Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam, pada saat Devano tiba di rumah panti asuhan yang sudah hampir ambruk itu.Tiba-tiba dia dikejutkan oleh beberapa orang yang sedang menunggu dirinya."Bagaimana? Apa ayah angkatmu sudah memberikan surat rumah serta tanda tangan persetujuan untuk menyerahkan rumah ini?"Sambil mengusap wajahnya, Devano berkata dengan lantang, "Aku sudah mengatakan kepada kalian sebelumnya bahwa rumah ini tidak akan dijual. Justru rumah ini akan diperbaiki dan juga dioperasikan kembali, jadi kalian lebih baik pulang dan mencari tempat yang lain saja!"Lelaki berkepala plontos yang terkenal sebagai kepala preman di daerah tersebut langsung berdiri.Raut wajah yang penuh dengan bekas luka yang menandakan bahwa dia memang sudah biasa terlibat dengan beragam kekerasan.Banyak julukan yang diberikan kepada lelaki ini. Si muka parut, si seram gelondongan, dan berbagai julukan lainnya. Dia sudah beberapa kali masuk penjara karena membunuh, tapi seperti yang terlihat, dia t
Devano menarik napas secara per lahan. Dia tahu betul bahwa rumah ini memang sudah tidak layak untuk ditempati. Jika dibiarkan akan membuat masalah bagi siapa pun yang tinggal di dalamnya. Dia merasa bahwa tawaran yang diberikan Sebastian bukan sebuah tawaran yang salah. Membiarkan tinggal di sebuah rumah yang nyaris ambruk, sementara dia bisa memilih tinggal di tempat yang lebih layak. Tidak hanya itu, dia juga mampu untuk memperbaiki rumah tersebut menjadi tempat yang layak untuk ditempati. Sungguh aneh, jika Devano tidak mau melakukan hal itu.Akhirnya Devano berkata, "Selama kau tidak mengubah bentuk rumahnya, maka aku tidak keberatan dilakukan perbaikan.""Apa Tuan Muda punya gambar rumah ini sebelumnya?""Itu!" ujar Devano sambil menunjukkan sebuah fhoto yang ada di belakang Sebastian."Baiklah kalau begitu, rumah ini dalam waktu satu minggu akan kembali berbentuk seperti itu, tapi dengan kondisi yang lebih baik dan layak untuk ditempati.""Waktu sudah malam dan aku sangat menga
Devano sama sekali tidak mengira akan mendapatkan kamar termewah yang ada di Hotel Mambo Kemilau. Devano sengaja langsung mandi dan masih menggunakan handuk hotel, dia duduk di atas ranjang hotel.Sepertinya kehidupan orang kaya memang berbeda dengan orang yang tidak punya apa-apa. Segalanya terasa begitu mudah. Di mana pun berada selalu dihormati. Mau melakukan apa pun bisa, sangat berbeda dengan yang dahulu dia alami. Selalu mendapatkan penghinaan dan tatapan mencibir.Beruntung ayah angkatnya sangat memperhatikan pendidikan dan juga pengembangan mentalnya selama ini. Dia boleh saja serba kekurangan, tapi tidak boleh rendah diri atau pun takut menghadapi siapa pun.Devano akhirnya berhasil menyelesaikan kuliah di jurusan manajemen dan mendapatkan ijazah S1 dengan nilai yang sangat memuaskan. Dia cukup bahagia dengan semua pencapain tersebut.Namun, baru saja lulus dan mendapatkan ijazah, ayah angkatnya mendapatkan musibah. Dia sama sekali tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang layak
Selesai mendengar perkataan yang disampaikan oleh pihak Horizon Solution, beberapa orang sudah meninggalkan lobi gedung, beberapa yang lain masih berusaha untuk bertemu, tapi semua mendapatkan jawaban yang sama. Mereka diminta untuk meletakan proposal di box yang tersedia, kemudian menunggu pemberitahuan melalui telpon untuk presentasi di depan direksi Horizon Solution."Sekarang bagaimana, Nak?" tanya Axton dengan perasaan kecewa."Ayah bisa mencoba untuk bertanya kepada receptionis untuk meminta bantuan memberi tahu Bu Alana bahwa kita perwakilan Mega Rejeki ingin bertemu dengannya. Siapa tahu dia berkenan bertemu dengan kita, ayah?" ujar Safira memberi saran kepada ayahnya. "Aku akan ke kamar mandi terlebih dahulu, nanti aku akan menyusul ayah."Axton mengangguk dengan saran yang disampaikan oleh Safira. Sementara Safira menuju ke toilet, dia berjalan mendekati meja receptionis yang sudah mulai terlihat sepi."Ada yang bisa kami bantu?" tanya receptionis dengan ramah, setelah melih
"Sepertinya ayahku masuk ke rumah sakit, jadi aku akan menyusulnya. Maaf tidak bisa menemanimu makan," ucap Safira menyampaikan alasan dia tidak bisa makan bersama."Kita sama-sama saja ke rumah sakit. Kebetulan ayah angkatku juga sedang dirawat, jadi kita bersama saja pergi ke sana. Sekarang tidak ada salahnya kita makan terlebih dahulu."Akhirnya Safira tidak bisa menolak lagi, dia setuju mengikuti Devano menuju ke sebuah warung makan yang ada di pinggir jalan.Warung tersebut hanya menjual mie dan di sebelahnya ada yang menjual beragam jenis minuman. Safira sama sekali tidak mengira, jika di tempat seperti ini masih ada orang yang berdagang mie."Kita akan makan di sini, kau jangan khawatir, semua makanan di sini enak dan juga bersih," ucap Devano sambil mengajak Safira masuk ke dalam warung yang hanya ditutupi terpal.Safira hanya tersenyum dan menganggukan kepala."Pak, pesan dua mie ayam, sekalian minumnya es kelapa muda. Kau mau minum apa?""Samakan saja.""Bu, jadi pesan dua m
"Kamu tidak boleh berkata seperti itu, Safira. Kamu tahu bahwa keluarga kita sangat memandang bobot seseorang. Memang benar semua yang sebutkan itu tidak menjamin kebahagian, tapi apa kamu yakin bisa hidup bahagia, jika menikah dengan orang yang tidak punya apa-apa. Justru nanti, kamu akan hidup dalam penderitaan karena tidak memiliki apa-apa, jadi kamu harus mendengarkan apa yang dikatakan ayah dan ibu!" tambah Nesya dengan suara sedikit geram."Kebetulan ayah tadi bertemu dengan Om Hendra, dia adalah rekan bisnis ayah. Dia memiliki seorang putra yang kebetulan baru saja lulus kuliah S2 di luar negeri. Namanya Gavin, sekarang anaknya Om Hendra bersiap menggantikan ayahnya, menurutku kamu sangat cocok dengannya!" ucap Axton sambil tersenyum menatap ke arah Safira."Ayah. Aku tidak mau dijodohkan dengan siapa pun. Jaman sekarang tidak ada lagi perjodohan. Pokoknya, aku tidak mau."Tanpa menghiraukan perkataan Safira, Axton kembali berkata."Kebetulan besok sore dia akan bermain ke ruma
Mendengar apa yang diminta oleh Safira langsung membuat Devano atau pun Sebastian cukup terkejut. Hal yang sangat jelas terlihat di raut wajah Sebastian. Dia sama sekali tidak mengerti, mengapa seorang wanita meminta bantuan sesuatu yang sangat aneh kepada Tuan Mudanya."Apa kamu sudah gila? Aku tidak mungkin melakukan sesuatu yang tidak mungkin seperti itu. Jadi aku tidak bisa!" jawab Devano kemudian."Tolonglah. Aku tidak tahu harus meminta tolong kepada siapa lagi," ucap Safira sedikit memelas."Apa yang sebenarnya terjadi dengan dirimu?" tanya Devano dengan mengerutkan keningnya."Sebaiknya Nona duduk dahulu," ucap Sebastian sambil memberikan sebuah kursi kepada Safira."Terima kasih," ucap Safira sambil menerima kursi dan duduk di atasnya."Sekarang Nona bisa menceritakan mengapa tiba-tiba meminta sesuatu yang tidak mudah diterima oleh seseorang, kecuali dia adalah pacar ....""Tidak, dia bukan pacarku. Kami baru berkenalan beberapa hari yang lalu," potong Devano dengan cepat.Di
Waktu menunjukkan pukul lima lewat lima puluh menit. Keluarga besar Sukoco sudah hadir termasuk Axton bersama dengan istri dan juga putri satu-satunya yang mereka miliki, yaitu Safira.Malam ini Safira menggunakan gaun yang sangat cantik dan menawan. Gaun berwarna putih dengan beberapa hiasan bunga membuat lelaki mana pun, pasti akan tertarik.Belum lagi senyum yang dilepaskan oleh wanita berusai dua puluh dua tahun itu mampu menyihir setiap mata yang memandangnya.Jangankan lelaki di luar sana, Handerson yang sudah biasa melihat Safira menjadi gugup tak jelas. Dia tidak mampu memungkiri bahwa rasa sukanya menjadi bertambah lebih besar malam ini. Tidak ada yang lebih indah dari pada menikmati kecantikan Safira.Kamila juga merasakan perasaan cemburu yang begitu besar, karena sepupunya tersebut mampu menyihir semua mata yang ada di dalam ruangan tersebut.Pada saat mereka sedang bercengkrama seperti biasa, lalu seorang tamu yang sudah mereka tunggu masuk ke dalam ruangan. Dia adalah He
Safira duduk di ruang tamu besar rumah keluarganya, mengamati ornamen-ornamen mewah yang menghiasi sekelilingnya. Dia adalah wanita muda berusia tiga puluhan, dengan rambut hitam panjang yang selalu rapi disanggul. Matanya yang tajam dan ekspresinya yang tenang menunjukkan kecerdasan dan ketegasan. Di hadapannya, duduk neneknya, seorang wanita tua dengan rambut putih yang terurai lembut. Neneknya, meskipun tampak lemah, memiliki aura otoritas yang tidak bisa diabaikan."Safira, sayang, nenek ingin membicarakan sesuatu yang penting," kata Ny. Amora dengan suara lembut namun tegas. Safira mengangguk, siap mendengarkan. "Perusahaan keluarga kita, Mega Rejeki, baru saja mengalami perubahan besar."Safira mengerutkan kening, merasa ada yang aneh. "Perubahan apa, Nek?""Nenek sudah menjual sebagian besar saham perusahaan kepada seseorang yang nenek percayai," jawab Ny. Amora, matanya bersinar dengan kilau yang tidak bisa dijelaskan.Safira terkejut. "Kenapa, Nek? Bukankah kita selalu menjag
Berita tentang perpindahan Perusahaan Mega Rejeki kepada pemilik baru langsung membuat semua orang menjadi terkejut. Banyak orang bertanya tentang kebenaran dan juga penyebab semua terjadi. Hal ini membuat banyak orang berspekulasi bahwa keluarga Amora sudah bangkrut. Bahkan ada yang berani memprediksi bahwa keluarga Amora akan menjadi gelandangan.Sungguh sebuah isu yang sama sekali tidak mengenakan telinga buat Amora dan keluarganya. Meski sudah berusaha menahan semua isu tersebut, tetap saja semua berjalan tanpa bisa terkendali sama sekali.Berita ini juga memberikan cerita bahwa pemilik baru masih sangat muda dan tentu saja sangat kaya. Hal ini membuat banyak orang kaya berharap bisa menjalin hubungan dengannya. Meski begitu, rahasia tentang siapa pria tersebut masih belum terbuka sama sekali.Melihat situasi yang seperti ini, banyak berharap bahwa mereka juga bisa menjalin hubungan bisnis dengan Perusahaan Mega Rejeki. Sebelumnya mereka enggan bekerja sama karena perusahaan terse
Mendengar tidak ada pilihan lain, kecuali menerima tawaran seorang investor, Amora hanya bisa menarik napas pendek. Dia tahu bahwa ada kemungkinan dia akan kehilangan posisi. Sebagai pemegang saham minoritas, maka tidak ada jalan lain, kecuali ikut dengan pemilik yang terbanyak. Tidak ada yang bisa dilakukan akan hal itu."Baiklah. Aku setuju dengan semua yang kau tawarkan. Apa prosesnya bisa dilakukan sekarang juga?" tekanan yang diberikan Bank Nagara membuat Amora sama sekali tidak bisa memilih. Dia pasti lebih baik menjual delapan puluh persen saham, dari pada dia harus kehilangan perusahaan secara penuh. Setidaknya dengan kehilangan delapan puluh persen saham, dia masih mempunyai kesempatan di masa yang akan datang.Amora duduk di kursi kantor yang empuk dengan perasaan campur aduk. Ruangan meeting yang mewah dengan dinding kaca yang memberikan nuansa kehebatan di masa lalu, terasa begitu menyesakkan hari ini. Di hadapannya terhampar berkas-berkas transaksi yang harus ia selesaika
Amora sama sekali tidak mampu berkata apa-apa. Dia sendiri baru saat ini tahu akan keuangan yang sebenarnya. Selama ini, dia hanya terpaku pada laporan keuangan yang selalu dibuat baik-baik saja oleh Carlos. Sekarang dia sudah tahu, tapi semua itu sudah terlambat sama sekali."Emang kita masih punya cadangan seberapa besar lagi?" tanya Amora dengan tatapan penuh kebingungan kepada manejer keuangan.Dengan suara terbata-bata, sang manejer keuangan menjawab, "Maaf Bu Amora. Pada saat ini, uang yang ada di rekening sudah tidak mungkin untuk kita pakai lagi.""Maksudmu?" tanya Amora dengan tatapan tajam, "jelaskan apa maksudmu bahwa uang di rekening sudah tidak bisa digunakan lagi?""Uangnya sudah habis. Pada saat ini, kita sudah sama sekali tidak bisa melakukan pembayaran hutang. Bahkan untuk biaya operasional saja, kita sudah tidak mampu lagi!""Apa?" ucap Amora dengan suara tertahan. "Berapa saham kita yang bisa dijual untuk menutup itu semua?""Sebelumnya saya menghitung sekitar empat
Amora memang tidak tahu harus berbuat apa. Dia sama sekali tidak mengira, jika kleputusan yang sulit harus dia ambil. Sungguh bukan sesuatu yang mudah, tapi pada saat ini, dia harus melakukannya. "Bu, apa ada cara lain yang bisa kita lakukan?""Apa kau mau menjual semua hartamu untuk digunakan membayar semua hutang jatuh tempoh?" tanya Amora kepada Carlos yang memang selama ini lebih dipercaya dari pada anak sulungnya.Carlos tentu saja langsung terdiam setelah mendengar apa yang dikatakan oleh ibunya. Dia tidak mau membuat sesuatu hal yang sangat merugikan. Dia memang tidak mau membuat Perusahaan Mega Rejeki diambil orang lain, tapi dia tidak mau sama sekali berkorban untuk perusahaan tersebut menggunakan hartanya.Pada saat semuanya masih terdiam dengan pikiran masing-masing, terdengar pintu dibuka dari luar. Seorang wanita yang merupakan asisten pribada Amora masuk dan mendekat."Maaf, Bu. di luar ada perwakilan dari Bank Nagara. Mereka mau bertemu dengan ibu terkait hutang jatuh
Amora memandang ke arah semua orang. Dia sama sekali tidak mengira, jika semua ini terjadi hanya karena ulah dari Handerson yang merupakan cucu kesayangannya. Dia selama ini selalu berusahaan mendapatkan sebuah kesenangan dan keuntungan, tapi kini, semua itu terasa lenyap di tangannya.Amora menekan telpon untuk menghubungi Handerson. Dia tidak bisa menerima berita begitu saja, kecuali langsung mendengar dari yang bersangkutan.Ketika telpon tersambung, Amora masih menahan kemarahannya. Dia bertanya dengan suara yang lembut dan tidak terlihat sedang menahan sebuah kemarahan sama sekali."Handerson, apa yang terjadi dengan Horizon solution? Aku baru saja mendengar bahwa kau bersikap tidak sopan yang membuat CEO yang baru di Horizon solution tersinggung dan memutus semua kontrak kerja sama kita. Sebenarnya siapa yang telah kau hina dan remehkan?"Handerson langsung terkejut mendengar pertanyaan nenek mertuanya tersebut. Dia sama sekali tidak mengira akan diberi pertanyaan seperti ini. D
"Apa kau bisa melakukan proses akuisisi tanpa diketahui oleh nenek dari istriku? Berapa lama dan berapa besar uang dibutuhkan?" tanya Devano kepada Sebastian.Meski dia sudah menetapkan waktu selama dua bulan, tapi tetap saja, dia ingin mendengar pendapat yang ada di kepala orang kepercayaan dari kakeknya tersebut."Aku sama sekali tidak mau membuat kau terpaksa melakukan semua ini. Aku tahu bahwa tidak semua orang memiliki pemikiran yang sama, tapi pada saat ini, aku ingin tahu tanggapan darimu, jika memang kau tetap tidak mau melakukan, maka aku akan mencari jalan yang lain!"Kembali Devano berkata untuk menekankan bahwa dia sama sekali tidak sedang bermain-main.Sebastian sendiri memahami bahwa Tuan Mudanya sedang menjalan misi pertama setelah beberapa tahun menjadi orang biasa. Dia tentu saja akan mendukung apa pun keputusan tersebut, meski tidak masuk akal sekali pun. Uang yang akan digunakan untuk mengakuisisi Perusahaan Mega Rejeki tidak terlalu besar buat keluarga kakek Devano
"Mengapa Anda ingin mengakuisisi Perusahaan Mega Rejeki? Apa semua ini karena dendam Anda, Tuan?"Sebastian bertanya seperti itu bukan tanpa maksud. Dia sebagai pembisnis sangat menghindari melakukan keputusan bisnis karena dendam atau kemarahan. Bisa banyak cara yang dilakukan untuk membalas dendam, tapi tentu saja tidak dengan mengorbankan diri untuk masuk ke dalam sebuah bisnis yang sudah pati akan merugi.Sebastian sudah tahu akan rencana Devano dari apa yang dikatakan oleh Alana. Alana juga sudah menyampaikan pendapatnya. Dia tidak mau Devano tetap melanjutkan proses akuisisi yang sangat tidak masuk akal."Apa kalian tidak mendukung aku untuk mengambil Perusahaan Mega Rejeki? Apa kalian menganggap apa yang aku lakukan ini sebuah kekonyolan dan juga karena dendam? Apa itu yang ada di pikiran kalian? Katakan saja, jika kalian tidak mau membantu. Aku sama sekali tidak memaksa kalian untuk ikut dengan apa yang aku rencanakan.""Tentu saja bukan itu yang saya maksudkan, Tuan. Saya aka
"Kalian akan menyesali karena sudah berani mengindahkan dan menghina diriku, Tunggu saja!" ancam Handerson dengan suara berapi-api."Kau tidak sama sekali belajar dari pengalaman. Apa kau tidak sadar bahwa hukuman telah datang bertubi-tubi kepada dirimu. Apa kehilangan proyek di Perusahaan Horizon Solution tidak juga memberikan sebuah pembelajaran kepada dirimu? Sangat disayangkan."Mendengar hal itu, Handerson cukup terkejut, tapi dia langsung sadar bahwa semua informasi itu bisa saja diceritakan oleh Safira. Dia dengan raut wajah kesal kembali bertanya untuk mengalihkan pembicaraan, "Untuk apa kau datang ke gedung ini?"Devano berkata dengan sangat santai, "Aku ingin mencari pekerjaan. Siapa tahu di kantor ini mau menerima diriku.""Mencari pekerjaan?" Handerson dan istrinya langsung mencibir dengan sorot mata penuh penghinaan. "Apa kau yakin pemilik perusahaan ini akan menerima orang seperti dirimu. Akan lebih baik, kau menjadi pengemis saja di jalanan. Jangan permalukan dirimu. Aku