Share

Bab 4 : Roh Bangsa Asura

Karena tidak ada kesibukan syuting,  Li Jing hanya menghabiskan waktu seharian di rumah untuk beristirahat, sedangkan cuaca musim panas cukup membuat berkeringat sehingga dia memilih melepas pakaian. Setelah melemparnya ke sembarang arah, Li Jing berjalan ke kamar mandi, lalu menutup pintu transparan. 

Tak lama kemudian, Larasati yang membantu membereskan rumah memasuki kamar. Seprei kotor segera digantinya, tak lupa bidadari itu juga membungkuk untuk memungut baju yang tergeletak di lantai. Namun, tiba-tiba terdengar suara gemercik air. Sejenak Larasati terdiam. Sampai akhirnya, pintu kamar mandi terbuka. Li Jing keluar hanya dengan memakai handuk yang melilit menutupi bagian pusar hingga ke lutut. Otot-otot dadanya membentuk sempurna ketika terkena tetesan air. Pria tersebut mengibaskan rambut yang basah. 

"Aaaaaaa!" Larasati terbelalak hingga baju dalam genggamannya terlepas dan dia jatuh bersimpuh di lantai. Posisinya menahan diri dengan kedua tangan di belakang. 

Li Jing menatap tak mengerti. "Sedang apa kau di sini?" 

"A--aku hanya merapikan kamarmu." Larasati menunduk, sebab malu memperhatikan Li Jing telanjang dada. 

Li Jing menjadi kesal. "Lancang! Siapa yang menyuruhmu?" 

Pria tersebut melangkah lebih dekat pada bidadari di hadapan. Tanpa sadar handuknya terlepas. 

Saat Larasati mengangkat kepala, dia dikejutkan dengan pemandangan yang lebih memalukan, yaitu melihat bagian tubuh Li Jing yang terlarang.

Seketika wanita bergaun putih itu memejamkan mata sembari menggeleng. Tentu saja dia tidak ingin berlama-lama terjebak dalam suasana, tetapi saat hendak berlari. Li Jing yang telah melilitkan handuk kembali menarik pundak bidadari tersebut ke belakang. 

"Mau ke mana kau?" tanyanya. 

"Hei, aku tak sengaja." Tubuh Larasati bergetar hebat, bahkan Li Jing pun dapat merasakannya. 

"Tapi aku tidak memintamu pergi." Pria tersebut menekankan. 

Larasati mulai berpikir liar. "Kau mau apa?"

"Semua ini ... kau tinggalkan untuk siapa?" Li Jing menunjuk pakaian di lantai. 

"Aku akan membawanya," Larasati, yang lalu menyingkirkan tangan Li Jing dan segera memungut pakaian. Sebelum melangkah keluar, dia menoleh Li Jing sesaat. 

Li Jing menghela napas seraya menutup pintu kembali. 

***

Waktu menunjukkan jam sembilan malam. Li Jing berencana menonton acara televisi, tetapi saat dia berjalan memasuki ruang tengah, Larasati sudah berada di sofa. 

Li Jing bergabung duduk di samping kanan dengan posisi menyilangkan kaki, sementara Larasati masih bersikap tak peduli meski menyadari kedatangan sang aktor. Hingga tak lama kemudian pria berjas kuning tersebut mengambil alih remot dan memindah saluran menjadi pertandingan sepak bola.

Larasati menoleh, menekankan bahwa dia tidak menyukai acara yang dipilih Li Jing. Namun, Li Jing hanya menatapnya tanpa ekspresi sebelum mengalihkan pandangan ke depan.

"Aku ingin menonton bola," kata pria tersebut. Larasati menarik napas kesal sebab harus mengalah.

Suasana menjadi sangat hening, hanya televisi yang menyala dan bersorak ria. Li Jing melirik Larasati di samping kanan, kemudian kembali fokus pada layar kaca. 

"Apa kau sudah tau cara menggunakan benda ini?" tanya Li Jing. 

Larasati tersenyum bodoh, menyadari jika apa yang dilakukannya beberapa hari lalu memang cukup gila. Untung saja dia belajar dengan cepat sehingga sedikit paham cara menggunakan teknologi.

"Aku benar-benar tak bermaksud merusak televisimu," katanya. 

Li Jing yang tidak peduli bersikap dingin. "Kalau lukamu sudah sembuh, sebaiknya segera pergi dari sini!"

Larasati tersenyum sembari menundukkan pandangan yang menyiratkan kesedihan. Dia tak tahu harus ke mana lagi. Istana langit telah mengalami kekacauan, sedang jika sendiri di dunia manusia yang baru, dia pasti kebingungan. Semua telah berbeda dari 900 tahun lalu. 

"Aku tidak memiliki tempat tinggal, tapi tak masalah, aku akan pergi." Bidadari itu berpasrah. 

Li Jing meliriknya, tentu saja dia tahu bahwa Larasati bukanlah manusia, melainkan makhluk kayangan. Meski begitu Li Jing tetap tidak ingin kenyamanannya terganggu karena hadirnya Larasati. 

Setelah bangkit dari sofa, sang aktor melangkah meninggalkan ruangan begitu saja. Larasati memejamkan mata. Kenyataan dia turun ke bumi di masa di mana semua orang hanya memikirkan hidupnya sendiri. 

***

Riuh suara angin bertiup kencang, tiba-tiba hawa dingin datang seakan-akan menusuk ke dalam tulang. Kabut hitam mengitari ruang televisi, lalu merasuk ke dalam tubuh Larasati yang tertidur di sofa, seketika menguasai alam bawah sadarnya. 

Bidadari tersebut terbawa ke sebuah ruang gelap, dimensi suram serta mengerikan yang hanya ada dirinya di sana. Bayangan para asura—oh jahat dari alam bawah—berkelebat mentertawainya. 

Larasati mengelilingkan pandangan, waspada jika ada yang menyerang. Dia tak tahu bagaimana bisa terjebak bersama ribuan makhluk dunia hitam. Saat membangkitkan inti sakti, cahaya terang seketika keluar dari telapak tangan bidadari tersebut. Dia segera mengarahkannya untuk mengusir para roh.

Tak cukup bertahan lama, para makhluk astral menyerap kesadaran. Larasati tak dapat fokus lagi sehingga perlahan cahaya meredup. Bayangan para asura mendekat kembali dengan lebih jelas.

Li Jing hendak mengambil air putih di dapur, tetapi justru melihat Larasati yang mengigau. Keringat membasahi kening bidadari tersebut, sementara tubuhnya seperti sulit digerakkan, napasnya pun ngos-ngosan.

Tanpa menunggu lama, Li Jing segera melangkah menghampiri, lalu dengan terpaksa menyentuh pundak Larasati. 

"Hei, kau tak apa?" tanyanya, meski tidak ada respons. 

"Larasati!" bentaknya.

Seketika, Larasati membuka mata, dia terlonjak dari tidur hingga wajahnya mendekat cepat ke wajah Li Jing, hampir saja menciumnya jika pria itu tidak memundurkan diri. 

Sejenak keduanya hanya terdiam dan saling menatap. Li Jing tak mengerti apa yang terjadi, juga merasa tidak nyaman dengan posisi saat ini. 

Larasati sadar diri dan segera mundur untuk menjaga jarak aman seraya mengelap keringat di kening dengan sebelah tangan. Napasnya masih sangat kacau, begitu juga detak jantungnya. Namun, dia berusaha untuk tetap tenang. 

"Kau baik-baik saja?" tanya Li Jing, yang masih memperhatikan sejak tadi. 

"Ya, aku hanya bermimpi buruk," jawab Larasati. 

Li Jing tersenyum sinis mentertawai. "Apa kau takut?" 

Larasati hanya terdiam. Dari mimik wajahnya terlihat jelas bahwa dia memang sedang dalam masalah. 

Tak ada lagi yang perlu dikhawatirkan, Li Jing segera berbalik dan melangkah pergi. Saat pria itu sudah tak terlihat mata, Larasati menggerakkan sebelah tangan. Bagai sihir seketika lampu ruangan menyala disulapnya. Bidadari tersebut merangsekkan diri ke sofa dan termenung memikirkan apa yang baru saja dia alami.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status