"Tentu, Jenderal. Anda boleh," jawab Eland. Sang jenderal besar itu pun tersenyum. "Jenderal Cleve, kau tahu ... aku bisa saja menyalahartikan kebaikan hatimu ini. Apa kau tidak keberatan?" "Sama sekali tidak, Jenderal. Nyawa saya milik Anda," ucap Eland. William Mackenzie sontak berkata, "Nyawamu ya milikmu sendiri. Aku tidak memintanya." "Jenderal," ucap Eland tersentak kaget. "Ah, begini saja. Aku hanya minta satu hal saja darimu," kata Bill. Eland segera bersiap-siap menerima perintah. "Berdamailah dengan kerajaanku dan jadilah sekutu kerajaanku. Apa kau bisa melakukannya?" tanya Bill. Eland Cleve terdiam tak percaya. Ia kehilangan kata-kata untuk sesaat dan baru bisa mendapatkan kembali kemampuan berkata-katanya. "Hanya itu, Jenderal?" "Ya." Sungguh Eland tak mengerti, "Anda yakin hanya ini, Jenderal?" "Iya. Aku hanya butuh itu," kata Bill. Eland pun merunduk. Dengan kepala sedikit tertunduk, lelaki muda itu berkata, "Baik, Jenderal. Saya akan menyampaikan hal ini pada
Keannu seketika melempar sebuah tatapan heran dengan kedua alis tebal menyatu. Jody Gardner dengan segera menyadari kesalahan kecil yang telah ia lakukan dan buru-buru memperbaiki, "Ah, maksud saya. Rasanya itu mustahil. Saya tidak percaya pada kerajaan itu. Pasti mereka telah melakukan sesuatu."Raut wajah sang raja pun kembali seperti sedia kala. "Kita belum tahu dengan pasti, Jenderal.""Tapi, Yang Mulia. Kerajaan Mondega jelas sekali sepertinya melakukan trik ini untuk mencoba memancing kita ke luar," ujar Jody, masih berusaha membuat pikiran rajanya tidak berpusat pada masalah itu."Mereka tidak akan berani menghadapi ... Penasihat Perang kita."Keannu hampir kembali menyebut kata "Jenderal". Tapi, dengan cepat ia bisa mengontrol lidahya yang biasanya tajam."Anda terlihat begitu yakin pada kemampuan Bill Stewart. Tapi, saya yakin Kerajaan Mondega sedang memperalat Bill Stewart. Tawanan perang. Ya pasti begitu," ujar Jody.Keannu menggeleng tidak yakin, "Dia tidak akan mudah dika
Eland Cleve merasa jantungnya seperti hendak dicabut ketika mendengar pertanyaan balik yang dilontarkan oleh dewa penyelamatnya itu. Astaga, apa dia sudah menyinggung pria hebat ini? Eland Cleve, apa yang sudah kau lakukan? Mengapa bertanya tentang hal yang seharusnya tidak perlu kau tanyakan? Dasar bodoh, kau Eland Cleve! Bodoh! umpat Eland pada dirinya sendiri. Kini ia begitu cemas.Ia pun berkata dengan perlahan, "Ampun, Jenderal. Saya tidak bermaksud demikian. Saya-""Tak apa, santailah!" ucap Bill sambil tersenyum samar. Tatapan mata jernihnya kembali teduh. Eland semakin terlihat takut menyinggung tapi akhirnya dirinya pun bisa bernapas dengan lega."Ya, aku tahu. Kau pasti berpikir aku aneh, tapi begitulah kenyataannya. Yang aku inginkan hanyalah mengabdi pada kerajaanku, hanya itu. Masalah dikenal atau tidak, itu bukan persoalan besar bagiku," lanjut Bill.Eland Cleve menatap sang jenderal dengan penuh kekaguman. Tak perlu diragukan lagi, William Mackenzie sungguh pantas men
Eland Cleve menjawab dengan santai, "Aku baru bicara dengannya dan beliau mengatakan jika kau adalah salah satu orang yang mengetahui wajah asli beliau."Andrew Reece ternganga, matanya pun melebar dengan sempurna. Gelas yang tengah ia bawa pun hampir saja terlepas dari tangannya kalau ia tidak hati-hati.Ia seketika melirik ke kanan dan kiri, meneliti dengan was-was, takut jika ada orang yang mungkin akan mendengarkan percakapan mereka.Ia bersusah payah meneguk ludah dalam-dalam, membuat dirinya tenang dan mencoba kembali bersikap normal. Eland Cleve mengamati dengan seksama dan dengan mudah mengetahui jika Andrew Reece sedang terkejut sekaligus gugup."Beliau mengatakannya pada Anda, Jenderal?" tanya Andrew pada akhirnya.Ia bahkan kesulitan menutup mulutnya kembali dan mulai berpikir lebih luas. Seketika ia kini memahami, alasan mengapa Eland Cleve terlihat langsung akrab dengan sang jenderal besar. Orang itu rupanya sudah mengenal jenderalnya.Tapi bagaimana bisa? Apakah William
"Apa alasan Anda memilih berdamai?" tanya Jody Gardner tanpa berusaha berniat melontarkan kalimat basa basi. Ia hanya ingin mengutarakan dengan cepat untuk menghemat waktu.Eland Cleve seketika merasa bila pertanyaan itu terdengar sedikit aneh. Gelagat itu juga dilihat dari sikap Jody Gardner yang terlihat tidak tenang.Akan tetapi, sang jenderal muda itu pun menjawab dengan santai, "Perang tidak akan membawa dampak yang begitu baik untuk dua kerajaan, Jenderal Gardner."Jody tersenyum samar, senang pancingannya itu berhasil. Dia pun berkata kembali, "Semua peperangan yang terjadi tentu saja membawa dampak yang berbeda-beda. Bukankah Anda juga pasti sudah menyadarinya begitu Anda mulai memberi isntruksi menyerang kerajaan kami?"Jody bersikap santai tapi jelas sekali mengharapkan jawaban yang jujur dari Eland Cleve, meskipun ia sayang yakin Eland Cleve bukanlah orang yang mudah dihadapi. Dan justru karena hal itu, Jody begitu ingin tahu cara apa yang telah digunakan oleh penasihat per
Ah, sekarang Eland segera memahaminya. Jody Gardner jelas-jelas tidak menyukai dewa penyelamatnya itu. Hal itu begitu terlihat dengan jelas ketika ia melihat ekspresi tak suka yang terpancar di mata Jody Gardner ketika mereka membahas masalah Bill. "Dia memang hebat. Dan, kehebatan itu terkadang tidak bergantung pada lama atau tidaknya seseorang bergelut di bidang itu. Aku yakin, kau pasti setuju dengan hal itu, Jenderal Gardner," ucap Eland sambil menambahkan senyum ramah di akhir kalimatnya.Jody Gardner pun setelahnya tidak lagi mempermasalahkan hal itu lagi dan memilih meredam emosinya. Dia pun pulang dengan benak dipenuhi kekesalan yang teramat sangat karena lagi-lagi dia telah kehilangan muka. Kali ini, tak tanggung-tanggung, namanya tak disebut-sebut di Kerajaan Ans De Lou kala mereka kembali. Hanya Bill lah yang diagung-agungkan oleh semua orang, termasuk rajanya hingga akhirnya dia tak ikut dalam perayaan besar di istana.Akan tetapi, di saat pesta perayaan itu baru dua ja
"Cassie, dengar. Kau ... bisa cerita apa saja kepadaku!" ucap Bill, berusaha membuat istrinya mau mengungkapkan apa yang dialami.Awalnya Cassandra terlihat begitu enggan dan tampak tidak nyaman. Namun, setelah Bill dengan begitu sabar menunggunya dan mencoba menenangkan dirinya, Cassandra akhirnya mulai mencoba perlahan terbuka pada sang suami."Aku ... dipecat, Bill. Bayangkan! Kau tahu kan pekerjaan itu sangat kucintai," ucap Cassandra kembali terisak pelan."Apa alasannya?" Kening Bill mengerut, setahunya Cassandra adalah seorang pekerja yang begitu disiplin, rasanya tak mungkin istrinya melakukan sebuah kesalahan."Aku tak mau membahas. Rasanya percuma," ucap Cassandra, terlihat begitu malas.Bill menghela napas panjang. Dia tahu betul bagaimana Cassandra Wood begiti mencintai pekerjaannya dan selalu membanggakannya tanpa henti. Kehilangan sesuatu yang begitu disukainya tentu sangat berat bagi Cassandra."Sekarang aku pengangguran, Bill.""Itu tak masalah," jawab Bill tenang."Ba
"Katakan saja apa yang kau mau katakan!" kata Cassandra, sudah tak sabar. Bill menggenggam tangan istrinya lalu berkata, "Sebelum aku bertemu denganmu, aku adalah tentara, Cassie. Aku bekerja di istana, tapi ...." "Tapi apa?" tanya Cassandra dengan napas tertahan. "Aku mengundurkan diri lebih dari 3 tahun yang lalu dan di perjalanan pulang aku diserang sampai aku hampir mati," kata Bill. Cassandra menatap kaget, "Diserang gimana, Bill? Siapa yang menyerangmu?" Bibir wanita cantik itu terlihat bergetar saat mengucapkannya dan hal itu membuat Bill menjadi lebih hati-hati. "Aku tidak tahu, Cassie. Di saat itulah aku diselamatkan oleh Nenek Minerva dan akhirnya menikahimu," jelas Bill. Cassandra masih sedikit agak bingung, "Bagaimana dia bisa menyelamatkanmu?" Bill tidak mungkin berkata dia dibuang di pinggiran kota karena itu akan lebih memeperumit semuanya. Maka, dia memilih berkata, "Nenek menemukanku yang sedang sekarat di jalan. Dia yang menyembuhkan aku." Cassandra terdiam s
“Jenderal, kita sudah terkepung.”Seorang prajurit dengan luka tembak di kaki menyeret dirinya untuk berjalan menuju ke tempat di mana sang jenderal perang Kerajaan Ans De Lou sedang mempersiapkan senjatanya.Prajurit yang terseok-seok ketika berjalan itu sudah tidak mengenakan pelindung kepala dan juga pelindung badannya yang lain. Hal itu membuat sang jenderal perang mendelik marah kepadanya, “Apa yang kau sudah lakukan? Di mana semua pelindungmu?”Sang prajurit dari kelas satu itu hanya bisa meringis menahan sakit dan menjawab, “Tidak bisa digunakan lagi, terlalu banyak luka tembakan.”Riley Mackenzie membelalakkan mata dan seketika melepas kacamata pelindung yang melindungi matanya.Pria muda itu sontak berjongkok dan melihat luka Benedict Arkitson yang ternyata sangat parah. Tidak hanya kakinya saja yang tertembak, tapi bagian perut kirinya rupanya juga terluka parah. Di samping itu, Riley melihat banyak luka lain yang tidak terhitung jumlahnya. “Tetaplah di sini! Staf medis a
Dear, ReadersIni Zila Aicha yang ingin berterima kasih kepada seluruh pembaca setia novel ini. Saya tahu, season 2 dari buku ini mungkin membuat kecewa sebagian penggemar buku ini. Namun, percayalah saya sudah berusaha membuat buku ini dengan sepenuh hati.Bolehkah saya meminta pendapat Anda mengenai buku ini? Saya akan dengan senang hati membaca komentar Anda semua. Saran dan Kritik pun akan saya terima dengan bahagia.Selanjutnya, saya akan membuat season 3 dari buku ini, tapi Season 3 ini akan menjadi buku dengan tokoh utama “James Gardner.”Semoga Anda semua akan menyukainya.Salam hangat selaluZila Aicha
Orang-orang pun berniat mendekati Riley, hendak membantunya. Akan tetapi, ketika mereka melihat James Gardner yang bergerak mendekati Riley, mereka pun hanya bisa diam di tempat mereka.James dengan cepat menangkap tubuh Riley yang terhuyung-huyung seolah tidak sanggup menahan beban tubuhnya sendiri.James mendesah pelan, “Apa yang kau sedang lakukan?”“Mencegahmu pergi,” jawab Riley dengan lemah.James membuang napas dengan kasar dan memapah Riley yang ternyata masih begitu lemah.“Kau tidak perlu membuang-buang waktu dan tenagamu,” kata James.“Mengapa? Kau tidak harus pergi, James. Kau-”“Ini sudah keputusanku,” potong James cepat.Riley menggelengkan kepala, menatap pemuda yang hanya terpaut satu tahun lebih tua darinya itu. “Kau tidak bersalah. Akulah yang brengsek karena ingin mempertahankan sebagai sahabatku.”“Senang sekali kau mengakuinya,” balas James yang kemudian diiringi senyuman samar.“Jika ada yang harus pergi dari sini, maka akulah orangnya, bukan kau,” kata Riley.Ja
Rowena mengangguk lemah, sementara keempat prajurit yang juga berada di dalam ruang rawat itu langsung saling lempar pandang. Riley sendiri butuh beberapa waktu untuk memproses informasi tersebut.Namun, Reiner langsung bertanya, “Yang Mulia, lalu … di mana wakil jenderal perang berada sekarang?”Rowena menoleh dengan cepat, “Aku tidak tahu. Aku … hanya mendengar berita itu dari pelayan istana, baru saja. Mungkin … dia sudah kembali ke asrama atau-”“Terima kasih, Yang Mulia,” Reiner memotong ucapan Rowena dengan cepat akibat terlalu panik.Setelah itu Reiner langsung memberi penghormatan pada sang putri raja dan cepat-cepat meninggalkan area tersebut bersama dengan Diego.Ben juga berujar, “Riley, aku ke sana dulu. Nanti aku … akan ke sini lagi.”Alen ikut mengangguk, “Jangan khawatir! Kami akan langsung memberitahumu bila kami sudah tahu apa yang sedang terjadi.”Riley hanya bisa menatap kepergian teman-temannya dengan tatapan penuh kebingungan.Tinggalah hanya Rowena yang berada d
Awalnya Riley sangat ingin memaksa James untuk menjawab perkataannya, namun dia tidak lagi melakukannya saat dia akhirnya memahami James mungkin membutuhkan waktu untuk sendiri.Dia pun menghela napas pelan, “Aku akan bicara lagi dengannya nanti.”Sementara itu, di luar ruang Riley, semua orang yang merupakan teman baik dari kedua anak muda yang sedang memiliki masalah yang cukup rumit itu sontak menatap James dengan tatapan penuh tanya.Ketika Alen dan Ben hanya diam saja lantaran tidak berani bertanya, Diego dengan santai bertanya, “Kau … sudah berbicara dengan Riley?”James mengangguk.“Lalu … bagaimana?” Reiner bertanya dengan nada was-was.James tidak menjawab pertanyaan Reiner dan hanya berkata, “Aku akan kembali ke asrama dulu.”Shin yang mendengar hal itu menggigit bibir dan membalas, “Aku akan menemanimu.”James tidak menolak dan membiarkan Shin ikut bersamanya, sementara Diego dan Reiner tetap di sana.Setelah James dan Shin tidak terlihat lagi di sana, Alen memutuskan masuk
James tertawa penuh kecewa ketika dia melihat Riley hanya diam sajaRiley sontak menatapnya tanpa kata.“Kenapa? Apa kau … jangan-jangan memang tidak pernah memiliki niat sekalipun untuk memberitahu masalah itu kepadaku?” James berkata dengan nada tajam.Riley membuka mulut tapi ternyata tidak ada satupun kata-kata yang keluar dari mulut Riley.James semakin kesal melihatnya, “Ah, jadi begitu. Aku mengerti sekarang.”James manggut-manggut dan melangkah mundur, membuat Riley terkejut.“James, ini tidak seperti apa yang sedang kau pikirkan,” kata Riley pada akhirnya bisa membalas ucapan James.James menggelengkan kepala.“Kau memangnya tahu apa yang sedang aku pikirkan, Riley?” James berkata dengan nada sinis.Pemuda itu tidak bisa lagi menyembunyikan rasa kecewanya yang sangat besar, “Kau tidak tahu, Riley. Tapi … aku bisa tahu apa yang sedang kau pikirkan.”“James, aku … tahu aku sudah bersalah kepadamu. Tapi, tolong mengertilah! Posisiku sangat sulit. Aku tidak ingin kau … membenciku
Shin dan Reiner seketika saling melempar pandang, seakan sama-sama bingung harus meninggalkan area itu sesuai permintaan James atau tidak.Akan tetapi, alasan mereka ragu-ragu tentu saja bukan karena mereka berdua khawatir bahwa James akan menyakiti Riley. Justru keduanya lebih mengkhawatirkan James.Sayangnya, James yang tidak mendapatkan jawaban dari dua orang temannya itu sontak menoleh dengan kening berkerut, “Kenapa? Apa kalian berdua tidak percaya padaku?”“Kalian … berpikir aku akan berbuat hal yang … sampai menyakiti Riley? Apa seperti itu?” James menambahkan dengan raut wajah sedih.Shin cepat-cepat menoleh ke arah James, “Tentu saja tidak. Kau tidak akan melakukan hal seburuk itu.”“Jangan salah paham, James! Justru kami … hanya sangat khawatir terhadapmu,” Reiner berujar pelan.James terkejut dan ketika dia menatap kedua temannya itu secara bergantian, dia langsung tahu bahwa kedua teman baiknya itu sama sekali tidak sedang berbohong.Pemuda itu memejamkan matanya dan langs
Ben sontak menundukkan kepala.James pun seketika memejamkan matanya, benar-benar tidak mempercayai sebuah kenyataan yang menyakitkan telah menamparnya.Sementara Shin menatap temannya itu dengan pandangan penuh kekecewaan.Dia menyentuh bahu Ben dan bertanya, “Kau tahu soal rahasia besar ini dan kau … diam saja? Apa yang sudah kau lakukan?”Ben terdiam.Shin menghela napas panjang dan memperhatikan ekspresi semua prajurit yang merupakan teman-teman baiknya itu. Pria itu mendesah pelan, “Bukankah kita ini … semuanya teman? Bagaimana bisa kau … dan kau menyembunyikan hal penting ini?”Ben mengangkat kepala, “Lalu, kau berharap aku melakukan apa?”“Melakukan apa katamu?” balas Shin sengit.“Kau pikir itu mudah? Menyembunyikan rahasia sebesar ini? Pikirmu … apa yang terjadi jika aku memberitahu kau dan yang lain? Apalagi James. Dia … pasti akan bertengkar dengan Riley. Mereka akan-”“Sialan!” James mengumpat karena sudah tidak tahan.Pemuda itu berkata, “Jangan berlagak kau tahu tentang
Sedangkan William juga mulai kebingungan menenangkan istrinya yang kian menangis tersedu-sedu.Akan tetapi, tangisan Cassandra akhirnya berhenti kala dia melihat pintu ruang operasi tersebut terbuka.Semua orang juga langsung menatap ke arah pintu, menunggu dengan cemas.Di saat beberapa orang dari tim medis telah keluar, William dan Cassandra langsung berjalan mendekat.“Dokter,bagaimana dengan keadaan putra saya?” William bertanya.Sang dokter berusia senja itu menatap ke arah pria paruh baya yang sedang menatapnya penuh kecemasan. “Jenderal Mackenzie,” sapa dokter itu setelah dia memperhatikan wajah William.William mengangguk, “Iya, Dokter Sigmund. Ini saya.”Sigmund terkejut, “Riley Wood, maksud saya Jenderal Wood adalah … putra Anda?”“Iya, Dokter,” jawab William.James hanya menatap kosong ke arah depan, seolah telah siap mendengar penyataan itu. Sedangkan, Reiner dan prajurit lain hanya bisa memekik kaget lantaran sebuah fakta penting yang baru saja terungkap di depan mereka.