Happy Reading*****Waktu terus berlalu terhitung seminggu sudah terlewati, Muawiyah mulai sibuk mempersiapkan acara pertunangan. Bagaimanapun juga, pertunangan putranya harus dirayakan dengan meriah walau bukan yang pertama. Hari ini, dia ada janji ketemuan dengan sang calon menantu di butik untuk mengambil gamis yang akan dipakai pada acara tersebut."Bunda aja yang masuk, aku tunggu di sini," kata Angga. Mereka sudah ada diparkiran butik, tetapi lagi-lagi lelaki itu ragu untuk menemui calon yang dipilih bundanya walau dia sendiri yang memutuskan menerima."Ya, udah kalau gitu," tanya Muawiyah, "Sayang kamu ikut Uthi turun nggak?" Bertanya pada Safika."Enggak, Thi. Aku di sini aja sama Papi." Bocah kecil itu memainkan boneka setelah uthinya keluar.Beberapa puluh menit menunggu ternyata membuat Angga jenuh. "Sayang, gimana kalau kita ke Uthi?"Safika menggerak-gerakkan bola mata. "Ayo!" ucapnya kemudian.Mereka berdua turun dan masuk ke butik. Suara Safika memanggil-manggil uthinya
Angga meminta Muawiyah memajukan tanggal pernikahannya. Tak sabar rasanya ingin bersanding dengan sang pujaan. Semakin hari, lelaki itu dibuat gemas dengan sikap Adilla yang malu-malu tiap kali mereka bertemu. Terkadang, lelaki itu diabaikan dan lebih asyik bermain dengan Safika atau berbincang bersama sang bunda.Seperti saat ini, ketika Angga bertamu ke rumah membahas pernikahan. Si calon malah sibuk dengan menyiapkan minuman. Setelah itu Adilla malah tak menemaninya berbincang. Perempuan itu masuk dengan membawa Safika bersamanya."Sabar, Ngga. Tinggal seminggu lagi. Masak udah nggak tahan?" goda Muawiyah.Angga menarik garis bibirnya. Semakin lama, peresaannya pada Adilla semakin besar. Dia sungguh merasa bahagia ketika dipertemukan kembali dalam keadaan yang lebih baik seperti keinginannya dulu. Mendengar tawa Safika dan calon istrinya, lelaki itu berpamitan untuk menghampiri mereka."Sayang, dipanggil Uthi," kata Angga pada putrinya."Kenapa, Pi?""Nggak tahu." Sambil mengangka
Para tamu undangan mulai berdatangan. Sang mempelai lelaki juga siap di depan meja yang telah disediakan untuk pengucapan akad. Di depan Angga, ada suami Ustazah Almira yang akan menuntunnya mengucap taklik pernikahan dengan Adilla.Anwar sebagai wali dari pernikahan saudara tertuanya, mewakilkan pada Ustaz Ahmad untuk menjabat tangan Angga. Diperlukan waktu kurang satu menit saja untuk mengucap ikrar suci pernikahan. Setelahnya, Angga dan Adilla sah menjadi suami istri.Tangis haru dan bahagia dari kedua orang tua yang mendampingi sang mempelai perempuan menjadi saksi pergantian status Adilla. Saat tirai yang memisahkan tempat duduk mereka terbuka, Angga melihat dengan jelas kecantikan istrinya.Lelaki itu mendekati istrinya setelah mencium telapak tangan Sumaiyah dan juga Muawiyah sebagai rasa bakti kepada dua perempuan itu. Angga melirik sebentar sang istri sebelum mengarahkan tangan kanannya. Dia kemudian mencium kening Adilla dan membacakan doa yang diaminkan oleh seluruh keluarga
Happy Reading*****Suara gesekan rel kelambu pada jendela yang dibuka membuat seorang perempuan muda mengerjapkan mata. Silau sinar mentari menusuk indera penglihatannya. Suara lenguhan manja keluar dari bibir tipisnya.Saat kelopak mata terbuka sempurna, dia melotot. Di sampingnya, sudah ada segepok uang. Senyum kepuasan pun tampak. Tak salah, servis spesial diberikan pada sang tamu tadi malam.Jika seperti ini terus, tabunganku nambahnya cepet. Kesakitannya setimpal dengan bayaran yang diterima. Entah siapa yang membuka tirai pada kamar hotel, dia sudah tak peduli. Lekas perempuan itu
Happy Reading*****Suara ayam jantan yang berkokok saling bersahutan membuat tidur Adilla terganggu. Ciuman bertubi-tubi pada pipi membuatnya membuka mata. Gadis mungil itu tersenyum manis."Mbak, pulang ndak ngasih tahu. Aku marah," rajuknya."Hmm." Adilla mengeluarkan lenguhan. "Mbak, lupa Sayang. Kamu juga dah tidur semalam." Dia meregangkan otot tangannya."Mbak capek, ya? Adik tinggal aja wis kalau gitu." Gadis kecil itu berbalik arah hendak pergi, tetapi tangan kiri Adilla sudah lebih dulu menariknya dalam pelukan."Kok ngambe
Happy Reading*****Menjelang sore keluarga Adilla berkumpul semua di teras rumah. Kebiasaan jika pulang, perempuan itu lebih banyak menghabiskan waktu bercengkerama dengan mereka. Dulu, dia hampir kehilangan kebersamaan karena ulah sang mantan suami.Ketika kebebasan terpasung oleh kewajiban sebagai seorang istri. Adilla tak lagi bisa seenaknya menjenguk kedua orang tua dan juga adik-adiknya. Dulu, sang Bapak berharap setelah menyerahkan Adilla pada lelaki yang dipercaya, putrinya itu akan hidup jauh lebih baik lagi. Namun, semua angan mereka hanyalah impian semu yang tak pernah terwujud.Perempuan yang memiliki segudang tanggung jawab itu membuang muka saat m
Happy Reading*****"Kenapa teriak? Aku kangen, lho, cantik." Tangan kanannya berusaha menyentuh pipi Adilla, tetapi bisa ditepis oleh Anwar."Ndak usah sentuh-sentuh mbakku!" Emosi Anwar mulai naik. Dia ingat betul siapa lelaki di depannya ini. Seseorang yang telah menyakiti Adilla cukup dalam."Tenang, Dik! Ini tempat umum." Adilla berbisik dan mengusap lengan Anwar, lagian ada dua adiknya yang masih kecil. Tidak mungkin perempuan itu mempertontonkan pertengkaran dengan sang lelaki."Makin cantik aja kamu. Kulit dan wajahmu juga makin terawat." Lelaki itu meraba lengan Adilla.
Happy Reading*****Rustam memundurkan langkah, nyalinya menciut saat melihat benda tajam yang diacungkan sang mantan. Benda putih berkilau itu sudah mencapai leher, sedikit saja bergerak nyawa taruhannya. Sekian lama tak bertemu dengan Adilla, begitu banyak perubahan yang terjadi."Awas, aja kamu dekat-dekat keluargaku lagi. Aku nggak akan segan melukaimu. Ingat itu!" Mata yang memerah dengan penekanan di setiap kata yang diucap membuat Rustam ngeri. Dia bukan lagi perempuan lugu seperti yang lelaki itu kenal.Rustam tersenyum licik, lalu berbisik pada Adilla, "Jika Ibu dan mereka tahu kerjaanmu, gimana?"