Berita tentang perpindahan Perusahaan Mega Rejeki kepada pemilik baru langsung membuat semua orang menjadi terkejut. Banyak orang bertanya tentang kebenaran dan juga penyebab semua terjadi. Hal ini membuat banyak orang berspekulasi bahwa keluarga Amora sudah bangkrut. Bahkan ada yang berani memprediksi bahwa keluarga Amora akan menjadi gelandangan.Sungguh sebuah isu yang sama sekali tidak mengenakan telinga buat Amora dan keluarganya. Meski sudah berusaha menahan semua isu tersebut, tetap saja semua berjalan tanpa bisa terkendali sama sekali.Berita ini juga memberikan cerita bahwa pemilik baru masih sangat muda dan tentu saja sangat kaya. Hal ini membuat banyak orang kaya berharap bisa menjalin hubungan dengannya. Meski begitu, rahasia tentang siapa pria tersebut masih belum terbuka sama sekali.Melihat situasi yang seperti ini, banyak berharap bahwa mereka juga bisa menjalin hubungan bisnis dengan Perusahaan Mega Rejeki. Sebelumnya mereka enggan bekerja sama karena perusahaan terse
Safira duduk di ruang tamu besar rumah keluarganya, mengamati ornamen-ornamen mewah yang menghiasi sekelilingnya. Dia adalah wanita muda berusia tiga puluhan, dengan rambut hitam panjang yang selalu rapi disanggul. Matanya yang tajam dan ekspresinya yang tenang menunjukkan kecerdasan dan ketegasan. Di hadapannya, duduk neneknya, seorang wanita tua dengan rambut putih yang terurai lembut. Neneknya, meskipun tampak lemah, memiliki aura otoritas yang tidak bisa diabaikan."Safira, sayang, nenek ingin membicarakan sesuatu yang penting," kata Ny. Amora dengan suara lembut namun tegas. Safira mengangguk, siap mendengarkan. "Perusahaan keluarga kita, Mega Rejeki, baru saja mengalami perubahan besar."Safira mengerutkan kening, merasa ada yang aneh. "Perubahan apa, Nek?""Nenek sudah menjual sebagian besar saham perusahaan kepada seseorang yang nenek percayai," jawab Ny. Amora, matanya bersinar dengan kilau yang tidak bisa dijelaskan.Safira terkejut. "Kenapa, Nek? Bukankah kita selalu menjag
Suasana di dalam ruangan cukup meriah. Lampu hias dan berbagai ornamen terlihat begitu indah. Banyak meja tertata rapi dengan beragam menu makanan terhidang di meja. Pada hari ini akan dilakukan acara yang cukup meriah di Hotel Mambo Kemilau. Seorang CEO mereka sedang melakukan perayaan ulang tahun. Beragam hiasan dan ornamen mewah tersaji dengan begitu indah. Seakan ingin memberi tahu, betapa mewahnya acara yang sedang dilangsungkan. CEO Hotel Mambo Kemilau yang bernama Stefanus Maurelino, merupakan lelaki berusia 45 tahun. Dia memiliki seorang istri dengan dua orang anak cantik dan juga tampan. Meski banyak yang mencibir kemampuan memimpinnya, yang menurut mereka tidak memiliki kemampuan, tapi tidak ada yang berani secara terang-terangan menyampaikan hal itu. Karena mereka masih sayang dengan jabatan dan juga uang yang mereka dapat secara rutin dari Hotel Hotel Mambo Kemilau. Acara diawali dengan meriah, beberapa keluarga besar serta kolega yang hadir. Beberapa pembisnis serta
Seorang lelaki berkaca mata, langsung mendekati Devano. "Kalau kau mau meminjam uang, maka tidak perlu menyampaikan di tempat ini. Kau bisa mengajukan ke bagian keuangan," ucap seorang lelaki yang menggunakan kaca mata sambil menghampiri Devano. "Tuan Stefanus, saya mohon bantu saya melunasi biaya pengobatan ayah saya. Jika tidak dilakukan pembayaran, maka ayah saya tidak akan dilakukan tindakan pengobatan lebih lanjut. Beberapa waktu yang lalu saya sudah mengajukan ke bagian keuangan, tapi mereka tidak bisa memberi, karena aturan perusahaan tidak mungkin bisa memberikan pinjaman sebesar itu. Saya memohon dengan sangat kepada Anda. Tolonglah saya," ujar Devano dengan raut wajah memelas tanpa menghiraukan perkataan lelaki berkaca mata atau pun cibiran banyak orang. Devano sudah bekerja di Hotel Mambo Kemilau selama dua tahun. Dia adalah pekerja yang sangat rajin. Dia sama sekali tidak pernah melakukan pelanggaran. Dia termasuk orang yang tidak pernah menolak, jika diberi kerja lembu
Devano mengikuti langkah dari lelaki yang merupakan manejernya itu. "Kau ikuti aku, bajingan!" bisik sang manejer umum dengan raut wajah penuh kemarahan. "Kau sengaja membuat aku malu. Apa kau mau, aku dipecat karena ulahmu ini? Apa kau tahu dengan apa yang baru saja kau lakukan bisa membuat diriku kehilangan pekerjaan? Aku sama sekali tidak bisa membantu dirimu. Masih mending kau hanya dipecat, jika mereka menganggap gangguan yang kau lakukan sebagai tindakan kriminal, maka kau bisa juga dipenjara." Devano sedikit terkejut dengan apa yang dikatakan olah sang manejer. Dia tentu saja tidak ingin membuat orang lain menjadi kehilangan pekerjaan karena dirinya. "Aku tidak ingin membuat susah orang lain. Namun, apa aku salah meminjam uang kepada CEO? Aku melakukan semua ini karena berkaitan dengan nyawa seseorang." "Jelas saja kau telah salah. Bagaimana wajah CEO pada waktu kau mengatakan hal itu di depan banyak orang. Dia tidak mungkin bisa menjawab iya atau pun tidak. Kau sama saja m
Setiba di rumah sakit, Devano langsung berjalan menuju ke kasir. Dia ingin menegosiasikan pembayaran. Dia ingin meminta waktu seminggu lagi. Namun, ketika dia mendekati meja kasir, seorang perawat menemui dirinya dan memberi tahu bahwa ayah angkatnya sudah melakukan operasi lanjutan karena uang yang harus dibayarkan sudah dilunasi. Tentu saja Devano ternganga kaget dan cepat dia bertanya kembali. "Operasi kedua ini membutuhkan biaya berapa besar?" Perawat tersebut tersenyum, lalu memandang ke arah kasir. Dengan sikap sigap, sang kasir memberikan sebuah kuitansi yang bertuliskan angka dua ratus juta. "Apa? Ternyata biaya yang kedua ini lebih mahal! Apa ayah angkatku akan melakukan operasi ketiga?" "Kami belum tahu akan hal itu, tapi ada kemungkinan bisa terjadi, jika dirasa operasi kedua ini tidak berhasil mengangkat sel kankernya secara keseluruhan." "Kapan batas terakhir aku harus membayar uang ini?" "Kau punya waktu seminggu lagi." "Siapa yang sudah membayar biaya operasi ya
Devano memang memiliki sikap keras kepala yang hampir sama dengan ayahnya, jadi pria tersebut sangat memahami. Meski begitu, dia tahu bahwa pemuda yang ada di depannya memiliki hati yang baik dan juga bertanggung jawab. Mendengar perkataan yang dikatakan Devano, pria yang merupakan utusan dari kakek Devano kembali berkata, "Saya rasa kakek Anda akan sangat sedih dengan penolakan Anda untuk kembali ke rumah. Saya harap Anda bisa memahami apa yang bos besar alami. Dia sama sekali tidak ingin membuat Anda menderita. Dia sudah berjanji untuk memberikan apa pun yang Anda inginkan." "Aku tidak membutuhkan apa pun dari lelaki tua itu, lebih baik kau pulang saja," jawab Devano dengan suara datar. Pria tersebut menghela napas pendek. Dia kemudian berkata pelan, "Saya tahu bahwa Anda pasti tidak akan mudah memaafkan Bos Besar. Dia juga mengatakan bahwa Anda mungkin akan membencinya, tapi Anda harus tahu bahwa Bos Besar sangat memikirkan Anda. Dia merasa menyesal karena melakukan sebuah tinda
Meski dia masih ingat bahwa ayahnya dahulu sering mengajaknya berkeliling dunia, tapi dirinya pada waktu itu belum memahami arti sebuah kekayaan. Devano masih belum bisa mencerna nilai yang baru saja disebutkan oleh lelaki yang ada di hadapannya karena nilainnya terlalu besar. Melebihi dari apa yang pernah dia bayangkan sebelumnya. Sekarang dia mulai mengerti tentang apa yang yang terjadi. Dia sangat paham bahwa setiap ada sumber uang, maka di sana juga akan muncul permasalahan. Dia mulai memahami alasan dari kakeknya mengusir dirinya dan juga kedua orang tuanya. Dia mulai curiga dengan penyebab kecelakaan yang menimpa mereka pada waktu itu. Dia yakin bahwa kecelakaan tersebut bukan kecelakaan yang tidak disengaja, tapi ada kemungkinan ada orang yang sengaja ingin membunuh kedua orang tuanya. Meski begitu, Devano masih terlihat ragu untuk menerima uang tersebut. Dia merasa, jika menerima uang tersebut, maka sama saja dengan dia sudah menjual nyawa ayah dan ibunya. Dia tidak mau ter