Share

Sang Dewi
Sang Dewi
Author: Nyi Alam Kasuyatian

Bab 1 : Kekacauan di Istana Langit

Di langit lapis tujuh istana kayangan, burung-burung bercuit merdu, seiring bunga-bunga yang bermekaran menebarkan harum semerbak mewangi ke seluruh penjuru langit. Sempurnalah keindahan alam surga yang menyajikan sosok-sosok tampan dan juga teramat cantik menawan.

Mata berbulu lentik Larasati menatap tajam terbingkai alis sabit. Bidadari yang memiliki hidung mancung mengukir serta bibir tipis semerah jambu tersebut berlenggak-lenggok di antara para makhluk abadi lain. Alunan musik gamelan mengiringi setiap gerakannya yang lemah gemulai, sementara silir angin bertiup menerbangkan setiap anak rambutnya yang panjang.

Namun, tak lama kemudian tiba-tiba guncangan kuat terjadi. Porak-porandalah istana langit sehingga para bidadari berhamburan panik.

Larasati mengelilingkan pandangan, bangunan di sekitar mulai runtuh, taman kayangan penuh dengan tanaman bunga-bunga yang berserakan. Kekuatan magis berbekas asap panas.

Kilatan cahaya meluncur, suara dentuman keras pun segera menggelegar. Larasati bergegas akan menyelamatkan diri dari apa yang terjadi, tetapi langkahnya terhenti saat melihat sesosok pria telah berdiri mengadang.

"Dewi Laras Kencana!" seru pria tersebut. Dia mengenakan pakaian serba hitam, berkumis tipis dan berambut cepak lengkap dengan kain ikat kepala. Wajahnya tampan, tetapi memiliki tatapan tajam yang teramat menakutkan. Dari inti sakti pria tersebut, Larasati mampu mengenali bahwa dia bukanlah golongan makhluk kayangan, melainkan hanya manusia yang memiliki kemampuan setingkat dewa sehingga dapat memijakkan kaki di langit.

Larasati memundurkan langkah untuk menjaga jarak aman, dia memasang sikap waspada.

"Di sini rupanya. Aku mencarimu ke mana-mana." Sujatmika namanya, dia tersenyum menyeringai. Di belakangnya mulai bermunculan beberapa orang yang berpenampilan hampir sama.

"Siapa kau?" Bola mata Larasati memindai ke sekitar.

Sujatmika menggerakkan sebelah tangan ke depan. "Tangkap Dewi Larasati!"

Yang lainnya segera mengepung bidadari tersebut lalu menyerang dengan berbagai jurus. Untung saja Larasati sigap dan segera menangkis. Dalam sekejap dia mampu menghadapi tiga belas orang sekaligus serta mengalahkan beberapa di antaranya. Mereka pun berjatuhan satu per satu.

Sujatmika memicingkan mata menyaksikan apa yang terjadi. Saking murkanya sampai-sampai kepalan tangan pria bertubuh kekar itu berbunyi, lalu perlahan mengeluarkan semburat merah yang cepat mengarah pada Larasati, sementara bidadari tersebut masih juga disibukan dengan pertarungan melawan empat orang yang tersisa. Larasati sempat menyadari, tetapi baru berbalik sudah dihantam oleh kekuatan Sujatmika di bagian dadanya.

Larasati terpental ke belakang, tak sampai jatuh, meski muntah darah dia masih bertahan di posisi berdiri.

Seketika bidadari itu terfokus untuk menghadapi Sujatmika. Secepat kilat, dia melangkah, lalu melompat seraya memberi tendangan ke kepala pria tersebut. Akan tetapi, Sujatmika berhasil menghindar dan membalas dengan pukulan tangan kosong.

Dalam pertarungan mereka saling berusaha melukai. Kekuatan inti sakti pun tak terhindarkan, bagai kilatan cahaya yang cepat beradu. Tak ayal ketika keduanya sama-sama menghindar, kilatan cahaya segera menghancurkan sekitar.

Pertarungan menjadi makin sengit. Sujatmika terbang ke udara dan secara ajaib mengeluarkan pedang cahaya dari tangannya.

Larasati terkejut, dia segera memiringkan tubuh agar kibasan baja pipih itu tak mengenainya, walau kemudian kilatannya mampu membelah batu di sekitar. Makin Larasati menghalau, makin cepat gerakkan Sujatmika dalam memainkan jurus. Larasati kewalahan sehingga saat Sujatmika menyabetkan pedang kulit lengannya tersayat. Tak hanya itu, ketika Sujatmika dengan cepat menghunuskan kembali pedang, dada Larasati segera tertusuk.

Sujatmika menarik senjata dan menjaga keseimbangannya terbang di udara, sesaat kemudian pedang cahaya lenyap dan tersimpan kembali di tempat tersembunyi.

Larasati memundurkan diri sejenak sembari meringis kesakitan menyentuh luka yang mengalirkan cairan berwarna putih keemasan. Wajah bidadari itu seketika seketika memucat dengan napas yang terengah-engah.

Sujatmika tak melewatkan kesempatan, dia segera mengerahkan inti sakti dan menyerang Larasati.

Larasati cepat mengimbangi. Cahaya sebening air dari kedua telapak tangannya segera membendung dan mendorong kuat inti sakti Sujatmika.

Benturan energi pun tak terelakan. Di saat tubuh Larasati terempas ke belakang, tiba-tiba sesosok pria menangkap bidadari itu dalam dekapan.

Sosok yang teramat tampan, bertubuh gagah perkasa, dan berdada bidang, dengan rambut panjang bergelombang yang dibiarkan terurai sehingga berterbangan tertiup angin.

Dia berpenampilan lebih mewah dari para makhluk abadi lain. Mengenakan kain putih yang menutupi bagian dada serta menyerupai dhoti sebagai bawahannya. Penampilan khas dewa tinggi istana langit. Tak lain dia Mandala, sang Putra Mahkota Agnicaya.

Tersirat kekhawatiran di netra Mandala sewaktu memperhatikan Larasati, sedangkan Larasati juga terpaku menatapnya yang kini masih menahan tubuhnya.

"Pergilah ke dunia manusia!" perintah sang Dewa.

"Tapi ...."

Pria berkulit seputih mutiara itu menegaskan, "Biar aku yang mengurus mereka. Pergi sekarang juga."

Mandala melepas Larasati, sebelum berbalik dan melangkah menghadapi para pengacau.

Larasati memandangi punggung Mandala, untuk beberapa saat dia merasa sangat bersalah telah menyusahkan. Namun, dengan berat hati akhirnya bidadari itu terbang hingga melesat bagai cahaya.

***Sang Dewi***

Di dunia manusia hari sudah gelap. Cahaya bulan purnama menyinari jagat raya, ribuan kerlap-kerlip bintang menghiasi langit, sementara suara hewan malam mengisi keheningan dan dedaunan pun mulai mengembun.

Larasati telah berada jauh dari Agnicaya, meski dalam keadaan terluka, dia berusaha menahan rasa sakit serta melawan lelah yang teramat mengganggu. Kini bidadari tersebut terbang lemah di udara, sesekali hampir terjatuh sebab keadaan fisiknya makin memburuk. Pada akhirnya, dia tetap pingsan. Keseimbangannya tak terjaga sehingga posisi tubuhnya terbalik, lalu terhempas ke bawah.

Tubuh Larasati tercebur ke sumber mata air kecil. Beberapa saat kemudian tangan kiri bidadari itu muncul untuk meraih batu besar di tepi. Setelah menyandarkan kepala pada kedua tangan yang bertumpu di atas batu, Larasati kembali tak sadarkan diri. Perlahan dia merosot, lalu tenggelam kembali, yang tersisa hanya ujung jemari pada permukaan air.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status