Setelah Mary mengatakan sebuah ide yang membuat Riley termenung, gadis itu pun meninggalkan area itu secepat yang dia bisa. Dia tidak ingin ada gosip yang bertebaran hingga membuatnya mendapat masalah.Riley segera mengacak rambutnya karena frustrasi. "Kenapa harus seperti ini?" gumamnya jengkel.Dia bukan orang yang akan memanfaatkan orang lain demi kepentingannya sendiri. Akan tetapi, dia membuat dirinya menjadi lebih baik dengan berkata, "Oh, ini bukan untuk kepentinganku. Ini kulakukan untuk membantu menemukan cara lain melindungi kerajaan ini."Dengan pemikiran seperti itu, dia pun memantapkan diri untuk menemui Rowena Wellington setelah dia selesai berlatih secara intensif. "Kau dari mana saja?" James bertanya begitu dia melihat Riley kembali."Dia tidak patah hati kan?" Alen memasang ekspresi prihatin.James mendengus, "Dia dan Mary Kesley belum memiliki status yang jelas. Seharusnya Mary tidak perlu sampai merasa buruk.""Hei, wanita itu adalah makluk yang paling rumit, jadi
Riley bahkan ikut tersenyum saat mendengarnya."Oh, benar juga. Memiliki kemampuan di dua daerah rasanya tak buruk," sahut seorang prajurit yang tadi menyebut dirinya ahli di bagian udara.Alen pun mengangguk bersemangat, "Oh, aku memang benar."Riley menggelengkan kepalanya dan bergeser sedikit agak mundur untuk berkata, "Kau ... sejak kapan kau menjadi motivator?"Alen menyeringai dan membalas dengan nadap yang begitu sangat pelan, "Bukan seperti itu. Aku hanya tak mau pasukan kita berkurang.""Berbahaya kalau jumlah pasukan calon prajurit menjadi berkurang," tambah Alen.Riley terkekeh pelan, otaknya yang semula sedikit penuh dengan rencananya untuk mendekati Rowena itu kini sedikit bersantai.Dia pun kemudian melihat monitor lagi dan mendengar beberapa calon prajurit memilih mundur. Seketika Riley melihat ekspresi Greg dan saat itu dia yakin ada sebersit rasa kecewa yang terpancar dari wajah pria kaku itu.Tapi, Greg tidak mengatakan apapun mengenai mundurnya mereka. Begitu waktu
Alen segera celingukan, melihat sekelilingnya, mencoba mencari-cari keberadaan Riley. Akan tetapi, dia tetap tak menemukan keberadaan temannya itu. "Apa dia pergi? Aku tak melihatnya."James menghela napas panjang, "Astaga! Bukankah aku tadi bertanya begitu? Dia pergi tanpa memberitahu kita."Alen segera menanggapi, "Oh, sudahlah. Dia mungkin memiliki hal lain yang ingin dia kerjakan."James memilin dagunya, "Apa ini ada hubungannya dengan dua gadis itu ya?""Siapa dua gadis itu?" Alen bertanya setelah melepas sarung tangannya."Putri Rowena dan Mary Kesley. Siapa lagi dua gadis yang dekat dengan dia selain mereka?" balas James dengan nada jengkel.Alen meringis, "Oh, aku kira ada gadis lain lagi."James mengeryitkan dahi, tapi Alen cepat-cepat berkata, "Biarkan saja! Mungkin dia merasa dia harus segera menyelesaikan masalah asmaranya itu sebelum kita pergi perang.""Oh, benar. Mungkin saja begitu," ucap James yang kini terdengar cuek.Lelaki itu pun memilih untuk menunggu Riley di ta
Sang putri pun segera memutar pandang dan menatap lurus-lurus ke arah cermin. Dia lalu berkata, "Dia calon suamiku. Apa yang akan dikatakan oleh orang-orang jika aku menolak kedatangannya?"Celia segera membungkukkan badan dan mengerti apa yang harus dia lakukan, "Kalau begitu saya akan meminta penjaga untuk mengantarnya masuk, Yang Mulia.""Hm," jawab Rowena singkat.Celia pun membalikkan badan dan pergi, sedangkan Rowena kembali memerintahkan para pelayan untuk merapikan kembali dandanannya. Sekitar lima menit kemudian, gadis itu pergi menemui Riley di ruang tamunya. Pemuda yang tidak duduk dan masih berdiri itu memberi penghormatan kepadanya dan hal itu justru membuatnya mengernyit.Ditatapnya wajah tampan Riley dan anehnya dia segera menyadari bila ada sesuatu yang ingin disampaikan pemuda itu kepadanya. "Pelayan, penjaga. Tinggalkan kami berdua!" Rowena memerintah.Celia tersentak saat mendengarnya, hingga dengan cepat dia membalas, "Tapi, Yang Mulia. Anda tidak boleh hanya ber
Riley tentu tak bisa membalasnya dan hal itu membuat Rowena malah tertawa kecil."Tenanglah! Aku tahu bila status ini hanya sementara, tapi ... hm, ah sudahlah. Lebih baik kau segera kembali ke tempat latihanmu," kata Rowena dan gadis itu mendorong pemuda yang masih terbengong-bengong itu menjauh.Sebenarnya Riley masih ingin berbicara. Tapi dikarenakan Rowena yang sudah mengusirnya untuk pergi tentu saja dia terpaksa pergi.Riley bergegas pergi ke tempat istiraha untuk para calon prajurit. Hanya dalam waktu singkat dia telah berhasil menemukan dua teman satu kamarnya yang tengah berbaring di atas rumput dengan mata terpejam seolah sedang kelelahan setelah latihan intensif yang telah mereka lakukan.Begitu Riley duduk di samping James, pemuda itu langsung membuka mata dan bangun. Matanya menatap penuh selidik pada Riley, "Jadi, bagaimana?""Bagaimana apanya?" Alen bertanya dengan mata yang masih tertutup, tak tahu bila Riley sudah ada di sana.James mendecak lidah, "Aku sedang tak ber
Dengan begitu sangat antusias Rowena menambahkan, "Kau bisa meminta saran kepadanya. Aku yakin beliau pasti bisa membantu kita."Wajah gadis itu bahkan terliat berseri-seri, tapi Riley malah menggelengkan kepala."Kenapa? Kau tidak mau?" Rowena bertanya dengan ekspresi bingung.Riley mendesah, "Ayah saya ... dia sudah bergelut di bidang itu, membahayakan nyawanya dan telah melakukan banyak hal untuk kerajaan ini. Dan saat ini dia sedang menjalani hidupnya seperti orang biasa."Dia lalu menoleh ke arah sang putri lalu melanjutkan, "Saya tidak ingin melihat beliau berpikir keras lagi tentang perang. Saya ingin ayah saya hanya hidup santai dengan kehidupannya yang sekarang bersama ibu saya tanpa memikirkan hal seperti ini lagi, Yang Mulia."Rowena terdiam.Gadis itu pun seketika teringat akan pertemuannya dengan William Mackenzie beberapa waktu yang lalu. Jika Riley ingin ayahnya tidak cemas karena memikirkan masalah kerajaan, ayahnya, sang jenderal terkuat yang pernah ada itu pun juga m
Alen menggelengkan kepalanya dan kemudian membalas, "Mungkin saja desain baju ini sudah lama, hanya namanya saja yang didesain secara mendadak."James langsung merengut. "Sialan kau, Smith! Mengapa kau selalu senang menghancurkan imajinasi seseorang?"Alen terkekeh, "Oh, bukan begitu. Aku hanya tahu kau akan berbicara apa jadi aku ingin membuatmu sadar dan ingat dulu kenyataannya."James tak membalas lagi karena masih sebal, sementara Riley baru saja muncul dengan wajah yang sudah bersih, "Ada apa sebenarnya?""Ah, kau lambat sekali! Lihat seragammu!" kata James.Reaksi Riley kurang lebih hampir sama seperti Alen ataupun James. Namun, pemuda itu bahkan tak menyembunyikan senyumannya."Hei, apa kau segitu kagumnya dengan baju ini sampai tersenyum seperti orang begitu, Wood?" ucap James sembari tersenyum miring.Riley tidak tersinggung dan malah berkata, "Ini padahal baju perang untuk calon prajurit seperti kita. Aku jadi penasaran seperti apa baju yang dipakai oleh para prajurit saat i
Tak ingin membuat James Gardner menaruh rasa curiga kepadanya, Riley pun cepat-cepat menjawab, “Tentu saja tidak. Mana mungkin aku takut terhadap hal semacam itu?”James memicingkan mata, menatap penuh selidik temannya itu dan kemudian malah menyeringai seolah telah menangkap mangsanya. “Tapi, yang aku lihat tidak seperti itu. Kau … takut. Mengaku sajalah! Ayo jujur padaku! Kau takut tersorot kamera kan?” kata James dengan senyum miring yang masih menghiasai bibirnya.“Terlihat sekali, Wood. Ekspresimu sudah menggambarkannya.” James melanjutkan dengan penuh ceria.Riley segera memperbaiki ekspresi wajahnya dan membalas dengan nada jengkel, “Omong kosong. Ekspresi wajahku memang lebih datar.”“Terus?” kata James sambil mengangkat alis.“Aku bukan takut, James. Aku hanya tidak suka. Puas?” balas Riley dengan mengertakkan gigi karena sebal.James malah tertawa cekikikan mengabaikan temannya yang sedang kesal. Malas mendengar tawa menyebalkan itu, Riley memilih berjalan lebih cepat dan m
Reiner mengernyitkan dahi saat melihat ekspresi James yang menurutnya sangat aneh. Apalagi dia juga melihat bagaimana tiba-tiba bibir James membentuk sebuah senyuman.“Ada apa denganmu?” Reiner akhirnya memilih untuk bertanya.James sekali lagi malah tersenyum pada Reiner, membuat Reiner mengedipkan mata.Reiner juga langsung merinding seketika. “Kau ini kenapa? Jangan bilang kau jadi gila, James!”Helaan napas langsung terdengar dari James. Dia mendengus jengkel, “Sialan! Aku masih memiliki harapan bertemu dengan Riley, meskipun tidak sekarang. Untuk apa aku harus jadi gila?”Mendengar hal itu, Reiner menghela napas penuh kelegaan. Sebab, omelan James adalah salah satu cara yang memperlihatkan bahwa sahabat baiknya itu memang benar-benar baik saja. “Lalu, kenapa kau jadi seperti itu? Tersenyum mengerikan. Sangat aneh, asal kau tahu! Tidak seperti kau yang biasanya,” jelas Reiner yang masih terlihat agak ngeri.James kembali menyeringai, memperlihatkan deretan giginya yang bersih. Di
Bukannya menjawab pertanyaan James Gardner, Xylan Wellington malah berkata, “Aku … aku tahu apa yang sedang ingin kau katakan, Jenderal Gardner.”Baguslah, jadi apa jawabannya? Reiner membatin, mulai merasa malas.James menaikkan alis, “Iya, Yang Mulia?”Xylan mendesah pelan, lalu memejamkan mata selama beberapa detik. Setelah berhasil menguasai dirinya lagi dia pun menjawab, “Ini kelalaianku, Jenderal Gardner.”“Kelalaian? Soal apa, Yang Mulia?” James bertanya, terdengar meminta jawaban yang lebih jelas.“Kakak perempuanku. Aku … tahu dia sudah berbuat salah,” kata Xylan pelan.Sang raja muda itu menundukkan kepala selama beberapa detik, sementara James masih terdiam, menunggu dia berbicara lagi.Dan tanpa James mendesaknya, Xylan berujar, “Sesungguhnya aku sudah memperhatikan ada sesuatu yang aneh tentang dia. Ini … bahkan, sebelum kau berangkat mencari kakak iparku lagi, Jenderal Gardner.”Mata James melebar seketika, tapi dia masih menahan diri untuk berkomentar.Xylan berdehem pe
Mendengar pertanyaan sang jenderal perang baru itu, Xylan Wellington seketika tertawa canggung.Tawa itu sungguh tidak lepas, bahkan malah terdengar aneh sehingga membuat siapapun yang mendengar tawa sang raja muda itu menjadi bingung.Reiner pun menatap Xylan dengan tatapan aneh sedangkan James malah tidak berkedip. Sorot matanya menunjukkan sebuah tuntutan.Tuntutan mengenai penjelasan dari Xylan berkaitan apa yang baru saja dikatakan oleh dirinya.Ketika melihat sorot penuh tanya yang mendesak itu akhirnya Xylan menghentikan tawanya. Dia berdeham pelan sebelum kemudian berkata, “Hm … aku tahu dari prajurit utama.”“Prajurit utama?” ulang James seraya mengernyitkan dahi.Xylan menelan ludah dan tersenyum kikuk, “Prajurit istana raja, Jenderal Gardner.”Oh, sesungguhnya bukan itu yang dimaksud oleh James. Dia tanpa bertanya pun juga tahu jika prajurit utama adalah prajurit istana yang
James Gardner malah hanya terdiam, tidak memberikan jawaban yang jelas pada pertanyaan Reiner.Sebuah kecemasan langsung mendera sang komandan perang darat. Tidak mau diabaikan oleh james, maka Reiner kembali bertanya, “James, katakan padaku. Apa kau akan tetap tinggal di istana? Kau tidak akan pergi kan?”Dia menatap James yang sedang menatap ke arah luar jendela mobil dengan cemas. Tetapi, setelah dia cukup bersabar menunggu dia akhirnya mendengar James menjawab, “Aku tidak tahu.”Hati Reiner seperti dihantam oleh batu seketika.“Jadi … kau akan pergi?” pria itu bertanya dengan nada terdengar kecewa.“Tergantung.”Reiner yang masih menatap James pun menaikkan alis, tampak bingung, “Tergantung pada apa?”James mendesah pelan, “Tergantung pada jawaban Raja Xylan.”Reiner semakin kebingungan. Namun, dia tidak memiliki waktu untuk bertanya lebih lanjut lantaran mobil yang mereka naiki telah memasuki gerbang utama istana Kerajaan Ans De Lou. Meskipun begitu, Reiner tetap tidak mau menye
Pada awalnya Michelle Veren tidak memahami apa yang ditanyakan oleh James Gardner. Namun, ketika dia melihat air muka sang jenderal, dia langsung tahu yang dimaksud tentu saja waktu tentang kepergian tiga orang yang sedang mereka cari.Sehingga, sang pemilik butik Veren itu pun menjawab, “Sekitar satu jam yang lalu, Jenderal Gardner.”Mendengar jawaban itu, Reiner langsung lemas. Tapi, itu berbanding terbalik dengan James yang malah penuh semangat. Hal tersebut bisa terlihat dari James yang malah berkata, “Ayo, Rei. Kita kejar dia.”Reiner menatap sedih ke arah sahabat baiknya itu dan membalas, “Tidak akan terkejar, James. Itu sudah terlalu lama.”James malah tidak mendengarkan ucapan Reiner dan memerintah beberapa anak buahnya, “Siapkan mobil, kita kejar mereka.”“James,” Reiner memanggil pelan.James mengabaikan panggilan itu dan tetap berkata pada anak buahnya yang masih diam menunggu, “Cari tahu melalui CCTV saat ini mereka sudah berada di daerah mana. Mereka … pasti terlihat ji
Sayangnya semuanya itu telah terlambat disadari oleh gadis muda itu. Semua perkataan dari gadis bernama Alice Porter itu jelas-jelas didengar oleh Reiner Anderson dan James Gardner.Dengan raut wajah menggelap James pun berkata, “Nona, kau-”“Tidak, tidak. Aku hanya salah berbicara, aku … aku tidak tahu apapun. Kalian salah dengar,” kata Alice yang wajahnya kian memucat. Apalagi ketika dia melihat bagaimana aura James Gardner, sang jenderal perang yang menakutkan itu, dia semakin kesulitan untuk bernapas.Reiner pun juga sudah tidak bisa menahan diri sehingga berkata dengan nada jengkel, “Katakan apa saja yang kau ketahui atau kau … akan tahu betapa mengerikannya jika kau berhadapan dengan kami berdua.”“Aku tidak peduli kau itu seorang wanita. Aku masih bisa mencarikan sebuah hukuman yang pantas diterima olehmu,” lanjut Reiner dengan dingin.Alice menelan ludah dengan kasar. Tentu gadis muda itu sangat kebingungan. Terlebih lagi, saat itu tidak ada yang mencoba membantu dirinya sam
Pertanyaan James tersebut seketika membuat Reiner terdiam selama beberapa saat. Dia terpaku menatap ke arah butik itu dengan air muka bingung.Sementara James tidak ingin membuang waktu lebih banyak sehingga tanpa kata dia berjalan cepat menuju ke arah butik yang dimiliki oleh Michelle Veren, seorang desainer wanita berusia empat puluh tahun yang cukup terkenal di negara itu.Reiner pun tidak hanya bengong dan berdiam diri, meratapi ketidaktelitiannya. Dia mengikuti James dengan berlari-lari kecil tepat di belakang James tanpa kata.Begitu James lebih cepat darinya mencapai pintu, dia langsung melihat dua penjaga butik yang membukakan pintu itu untuk mereka.“Ada yang bisa saya bantu?” salah satu penjaga butik itu bertanya pada James.“Saya mencari Putri Rowena. Di mana dia sekarang?” James balik bertanya tanpa basa-basi seraya mengedarkan dua matanya ke segala penjuru lantai satu butik itu.Meskipun saat itu ada sebuah rasa curiga yang mencuat di dalam kepala James, pria muda itu leb
Reiner tidak kunjung menjawab pertanyaan James. Dia malah menampilkan ekspresi wajah yang terlihat ragu-ragu sekaligus bingung.Tentu saja hal itu membuat James menjadi semakin kesal. “Ayolah, katakan cepat! Apa yang aneh dari Putri Rowena?” desak James dengan tidak sabar.Reiner menelan ludah dan menggaruk telinganya sebelum menjawab, “Yah, aku tidak yakin apa ini memang aneh buatmu. Tapi … menurutku ini sangat aneh.”James menggertakkan giginya lantaran semakin jengkel dan tidak sabar.Beruntunglah, dia tidak perlu bertanya lagi karena Reiner menambahkan, “Jadi, menurut laporan dia pergi ke luar istana.”Mendengar jawaban Reiner, James sontak mendengus kasar. “Apa yang aneh dari hal itu? Setahuku dia memang sering pergi ke luar istana.”Reiner mendesah pelan, “Memang. Tapi, kali ini … beberapa jam yang lalu, dia pergi tanpa pengawal. Dan dia … pergi membawa putra mereka, Pangeran Kharel.”Seketika James melotot kaget, “Apa? Kau … yakin?”“Iya, James. Dan-”“Bagaimana mungkin? Raja
Gary Davis tidak menjawab pertanyaan Xylan. Dia hanya memasang ekspresi memelas. Hal itu seketika menimbulkan rasa bersalah pada diri Xylan Wellington.Oh, tidak. Apa yang sudah aku lakukan? Apa … aku sudah berlebihan karena telah menaruh curiga pada asisten pribadiku sendiri? Xylan membatin seraya menatap wajah polos Gary.Sang raja muda itu mendesah pelan. Dia pun kembali berpikir keras. Dia mencoba mengingat segala hal tentang Gary. Dia tidak pernah membuat kesalahan, tak sekalipun. Dia juga tidak pernah melakukan hal yang mencurigakan selama ini. Astaga, apa aku sudah salah mencurigai seseorang? pikir Xylan.Akan tetapi, dia menggelengkan kepalanya dengan cepat saat dia menyadari sesuatu.Tapi, tunggu dulu. James Gardnerlah yang mencurigai dia. Dia tidak mungkin berbicara sembarangan. Kalau tidak, tidak mungkin dia bisa terpilih menjadi wakil jenderal perang. Instingnya pasti sangat kuat sehingga dia memiliki kecurigaan pada Gary Davis, Xylan berpikir serius.Dia lalu menatap k