"Mas Elang ya?” ucapnya ramah, setelah membuka gembok pagar. “Iya Ibu, salam,” ucap Elang sopan. Dia langsung berpikir, tentu bu Nunik telah mengabarkan pada pengelola panti ini. Tentang dirinya yang akan datang malam ini, bersama 2 anak yatim piatu terlantar. Mari silahkan masuk Mas Elang, adik-adik,” ucap wanita itu ramah, sambil mendahului berjalan masuk ke dalam rumah panti. Elang mengamati ruangan dalam rumah itu, yang hampir serupa dengan pantinya dulu. ‘Semoga keadaan di pantiku dulu lebih nyaman dari sebelumnya’, harap bathin Elang. “Silahkan duduk dulu Mas Elang, adik-adik,” ucap wanita paruh baya itu. “Terimakasih Bu,” jawab Elang sopan, sambil mencium tangan wanita agak paruh baya itu. “Terimakasih ibu,” ucap si Pandi, sambil menirukan Elang mencium tangan si ibu. Sementara Dila adiknya masih terdiam menunduk. Dia masih merasa asing dengan keadaan itu. Tak lama muncul seorang anak perempuan berusia belasan seusia Pandi. Dia mengantarkan nampan berisi minuman dan c
'Siapakah orangnya yang telah berkhianat dalam perusahaanku..?!’ tanya bathin Bambang marah, dan merasa sangat penasaran.Bambang bergegas naik ke mobilnya, dan memerintahkan sang sopir untuk cepat pulang kerumahnya. Ya, sudah puluhan tahun Bambang membangun kerajaan bisnisnya dari bawah. Hingga produk-produk hasil karyanya harum di pasaran internasional. Bambang mendirikan usaha pembuatan karya seni, dari kayu-kayu limbah dan kayu-kayu setengah jadi. Untuk kemudian di buat Woodcarving dan Woodpanel, yang bernilai seni dan di gemari di dunia internasional. Relasi-relasi dan pelanggannya juga tersebar seperti dari Spanyol, Belanda, Australia, Jepang, dan beberapa negara lainnya. Bambang bahkan sampai mendirikan dua kantor cabang di bawah PT. Jogja Berkarya, guna memenuhi order-order yang terus membanjir baik di dalam dan di luar negeri. Omset totalnya perbulan bahkan bisa mencapai ratusan miliar rupiah, dengan persentase profit dan benefit yang menggiurkan.Orang-orang awam menjul
"Halo Kang Elang. Di mana sekarang posisi Akang ?” tanya Sekar. “Saya di Jogja sekarang Mbak. Bagaimana kabarnya di sana ?” sahut Elang sambil balas bertanya. “Kang Elang. Marini dan Jaka sudah berhasil di tangkap polisi kemarin sore. Mereka berdua sedang menuju ke Desa Gunungsari, bersama orang bayarannya saat di tangkap. Marini mengalami keguguran, karena jatuh saat berusaha melarikan diri dari penangkapan polisi, Kang. Sedangkan Kang Barja sudah meminta Sekar kembali ke rumah. Bahkan dia sendiri yang mengajak Ibu, ikut tinggal bersama di rumahnya. Besok rencananya Sekar dan Ibu akan dijemput Kang Barja, dan akan mulai tinggal di rumahnya,” ucap Sekar, menceritakan kejadian yang dialaminya di sana. “Syukurlah Mbak Sekar. Saya ikut bahagia mendengarnya,” ucap Elang senang. “Kang Barja juga titip salam buat Kang Elang. Dia sangat kecewa, ketika tahu bahwa kang Elang sudah pergi,” ucap Sekar. “Baiklah. Salam kembali buat Kang Barja ya,” ucap Elang. “Kang Elang, Sekar kangen sa
“Tarjo! Beri dia peringatan..!!” seru sang pengemudi kesal. ‘AB 7375 N’ bathin Elang, menghapal nomor plat mobil yaris hitam itu. Dia terus mengekor yaris hitam tersebut. Tarjo membuka kaca jendela belakang mobil sebelah kiri. Kepalanya melongok keluar jendela, lalu tiba-tiba tangannya keluar dan mengarahkan sebuah pistol ke arah Elang. Elang yang berada sekitar 15 meter di belakang mereka agak terkejut, lalu dia langsung mengegoskan motornya ke kanan, bertepatan dengan...Dorr..!Pistol Tarjo menyalak namun meleset, Elang sudah lebih dulu bergeser ke sebelah kanan belakang mobil. ‘Hhh..! Mudah-mudahan ini tak membahayakan si gadis itu', bathin Elang, sambil diam-diam dia menerapkan aji Lindu Sukma tingkat 2 nya. Lalu Elqng memusatkan energi di kaki kirinya. Karena cukup berbahaya, jika dia membiarkan dirinya terus menjadi target tembak penumpang yaris hitam itu. “Bodoh kau Tarjo..! Menembak segitu dekat tak kena..!” seru Kelik, temannya yang duduk di ujung kanan. Tarjo dan Kel
Tuttt....Tuttt..! Ponsel Elang tiba-tiba berdering. “Sebentar ya Mbak Nadya,” ucap Elang, sambil mengambil ponsel di saku jaketnya. “Silahkan Mas Elang,” ucap Nadya sambil tersenyum.‘Bu Sastro memanggil’ tertera di layar ponsel Elang. Klikh.! "Iya Ibu,” sahut Elang sopan. “Mas Elang. Terimakasih ya, atas dana 2 miliar telah masuk ke rekening panti ....,” ucap bu Sastro di sana. 'Ups..!' bathin Elang kaget. Dia buru-buru menjauhkan beranjak menjauh dari Nadya. Agar pembicaraannya tak terdengar oleh gadis itu. Ya, karena buru-buru tadi, Elang jadi tak sengaja berada agak dekat dengan Nadya. Namun tentu saja Nadya sempat mendengar, ucapan dari wanita di ponsel Elang tadi. Seketika Nadya pun merasa kagum, pada pemuda bernama Elang itu. Nadya kini mulai memperhatikan dan menilai sosok Elang, secara lebih spesifik lagi. 'Hmm. Pemuda yang gagah, ganteng, dan baik hati', bathin Nadya. “Iya Ibu. Semoga bisa bermanfaat buat adik-adik saya di sana." Klikh.!Usai dengan pembicaraann
‘Kau luar biasa Mas Elang, siapakah dirimu sebenarnya?’ bathin Nadya penasaran. Ya, Nadya merasa sangat ingin mengenal pemuda ini lebih jauh. “Baiklah. Tapi saya nggak bisa berlama-lama Mbak Nadya,” ucap Elang akhirnya. Akhirnya mereka berdua menaiki tangga teras rumah Nadya, yang terbuat dari batu granit itu. Lalu Nadya menekan bel rumahnya di sisi pintu rumah, yang berdaun pintu 2 dan terbuat dari kayu jati ukir itu. Tak lama pintu pun terbuka, muncul sosok tubuh wanita agak sepuh dari dalamnya, “Wah..! Non Nadya! Syukurlah, bibi ikut cemas mendengar kabarmu dari Ibu,” ucap bi Yuli, yang langsung memeluk Nona majikkannya itu. “Buu..! ini Non Nadya sudah pulang Buu..!” seru bi Yuli senang, sambil mengiringi Nadya masuk ke dalam rumah mewah dan megah itu. "Mas Elang duduk dulu ya," ucap Nadya tersenyum manis, persilahkan Elang duduk di sofa berkelas ruang tamu rumahnya. “Ehh, lupa! Masnya silahkan duduk dulu ya. Mau minum apa Mas?” tanya bi Yuli, setelah Elang duduk di kursi
'Hmm. Jadi semua ini, hanya karena soal ahli waris perusahaankah?’ bathin Elang. Dia sangat terkejut dan marah, mendapati orang yang merencanakan penculikkan dan pembunuhan atas diri Nadya. Ternyata adalah sanak familinya sendiri. “Sebaiknya kita makan siang bersama dulu sekarang. Kau juga pastinya lapar ya Elang,” ucap Sundari akhirnya sambil tersenyum. Lalu dia mengajak semuanya, menuju ke meja makan keluarga. Makan siang hari itu cukup hangat dirasakan olrh Elang. Walau dia merasa agak kurang nyaman, dengan tatapan benci dan kurang bersahabat dari Setyono dan Freddy. 'Sesungguhnya mereka berdua, adalah ‘musuh dalam selimut’ bagi keluarga ini!' bathin Elang geram. Akhirnya, setelah acara makan siang selesai. Elang pun pamit pulang pada keluarga Bambang. Saat dia hendak menyalami Freddy, yang sejak tadi memandang sinis padanya. Maka terdengar ucapan tajam, yang sangat membuat hati Elang terbakar, “Lho kok buru-buru Mas..? Langsung saja kamu bilang minta berapa untuk jasa kam
Elang berniat berbicara dengan ayahnya Nadya secara hati-hati, tentang niat jahat saudaranya. Dan Elang sadar, membicarakan hal ini sangatlah peka, dan bisa mengakibatkan salah paham ayah Nadya pada dirinya. Satu-satunya jalan yang mau tak mau harus di lakukannya, adalah, membuktikan kemampuannya di hadapan ayah Nadya. Itulah hal yang akan bisa ‘membuka mata’ ayah Nadya. Bahwa apa yang akan di katakannya nanti, adalah berdasarkan sesuatu hal yang bisa di pertanggung jawabkan. Bukan hanya sekedar tuduhan tanpa dasar..!Ngunngg..! Si Biru milik Elang pun terus melesat di jalan raya, menuju kediaman Nadya. Melintasi jalan-jalan yang kini mulai dihapal oleh Elang. Tak lama kemudian, Elang pun sampai di depan gerbang pagar kediaman rumah Nadya. Nadya yang memang malam itu sengaja menunggu Elang di teras rumahnya. Gadis cantik itu pun langsung melihat kedatangan Elang. Nadya langsung memerintahkan securitynya, untuk membukakan gerbang pagar bagi Elang. Elang pun masuk, lalu memarki
"Jujur saja Mas Elang. Kalau Keina bukanlah tipe Mas Elang. Keina mengerti dengan kondisi Mas Elang, bahkan Keina lebih suka hidup seperti Mas Elang. Berkelana bertemu banyak orang dan tempat, yang pastinya lebih menarik daripada berdiam di satu tempat. Bosan rasanya, menjalani kehidupan yang itu-itu saja dari hari ke hari, bahkan hingga bertahun-tahun. Andai saja Mas Elang mengatakan bersedia hidup bersama Keina, Keina pasti tak pikir panjang, untuk melepas semua yang Keina miliki saat ini. Untuk mengikuti ke mana saja Mas Elang pergi,” Keina mengungkapkan perasaan terdalam di hatinya saat itu pada Elang. Elang pun terdiam kehabisan kata, menghadapi wanita cantik dan ‘smart’ yang satu ini. “Entahlah Keina. Saat ini saya sendiri masih bingung, dengan jalan hidup yang saya tempuh. Biarlah kita nikmati saja hal yang masih bisa kita nikmati, dan mensyukurinya,” kata Elang pada akhirnya. “Ayahku memiliki banyak pengawal Mas Elang. Bahkan beberapa yakuza dan ninja bayaran pun selalu
"Wah! Nenek jadi tambah cantik!” seru Wiwik senang, dia melihat keanggunan dan kharisma sang nenek lebih memancar terang. Ya, wajar saja begitu, karena dulunya Setyowati memang wanita berkelas pada jamannya.“Ibu dari dulu memang cantik kok. Terimakasih Nadya atas hadiahnya buat Ibu,” Sumiati memuji mertuanya, dan berterimakasih pada Nadya. “Ahh Bibi. Kebetulan saja Nadya menemukannya di kotak perhiasan, dan sudah lama tak terpakai. Jadi lebih baik Nadya berikan pada nenek. O iya, Nadya masih membawa sebuah gelang buat Wiwik. Coba di pakai ya Wiwik,” Nadya berkata sambil membuka sling bagnya. Dikeluarkannya sebentuk gelang emas putih yang cukup unik dan lucu, berbentuk ‘tiga kuntum bunga sedang’ yang bertaut pada kepala gelang itu. Itu adalah gelang kesayangan Nadya, pada saat dia masih bersekolah dulu. “Wahh..! Asikk..! Terimakasih tante Nadya. Gelangnya bagus banget!” seru Wiwik senang sekali, sambil mencium tangan Nadya. Agak lama mereka berbincang di rumah sang Nenek. Hing
"Wah, sudah pulang kuliahnya Nadya.?" tanya Elang tersenyum. “Nadya sudah tak ada kuliah kok Mas Elang. Hanya konsultasi seputar penyelesaian skripsi saja.” “Semoga cepat selesai skripsinya ya Nadya.” “Aamiin, makasih doanya Mas Elang. Masuk yuk Mas. Bi Yuli dan Nadya sedang masak rendang dan sop iga sapi Mas Elang,” ajak Nadya. “Kedengarannya sedap nih, hehe,” Elang terkekeh senang, sambil mengikuti Nadya ke dalam rumah. “Elang, kamu sudah kembali tho,” sapa Sundari tersenyum, dia tengah duduk menonton TV di ruang tengah. “Iya Bu, di suruh pulang makan dulu sama Nadya. Hehe,” Elang terkekeh bercanda, sambil mendekati Sundari dan mencium tangannya. “Huhh, kalian ini ada-ada saja. Hihi,” Sundari tersenyum geli. “Biarin, habisnya Mas Elang suka jajan makanan di jalan sembarangan sih,” balas Nadya, sambil menjebikan bibir merahnya yang menggemaskan itu. Usai makan siang bersama, Elang dan Nadya pergi mengunjungi rumah baru sang nenek di Sedayu. Nampak Nadya kini sudah bisa melu
"Barusan Ayah Keina menelpon ya?” tanya Elang, yang baru keluar dari kamar mandi. Kini tubuhnya terasa sangat segar. “Iya Mas Elang. Mas Elang alamatnya di mana ya?” tanya Keina. “Saya tak punya tempat tinggal tetap Keina. Saya cuma seorang perantau,” sahut Elang apa adanya. “Wah, Enaknya bebas lepas Mas Elang. Keina jadi iri.” “Untuk apa iri Keina. Kehidupanmu sudah nyaman kelihatannya.” “Yang terlihat dari luar, kadang tak seperti yang dirasakan oleh hati, Mas Elang,” ucap Keina dengan wajah agak muram. “Nampaknya memang begitu Keina,” Elang membenarkan ucapan Keina. Dan diam-diam Elang mulai menerapkan aji wisik sukmanya, untuk menyelami isi hati Keina. Elang pun mulai menatap Keina. ‘Andai kau tahu Mas Elang, kehidupanku sangatlah membosankan. Ayah dan Ibuku adalah orang-orang pekerja keras. Waktu 24 jam sehari rasanya tak cukup untuk mereka. Bahkan bisa makan bersama dalam satu meja saja, adalah hal yang ‘aneh’ jika bisa terjadi. Kami serumah, tapi hati kami masing-masi
"Maksudnya sih baik, tapi sayang dia bertemu dengan orang yang salah’, bathin Elang, agak menyesal juga tadi dia mengerjai Keina. Sementara itu ‘burung’nya masih menancap kokoh di liang basah milik Keina. Elang mendiamkan saja kondisi itu, sambil perlahan mulai menggoyang-goyangkan pinggulnya. Di ciumnya bibir merah Keina yang membalas dengan lumatan hangat, lambat laun lumatan itu pun kem,bali menjadi panas kembali. “Mmfhh...mas El..langg..Keina enak lagihh..uhhss!” seru Keina sambil mulai menggoyangkan kembali pinggulnya, mengimbangi goyangan pinggul Elang di bawahnya. Elang berdiri sambil kedua tangannya mengangkat bokong Keina yang bergayut erat di belakang leher Elang. Elang membawa tubuh Keina ke atas ranjang hotel. Direbahkannya tubuh putih mulus dan kencang milik Keina di ranjang. Elang mulai menyusuri tubuh Keina dengan bibir dan lidahnya. Disedotnya kuat-kuat puncak gunung kembar Keina bergantian. Dan desahan Keina pun terdengar, dengan tubuh tersentak-sentak menahan
Slekh..! “Wahh..! Indah sekali cincin ini,” Keina berseru takjub, melihat kilau biru dan merah pada mata cincin yang dikenakan Elang. Sejenak pandangannya terpaku menatap cincin Elang, lalu perlahan matanya pun menjadi sayu. Cepat sekali reaksi kutukkan Naga Asmara merasuk pada diri Keina. Karena Keina langsung merasakan sesuatu yang geli dan menghangat, di bagian bawah tubuhnya. Buah dadanya pun perlahan mengeras dan mencuat kencang ke atas. Wajah cantik Keina pun nampak semakin segar, dengan bibir merah merekah, serta lesung pipit samar yang menghias kedua pipinya. Dengan rambut basah yang sedikit berombak terurai sebatas bahu. Rona pipinya juga sedikit memerah, menandakan ada bagian tubuhnya yang memanas. Hmm, Keina semakin tampak menggairahkan malam itu.Sebagai putri kesayangan dari Hiroshi Yoshida, pemilik ‘Yoshida Corporation’. Perusahaan yang termasuk 5 perusahaan terbesar di Jepang. Tentulah biaya perawatan kondisi tubuh dan kulit Keina, bukanlah soal besar baginya. K
Elang mengambil tiga buah kerikil seukuran kelereng. Dialirkannya seperempat saja tenaga dalamnya, ke arah jari tangan kanannya. Dan saat Elang merasa ke tiga motor itu, sudah berada dalam jarak lentingan tenaga dalamnya. Maka... Sethh..! Slekh..! Seeth..!Tiga butir kerikil agak tajam melesat cepat bagai cahaya. Lalu menghantam keras ketiga helm, pengendara motor anggota gank ‘Streets Bat’ itu. Praghh..! Pragh..! Pragk..!Ketiga kaca helm visor transitions, yang dikenakan ketiga pengendara itu pun langsung berlubang. Nampak retakkan menjalar disertai rona merah darah, di sekitar lubang masuknya kerikil. Braaghks..!! Sraaghkks....! Sraakg..ghs..!!“Arrghkss..!! Aaarkhhs..!! Addaawwhsk..!!” Motor ketiga berandalan itu jatuh terseret deras di aspal, bersama pengendara dan yang memboncengnya. Akibat ketiga pengendaranya lepas kendali. Karena tangan mereka reflek memegangi bagian wajah mereka, yang terasa sangat perih, pedih, dan berlumuran dengan darah. Kejadian itu berlangsung
"Baiklah Nadya, semoga tidak merepotkan ya,” ucap Elang menyetujui usulan Nadya. “Ya nggaklah Mas Elang,” ucap Nadya tersenyum. *** Ke esokkan harinya, Elang, Nadya, Nenek, dan Darman serta Wiwik telah berada dalam mobil Nadya. Mereka meluncur ke bank yang telah disepakati dengan pemilik rumah. Setelah beberapa lama, transaksi senilai 860 juta rupiah pun berhasil di pindah rekeningkan, ke rekening pemilik rumah. SHM atas tanah dan bangunan serta kunci rumah pun langsung diserahkan pada Nenek. Dan selanjutnya mereka langsung ke tempat Notaris PPAT, yang letaknya tak jauh dari bank tersebut. Tak lama kemudian urusan pun selesai, rumah itu sudah syah menjadi milik Nenek. Kini mereka tinggal menunggu Akta Jual beli yang dibuat petugas PPAT selesai. Nenek dan Wiwik tampak akur dengan Nadya. Sementara hati Darman juga bertambah kagum, dengan Elang keponakkannya ini. ‘Elang, kamu memang gagah, ganteng, dan berkharisma seperti Ayahmu. Pantaslah jika banyak wanita cantik yang suka
"Wah..! Kamu sudah kembali Elang..? Cepat sekali,” ucap Darman, yang datang bersama Wiwik. Darman baru saja membawa Wiwik ke warung, untuk jajan es krim kesukaannya. “Iya Paman,” sahut Elang. “O iya, Paman. Apakah paman menguasai seluk beluk seni ukir kayu dan woodpanel?” tanya Elang. “Wah, kebetulan dulu paman suka membuat woodcarving dan woodpanel Elang. Saat mendiang Ayah masih jadi pemborong. Ada apakah menanyakan hal itu pada paman, Elang?” tanya Darman heran. “Ahh, nggak kok Paman. Siapa tahu Paman berminat bekerja di perusahaan teman Elang,” sahut Elang senang, mengetahui pamannya menguasai tehnik woodcarving dan woodpanel. “Wah, kalau memang tenaga paman di butuhkan, paman siap Elang,” ucap sang paman, yang dulu memang pernah bercita-cita menjadi seniman kayu. “Iya Paman, coba nanti Elang tanyakan pada teman Elang,” ucap Elang. “Baik Elang, semoga saja masih ada lowongan buat orang seumuran paman ini,” ucap sang paman, terlihat agak pesimis soal umurnya. “Mudah-mudah