Arjuna mengeluarkan sisa uang dan uang hasil penjualan ikan hari ini dari sakunya, kemudian berjalan ke dalam dapur.Dua bersaudari yang sedang fokus menghitung uang tidak menyadari bahwa Arjuna masuk ke dapur.Saat ini, mereka sudah menghitung hampir setengahnya.Arjuna melihat dari samping, dia tiba-tiba merasa senang."Tak, tak, tak!"Arjuna menuangkan semua koin yang ada di tangannya ke atas meja, mencampurkannya dengan koin tembaga yang memang ada di atas meja."Hei, Kak Disa! Apa yang kamu lakukan? Semuanya tercampur, kita harus menghitung dari awal."Daisha mengangkat kepalanya, menatap Disa dengan kesal, alhasil malah melihat wajah Arjuna yang tersenyum."Bukan ...."Disa, yang ingin menjelaskan kepada Daisha bahwa pelakunya bukan dia, juga mengangkat kepalanya pada saat yang bersamaan."Tuan!"Kedua perempuan itu berseru serempak.Arjuna menyengir sembari berkata, "Ya, aku.""Tuan, kita sudah hampir selesai menghitung." Daisha menghentakkan kakinya dengan kesal."Kalau begitu
"Kak Disa, apa yang paling ingin kamu beli setelah menghasilkan uang?""Mana perlu ditanyakan lagi? Tentu saja membeli anak panah."Kedua kakak beradik yang bekerja itu mulai memikirkan bagaimana menghabiskan uang setelah memiliki uang."Aku ingin membeli sekotak pemerah pipi. Selain pemerah pipi, aku juga ingin ....""Apa lagi yang kamu inginkan?"Daisha tiba-tiba berhenti berbicara, Arjuna yang merasa sedih mendengarnya pun bertanya kepadanya."Ti ... tidak ada."Daisha menggelengkan kepalanya berulang kali. Mungkin takut Arjuna akan terus bertanya, jadi dia menambahkan, "Aku belum kepikiran."Arjuna langsung tahu bahwa Daisha sedang berbohong.Bukan hanya suasana hati Daisha yang berubah, tetapi begitu pula suasana hati Disa.Entah kepikiran apa, kedua kakak beradik itu agak murung sekarang.Arjuna juga samar-samar ingat bahwa ada sesuatu yang harus diselesaikan, tetapi dia tidak dapat mengingat apa itu.Keesokan harinya, langit masih belum sepenuhnya terang.Arjuna pergi mengetuk p
"Aku benar-benar tidak tega melihat putriku bernasib seperti Alsava bersaudari."Arkana bergumam pada dirinya sendiri, tetapi Arjuna bisa mendengarnya dengan jelas.Arjuna menatap Arkana dengan kosong, tidak bisa berkata-kata untuk waktu yang lama.Arkana jelas mengatakan keburukan Arjuna, tetapi Arjuna tidak marah sama sekali.Sebaliknya, dia merasa sesak.Dalam ingatannya, ada adegan Alsava bersaudari dipukul dan dimarahi oleh Arjuna yang dulu. Terutama adegan di mana kaki Daisha dipukul sampai patah."Arjuna!"Melati yang mendengar suara pun keluar."Tante mohon, pikirkanlah masa depan adik sepupumu."Usai berbicara, Melati pun ingin berlutut."Tante."Arjuna buru-buru menahan Melati.Ya Tuhan, apa-apaan yang dia hadapi hari ini?Arjuna adalah senior Arkana dan Melati, tetapi mereka malah berlutut pada Arjuna demi putri mereka.Semua orang tua di dunia memang sangat berwelas asih.Untuk menghilangkan kecurigaan pasangan ini, Arjuna langsung mengeluarkan sepuluh sen, lalu menyerahkan
Arjuna pergi ke toko besi untuk membayar utang, kemudian mengambil jaring dan rak besi yang dia pesan kemarin. Setelah itu, dia pergi membeli jintan dan merica sebelum kembali ke pasar.Kios ikan bakar belum didirikan, tetapi sudah banyak orang yang mengelilinginya.Kemarin banyak orang yang tidak kebagian, jadi mereka datang lebih awal untuk mengantre. Sedangkan yang sudah beli kemarin, ingin membeli lagi hari ini. Karena itu sangat ramai.Apalagi mereka yang berasal dari keluarga kaya. Mereka langsung meminta pembantu mereka membawa kotak makan, sekaligus membeli sepuluh ekor.Sepuluh ekor ikan bakar harganya tiga puluh sen. Bagi keluarga kaya, tiga puluh sen sama sekali tidak seberapa.Sebelum siang, ikan Arjuna sudah terjual habis.Setelah sibuk sepanjang pagi, mereka bertiga pun lapar.Arjuna membawa Daisha dan Disa ke kedai mi untuk makan mi. Dia memesan tiga porsi mi goreng dan meminta penjual untuk menambahkan daging."Mi goreng sudah mahal, apalagi ditambah daging. Tiga mangku
Kemarin, begitu banyak orang datang ke rumah Shaka. Orang desa suka bergosip. Jika ada sesuatu, akan segera menyebar ke seluruh desa. Sekarang semua orang di desa tahu bahwa Arjuna memiliki tiga ratus sen."Ting, ting, ting!"Lonceng tembaga di leher sapi mengeluarkan bunyi nyaring saat sapi bergerak.Penduduk desa yang mendengar suara pun keluar dari rumah.Wow, sapi yang kuat. Gerobak di belakangnya penuh dengan kayu bakar.Satu gerobak penuh kayu bakar. Siapa yang begitu kaya?Selain beberapa keluarga kaya di Desa Embun, mayoritas keluarga pergi ke gunung untuk menebang sendiri.Seikat kayu bakar harganya sepuluh sen.Banyak orang kelaparan, mana punya uang untuk membeli kayu bakar?"Aku melihat jendela kayu dan kertas minyak di gerobak itu." Seorang penduduk desa yang bermata tajam dengan cepat menemukan jendela kayu dan kertas minyak di dalam gerobak sapi itu."Astaga, kertas minyak? Sepertinya di desa kita hanya jendela rumah kepala desa yang dilapisi kertas minyak.""Kalau begit
Tidak ada yang menanggapi perkataan Raditya.Berdasarkan kepribadian Arjuna sebelumnya, bila dia punya uang, dia pasti akan menggunakannya untuk membeli makanan, arak atau berjudi. Dia tidak akan peduli dengan apa yang kurang di rumah, apalagi kehidupan Disa dan Daisha.Melihat tidak ada yang membantahnya, Raditya merasa sedikit bangga."Tidak ada seorang pun di desa ini yang mengenal Arjuna lebih baik daripada aku. Apakah kalian tidak memperhatikannya? Kedua istri Arjuna berekspresi muram. Pasti Arjuna membawa mereka keluar untuk dijual.""Aku tidak melihat Alsava bersaudari berekspresi muram, kurasa mereka sedang tersenyum," bantah seorang penduduk desa yang berani."Kamu tahu apa?""Bagaimana denganmu? Sebelumnya kamu bilang, kurang dari tiga hari Arjuna akan menyeret Daisha ke Rumah Bordil Prianka. Sekarang sudah beberapa hari berlalu, bukankah Daisha masih di Desa Embun?"Sejak insiden di mana Arjuna menghajar Raditya, rasa takut penduduk desa terhadap Raditya mulai berkurang."Se
Sebelum Raditya menyelesaikan kata-katanya, kayu bakar yang ada di tangan Arjuna sudah menghantam kepala Raditya dengan keras.Ketika mengingat bagaimana Raditya menatap istrinya dengan tatapan cabul, Arjuna merasa bahwa satu kali pukulan tidak akan menghilangkan kemarahannya.Raditya ingin menghindar, tetapi Arjuna bergerak lebih cepat darinya. Arjuna seolah bisa memprediksi pergerakan Raditya. Dia akan memukul ke mana pun Raditya menghindar.Sama seperti saat berada di rumah Arjuna beberapa hari lalu, Raditya menjerit kesakitan.Raditya sempat mencoba melawan, tetapi sebelum tinjunya dilayangkan, Arjuna sudah memukulnya dengan keras.Arjuna mengincar luka lama pada kepala Raditya.Setelah beberapa saat, darah mulai mengalir.Raditya kesakitan hingga dia terpaksa memohon belas kasihan kepada Arjuna."Jangan pukul lagi, jangan pukul lagi, Bung!""Boleh, panggil aku 'tuan' dulu.""Tuan, kamu adalah tuanku yang baik.""Apa?" Arjuna menundukkan kepalanya. "Aku tidak bisa mendengarmu, kata
"Jangan!"Daisha berteriak, berlutut di lantai, kemudian terus bergumam, "Jangan pukul aku, jangan pukul aku, Tuan."Sebagai seorang prajurit di medan perang, Arjuna tahu gangguan pasca trauma di zaman modern.Bagaimana dia memberi pelajaran kepada Raditya tadi mungkin mengingatkan Daisha akan kekejaman Arjuna yang sebelumnya terhadap dirinya."Daisha!"Arjuna membungkuk untuk memeluk Daisha."Tuan!"Daisha meronta secara naluriah, tetapi Arjuna tidak berniat melepaskannya. Makin kuat Daisha meronta, makin erat Arjuna memeluk.Trauma harus disembuhkan dari akar penyebabnya.Ketakutan Daisha harus diselesaikan oleh Arjuna.Arjuna memeluk Daisha, kemudian mencium keningnya dengan lembut. "Jangan takut, semuanya sudah berlalu. Semuanya sudah berlalu."Seiring Arjuna menenangkan, Daisha perlahan-lahan menjadi tenang dalam pelukan Arjuna.Arjuna sedikit menjauhkan Daisha, kemudian dengan lembut bertanya, "Apakah kamu sudah merasa lebih baik?""Hm," jawab Daisha."Tuan ...."Pada saat ini, D
"Gadis-gadis, berhenti menggali!" teriak Arjuna.Jaraknya masih kurang sedikit, tetapi dengan kekuatan lengan gadis-gadis itu, tidak masalah.Sejak memasuki terowongan, Arjuna terus mengawasi pergerakan di Kampung Seruni.Ketika suara tawa dari atas berhenti, dia tahu bahwa yang keluar pasti Sang Ahli Strategi Berwajah Anggun.Dia muncul berarti Kampung Seruni akan menyerang mereka.Sekarang arah angin telah berubah, sangat tidak menguntungkan mereka. Terowongan ini dapat menahan lemparan batu dan anak panah, tetapi tidak dapat menahan api."Saudara-saudara, cepat lengkapi gadis-gadis itu dengan senjata!""Siap!"Dipimpin oleh Magano dan Ravin, belasan pemuda dengan cepat memindahkan semua kotak kayu ke bawah kaki gadis-gadis itu."Gadis-gadis, siap-siap untuk menyerang!""Plak!""Plak, plak!"Gadis-gadis itu membuka kotak kayu yang ada di bawah kaki mereka.Para prajurit yang berdiri di samping menjulurkan leher, sangat penasaran dengan senjata misterius yang ada di dalam kotak-kotak
Mereka penasaran sekali dengan wanita-wanita itu.Banyak bandit diam-diam mengintip lagi.Galih menatap para bandit yang tak kuasa menahan diri untuk menjulurkan kepala lagi. Kemudian dia mengangkat kepalanya, menatap anak panah di udara yang berkurang hampir setengahnya.Tampaknya yang tidak fokus bukan hanya mereka, para perwira dan prajurit yang ada di bawah benteng juga sama.Ekspresi Galih menjadi muram. Jangan-jangan ini konspirasi Arjuna?Berpikir demikian, Galih bergegas mendekat untuk melihat.Di bawah benteng, tidak ada manusia yang terlihat, hanya lumpur yang beterbangan dari koridor.Sesekali ada satu atau dua kepala yang muncul, mereka dapat diidentifikasi sebagai wanita. Omongan bahwa beberapa di antara mereka memiliki tubuh yang bagus hanyalah tebakan para bandit yang tergila-gila pada wanita.Lumpur yang beterbangan di koridor bawah desa pegunungan makin dekat ke arah mereka. Galih memperkirakan bahwa wanita-wanita itu berjarak sekitar dua puluh lima meter dari Kampung
Ketika para prajurit menemukan para wanita, ekspresi mereka bahkan lebih berlebihan daripada ekspresi prajurit terluka yang tadi turun gunung.Semua orang tercengang.Syok, bingung.Wanita?Apa yang mereka lakukan di sini?Membantu mereka menggali jalur pemisah?Mereka begitu banyak pria mana membutuhkan bantuan wanita?Ketika para prajurit mendengar bahwa gadis-gadis itu bukan datang untuk membantu, melainkan untuk menyerang markas bandit, mereka makin tercengang. Banyak pemanah bahkan lupa menembakkan anak panah mereka.Para bandit di Kampung Seruni juga menemukan ada yang tidak beres.Tiba-tiba, jumlah anak panah di udara berkurang.Prajurit pejabat berhenti menyerang?Banyak bandit menjulurkan kepala untuk melihat ke bawah.Di koridor yang tak jauh dari gerbang desa, banyak tanah berlubang."Apa yang sedang dilakukan para prajurit itu? Mereka tampak seperti sedang menggali terowongan.""Apakah mereka menggali terowongan untuk naik menyerang kita?""Haha!" Rajo tertawa. "Kalau begit
Saat gadis-gadis itu melewati para prajurit terluka yang sedang menuruni gunung, para prajurit menyeka mata mereka.Mata mereka pasti sudah rusak akibat asap.Kenapa wanita muncul di tempat seperti ini, di saat seperti ini?Ketika mereka mengetahui bahwa gadis-gadis itu akan menyerang Kampung Seruni, ekspresi mereka menjadi makin heran.Asap api tidak hanya merusak mata mereka, tetapi juga telinga mereka?Di bawah perlindungan sejumlah besar kembang api dan tentara yang bertarung dengan para bandit, Disa memimpin gadis-gadis itu dengan tenang ke medan perang.Gadis-gadis itu terus melangkah maju hingga mereka berada sekitar lima puluh meter dari Kampung Seruni barulah berhenti.Setelah berhenti, mereka tidak mengatakan apa-apa, hanya fokus menggali terowongan.Pengawal Danis dan Andi berlari ke atas gunung satu demi satu.Mereka semua diperintahkan untuk mencari tahu apa yang dilakukan gadis-gadis itu."Menggali terowongan?"Danis dan Andi bertanya dengan serempak ketika mereka mendeng
Andi tidak melarang Firhan. Dia ingin Danis mendengarnya. Betapa konyolnya Danis menggunakan Arjuna.Danis berdiri dengan tenang tanpa ekspresi, dia tidak senang maupun marah. Tidak ada seorang pun yang tahu bagaimana suasana hatinya saat ini.Akan tetapi, bohong jika mengatakan bahwa dia tidak khawatir."Yang Mulia, suruh para prajurit mundur ke depan perkemahan pemanah, bagi mereka menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama gunakan perisai untuk melindungi para pemanah, suruh para pemanah terus menembak. Kelompok kedua gunakan pedang untuk menggali zona isolasi di tempat.""Zona isolasi yang aku tandai di meja pasir. Lebarnya sekitar dua setengah meter."Arjuna memberi isyarat dengan tangannya. Dia tidak menandai lebarnya di atas meja pasir karena dia tidak menyangka Firhan akan datang membawa pasukan."Kelompok terakhir, bawa orang yang terluka turun dengan tertib."Mendengar suara Arjuna yang mendesak, tetapi tenang, ekspresi Danis yang awalnya tidak menunjukkan emosi pun, menunjukkan
Danis melambaikan tangannya. "Bercanda atau bukan, aku bisa tentukan sendiri."Ketika Danis melihat Arjuna memimpin sekelompok wanita, dia juga merasa gelisah.Namun, jangan mempekerjakan orang yang kamu ragukan, jangan meragukan orang yang kamu pekerjakan. Itu adalah prinsipnya.Arjuna mengangkat tangannya.Melihat gerakan Arjuna, Disa yang memimpin tim pun berteriak, "Semuanya, berhenti!"Gadis-gadis itu segera berhenti bergerak maju, mereka berdiri tegak dalam lima baris.Meskipun mereka semua perempuan, Eshan merasa jauh lebih nyaman melihat mereka daripada tiga ribu prajurit pria yang dipimpin oleh Firhan.Selama beberapa hari terakhir, Arjuna meminta gadis-gadis itu untuk melakukan tiga hal: menggali lubang, berbaris, serta melempar karung pasir.Danis juga merasa sangat tertarik.Memimpin sekelompok wanita saja sudah cukup aneh, perintah formasinya juga aneh.Namun biarpun anehnya, formasi dan perintahnya membuat seluruh tim terlihat sangat energik.Jika wanita saja bisa begitu
"Oke." Danis menyerahkan lencananya kepada Arjuna. "Mulai sekarang, prajurit penjaga Kota Perai berada di bawah komandomu!"Mata Andi dan Firhan membelalak. Melihat lencana itu bagaikan melihat Danis sendiri.Dengan adanya lencana tersebut, Arjuna tidak hanya dapat memimpin prajurit penjaga Kota Perai, tetapi juga Pasukan Serigala yang melindungi Bratajaya."Yang Mulia, aku tidak membutuhkan lencanamu. Tidak butuh prajurit penjaga Kota Perai untuk menyerang bandit."Arjuna berkata sambil berlari menuruni gunung. "Disa!"Setelah Andi menyerahkan tugas menumpas bandit kepada Firhan, Arjuna meminta Disa untuk membawa seratusan gadis tersebut untuk beristirahat di kaki gunung."Arjuna!"Melihat Arjuna yang berlari menjauh, Eshan begitu cemas hingga ingin menghentakkan kakinya.Anak bodoh, lencana Marsekal Agung adalah benda yang agung. Biarpun lain kali harus dikembalikan, setidaknya Arjuna pernah memegang lencana Marsekal Agung dan memimpin tiga ribu prajurit penjaga Kota Perai. Dia bisa
"Arjuna? Dia hanya seorang pelajar, bagaimana mungkin dia punya ide? Apa idenya? Menggunakan kendi-kendi anggurnya?"Firhan berlidah tajam. Jangankan ketika dia tidak percaya bahwa Arjuna punya ide, seandainya Arjuna benar-benar bisa menangani situasi ini, Firhan tidak mungkin membiarkan Arjuna melakukannya.Dia, seorang kapten yang membawa tiga ribu prajurit, membiarkan seorang pelajar membantunya. Bukankah hal itu akan menjadi lelucon?Selain itu ....Firhan merasa sedikit gelisah.Walaupun Arjuna tidak mungkin bisa menangani situasi ini, anak itu sangat licik.Firhan sudah menyaksikannya sendiri ketika dia dan Fauzi pergi ke Desa Embun untuk menangkap Arjuna.Arjuna jelas-jelas baru belajar selama dua bulan, tetapi dia menduduki peringkat teratas. Arjuna jelas-jelas masih muda, tetapi dia telah membaca lebih banyak buku daripada Bima. Arjuna jelas-jelas seorang pelajar yang lemah, tetapi dia dapat menghindari penangkapan para polisi.Bila hal ajaib terjadi pada anak itu lagi. Bila A
Ratusan prajurit yang sekujur tubuhnya terbakar berguling-guling, berlarian kesakitan. Sedangkan prajurit yang tidak terbakar berlarian kembali.Di tengah kekacauan, banyak prajurit yang berlarian terjatuh sehingga terinjak.Mayoritas orang bukan mati terbakar atau tertembak panah dari bandit, tetapi mati terinjak oleh rekannya sendiri."Saudara-saudara yang tidak terluka, cepat berdiri, bunuh bajingan-bajingan itu!"Di Kampung Seruni, Naga Bermata Satu berteriak dengan keras."Bunuh bajingan-bajingan itu.""Lepaskan anak panah!"Anak panah yang tak terhitung jumlahnya ditembakkan dari benteng gunung."Dorong batu!"Satu demi satu batu besar berguling turun dari kampung.Anak panah yang tadi ditembakkan oleh para prajurit kini menjadi sumber anak panah bagi para bandit.Batu-batu tembok kampung yang runtuh berubah menjadi batu-batu yang tak habis digunakan."Saudara-saudara, ikut aku!" teriak Rajo, lalu mendorong kereta bola api untuk mendobrak gerbang desa yang telah terbakar hingga m