremas hancur gembok pagar. Lalu dia membuka pagar itu lebar-lebar. Klaakh..!! Klangg..! Secara beriringan masuk 7 sepeda motor yang kesemuanya berboncengan. Hingga jumlah totalnya 14 orang yang kesemuanya memakai helm. Masuk pula sebuah APV hitam dan sebuah truk box kosong, yang masing-masing kendaraan itu berisi 2 orang, supir dan asistennya. Sosok pembuka jalan itu lalu melesat, dan menghantam pintu masuk Bank dengan kedua telapak tangannya, Braaaghk...!! Praankhh..!! Pintu masuk yang terb