Home / Fantasi / Sang Dewi / Bab 1 : Kekacauan di Istana Langit

Share

Sang Dewi
Sang Dewi
Author: Nyi Alam Kasuyatian

Bab 1 : Kekacauan di Istana Langit

last update Last Updated: 2024-05-28 23:52:54

Di langit lapis tujuh istana kayangan, burung-burung bercuit merdu, seiring bunga-bunga yang bermekaran menebarkan harum semerbak mewangi ke seluruh penjuru langit. Sempurnalah keindahan alam surga yang menyajikan sosok-sosok tampan dan juga teramat cantik menawan. 

Mata berbulu lentik Larasati menatap tajam terbingkai alis sabit. Bidadari yang memiliki hidung mancung mengukir serta bibir tipis semerah jambu tersebut berlenggak-lenggok di antara para makhluk abadi lain. Alunan musik gamelan mengiringi setiap gerakannya yang lemah gemulai, sementara silir angin bertiup menerbangkan setiap anak rambutnya yang panjang. Namun, tak lama kemudian tiba-tiba guncangan kuat terjadi. Porak-porandalah istana langit sehingga para bidadari berhamburan panik.

Perlahan Larasati mengelilingkan pandangan. Bangunan di sekitar mulai runtuh, taman kayangan penuh dengan tanaman bunga-bunga yang berserakan. Kekuatan magis berbekas asap panas. 

Kilatan cahaya meluncur, suara dentuman keras pun segera menggelegar. Tanpa menunggu lagi, Larasati bergegas akan menyelamatkan diri dari apa yang terjadi, tetapi langkahnya terhenti saat melihat sesosok pria telah berdiri mengadang. 

"Dewi Laras Kencana!" seru pria tersebut. Dia mengenakan pakaian serba hitam, berkumis tipis dan berambut cepak lengkap dengan kain ikat kepala. Wajahnya tampan, tetapi memiliki tatapan tajam yang teramat menakutkan. Dari inti sakti pria tersebut, Larasati mampu mengenali bahwa dia bukanlah golongan makhluk kayangan, melainkan hanya manusia yang memiliki kemampuan setingkat dewa sehingga dapat memijakkan kaki di langit. 

Seketika Larasati pun memundurkan langkah untuk menjaga jarak aman, bahkan dia bersikap waspada.

"Di sini rupanya. Aku mencarimu ke mana-mana." Sujatmika tersenyum menyeringai, lantas di belakangnya mulai bermunculan beberapa orang yang berpenampilan hampir sama. 

"Siapa kau?" Bola mata Larasati memindai ke sekitar. 

Sujatmika sendiri menggerakkan sebelah tangan ke depan. "Tangkap Dewi Larasati!" 

Yang lainnya segera mengepung bidadari tersebut lalu menyerang dengan berbagai jurus. Untung saja Larasati sigap dan segera menangkis. Dalam sekejap dia mampu menghadapi tiga belas orang sekaligus serta mengalahkan beberapa di antaranya. Mereka pun berjatuhan satu per satu.

Sementara itu, Sujatmika memicingkan mata menyaksikan apa yang terjadi. Saking murkanya sampai-sampai kepalan tangan pria bertubuh kekar itu berbunyi, kemudian secara perlahan mengeluarkan semburat merah yang cepat mengarah pada Larasati, sementara bidadari tersebut masih juga disibukan dengan pertarungan melawan empat orang yang tersisa. Larasati sempat menyadari, tetapi baru berbalik sudah dihantam oleh kekuatan Sujatmika di bagian dadanya. 

Tubuh Larasati langsung terpental ke belakang, tak sampai jatuh, meski muntah darah dia masih bertahan di posisi berdiri.

Fokus bidadari itu beralih pada Sujatmika. Secepat kilat, dia melangkah, lantas melompat seraya memberi tendangan ke kepala pria tersebut. Akan tetapi, Sujatmika berhasil menghindar dan membalas dengan pukulan tangan kosong.

Dalam pertarungan mereka saling berusaha melukai. Kekuatan inti sakti pun tak terhindarkan, bagai kilatan cahaya yang cepat beradu. Tak ayal ketika keduanya sama-sama menghindar, kilatan cahaya segera menghancurkan sekitar. 

Pertarungan menjadi makin sengit. Sujatmika terbang ke udara dan secara ajaib mengeluarkan pedang cahaya dari tangannya. 

Larasati yang terkejut, segera memiringkan tubuh agar kibasan baja pipih lawan tak mengenainya, walau kemudian kilatannya mampu membelah batu di sekitar. Makin Larasati menghalau, makin cepat gerakkan Sujatmika dalam memainkan jurus. Larasati kewalahan sehingga saat Sujatmika menyabetkan pedang kulit lengannya tersayat. Tak hanya itu, ketika Sujatmika dengan cepat menghunuskan kembali pedang, dada Larasati segera tertusuk. 

Dengan penuh kepongahan, Sujatmika menarik senjata dan menjaga keseimbangannya terbang di udara, sesaat kemudian pedang cahaya lenyap dan tersimpan kembali di tempat tersembunyi.

Sementara itu, Larasati memundurkan diri sejenak sembari meringis kesakitan menyentuh luka yang mengalirkan cairan berwarna putih keemasan. Wajah bidadari itu seketika seketika memucat dengan napas yang terengah-engah.

Akan tetapi, lagi-lagi Sujatmika tak melewatkan kesempatan, dia segera mengerahkan inti sakti dan menyerang lebih dulu. Untung saja

Larasati cepat mengimbangi. Cahaya sebening air dari kedua telapak tangannya segera membendung dan mendorong kuat inti sakti musuh.

Benturan energi pun tak terelakan. Di saat tubuh Larasati terempas ke belakang, tiba-tiba sesosok pria menangkap bidadari itu dalam dekapan.

Sosok yang teramat tampan, bertubuh gagah perkasa, dan berdada bidang, dengan rambut panjang bergelombang yang dibiarkan terurai sehingga berterbangan tertiup angin.

Dia berpenampilan lebih mewah dari para makhluk abadi lain. Mengenakan kain putih yang menutupi bagian dada serta menyerupai dhoti sebagai bawahannya. Penampilan khas dewa tinggi istana langit. Tak lain dia Mandala, sang Putra Mahkota Agnicaya. 

Tersirat kekhawatiran di netra sang Dewa sewaktu memperhatikan Larasati, sedangkan Larasati juga terpaku menatap Mandala yang kini masih menahan tubuhnya itu.

"Pergilah ke dunia manusia!" perintah Mandala.

"Tapi ...." 

 "Biar aku yang mengurus mereka. Pergi sekarang juga." Pria berkulit seputih mutiara itu segera melepas Larasati, kemudian berbalik dan melangkah menghadapi para pengacau.

Rasa bersalah membuat Larasati memandangi punggung Mandala untuk beberapa saat. walau dengan berat hati, akhirnya bidadari itu terbang melesat bagai cahaya.

***Sang Dewi***

Di dunia manusia hari sudah gelap. Cahaya bulan purnama menyinari jagat raya, ribuan kerlap-kerlip bintang menghiasi langit, sementara suara hewan malam mengisi keheningan, bahkan dedaunan pun mulai mengembun.

Larasati telah berada jauh dari Agnicaya. Meski dalam keadaan terluka, dia berusaha menahan rasa sakit serta melawan lelah yang teramat mengganggu. Kini bidadari tersebut terbang lemah di udara, sesekali hampir terjatuh sebab keadaan fisiknya makin memburuk. Pada akhirnya, dia tetap pingsan. Keseimbangannya tak terjaga sehingga posisi tubuhnya terbalik, lalu terhempas ke bawah. 

Tubuh Larasati tercebur ke sumber mata air kecil. Beberapa saat kemudian tangan kirinya muncul untuk meraih batu besar di tepi. Setelah menyandarkan kepala pada kedua tangan yang bertumpu di atas batu, Larasati kembali tak sadarkan diri. Perlahan dia merosot, lalu tenggelam kembali, yang tersisa hanya ujung jemari pada permukaan air.

Related chapters

  • Sang Dewi   Bab 2 : Bidadari Jatuh dari Langit

    Li Jing merupakan aktor papan atas dunia perfilman. Wajahnya tampan, memiliki kulit putih bersih serta tubuh yang gagah. Tingginya kira-kira 185 cm. Aktor asal China itu kini harus di sebuah pulau yang terkenal dengan keindahan pantainya, Bali. Selain karena urusan syuting pembuatan film, Li Jing juga di Indonesia untuk menghadiri Asian Film Awards yang rencananya akan digelar beberapa pekan ke depan. Dalam acara bergengsi tersebut turut diundang para aktor dan aktris kelas ternama dunia untuk menerima penghargaan. Malam ini, Li Jing datang pada sebuah acara jumpa pers untuk promo drama kolosal Xiaxian terbarunya. Dia tidak sendiri ada beberapa aktor dan aktris lain yang akan menerima wawancara. Mereka semua terlibat dalam pembuatan film. Mata sipit Li Jing sudah sangat akrab dengan lampu kamera wartawan, bahkan bibir tipisnya selalu tersenyum kala menjawab berbagai pertanyaan seputar perannya sebagai tokoh utama. Semua semata-mata karena dia seorang publik figur yang harus menjag

    Last Updated : 2024-05-28
  • Sang Dewi   Bab 3 : Merasa Asing

    Saat membuka mata, Larasati menemukan diri telah berada di sebuah kamar besar bercat gading. Melihat pakaiannya telah diganti, dia terkejut. Segera beralih dari posisi merebah ke posisi duduk. Lupa bahwa dia sedang terluka, sehingga merasakan sakit di bagian dada, lalu menyentuhnya dengan sebelah tangan. Pertarungan sengit di istana langit melawan Sujatmika, tersaji dalam ingatan Larasati. Namun, sebelum berakhir telah buyar karena kedatangan seseorang dari pintu yang terbuka. "Kau sudah sadar?" tanya Li Jing sembari menghentikan langkah tak jauh di depan. Tak ada jawaban, Larasati justru terdiam dan memperhatikan pria berwajah lancap tersebut dari ujung kaki sampai ujung kepala. Siapa dia? Apa yang menolongku semalam? Batinnya. "Di mana rumahmu? Biar aku antar kau pulang." Li Jing bersikap dingin. Larasati masih tak mengatakan sepatah kata, dia tidak ingin Li Jing tahu bahwa dirinya bukan manusia. Hingga pria tersebut mengembuskan napas lelah dan berbalik. "Aku tak punya rumah,

    Last Updated : 2024-05-28
  • Sang Dewi   Bab 4 : Roh Bangsa Asura

    Karena tidak ada kesibukan syuting, Li Jing hanya menghabiskan waktu seharian di rumah untuk beristirahat, sedangkan cuaca musim panas cukup membuat berkeringat sehingga dia memilih melepas pakaian. Setelah melemparnya ke sembarang arah, Li Jing berjalan ke kamar mandi, lalu menutup pintu transparan. Tak lama kemudian, Larasati yang membantu membereskan rumah memasuki kamar. Seprei kotor segera digantinya, tak lupa bidadari itu juga membungkuk untuk memungut baju yang tergeletak di lantai. Namun, tiba-tiba terdengar suara gemercik air. Sejenak Larasati terdiam. Sampai akhirnya, pintu kamar mandi terbuka. Li Jing keluar hanya dengan memakai handuk yang melilit menutupi bagian pusar hingga ke lutut. Otot-otot dadanya membentuk sempurna ketika terkena tetesan air. Pria tersebut mengibaskan rambut yang basah. "Aaaaaaa!" Larasati terbelalak hingga baju dalam genggamannya terlepas dan dia jatuh bersimpuh di lantai. Posisinya menahan diri dengan kedua tangan di belakang. Li Jing menatap

    Last Updated : 2024-05-28
  • Sang Dewi   Bab 5 : Peradaban Maju

    Ketika menggeser layar ponsel pintar, tak sengaja Li Jing menemukan gosip yang beredar di Youtube, tentang rencana pertunangan Ying Fei dan Han. Dari video yang beredar, tampak keduanya malu-malu untuk mengakui adanya hubungan serius. Ying Fei selalu membantah, tetapi dari sorot matanya terlihat seolah-olah memang sangat menyukai Han yang berada di samping kanan. Han pun demikian, meski tak membenarkan berita tersebut, dia selalu memperhatikan Ying Fei. Menyaksikan itu, Li Jing menjadi sangat kesal sehingga meletakan ponsel pintar di meja. Dia segera berdiri dari sofa dan melangkah pergi menuju ke kamar, lalu berpapasan dengan Larasati yang membawa teh panas serta sepotong kue di kedua tangan. Tak sengaja Larasati menabrak pria tersebut dan menumpahkan kue ke kemeja putih yang dia kenakan.Tatapan dingin Li Jing membuat Larasati menarik napas dalam-dalam. Meski kesal bidadari itu masih bersikap ramah. "Kau tak apa?" tanyanya seraya bergerak akan mengelap baju Li Jing. Tak disangka,

    Last Updated : 2024-05-29
  • Sang Dewi   Bab 6 : Teringat Masa Lalu

    "Kau ... apa yang kau lakukan!" Li jing menepuk dahi dengan sebelah tangan.Sementara itu, Larasati mengedipkan mata seakan-akan tak mengerti. "Aku hanya membantumu.""Kau menghancurkan acaranya dan membuat awak media memburu kita sekarang!" gerutu Li Jing."Ah, aku minta maaf," ucap Larasati. "Aku benar-benar tidak bermaksud merepotkan." Meski Li Jing sangat marah, tetapi semua telah terlanjur, bahkan Larasati yang merasa bersalah sebelumnya juga tidak tahu bahwa Li Jing tak menyukai tindakannya. "Kita tidak bisa pulang ke rumah. Aku akan mencari tempat untuk beristirahat," kata Li Jing yang berusaha menenangkan diri, walau begitu masih tidak mau menatap Larasati. ***Matahari telah terbit menyinari jagat raya, pagi pun menjelang. Sementara Larasati tertidur, Li Jing masih mengemudikan mobil menuju pegunungan. Keduanya telah meninggalkan kota, juga menyeberang pulau. Sesaat Li Jing memperhatikan Larasati, sebelum terfokus kembali pada jalanan di depan. Kereta tanpa kuda, berhenti

    Last Updated : 2024-05-29
  • Sang Dewi   Bab 7 : Terjebak Dalam Kenangan Masa Lalu

    Sesampainya di taman putri, Larasati duduk pada sebuah gubuk dengan posisi bersandar pada dinding kayu, sementara Pramesti sendiri duduk di hadapannya. "Dayang, tolong buatkan ramuan khusus penghilang nyeri untuk Putri Larasati!" perintah Pramesti sembari menoleh pelayan yang baru datang. "Segera saya siapkan, Dewi Putri." Setelah menyatukan kedua telapak tangan sembari menundukkan kepala, pelayan itu pun melangkah pergi. "Kakak, kapan kau akan menikah? Kau selalu mengurus kami, kapan kau akan mengurus suami? Aku takut Putri Sulung Panjalu akan menjadi perawan tua," protes Larasati. "Kalau ada seorang pangeran yang melamar, Kakak juga mau menikah. Kau tak perlu berpikir sekeras itu, Sati." Pramesti tersenyum menyikapi. "Kalau begitu, aku akan meminta Ayah membuatkan sayembara untukmu," cetus Larasati yang memeriksa tatanan rambut kuncirnya. "Tidak perlu. Ayah baru saja pulang dari perang. Kau hanya akan merepotkannya," tolak sang kakak. Beberapa saat kemudian pelayan datang

    Last Updated : 2024-06-04
  • Sang Dewi   Bab 8 : Sang Ulama

    Malam telah larut, suara hewan malam mulai mengisi keheningan. Larasati berjalan keluar dari kamar. Sembari melihat ke atas, dia terbang dan memijakkan kaki di atap, kemudian duduk dengan posisi memeluk lutut. Keindahan sang bulan purnama tersaji di langit bersama jutaan kerlap-kerlip bintang. Memandangnya makin membuat hati Larasati tersiksa oleh kerinduan, hingga embusan napas kasar keluar. Akan tetapi, masih juga terasa sesak dalam dada bidadari itu.Sekelebat bayangan sesosok makhluk menampakkan diri menghalangi sang bulan. Berwujudkan pria berambut panjang dengan paras tampan yang teramat menawan. Dari cahaya di tubuhnya yang berbalut busana berwarna putih, sudah dapat dikenali bahwa dia adalah Dewa Mandala, Putra Mahkota Istana Langit Agnicaya. Senyum tak lepas dari wajah sang Dewa yang memiliki dagu belah. Pembawaannya begitu tenang, seakan-akan mampu menyihir Larasati sehingga terus memandangi sampai pria tersebut turun dan duduk bergabung di sisi kanan."Bagaimana keadaan A

    Last Updated : 2024-06-06
  • Sang Dewi   Bab 9 : Sang Ulama dan Masa Lalu

    "Assalamualaikum, Pandhita." Larasati memberi salam. Pria bersorban berbalik, memperlihatkan sosoknya yang berbeda dari yang Larasati kira. " Waalaikumsalam." Seketika Larasati terkejut, ternyata sang Ulama bukanlah Syekh Maulana Ngali Samsujen, meski memiliki postur tubuh yang hampir sama dan sama-sama berwajah Persia. "Siapa, Nona, ini?" Pria tersebut bersikap ramah.Sadar telah salah orang, Larasati mengedipkan mata sembari tersenyum bodoh. "Maaf, tadi saya mengira Anda ... guru saya." Sang Ulama tersenyum menyikapi. "Silakan duduk dulu." Pria bersorban mengarahkan sebelah tangan dan mengambil tempat duduk bersila di lantai. Begitu juga Larasati yang segera menekuk lutut agar dapat bersimpuh. "Bagaimana Nona bisa mengira saya guru Nona? Siapa guru Nona?" tanya sang Ulama. "Saya akan menceritakan suatu kisah. 900 tahun yang lalu ...." Ingatan Larasati mulai menerawang. *** Jayabhaya kedatangan seorang ulama dari Mekkah. Dia segera turun dari singgasana menyambut baik tamu y

    Last Updated : 2024-06-08

Latest chapter

  • Sang Dewi   Bab 102 : Tamat

    Kembalinya sang Atmajaya Wimala ke Agnicaya dengan membawa Shima Dahyang cukup mengejutkan para dewa, tak terkecuali Randita. Bagaimana tidak, Mandala mengumumkan jika dia akan menikahi Dewi Agung dari Candracaya tersebut sesuai tanggal yang telah ditentukan, padahal mereka berdua tak pernah terlihat menjalin hubungan. Kekecewaan seketika tersirat dari mata Randita yang berdiri di antara para bidadari. Selain luka karena patah hati, dia juga tak menyangka bahwa Hastapati, ayahnya, berada di belakang Mandala dan Shima Dahyang untuk memberi dukungan penuh. Randita benar-benar tak bisa menahan air matanya agar tak terjatuh sehingga lekas berbalik. Masalah kehadiran Rara Kinasih masih tak bisa dia terima, kini sudah bertambah kenyataan pahit lagi. Kini, langkah wanita itu makin berat oleh beban kebencian dalam hati. Hanya Shima Dahyanglah satu-satunya yang menyadari ekspresi wajah Randita. Meski demikian, sang Dewi Agung tetap menebar senyum pada semua para makhluk abadi langit di aul

  • Sang Dewi   Bab 101: Keputusan Sepihak

    Pagi itu, Shima Dahyang keluar dari kediaman dan langsung disuguhkan dengan pemandangan sang Atmajaya Wimala yang sedang mengelus-elus tubuh harimau putih di bawah pohon cempaka. Meski semula masih merasa canggung, wanita yang mengenakan kemban berwarna gading serta bawahan sutra bermotif batik tersebut mengayunkan tungkai menghampiri mereka berdua."Lukamu sudah baik-baik saja?" tanyanya.Mandala yang tak bergeming tersenyum menyikapi. "Menyerap sebagian intisari dari dewi berusia ribuan tahun, membuatku merasa lebih bugar," jawabnya.Embusan napas lelah keluar dari hidung Shima Dahyang. "Kau tak pernah berubah, entah sebagai Atmajaya Wimala atau Jaka Lelana selalu mempermainkanku.""Aku tidak bermaksud mempermainkamu," sahut sang Dewa. "Situasilah yang membuatku terpaksa melakukan semua.""Apa ini sebuah penjelasan?" Sebelah alis Shima Dahyang meninggi.Mandala sendiri segera berdiri, kemudian berbalik untuk menatap lawan bicaranya itu. Tentu saja, dia tahu bahwa Shima Dahyang menye

  • Sang Dewi   Bab 100: Penyembuhan

    Pada waktu Shima Dahyang masih sibuk membicarakan sesuatu dengan Randita, Rara Kinasih palsu memijakkan kaki di kediaman Dewi Agung yang masih berada di sekitar Taman Arutala. Pemandangan tirai-tirai berwarna merah jambu yang berkibaran tertiup angin menyambut sang Atmajaya Wimala. Beberapa aksesori bebatuan kristal berbentuk padma serta perabotan dari emas putih juga menghiasi ruangan tersebut. Walau begitu perhatian Mandala hanya terfokus pada cermin ukir di atas meja. Tanpa menunggu lagi, dia pun memegang gagang benda pusaka itu untuk melihat bayangan diri sendiri. Seketika cermin mengeluarkan cahaya silau, lantas menampilkan wujud sepasang kekasih dari alam berbeda yang memiliki paras serupa dengan Mandala dan Shima Dahyang. Pria di cermin memeluk wanita yang tengah terluka parah penuh sayatan, seakan-akan menegaskan bahwa cinta mereka tak terpisahkan hingga akhir. Namun, sayang sebelum semua menjadi lebih jelas, terdengar langkah kaki Shima Dahyang memasuki ruangan sehingga Ra

  • Sang Dewi   Bab 99: Penyamaran

    Atas undangan Shima Dahyang, Rara Kinasih datang ke Candracaya. Dia langsung diarahkan memasuki Taman Arutala oleh Sekar Langit, meski selanjutnya harus berjalan sendiri untuk menemui sang Dewi Agung. Sebelumnya, putri dari istri pertama Hastapati tersebut telah mengantongi informasi seputar si adik yang tinggal di sana sebagai pelayan, bahkan pada kesempatan kali ini, dia berharap bertemu Rara Kinasih guna memberi pelajaran karena telah berani naik ke kayangan. Benar saja, Randita berpapasan dengan sesosok peri yang membawa nampan berisi daging mentah sewaktu melewati pohon bunga cempaka putih. Tanpa basa-basi, lantas bidadari bergaun biru tersebut menarik lengan kanan wanita dari arah berlawanan sampai-sampai berbalik menatap dirinya, sementara nampan pelayan tersebut langsung jatuh ke tanah. "Rara Kinasih!" gerutunya, tetapi setelah diamati ternyata sosok di hadapan memiliki wajah berbeda dari si adik. "Kau bukan Rara Kinasih?" "Randita!" Demikian, sang Atmajaya Wimala ya

  • Sang Dewi   Bab 98: Memperhatikan

    Dua hari sudah sang Atmajaya Wimala tinggal di Candracaya dalam wujud Rara Kinasih, walau masih sulit mendapatkan kepercayaan Shima Dahyang, setidaknya kini dia selalu berada dekat dengan wanita yang telah membuat hatinya galau itu. Bagi Mandala, hal ini sudah cukup membuatnya merasa tenang daripada hanya berdiam diri di Taman Asmaradahana untuk menikmati kegelisahan. Karena semenjak kebangkitan Larasati, perasaan cinta kian hari justru kian menyiksa batin sehingga mau tak mau sang Dewa harus menghalalkan segala cara agar bisa bertemu. Layaknya pelayan, sore ini Rara Kinasih berjalan menghampiri Shima Dahyang yang sedang duduk sembari mengelus manja harimau putih di Taman Arutala. Tak lupa pria tersebut juga membawa cawan berisi ramuan, yang setelah bersimpuh, dia letakkan ke meja batu ukir. "Ternyata Sang Dewi sangat menyukai kucing besar," celetuknya. Keangkuhan terlihat jelas saat Shima Dahyang tersenyum menyikapi. "Kalau kau setia, aku juga akan menyukaimu." Sebab tak tahu har

  • Sang Dewi   Bab 97: Rara Kinasih

    Sesuai titah Shima Dahyang, Sekar Langit menemui sesosok peri, lalu bersama-sama mengantar Rara Kinasih menuju Taman Arutala. Di sana terdapat sebuah bangunan berornamen emas. Pun sesaat setelah mereka bertiga memasuki salah satu ruangan kamar di dalamnya, Sekar Langit berbalik untuk berhadapan dengan Rara Kinasih di belakang, sementara si peri segera undur diri. "Di sinilah Dewi akan tinggal," jelas wanita berambut panjang bergelombang itu. "Di sebelah, merupakan kamar milik Dewi Agung. Sang Dewi sangat membenci kebisingan, jadi mohon agar Anda selalu menjaga sikap." Senyum menghiasi wajah Rara Kinasih yang lantas mengangguk. "Saya mengerti." Akan tetapi, kemudian mata tajam Sekar Langit beralih fokus ke arah luar dari tirai. "Kumbang Lanang biasanya berkeliaran di sekitar sini," katanya. "Rara Dewi harus lebih berhati-hati karena mungkin dia akan agresif pada penghuni baru." "Tak perlu khawatir, saya bisa bisa melindungi diri sendiri," balas Rara Kinasih. Sekar Langit percaya

  • Sang Dewi   Bab 96: Menghapus Kenangan

    Sembari duduk pada sebuah batu kristal, Shima Dahyang mengelus puncak kepala harimau putih yang sedang menunjukkan sikap manja. Matanya begitu teduh ketika beralih memperhatikan sekitar, di mana banyak pantulan cahaya putih menembus Taman Arutala. Meski meski sekian lama tak dapat singgah untuk menenangkan diri seperti sekarang, dia seakan-akan tak merasakan adanya perubahan. Perlahan, sang Dewi Agung berdiri, lantas berjalan ke tengah-tengah sehingga bayangan dirinya tergambar jelas pada lantai sebening air. Pandangannya memang tertuju pada langit-langit, tetapi ingatannya menerawang ke masa-masa sulit kala hidup sebagai manusia fana. Kutukan raja asura berkepala kambing memang menjadi kenyataan, Shima Dahyang mengalami penderitaan sewaktu menjalani kehidupan Larasati yang jatuh cinta kepada Jaka Lelana, bahkan hingga berstatus abadi pun masih dipermainkan oleh sang Atmajaya Wimala. Itulah alasan mengapa wanita tersebut tak mengambil sikap setelah kembali menemukan kesejatian dir

  • Sang Dewi   Bab 95: Bangunnya Shima Dahyang

    Begitu menyakitkannya hidup yang Larasati alami, cinta telah membuatnya terluka hingga begitu dalam. Walau terpuruk, kali kini, dia sudah mengikhlas apa yang terjadi, bahkan berniat melepas segala keterikatan duniawi. Setiap langkah pada perbukitan terjal menuju puncak gunung kian pasti, hatinya mantap untuk menyerahkan semua masalah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tak ada takdir yang bisa ditolak, tetapi yoga brata bisa membawa siapa saja menuju kedamaian, meski harus lenyap dari semesta alam. Dari kejauhan, Li Jing menatap kepergian bidadari itu untuk selamanya. Memang berat jika dia harus melepas si sahabat, sayangnya Larasati kukuh pada pendirian sehingga pria tersebut tak mampu menghentikannya. Maylano demikian, anak itu sungguh tidak menginginkan nyonyanya pergi secepat ini. Namun, bagaimanapun dia mengerti bahwa penderitaan cinta Larasati begitu dalam, mau tak mau Maylano harus membiarkannya memutuskan jalan demi menemukan kebahagiaan. "Hei, bocah, pergilah denganku ke China, a

  • Sang Dewi   Bab 94: Memutuskan Segala Ikatan

    Seakan-akan seperti mengulang masa lalu, sang Atmajaya Wimala duduk di samping Larasati yang telah direbahkan pada kasur awan. Dengan kekuatan adikodrati, pria tersebut mengarahkan tangan kanan sehingga perlahan darah merah Sujatmika tertarik keluar melalui mulut Larasati, lantas melayang di udara. Namun, setelah membuangnya ke sembarang arah, Mandala justru terbatuk-batuk sampai percikan cairan berwarna putih melekat pada telapak tangannya. Selain menahan nyeri di dada, pandangan Mandala sedikit kabur, walau begitu tetap memutuskan berdiri dan melangkah pergi. Sesaat kemudian, Larasati membuka mata sampai-sampaiterkejut ketika menemukan diri sedang berada di Taman Asmaradahana. Bergegas bidadari itu beralih ke posisi duduk. Saat bola matanya bergerak memindai ke sekitar, dia melihat darah merah yang membekas pada lantai awan. Sejenak pikirannya dipenuhi tanda tanya tentang apa yang sebenarnya terjadi sewaktu diculik Sujatmika, sebelum mengalihkan perhatian dan malah menemukan berca

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status