Alen terbungkam seketika. Perkataan prajurit itu terlalu tajam hingga dia tak bisa membalasnya.Sang prajurit menghela napas panjang. Dia pun sesungguhnya tidak bisa menyalahkan keluhan calon prajurit itu. Tapi, dia harus bersikap keras demi membangun mental calon junior mereka itu menjadi lebih kuat.Dengan ekspresi serius, sang prajurit yang terlihat masih cukup muda itu berkata, "Ini hanya sebuah latihan. Tapi kau sudah mengeluh seperti ini. Aku beri saran, kalau kau memang merasa tidak sanggup menjalani hari-harimu sebagai calon prajurit di sini, lebih baik sekarang kau mengemasi barang-barangmu dan pergi dari istana." "Kau tahu, ada ribuan orang yang menginginkan posisi sebagai prajurit di negara ini. Dan kami saja mengirim pulang ratusan calon prajurit yang gagal menyelesaikan misi ketiga tadi," lanjut sang petugas yang bernama Daniel Moore itu.Daniel melihat name tag milik Alen dan berkata lagi, "Dan kau, Alen Smith. Kami tidak keberatan mengirim kau pulang jika kau memang su
Mary Kesley yang berdiri di belakang William Mackenzie dengan Vincent yang juga sedang mengawasi monitor itu tentu saja bisa melihat bagaimana kegelisahan sang jenderal. Akan tetapi, mereka masih terdiam, tidak memberi tanggapan.Tiba-tiba William bangkit dari kursi, "Vincent, kita pulang."Mata Mary melebar, "Jenderal?"William mendesah dan tersenyum samar pada gadis cantik yang terlihat kaget itu. "James tidak seperti Jody, Mary. Dia berhenti sejenak sebelum melanjutkan, "Dan Riley ... pasti tahu apa yang sedang dilakukan, berikut dengan resikonya. Aku yakin dia sudah memikirkan banyak hal dan kurasa dia bisa mengatasinya sendiri.""Tapi, Jenderal. Tidakkah kedekatan mereka ini sangat berbahaya?" tanya Mary yang masih terlihat bingung itu.William mengelengkan kepala, "Itu benar, tapi apa yang aku lihat tadi sudah cukup menunjukkan bila ... dua anak itu sedang menjalin pertemanan. Itu berbeda dengan Jody dan aku di masa lalu."Vincent, sang pengawal pribadi William juga tak kalah b
William yang merasa tak memiliki pilihan lain itu pun akhirnya berkata, "Yang Mulia, sebelumnya saya mohon maaf.""Pasti Anda sangat terkejut dengan kehadiran saya. Saya ... masuk ke dalam istana hanya ingin melihat keadaan putra saya yang sedang mengikuti seleksi penerimaan calon prajurit," lanjut William. Rowena mengerutkan kening, tapi masih belum berkomentar apapun."Pihak istana tidak mengizinkan para calon prajurit untuk menghubungi keluarga. Anda juga pasti tahu soal ponsel mereka yang disita. Tapi, Yang Mulia ... saya sebagai seorang ayah sangat mencemaskan keadaan putra saya, saya ingi melihat dia walaupun hanya sebentar untuk memastikan bahwa dia baik-baik saja," jelas William panjang lebar.Rowena menatap pria paruh baya itu dan memperhatikan penampilannya. Penampilannya rapi dan tidak mencurigakan. Dia terlihat seperti orang yang cukup berkelas. Oh, mungkin dia seorang pengusaha. Rowena Wellington membatin."Lalu, bagaimana kau bisa masuk ke dalam istana? Penjagaan sanga
Dua bola mata cokelat terang William Mackenzie pun seketika membulat akibat terkejut, tidak menyangka perkataan itu terucap oleh seorang putri raja yang baru dia lihat secara langsung.Vincent, sang pengawal pribadi mantan jenderal perang terhebat itu juga terlihat kaget tapi dia masih bisa mengontrol emosinya.Sementara Rowena Wellington kini menatap sang legenda dengan tatapan yang tiba-tiba menjadi berbinar penuh kekaguman. Seolah gadis muda berusia delapan belas tahun itu baru saja bertemu dengan seorang bintang yang tengah digilai oleh anak-anak muda."Yang Mulia, Anda ... tahu tentang putra saya dan saya? Tapi, bagaimana mungkin?" ujar William dengan nada sulit percaya.Rowena yang semula terlihat terbengong-bengong itu segera menyadarkan dirinya dan berdeham kecil untuk mengembalikan wibawanya sebagai seorang anggota keluarga kerajaan, "Aku sebenarnya ... aku tahu secara tidak sengaja."Kedua alis tebal William pun menyatu dan dia menyipitkan mata menatap sang putri dengan penu
Hanya dalam beberapa detik sebuah monitor besar di tengah-tengah menampilan sebuah gambar yang diperbesar hanya di bagian dua orang yang dicurigai sebagai penyusup.Andrew Reece memicing dan memeriksa gambar yang ditampilkan dengan teliti. Hanya dalam beberapa detik, raut wajahnya yang semula tidak bersahabat karena jengkel akibat dua penyusup itu kini berubah menjadi cerah."Jenderal Mackenzie," ucapnya tidak percaya.Begitu dia menyebut nama sang legenda itu, semua orang yang ada di ruang itu seketika ikut memperhatikan monitor. Salah seoran petugas yang berusia sekitar lima puluh tahun itu juga berkata, "Anda benar, Jenderal Reece. Itu benar-benar Jenderal Mackenzie.""Astaga! Dia berada di istana."Seorang menyeletuk, "Tapi, apa yang Jenderal Mackenzie sedang lakukan di istana.Andrew Reece tiba-tiba tersenyum dan berujar, "Kita akan segera tahu."Lelaki itu lalu memberi perintah, "Periksa setiap sudut istana. Temukan apa saja yang menunjukkan keberadaannya!""Baik, Jenderal Reece
Sang petugas menjawab dengan hati-hati, "Saya tidak tahu, Yang Mulia. Tuan Putri Rowena hanya berjalan menuju ke arah yang sama dan kembali ke jalan yang semula dalam beberapa menit.""Dia juga terlihat berjalan dengan menghindari jalan yang terdapat penjaga dan juga daerah dengan banyak kamera CCTV yang terpasang," jelas petugas itu lebih lanjut.Semua perkataannya itu bisa dibuktikan dengan rekaman video yang kemudian diputar.Wajah Keannu Wellington seketika memerah. Dia tidak hanya marah pada putrinya yang telah melanggar peraturan istana, tapi juga malu karena tindakan putrinya itu diketahui oleh banyak orang. Akan tetapi, Andrew Reece berkata dengan cepat, "Tuan Putri Rowena mungkin saja melihat Jendera Mackenzie, Yang Mulia.""Kita bisa bicara baik-baik dengan Putri Rowena, Yang Mulia," Greg ikut mencoba mendinginkan Keannu yang terlihat sudah marah.Keannu menoleh pada dua orang itu dan dengan berat hati menghela napas panjang. Sang raja dengan tatapan mata memerah itu lalu
Sang jenderal perang itu pun menjawab, "Sebelumnya saya mohon maaf atas kelancangan saya, tapi semua yang saya tanyakan ini sudah mendapatkan izin dari Raja Keannu."Monica mengeryit heran, semakin penasaran dibuatnya tapi dia memilih untuk mendengarkan tanpa berniat menyela. Sedangkan saat dia menoleh ke arah putrinya, dia bisa melihat bila Rowena terlihat gugup.Oh, apa yang baru saja kau lakukan, Nak? Kau tidak berbuat sesuatu yang melanggar peraturan istana kan? batin Monica."Katakan saja! Aku akan menjawabnya jika aku bisa," kata Rowena dengan nada tenang meskipun sebenarnya dia sangat gelisah."Kami menemukan rekaman kamera CCTV mengenai keberadaan Anda yang sedang menuju ke arah pintu bagian selatan. Apa yang Anda lakukan di sana, Yang Mulia?" Andrew bertanya dengan nada serius.Monica yang mendengar hal itu langsung membuka mulut, "Apa? Pintu istana selatan?""Apa yang kau lakukan di sana, Rowena?" tanya sang ratu sembari menoleh ke arah putrinya.Rowena bukan hanya terkejut,
Rowena yang masih merupakan seorang remaja belasan tahun itu pun menjawab tanpa ragu, "Sayangnya tidak, Jenderal Reece." Dia bertekad tetap mengikuti keinginan sang jenderal perang. Andrew Reece menahan napas, masih mencoba berharap meski agak semuanya itu terasa sulit, "Atau mungkin dia menyebutkan dia berada di asrama yang mana, Yang Mulia?" Rowena memasang ekspresi penuh sesal dengan sorot mata serius. "Tidak, Jenderal Reece. Dia bahkan tidak tahu di mana putranya berada. Dia belum sempat menemuinya, mungkin karena istana yang sangat luas jadi dia kesulitan menemukan putranya," jelas Rowena sembari mengendikkan bahu. Andrew pun tersenyum samar, menyembunyikan rasa kecewa yang baru saja menghantam dadanya. Jenderal Perang yang dulunya dia layani selama bertahun-tahun itu telah menginjakkan kakinya lagi ke istana, tapi bahkan dia tidak sudi memberitahunya. Apa yang salah dengan dirinya? Apa dia tidak pantas untuk diberitahu? Semua pertanyaan-pertanyaan itu tentu saja hanya b
Reiner mengernyitkan dahi saat melihat ekspresi James yang menurutnya sangat aneh. Apalagi dia juga melihat bagaimana tiba-tiba bibir James membentuk sebuah senyuman.“Ada apa denganmu?” Reiner akhirnya memilih untuk bertanya.James sekali lagi malah tersenyum pada Reiner, membuat Reiner mengedipkan mata.Reiner juga langsung merinding seketika. “Kau ini kenapa? Jangan bilang kau jadi gila, James!”Helaan napas langsung terdengar dari James. Dia mendengus jengkel, “Sialan! Aku masih memiliki harapan bertemu dengan Riley, meskipun tidak sekarang. Untuk apa aku harus jadi gila?”Mendengar hal itu, Reiner menghela napas penuh kelegaan. Sebab, omelan James adalah salah satu cara yang memperlihatkan bahwa sahabat baiknya itu memang benar-benar baik saja. “Lalu, kenapa kau jadi seperti itu? Tersenyum mengerikan. Sangat aneh, asal kau tahu! Tidak seperti kau yang biasanya,” jelas Reiner yang masih terlihat agak ngeri.James kembali menyeringai, memperlihatkan deretan giginya yang bersih. Di
Bukannya menjawab pertanyaan James Gardner, Xylan Wellington malah berkata, “Aku … aku tahu apa yang sedang ingin kau katakan, Jenderal Gardner.”Baguslah, jadi apa jawabannya? Reiner membatin, mulai merasa malas.James menaikkan alis, “Iya, Yang Mulia?”Xylan mendesah pelan, lalu memejamkan mata selama beberapa detik. Setelah berhasil menguasai dirinya lagi dia pun menjawab, “Ini kelalaianku, Jenderal Gardner.”“Kelalaian? Soal apa, Yang Mulia?” James bertanya, terdengar meminta jawaban yang lebih jelas.“Kakak perempuanku. Aku … tahu dia sudah berbuat salah,” kata Xylan pelan.Sang raja muda itu menundukkan kepala selama beberapa detik, sementara James masih terdiam, menunggu dia berbicara lagi.Dan tanpa James mendesaknya, Xylan berujar, “Sesungguhnya aku sudah memperhatikan ada sesuatu yang aneh tentang dia. Ini … bahkan, sebelum kau berangkat mencari kakak iparku lagi, Jenderal Gardner.”Mata James melebar seketika, tapi dia masih menahan diri untuk berkomentar.Xylan berdehem pe
Mendengar pertanyaan sang jenderal perang baru itu, Xylan Wellington seketika tertawa canggung.Tawa itu sungguh tidak lepas, bahkan malah terdengar aneh sehingga membuat siapapun yang mendengar tawa sang raja muda itu menjadi bingung.Reiner pun menatap Xylan dengan tatapan aneh sedangkan James malah tidak berkedip. Sorot matanya menunjukkan sebuah tuntutan.Tuntutan mengenai penjelasan dari Xylan berkaitan apa yang baru saja dikatakan oleh dirinya.Ketika melihat sorot penuh tanya yang mendesak itu akhirnya Xylan menghentikan tawanya. Dia berdeham pelan sebelum kemudian berkata, “Hm … aku tahu dari prajurit utama.”“Prajurit utama?” ulang James seraya mengernyitkan dahi.Xylan menelan ludah dan tersenyum kikuk, “Prajurit istana raja, Jenderal Gardner.”Oh, sesungguhnya bukan itu yang dimaksud oleh James. Dia tanpa bertanya pun juga tahu jika prajurit utama adalah prajurit istana yang
James Gardner malah hanya terdiam, tidak memberikan jawaban yang jelas pada pertanyaan Reiner.Sebuah kecemasan langsung mendera sang komandan perang darat. Tidak mau diabaikan oleh james, maka Reiner kembali bertanya, “James, katakan padaku. Apa kau akan tetap tinggal di istana? Kau tidak akan pergi kan?”Dia menatap James yang sedang menatap ke arah luar jendela mobil dengan cemas. Tetapi, setelah dia cukup bersabar menunggu dia akhirnya mendengar James menjawab, “Aku tidak tahu.”Hati Reiner seperti dihantam oleh batu seketika.“Jadi … kau akan pergi?” pria itu bertanya dengan nada terdengar kecewa.“Tergantung.”Reiner yang masih menatap James pun menaikkan alis, tampak bingung, “Tergantung pada apa?”James mendesah pelan, “Tergantung pada jawaban Raja Xylan.”Reiner semakin kebingungan. Namun, dia tidak memiliki waktu untuk bertanya lebih lanjut lantaran mobil yang mereka naiki telah memasuki gerbang utama istana Kerajaan Ans De Lou. Meskipun begitu, Reiner tetap tidak mau menye
Pada awalnya Michelle Veren tidak memahami apa yang ditanyakan oleh James Gardner. Namun, ketika dia melihat air muka sang jenderal, dia langsung tahu yang dimaksud tentu saja waktu tentang kepergian tiga orang yang sedang mereka cari.Sehingga, sang pemilik butik Veren itu pun menjawab, “Sekitar satu jam yang lalu, Jenderal Gardner.”Mendengar jawaban itu, Reiner langsung lemas. Tapi, itu berbanding terbalik dengan James yang malah penuh semangat. Hal tersebut bisa terlihat dari James yang malah berkata, “Ayo, Rei. Kita kejar dia.”Reiner menatap sedih ke arah sahabat baiknya itu dan membalas, “Tidak akan terkejar, James. Itu sudah terlalu lama.”James malah tidak mendengarkan ucapan Reiner dan memerintah beberapa anak buahnya, “Siapkan mobil, kita kejar mereka.”“James,” Reiner memanggil pelan.James mengabaikan panggilan itu dan tetap berkata pada anak buahnya yang masih diam menunggu, “Cari tahu melalui CCTV saat ini mereka sudah berada di daerah mana. Mereka … pasti terlihat ji
Sayangnya semuanya itu telah terlambat disadari oleh gadis muda itu. Semua perkataan dari gadis bernama Alice Porter itu jelas-jelas didengar oleh Reiner Anderson dan James Gardner.Dengan raut wajah menggelap James pun berkata, “Nona, kau-”“Tidak, tidak. Aku hanya salah berbicara, aku … aku tidak tahu apapun. Kalian salah dengar,” kata Alice yang wajahnya kian memucat. Apalagi ketika dia melihat bagaimana aura James Gardner, sang jenderal perang yang menakutkan itu, dia semakin kesulitan untuk bernapas.Reiner pun juga sudah tidak bisa menahan diri sehingga berkata dengan nada jengkel, “Katakan apa saja yang kau ketahui atau kau … akan tahu betapa mengerikannya jika kau berhadapan dengan kami berdua.”“Aku tidak peduli kau itu seorang wanita. Aku masih bisa mencarikan sebuah hukuman yang pantas diterima olehmu,” lanjut Reiner dengan dingin.Alice menelan ludah dengan kasar. Tentu gadis muda itu sangat kebingungan. Terlebih lagi, saat itu tidak ada yang mencoba membantu dirinya sam
Pertanyaan James tersebut seketika membuat Reiner terdiam selama beberapa saat. Dia terpaku menatap ke arah butik itu dengan air muka bingung.Sementara James tidak ingin membuang waktu lebih banyak sehingga tanpa kata dia berjalan cepat menuju ke arah butik yang dimiliki oleh Michelle Veren, seorang desainer wanita berusia empat puluh tahun yang cukup terkenal di negara itu.Reiner pun tidak hanya bengong dan berdiam diri, meratapi ketidaktelitiannya. Dia mengikuti James dengan berlari-lari kecil tepat di belakang James tanpa kata.Begitu James lebih cepat darinya mencapai pintu, dia langsung melihat dua penjaga butik yang membukakan pintu itu untuk mereka.“Ada yang bisa saya bantu?” salah satu penjaga butik itu bertanya pada James.“Saya mencari Putri Rowena. Di mana dia sekarang?” James balik bertanya tanpa basa-basi seraya mengedarkan dua matanya ke segala penjuru lantai satu butik itu.Meskipun saat itu ada sebuah rasa curiga yang mencuat di dalam kepala James, pria muda itu leb
Reiner tidak kunjung menjawab pertanyaan James. Dia malah menampilkan ekspresi wajah yang terlihat ragu-ragu sekaligus bingung.Tentu saja hal itu membuat James menjadi semakin kesal. “Ayolah, katakan cepat! Apa yang aneh dari Putri Rowena?” desak James dengan tidak sabar.Reiner menelan ludah dan menggaruk telinganya sebelum menjawab, “Yah, aku tidak yakin apa ini memang aneh buatmu. Tapi … menurutku ini sangat aneh.”James menggertakkan giginya lantaran semakin jengkel dan tidak sabar.Beruntunglah, dia tidak perlu bertanya lagi karena Reiner menambahkan, “Jadi, menurut laporan dia pergi ke luar istana.”Mendengar jawaban Reiner, James sontak mendengus kasar. “Apa yang aneh dari hal itu? Setahuku dia memang sering pergi ke luar istana.”Reiner mendesah pelan, “Memang. Tapi, kali ini … beberapa jam yang lalu, dia pergi tanpa pengawal. Dan dia … pergi membawa putra mereka, Pangeran Kharel.”Seketika James melotot kaget, “Apa? Kau … yakin?”“Iya, James. Dan-”“Bagaimana mungkin? Raja
Gary Davis tidak menjawab pertanyaan Xylan. Dia hanya memasang ekspresi memelas. Hal itu seketika menimbulkan rasa bersalah pada diri Xylan Wellington.Oh, tidak. Apa yang sudah aku lakukan? Apa … aku sudah berlebihan karena telah menaruh curiga pada asisten pribadiku sendiri? Xylan membatin seraya menatap wajah polos Gary.Sang raja muda itu mendesah pelan. Dia pun kembali berpikir keras. Dia mencoba mengingat segala hal tentang Gary. Dia tidak pernah membuat kesalahan, tak sekalipun. Dia juga tidak pernah melakukan hal yang mencurigakan selama ini. Astaga, apa aku sudah salah mencurigai seseorang? pikir Xylan.Akan tetapi, dia menggelengkan kepalanya dengan cepat saat dia menyadari sesuatu.Tapi, tunggu dulu. James Gardnerlah yang mencurigai dia. Dia tidak mungkin berbicara sembarangan. Kalau tidak, tidak mungkin dia bisa terpilih menjadi wakil jenderal perang. Instingnya pasti sangat kuat sehingga dia memiliki kecurigaan pada Gary Davis, Xylan berpikir serius.Dia lalu menatap k