"Kau ... serius, anak muda?" Andrew bertanya dengan ekspresi terkejut."Iya, Jenderal Reece." Riley menjawab tanpa beban.Monica dan Keannu kini saling lempar pandang, terlihat bingung. Sesungguhnya, dari awal memang mereka ingin meminta sebuah pertanggung jawaban dari pemuda itu. Akan tetapi, mereka menjadi tak berkutik ketika sebuah fakta terungkap di depan mereka semua.Bukan Riley Wood yang menggoda putrinya, tapi justru sebaliknya. Maka, tentu saja hal itu membuat mereka tidak leluasa berbicara.Akan tetapi, saat ini pemuda itu malah mempermudah semuanya. Keannu pun berdeham pelan, "Aku izinkan kau menikahi putriku."Monica mengedipkan mata mendengar ucapan suaminya. Menikahkan putrinya dengan seorang pangeran dari kerajaan lain sudah sulit. Terlebih lagi, dia yakin kabar mengenai skandal putrinya sudah tentu akan tersebar cepat dalam waktu dekat. Dia pun juga merasa tak ada jalan selain untuk menyelamatkan reputasi putrinya."Ba-baiklah, aku juga mengizinkan kau menikahi Rowen
Rowena menggigit bibir dan memutuskan untuk menjawab pertanyaan ayahnya itu, "Mengapa terburu-buru, Ayah? Bukankah kami masih lama untuk menikah?" "Meminta keluarganya untuk datang ke istana bisa dilakukan jika waktunya telah dekat," lanjut Rowena. Keannu mendengus, "Aku sedang tidak bicara denganmu, Rowena. Aku sedang berbicara dengan Riley Wood." "Kau tidak boleh ikut campur dalam masalah ini. Ini urusan antara para orang tua," Monica ikut berujar. Jelas sekali ibunya itu memang ingin mengenal keluarga Riley sehingga dia mendukung keputusan suaminya yang memang sudah benar itu. Dengan penuh pertimbangan, Riley pun akhirnya berkata, "Saya belum bisa memberitahu Anda, Yang Mulia. Anda sudah tahu bila kami ... sebagai calon prajurit dilarang untuk berkomunikasi dengan keluarga kami di luar istana." "Kami baru diizinkan untuk melakukan komunikasi setelah kami menyelesaikan seleksi. Jadi-" "Oh, aku tahu apa yang akan kau bicarakan. Baiklah, kami akan menunggu sampai saat kau selesa
Tersinggung karena dituduh takut, salah satu dari mereka berkata, "Takut? Astaga, untuk apa kami takut?"Alen tetap tersenyum, "Baiklah, kalau begitu tunggu saja nanti di seleksi selanjutnya."Akan tetapi, pemuda bernama Michael Hickson yang terlihat menjadi pemimpin kelompok anak-anak muda itu berkata, "Apa ada jaminan kalian tidak akan curang?""Curang? Bagaimana bisa disebut curang ketika tak ada yang mau aku di sini?" James berkata tanpa menoleh.Riley meringis.James dengan santai melanjutkan, "Percayalah! Hampir semua orang di sini ingin mengirim aku pulang. Mungkin, kalau bisa justru mereka yang curang agar bisa menyingkirkan aku, bukan aku."Michael tak bisa membalasnya.Sedangkan temannya yang lain masih berujar, "Oh, bisa saja ayahmu masih memiliki orang yang setia terhadapnya. Jadi, orang itu membantumu di sini."Oh, James sudah tidak tahan. Alen pun juga tak ingin menahan James lagi karena dia tahu James berhak membela dirinya. "Apa katamu? Orang kepercayaan ayahku?" Jame
Riley Mackenzie tidak bisa memberikan tanggapannya karena terlalu terkejut. "Oh, jangan menampilkan ekspresi kakumu itu, Wood!" James berkata dengan mengernyitkan dahi.Riley hanya mengangkat bahu, masih terlihat enggan merespon ucapan James.Sementara itu, terlihat begitu banyak para calon prajurit yang memperlihatkan ekspresi seperti ingin pulang.Seorang pemuda yang berasal dari asrama satu bernama Seamus Fork telah mengangkat tangan."Ada apa, Nak? Apa yang ingin kau tanyakan?" Greg bertanya dengan senyuman menyebalkan.Seamus memiliki kulit putih yang sangat pucat, tapi pengumuman yang disampaikan oleh Greg tadi membuat kulitnya terlihat jauh lebih pucat daripada sebelumnya.Dengan bibir bergetar dia bertanya, "Anda serius mengirim kami ke medan perang, Komandan?"Senyum di bibir Greg seketika lenyap, "Apa aku pernah bercanda mengenai hal seperti ini, anak muda?"Seamus ternganga, tapi dia segera mengontrol diri dan bertanya lagi, "Tapi, Komandan. Kami ... hanya calon prajurit.
"Besok pagi," Greg menjawab dengan tanpa mengalihkan arah pandangannya pada dua calon prajurit yang paling menonjol di antara yang lainnya.Sungguh, rasa terkejut itu langsung menyergap Riley dan James."Besok pagi, Komandan? Bagaimana bisa kami meningkatkan kemampuan kami dalam waktu satu malam?" tanya James yang kini raut wajahnya terlihat syok meskipun Greg bisa menilai tak ada rasa takut di sorot mata pemuda itu.Greg hanya membalas, "Tidak ada yang tidak mungkin. Lagipula, ini adalah perang yang tidak pernah diprediksi sebelumnya. Kita tidak memiliki cukup banyak untuk mempersiapkan diri."Perkataan Greg Sehel sudah cukup membuat hampir seluruh calon prajurit dengan usia sangat muda merinding. Akan tetapi, ternyata tak ada satu pun dari mereka yang memilih mengundurkan diri dan pulang.Salah seorang calon prajurit berkata, "Aku sudah sampai sejauh ini. Mana mungkin aku pulang?""Orang tuaku akan membunuhku kalau aku pulang karena takut pergi ke medang perang," sahut yang lainnya.
"Dia hebat, sangat hebat," puji James sambil manggut-manggut sembari terkekeh.Alen menanggapi, "Kau kalah darinya soal ini. Oh, tapi ... kau memang selalu kalah dari Riley.""Alen Smith, kenapa lidahmu tajam sekali?" balas James yang langsung memasang wajah cemberut.Alen hanya tertawa kecil karena puas telah mengejek pria muda itu. Tapi, tawanya langsung berhenti ketika menyadari sesuatu. "James, tunggu dulu!""Kenapa lagi?" James bertanya dengan ketus."Riley sudah menjadi calon menantu raja dan hampir seluruh penghuni istana ini sudah mengetahuinya. Lalu ... bagaimana jika ada yang bergosip tentang dia dan Mary Kesley?" ucap Alen.Mendengar hal itu, James bukannya bingung tapi malah tertawa terbahak-bahak. Tawanya tidak berhenti, bahkan ketika Alen sudah melotot kepadanya. "Kau senang sekali kalau temanmu mendapat masalah!" ucap Alen sembari tersenyum kecut.James mengangguk dengan penuh semangat, "Ini adalah salah satu hiburan paling menyenangkan. Percayalah, masalah asmaranya i
Dengan begitu mudahnya Mary Kesley bisa menebak arah tujuan Riley Mackenzie. Gadis itu pun menggelengkan kepala, "Kau tidak bisa masuk ke dalam sana."Mata Riley pun melebar dengan sempurna. Dengan nada penuh rasa kecewa dia bertanya, "Kenapa tidak bisa?"Mary mendesah dan menjelaskan, "Diperlukan kartu identitas kerajaan untuk bisa masuk."Riley pun hanya bisa mengeluh, "Kenapa dipersulit seperti itu?""Peraturannya memang seperti itu. Tapi, tenang saja. Begitu kau memiliki kartu itu, kau bisa masuk kapanpun kau mau," jelas Mary.Riley tersenyum masam, "Aku sangat membutuhkan informasi itu hari ini, Mary.""Yah, maka kau terpaksa harus mengubur rasa penasaranmu itu," balas Mary.Riley mendengus jengkel. "Ini bukan soal rasa penasaran, tapi ini tentang pengetahuan yang mungkin akan membantu dalam perang."Oh, seketika Mary merasa kesulitan menghadapi putra dari sahabat ibunya itu. Gadis itu mendecakkan lidah dan berkata, "Riley, kau baru menjadi calon prajurit. Kau tidak perlu melaku
Setelah Mary mengatakan sebuah ide yang membuat Riley termenung, gadis itu pun meninggalkan area itu secepat yang dia bisa. Dia tidak ingin ada gosip yang bertebaran hingga membuatnya mendapat masalah.Riley segera mengacak rambutnya karena frustrasi. "Kenapa harus seperti ini?" gumamnya jengkel.Dia bukan orang yang akan memanfaatkan orang lain demi kepentingannya sendiri. Akan tetapi, dia membuat dirinya menjadi lebih baik dengan berkata, "Oh, ini bukan untuk kepentinganku. Ini kulakukan untuk membantu menemukan cara lain melindungi kerajaan ini."Dengan pemikiran seperti itu, dia pun memantapkan diri untuk menemui Rowena Wellington setelah dia selesai berlatih secara intensif. "Kau dari mana saja?" James bertanya begitu dia melihat Riley kembali."Dia tidak patah hati kan?" Alen memasang ekspresi prihatin.James mendengus, "Dia dan Mary Kesley belum memiliki status yang jelas. Seharusnya Mary tidak perlu sampai merasa buruk.""Hei, wanita itu adalah makluk yang paling rumit, jadi
Reiner mengernyitkan dahi saat melihat ekspresi James yang menurutnya sangat aneh. Apalagi dia juga melihat bagaimana tiba-tiba bibir James membentuk sebuah senyuman.“Ada apa denganmu?” Reiner akhirnya memilih untuk bertanya.James sekali lagi malah tersenyum pada Reiner, membuat Reiner mengedipkan mata.Reiner juga langsung merinding seketika. “Kau ini kenapa? Jangan bilang kau jadi gila, James!”Helaan napas langsung terdengar dari James. Dia mendengus jengkel, “Sialan! Aku masih memiliki harapan bertemu dengan Riley, meskipun tidak sekarang. Untuk apa aku harus jadi gila?”Mendengar hal itu, Reiner menghela napas penuh kelegaan. Sebab, omelan James adalah salah satu cara yang memperlihatkan bahwa sahabat baiknya itu memang benar-benar baik saja. “Lalu, kenapa kau jadi seperti itu? Tersenyum mengerikan. Sangat aneh, asal kau tahu! Tidak seperti kau yang biasanya,” jelas Reiner yang masih terlihat agak ngeri.James kembali menyeringai, memperlihatkan deretan giginya yang bersih. Di
Bukannya menjawab pertanyaan James Gardner, Xylan Wellington malah berkata, “Aku … aku tahu apa yang sedang ingin kau katakan, Jenderal Gardner.”Baguslah, jadi apa jawabannya? Reiner membatin, mulai merasa malas.James menaikkan alis, “Iya, Yang Mulia?”Xylan mendesah pelan, lalu memejamkan mata selama beberapa detik. Setelah berhasil menguasai dirinya lagi dia pun menjawab, “Ini kelalaianku, Jenderal Gardner.”“Kelalaian? Soal apa, Yang Mulia?” James bertanya, terdengar meminta jawaban yang lebih jelas.“Kakak perempuanku. Aku … tahu dia sudah berbuat salah,” kata Xylan pelan.Sang raja muda itu menundukkan kepala selama beberapa detik, sementara James masih terdiam, menunggu dia berbicara lagi.Dan tanpa James mendesaknya, Xylan berujar, “Sesungguhnya aku sudah memperhatikan ada sesuatu yang aneh tentang dia. Ini … bahkan, sebelum kau berangkat mencari kakak iparku lagi, Jenderal Gardner.”Mata James melebar seketika, tapi dia masih menahan diri untuk berkomentar.Xylan berdehem pe
Mendengar pertanyaan sang jenderal perang baru itu, Xylan Wellington seketika tertawa canggung.Tawa itu sungguh tidak lepas, bahkan malah terdengar aneh sehingga membuat siapapun yang mendengar tawa sang raja muda itu menjadi bingung.Reiner pun menatap Xylan dengan tatapan aneh sedangkan James malah tidak berkedip. Sorot matanya menunjukkan sebuah tuntutan.Tuntutan mengenai penjelasan dari Xylan berkaitan apa yang baru saja dikatakan oleh dirinya.Ketika melihat sorot penuh tanya yang mendesak itu akhirnya Xylan menghentikan tawanya. Dia berdeham pelan sebelum kemudian berkata, “Hm … aku tahu dari prajurit utama.”“Prajurit utama?” ulang James seraya mengernyitkan dahi.Xylan menelan ludah dan tersenyum kikuk, “Prajurit istana raja, Jenderal Gardner.”Oh, sesungguhnya bukan itu yang dimaksud oleh James. Dia tanpa bertanya pun juga tahu jika prajurit utama adalah prajurit istana yang
James Gardner malah hanya terdiam, tidak memberikan jawaban yang jelas pada pertanyaan Reiner.Sebuah kecemasan langsung mendera sang komandan perang darat. Tidak mau diabaikan oleh james, maka Reiner kembali bertanya, “James, katakan padaku. Apa kau akan tetap tinggal di istana? Kau tidak akan pergi kan?”Dia menatap James yang sedang menatap ke arah luar jendela mobil dengan cemas. Tetapi, setelah dia cukup bersabar menunggu dia akhirnya mendengar James menjawab, “Aku tidak tahu.”Hati Reiner seperti dihantam oleh batu seketika.“Jadi … kau akan pergi?” pria itu bertanya dengan nada terdengar kecewa.“Tergantung.”Reiner yang masih menatap James pun menaikkan alis, tampak bingung, “Tergantung pada apa?”James mendesah pelan, “Tergantung pada jawaban Raja Xylan.”Reiner semakin kebingungan. Namun, dia tidak memiliki waktu untuk bertanya lebih lanjut lantaran mobil yang mereka naiki telah memasuki gerbang utama istana Kerajaan Ans De Lou. Meskipun begitu, Reiner tetap tidak mau menye
Pada awalnya Michelle Veren tidak memahami apa yang ditanyakan oleh James Gardner. Namun, ketika dia melihat air muka sang jenderal, dia langsung tahu yang dimaksud tentu saja waktu tentang kepergian tiga orang yang sedang mereka cari.Sehingga, sang pemilik butik Veren itu pun menjawab, “Sekitar satu jam yang lalu, Jenderal Gardner.”Mendengar jawaban itu, Reiner langsung lemas. Tapi, itu berbanding terbalik dengan James yang malah penuh semangat. Hal tersebut bisa terlihat dari James yang malah berkata, “Ayo, Rei. Kita kejar dia.”Reiner menatap sedih ke arah sahabat baiknya itu dan membalas, “Tidak akan terkejar, James. Itu sudah terlalu lama.”James malah tidak mendengarkan ucapan Reiner dan memerintah beberapa anak buahnya, “Siapkan mobil, kita kejar mereka.”“James,” Reiner memanggil pelan.James mengabaikan panggilan itu dan tetap berkata pada anak buahnya yang masih diam menunggu, “Cari tahu melalui CCTV saat ini mereka sudah berada di daerah mana. Mereka … pasti terlihat ji
Sayangnya semuanya itu telah terlambat disadari oleh gadis muda itu. Semua perkataan dari gadis bernama Alice Porter itu jelas-jelas didengar oleh Reiner Anderson dan James Gardner.Dengan raut wajah menggelap James pun berkata, “Nona, kau-”“Tidak, tidak. Aku hanya salah berbicara, aku … aku tidak tahu apapun. Kalian salah dengar,” kata Alice yang wajahnya kian memucat. Apalagi ketika dia melihat bagaimana aura James Gardner, sang jenderal perang yang menakutkan itu, dia semakin kesulitan untuk bernapas.Reiner pun juga sudah tidak bisa menahan diri sehingga berkata dengan nada jengkel, “Katakan apa saja yang kau ketahui atau kau … akan tahu betapa mengerikannya jika kau berhadapan dengan kami berdua.”“Aku tidak peduli kau itu seorang wanita. Aku masih bisa mencarikan sebuah hukuman yang pantas diterima olehmu,” lanjut Reiner dengan dingin.Alice menelan ludah dengan kasar. Tentu gadis muda itu sangat kebingungan. Terlebih lagi, saat itu tidak ada yang mencoba membantu dirinya sam
Pertanyaan James tersebut seketika membuat Reiner terdiam selama beberapa saat. Dia terpaku menatap ke arah butik itu dengan air muka bingung.Sementara James tidak ingin membuang waktu lebih banyak sehingga tanpa kata dia berjalan cepat menuju ke arah butik yang dimiliki oleh Michelle Veren, seorang desainer wanita berusia empat puluh tahun yang cukup terkenal di negara itu.Reiner pun tidak hanya bengong dan berdiam diri, meratapi ketidaktelitiannya. Dia mengikuti James dengan berlari-lari kecil tepat di belakang James tanpa kata.Begitu James lebih cepat darinya mencapai pintu, dia langsung melihat dua penjaga butik yang membukakan pintu itu untuk mereka.“Ada yang bisa saya bantu?” salah satu penjaga butik itu bertanya pada James.“Saya mencari Putri Rowena. Di mana dia sekarang?” James balik bertanya tanpa basa-basi seraya mengedarkan dua matanya ke segala penjuru lantai satu butik itu.Meskipun saat itu ada sebuah rasa curiga yang mencuat di dalam kepala James, pria muda itu leb
Reiner tidak kunjung menjawab pertanyaan James. Dia malah menampilkan ekspresi wajah yang terlihat ragu-ragu sekaligus bingung.Tentu saja hal itu membuat James menjadi semakin kesal. “Ayolah, katakan cepat! Apa yang aneh dari Putri Rowena?” desak James dengan tidak sabar.Reiner menelan ludah dan menggaruk telinganya sebelum menjawab, “Yah, aku tidak yakin apa ini memang aneh buatmu. Tapi … menurutku ini sangat aneh.”James menggertakkan giginya lantaran semakin jengkel dan tidak sabar.Beruntunglah, dia tidak perlu bertanya lagi karena Reiner menambahkan, “Jadi, menurut laporan dia pergi ke luar istana.”Mendengar jawaban Reiner, James sontak mendengus kasar. “Apa yang aneh dari hal itu? Setahuku dia memang sering pergi ke luar istana.”Reiner mendesah pelan, “Memang. Tapi, kali ini … beberapa jam yang lalu, dia pergi tanpa pengawal. Dan dia … pergi membawa putra mereka, Pangeran Kharel.”Seketika James melotot kaget, “Apa? Kau … yakin?”“Iya, James. Dan-”“Bagaimana mungkin? Raja
Gary Davis tidak menjawab pertanyaan Xylan. Dia hanya memasang ekspresi memelas. Hal itu seketika menimbulkan rasa bersalah pada diri Xylan Wellington.Oh, tidak. Apa yang sudah aku lakukan? Apa … aku sudah berlebihan karena telah menaruh curiga pada asisten pribadiku sendiri? Xylan membatin seraya menatap wajah polos Gary.Sang raja muda itu mendesah pelan. Dia pun kembali berpikir keras. Dia mencoba mengingat segala hal tentang Gary. Dia tidak pernah membuat kesalahan, tak sekalipun. Dia juga tidak pernah melakukan hal yang mencurigakan selama ini. Astaga, apa aku sudah salah mencurigai seseorang? pikir Xylan.Akan tetapi, dia menggelengkan kepalanya dengan cepat saat dia menyadari sesuatu.Tapi, tunggu dulu. James Gardnerlah yang mencurigai dia. Dia tidak mungkin berbicara sembarangan. Kalau tidak, tidak mungkin dia bisa terpilih menjadi wakil jenderal perang. Instingnya pasti sangat kuat sehingga dia memiliki kecurigaan pada Gary Davis, Xylan berpikir serius.Dia lalu menatap k