Makin malam, Larasati yang bersandar di tubuh Li Jing makin larut dalam kekacauan hati. Walau bercerita indahnya jatuh cinta, nyatanya Larasati sangat terpuruk kala mengingat sang pujaan hati."Lelana pria baik, di muka bumi ini hanya dialah yang mampu mengalihkan duniaku," ungkap Larasati.Li Jing menjadi penasaran. "Lalu bagaimana dia bisa mati?" "Itu cerita yang lain." Ingatan Larasati menerawang ke masa lampau ketika Jaka Lelana berakhir di tangan Dharmasura. "Tidak!" Waktu itu, Larasati menyaksikan Jaka Lelana tertusuk oleh pusaka magis sang Raja Asura "Kau harus tetap hidup. Aku mencintaimu, Larasati," ungkap Jaka Lelana yang sekarat di pangkuan Larasati. Sesaat kemudian, pria tersebut memejamkan mata dan mengembuskan napas terakhir. Seketika Larasati menggila, jeritannya begitu menyayat hati karena tak mampu menerima kenyataan bahwa Jaka Lelana telah kembali lebih dulu pada Sang Hyang Widhi. Air mata makin deras membasahi pipi Larasati. Dia tak mampu lagi membayangkan beta
Masakan di meja makan masih utuh sehingga benak Larasati bertanya-tanya, mengapa Li Jing belum sarapan walau waktu sudah siang. Kebetulan ada seorang pelayan yang sedang menyapu, bidadari itu pun menolehnya. “Bibi, apa Li Jing sudah pergi ke Studio?” tanyanya. Sembari menunduk pelayan menjawab, “Tuan Muda belum terlihat sejak pagi, Nona.” “Benarkah.” Larasati mulai merasa aneh. Wanita di hadapan berpamitan. “Permisi, Nona.” Bidadari itu membalas senyum, tak lama kemudian melangkah menaiki anak tangga dan menuju lantai atas. Setelah dia membuka pintu sebuah kamar, ternyata Li Jing masih terlelap di ranjang dengan seluruh tubuh tertutup bad cover. “Bukannya hari ini kau ada syuting?” tanya Larasati. “Kenapa malah bermalas-malasan?” Akan tetapi, hening, tak ada jawaban dari Li Jing. Karena khawatir, Larasati cepat-cepat mendekat, lantas menyibak selimut di bagian kepala sang aktor. Seketika, matanya membelalak lebar begitu melihat pria tersebut menggigil kedinginan. Perlahan
Matahari mulai mengurangi panas dari sinarnya, pertanda waktu memasuki senja. Pada saat itu, Larasati dan Han berjalan-jalan di sekitaran taman kota.“Dunia artis memiliki banyak sekali peraturan, yang membuat kami harus melakukan penipuan publik. Juga kami punya batasan untuk menjalin hubungan asmara dengan artis lain, bahkan jika agensi kami sama-sama tidak setuju, bisa dipastikan karir kami akan hancur,” ungkap Han.“Kenapa bisa begitu?” Larasati menolehnya sesaat sebelum mengalihkan pandangan kembali ke depan. “Tapi apa pun alasannya, aku tidak menyukai sikap Ying Fei. Dia seperti sengaja melukai perasaan Li Jing.”“Kau terlihat seperti orang cemburu,” terka Han sembari memperhatikan bidadari tersebut.Larasati tersenyum jengah menyikapi. “Aku ini temannya, mana mungkin cemburu? Aku hanya tidak suka melihat Li Jing dipermainkan,” terangnya. “Saat Li Jing mabuk, dia berkata tidak ingin kehilanganku. Kalau aku pergi dia benar-benar sendiri.”Sejenak Han berpikir keras hingga mengeru
Di bumi, Li Jing menggandeng tangan Larasati, sebelum memasuki acara pesta Ulang Tahun Ying Fei yang ke-27. Bidadari tersebut tampil beda dengan balutan busana seksi berwarna maron serta rambut yang dibiarkan terurai, sedangkan Li Jing mengenakan pakaian formal berkemeja hitam. Keduanya melangkah menghampiri Ying Fei dan Han berada di koridor depan. Tentu saja aktris tersebut masih mengingat perkataan Madam sehingga matanya tak berkedip sewaktu melihat Larasati."Selamat, Ying Fei, kau telah memasuki usia matangmu," ucap Larasati sembari tersenyum. Ying Fei menjadi sedikit gugup. "Ya, terima kasih.""Aku akan memberikan hadiahmu nanti. Kau pasti menyukainya," kata Larasati yang menatap misterius.Muncul firasat buruk di benak Ying Fei, walau begitu, dia masih bersikap ramah. "Tak masalah. Nikmatilah pestanya." Ying Fei segera mendekat pada Li Jing, lalu menggandeng tangan pria itu dan membawanya menjauh dari Larasati. Hal tersebut membuat Larasati tersenyum angkuh menyikapi, bahkan
Di langit lapis tujuh istana kayangan, burung-burung bercuit merdu, seiring bunga-bunga yang bermekaran menebarkan harum semerbak mewangi ke seluruh penjuru langit. Sempurnalah keindahan alam surga yang menyajikan sosok-sosok tampan dan juga teramat cantik menawan. Mata berbulu lentik Larasati menatap tajam terbingkai alis sabit. Bidadari yang memiliki hidung mancung mengukir serta bibir tipis semerah jambu tersebut berlenggak-lenggok di antara para makhluk abadi lain. Alunan musik gamelan mengiringi setiap gerakannya yang lemah gemulai, sementara silir angin bertiup menerbangkan setiap anak rambutnya yang panjang. Namun, tak lama kemudian tiba-tiba guncangan kuat terjadi. Porak-porandalah istana langit sehingga para bidadari berhamburan panik. Larasati mengelilingkan pandangan, bangunan di sekitar mulai runtuh, taman kayangan penuh dengan tanaman bunga-bunga yang berserakan. Kekuatan magis berbekas asap panas. Kilatan cahaya meluncur, suara dentuman keras pun segera menggelega
Li Jing merupakan aktor papan atas dunia perfilman. Wajahnya tampan, memiliki kulit putih bersih serta tubuh yang gagah. Tingginya kira-kira 185 cm. Aktor asal China itu kini harus di sebuah pulau yang terkenal dengan keindahan pantainya, Bali. Selain karena urusan syuting pembuatan film, Li Jing juga di Indonesia untuk menghadiri Asian Film Awards yang rencananya akan digelar beberapa pekan ke depan. Dalam acara bergengsi tersebut turut diundang para aktor dan aktris kelas ternama dunia untuk menerima penghargaan. Malam ini, Li Jing datang pada sebuah acara jumpa pers untuk promo drama kolosal Xiaxian terbarunya. Dia tidak sendiri ada beberapa aktor dan aktris lain yang akan menerima wawancara. Mereka semua terlibat dalam pembuatan film. Mata sipit Li Jing sudah sangat akrab dengan lampu kamera wartawan, bahkan bibir tipisnya selalu tersenyum kala menjawab berbagai pertanyaan seputar perannya sebagai tokoh utama. Semua semata-mata karena dia seorang publik figur yang harus menjag
Saat membuka mata, Larasati menemukan diri telah berada di sebuah kamar besar bercat gading. Melihat pakaiannya telah diganti, dia terkejut. Segera beralih dari posisi merebah ke posisi duduk. Lupa bahwa dia sedang terluka, sehingga merasakan sakit di bagian dada, lalu menyentuhnya dengan sebelah tangan. Pertarungan sengit di istana langit melawan Sujatmika, tersaji dalam ingatan Larasati. Namun, sebelum berakhir telah buyar karena kedatangan seseorang dari pintu yang terbuka. "Kau sudah sadar?" tanya Li Jing sembari menghentikan langkah tak jauh di depan. Tak ada jawaban, Larasati justru terdiam dan memperhatikan pria berwajah lancap tersebut dari ujung kaki sampai ujung kepala. Siapa dia? Apa yang menolongku semalam? Batinnya. "Di mana rumahmu? Biar aku antar kau pulang." Li Jing bersikap dingin. Larasati masih tak mengatakan sepatah kata, dia tidak ingin Li Jing tahu bahwa dirinya bukan manusia. Hingga pria tersebut mengembuskan napas lelah dan berbalik. "Aku tak punya rumah,
Karena tidak ada kesibukan syuting, Li Jing hanya menghabiskan waktu seharian di rumah untuk beristirahat, sedangkan cuaca musim panas cukup membuat berkeringat sehingga dia memilih melepas pakaian. Setelah melemparnya ke sembarang arah, Li Jing berjalan ke kamar mandi, lalu menutup pintu transparan. Tak lama kemudian, Larasati yang membantu membereskan rumah memasuki kamar. Seprei kotor segera digantinya, tak lupa bidadari itu juga membungkuk untuk memungut baju yang tergeletak di lantai. Namun, tiba-tiba terdengar suara gemercik air. Sejenak Larasati terdiam. Sampai akhirnya, pintu kamar mandi terbuka. Li Jing keluar hanya dengan memakai handuk yang melilit menutupi bagian pusar hingga ke lutut. Otot-otot dadanya membentuk sempurna ketika terkena tetesan air. Pria tersebut mengibaskan rambut yang basah. "Aaaaaaa!" Larasati terbelalak hingga baju dalam genggamannya terlepas dan dia jatuh bersimpuh di lantai. Posisinya menahan diri dengan kedua tangan di belakang. Li Jing menatap