"Kau ... terlalu banyak bertanya, Reece!" ucap Bill yang kemudian terlihat tidak ingin lagi membahas masalah itu.Andrew Reece pun tidak lagi ingin bertanya dan memilih untuk mencoba melupakan masalah itu lalu membahas tentang masalah lain."Jenderal, bagaimana dengan perang dua minggu lagi di Mondega?" tanya Andrew yang kini mengalihkan perhatian.Bill benar-benar senang sekali memiliki anak buah yang begitu pengertian seperti Andrew Reece. Ia pun kemudian mencoba untuk mengingat-ingat nama yang telah disebut oleh anak buah setianya itu."Mondega?" ulang Bill."Ya, Jenderal. Sebuah kerajaan yang terletak di bagian utara, dekat dengan perbatasan Kerajaan Cruela."Bill masih berpikir dan menggali ingatannya. Lalu, seolah telah mengingat sesuatu ia pun berkata, "Ah, kerajaan yang memiliki ekspor terbesar dalam bidang persenjataan itu?""Benar, Jenderal. Kerajaan Mondega pernah menjadi salah satu pusat pembuat senjata-senjata kita di zaman sebelum Anda menjadi seorang jenderal perang di
Mary yang melihat kegelisahan di mata sang nyonya muda itu pun berkata, "Nyonya, mohon maaf kalau saya terkesan ikut campur, tapi izinkan saya menyampaikan sebuah pendapat."Cassandra menoleh kepada suster yang usianya sepertinya tidak terlalu jauh lebih tua daripada dirinya itu, "Ya? Katakan!""Nyonya, sejauh yang saya lihat Tuan Bill bukanlah seseorang yang terlihat bekerja di bidang terlarang," ucap Mary."Kenapa kau bisa bilang begitu? Apa kau sudah mengenal suamiku sejak lama?"Mary menjawab, "Sebenarnya saya baru bertemu dengan Tuan ya hari di mana beliau memperkerjakan saya untuk menjadi suster Anda."Cassandra pun menjadi pesimis akan pendapat Mary yang mungkin saja tidak objektif."Tapi, saya yakin tuan tidak mungkin melakukan hal-hal yang melanggar hukum. Ini juga karena Andrew Reece, teman tuan adalah salah seorang pengawal istana yang cukup terkenal. Anda mungkin bisa melihat di situs istana. Di sana, ada nama dia dan dengan begitu berarti tuan bekerja di istana."Informas
"Anda benar, mungkin jika kita mengetahui alasan Anda dan apa yang diinginkan oleh mereka, kita tidak perlu berperang," jawab Bill dengan begitu santainya.Jody segera melempar anak panahnya dengan asal dan berkata, "Jangan katakan kalau kau itu takut membuat strategi perang untuk kita kali ini. Apa kau sebenarnya tidak bisa membuat strateginya sampai kau ingin berdamai?"Bill menggelengkan kepala. Sepertinya dia harus lebih keras menahan diri agar tidak terpancing oleh amarah saat bersama dengan Jody Gardner."Jenderal, perang itu adalah solusi terakhir ketika kedua pihak tidak bisa diajak bekerja sama untuk berdamai atau mungkin konflik yang sudah terlalu parah sehingga cara yang paling tepat adalah dengan."Jody tersinggung dengan ucapan Bill tetapi belum sempat dia memprotes, Bill sudah berkata lagi, "Jika konflik yang mendasari sebuah peperangan itu tidak terlalu kuat, cara terbaik adalah bernegosiasi untuk membuat kesepakatan antara kedua belah pihak. Baru, jika nantinya tidak a
"Benar, Yang Mulia. Sekali lagi saya mohon maaf atas kelancangan saya tapi ini demi kebaikan kita bersama," ucap Bill terlihat begitu sungguh-sungguh dan dengan penuh ketenangan."Kebaikan?" ulang Keannu masih mencoba untuk memproses penjelasan dari Bill.Bill mengangguk, "Ya, Yang Mulia. Anda bisa memilih Jenderal Gardner untuk memutuskan semuanya dan saya keluar dari permasalahan ini atau mempertahankan saya namun harus mengeluarkan beliau."Kepala Keannu seakan dilempari sebuah bom yang meledakkan kepalanya. Ia benar-benar tidak mengerti.Ia tidak menyangka pemilihan antara dua orang yang amat penting baginya itu justru telah dimulai sekarang ini.Ia pikir hal itu baru akan terjadi di masa depan. Nyatanya hal itu ternyata harus ia hadapi lebih awal."Yang Mulia," panggil Bill.Keannu mendesah lelah, "Jenderal, ini bukan keputusan yang sangat mudah. Kau sendiri memilih jabatan itu dan sekarang kau yang membuatku harus memilih. Kalau begini caranya, kenapa tidak sedari dulu saja kau
"Penasihat Perang? Merebut posisiku? Yang benar saja. Mana mungkin ada hal seperti itu di sini?" balas Jody sambil tertawa canggung.Pria itu kemudian melanjutkan kata-katanya dengan menampilkan wajah terlihat agak serius."Kau tidak masuk akal, Dorothy. Kenapa aku harus takut pada orang baru macam dia?" ucap Jody yang kini mengalihkan pandangannya ke arah lain, tidak ingin melihat ke arah Dorothy.Dorothy Winks tentu saja tertawa mendengarnya, "Aku? Tidak masuk akal? Kalau kau memang tidak takut posisimu itu direbut oleh dia, bukankah seharusnya kau malah merasa kesal karena kini kau harus berpikir sendiri untuk strategi perang?"Jody Gardner tidak tahan lagi dengan perkataan kekasihnya yang begitu menyinggungnya itu. "Cukup! Aku tidak ingin membahasnya. Dia hanya sedikit mirip dengan Jenderal Mackenzie. Tak ada masalah jika aku membencinya. Aku tidak perlu harus menjelaskannya secara gamblang alasanku kan?" Kesal, Dorothy memilih meninggalkan kekasihnya itu dengan begitu jengkel sa
Bill hanya terdiam, tidak berniat menjawab pertanyaan Andrew Reece. Namun, tanpa perlu mendengar penjelasan Bill secara langsung, Andrew sudah bisa memahami jika Bill memang sesungguhnya tidak mau melepas Kerajaan Mondega pada Jody Gardner. "Sekarang, pastikan saja istriku baik-baik saja." "Sudah, Jenderal. Keadaan Nona Wood cukup stabil. Tidak lama lagi, beliau akan diizinkan pulang," balas Andrew. Bill manggut-manggut, "Lalu, bagaimana rumah yang akan jadi tempat tinggal istriku ke depan?" "Semuanya sudah beres, Jenderal. Sudah siap huni, tinggal menunggu Nona Wood pulih total," jelas Andrew terlihat senang dengan hasil kerjanya. "Bagus!" puji Bill, puas dengan kerja Andrew. "Terima kasih, Jenderal," balas Andrew. Sementara itu, saat ini, di Carlo Hill Hospital, Cassandra Wood baru saja selesai mandi dan telah siap menyisir rambut. Namun, belum sempat ia melakukannya. Mary berkata, "Nyonya Wood, di depan ada keluarga Anda. Apa Anda ingin menemuinya?" Cassandra sedikit terkeju
"Hm. Tidak akan, aku akan pulang," ucap Cassandra tegas, terlihat tidak terpengaruh. Peter menggelengkan kepala tak percaya, "Dasar wanita! Mudah sekali luluh!" "Keputusan yang bagus, Cassie," ucap Christopher dengan senyum cerah. "Kami akan menyiapkan kamar barumu," ucap George dengan senyum yang juga sama cerahnya seperti milik Christopher Wood. Chistopher kemudian berkata, "Tentu saja, aku sangat yakin kau akan pulang. Buat apa bertahan dengan Bill yang tidak jelas itu? Segera saja urus perceraianmu itu, Cassie!" "Apa kau mau aku saja yang mengurusnya, Cassie?" tawar George terlihat senang hati melakukannya untuk sang adik. "Lagi pula, pekerjaannya sangat berbahaya, kita tidak tahu apa yang mungkin terjadi ke depan," ujar Shirley. Peter mendengus keras, "Yang benar saja, Cassie. Kau percaya apa yang dikatakan mereka ini?" Peter menunjuk tiga orang itu dengan begitu jijk. Pandangannya benar-benar telah berubah dan ia sekarang terlihat tidak berada di dalam pihak pembenci Bill
"Hentikan, Peter!" bentak Christopher tidak tahan mendengar ucapan Peter lagi. "Bicara sekali lagi, maka akan aku potong lidahmu! Dasar sampah! Sama saja kau dengan Bill!" umpat Christopher, tak lagi menjadikan Peter sebagai cucu menantu kesayangannya. Peter tertawa senang dengan kemarahan Christopher Wood yang memang tak disukainya sejak awal. Ia seakan memiliki kesempatan dengan berkata, "Hm. Sampah? Kau yakin mengataiku sampah, Pak Tua? Apa kau lupa kau yang membujukku untuk menikahi cucumu? Ayahku, tidak akan terima jika putra kesayangannya disebut sampah, kalau kau mau tahu." Christopher terbatuk-batuk dan ia tidak berbicara selama beberapa saat. Jika ia dihadapkan dengan ayah Peter Green, sudah tentu dia tidak berdaya. Keluarga Green cukup tersohor, dia pasti akan dipermalukan. Peter tersenyum puas melihat laki-laki tua itu tidak berkutik. "Kakak Ipar, kurasa Bill bekerja di istana." Cassandra terdiam untuk beberapa saat tapi kesadaran segera mengguncangnya kembali. "Hah? K
“Jenderal, kita sudah terkepung.”Seorang prajurit dengan luka tembak di kaki menyeret dirinya untuk berjalan menuju ke tempat di mana sang jenderal perang Kerajaan Ans De Lou sedang mempersiapkan senjatanya.Prajurit yang terseok-seok ketika berjalan itu sudah tidak mengenakan pelindung kepala dan juga pelindung badannya yang lain. Hal itu membuat sang jenderal perang mendelik marah kepadanya, “Apa yang kau sudah lakukan? Di mana semua pelindungmu?”Sang prajurit dari kelas satu itu hanya bisa meringis menahan sakit dan menjawab, “Tidak bisa digunakan lagi, terlalu banyak luka tembakan.”Riley Mackenzie membelalakkan mata dan seketika melepas kacamata pelindung yang melindungi matanya.Pria muda itu sontak berjongkok dan melihat luka Benedict Arkitson yang ternyata sangat parah. Tidak hanya kakinya saja yang tertembak, tapi bagian perut kirinya rupanya juga terluka parah. Di samping itu, Riley melihat banyak luka lain yang tidak terhitung jumlahnya. “Tetaplah di sini! Staf medis a
Dear, ReadersIni Zila Aicha yang ingin berterima kasih kepada seluruh pembaca setia novel ini. Saya tahu, season 2 dari buku ini mungkin membuat kecewa sebagian penggemar buku ini. Namun, percayalah saya sudah berusaha membuat buku ini dengan sepenuh hati.Bolehkah saya meminta pendapat Anda mengenai buku ini? Saya akan dengan senang hati membaca komentar Anda semua. Saran dan Kritik pun akan saya terima dengan bahagia.Selanjutnya, saya akan membuat season 3 dari buku ini, tapi Season 3 ini akan menjadi buku dengan tokoh utama “James Gardner.”Semoga Anda semua akan menyukainya.Salam hangat selaluZila Aicha
Orang-orang pun berniat mendekati Riley, hendak membantunya. Akan tetapi, ketika mereka melihat James Gardner yang bergerak mendekati Riley, mereka pun hanya bisa diam di tempat mereka.James dengan cepat menangkap tubuh Riley yang terhuyung-huyung seolah tidak sanggup menahan beban tubuhnya sendiri.James mendesah pelan, “Apa yang kau sedang lakukan?”“Mencegahmu pergi,” jawab Riley dengan lemah.James membuang napas dengan kasar dan memapah Riley yang ternyata masih begitu lemah.“Kau tidak perlu membuang-buang waktu dan tenagamu,” kata James.“Mengapa? Kau tidak harus pergi, James. Kau-”“Ini sudah keputusanku,” potong James cepat.Riley menggelengkan kepala, menatap pemuda yang hanya terpaut satu tahun lebih tua darinya itu. “Kau tidak bersalah. Akulah yang brengsek karena ingin mempertahankan sebagai sahabatku.”“Senang sekali kau mengakuinya,” balas James yang kemudian diiringi senyuman samar.“Jika ada yang harus pergi dari sini, maka akulah orangnya, bukan kau,” kata Riley.Ja
Rowena mengangguk lemah, sementara keempat prajurit yang juga berada di dalam ruang rawat itu langsung saling lempar pandang. Riley sendiri butuh beberapa waktu untuk memproses informasi tersebut.Namun, Reiner langsung bertanya, “Yang Mulia, lalu … di mana wakil jenderal perang berada sekarang?”Rowena menoleh dengan cepat, “Aku tidak tahu. Aku … hanya mendengar berita itu dari pelayan istana, baru saja. Mungkin … dia sudah kembali ke asrama atau-”“Terima kasih, Yang Mulia,” Reiner memotong ucapan Rowena dengan cepat akibat terlalu panik.Setelah itu Reiner langsung memberi penghormatan pada sang putri raja dan cepat-cepat meninggalkan area tersebut bersama dengan Diego.Ben juga berujar, “Riley, aku ke sana dulu. Nanti aku … akan ke sini lagi.”Alen ikut mengangguk, “Jangan khawatir! Kami akan langsung memberitahumu bila kami sudah tahu apa yang sedang terjadi.”Riley hanya bisa menatap kepergian teman-temannya dengan tatapan penuh kebingungan.Tinggalah hanya Rowena yang berada d
Awalnya Riley sangat ingin memaksa James untuk menjawab perkataannya, namun dia tidak lagi melakukannya saat dia akhirnya memahami James mungkin membutuhkan waktu untuk sendiri.Dia pun menghela napas pelan, “Aku akan bicara lagi dengannya nanti.”Sementara itu, di luar ruang Riley, semua orang yang merupakan teman baik dari kedua anak muda yang sedang memiliki masalah yang cukup rumit itu sontak menatap James dengan tatapan penuh tanya.Ketika Alen dan Ben hanya diam saja lantaran tidak berani bertanya, Diego dengan santai bertanya, “Kau … sudah berbicara dengan Riley?”James mengangguk.“Lalu … bagaimana?” Reiner bertanya dengan nada was-was.James tidak menjawab pertanyaan Reiner dan hanya berkata, “Aku akan kembali ke asrama dulu.”Shin yang mendengar hal itu menggigit bibir dan membalas, “Aku akan menemanimu.”James tidak menolak dan membiarkan Shin ikut bersamanya, sementara Diego dan Reiner tetap di sana.Setelah James dan Shin tidak terlihat lagi di sana, Alen memutuskan masuk
James tertawa penuh kecewa ketika dia melihat Riley hanya diam sajaRiley sontak menatapnya tanpa kata.“Kenapa? Apa kau … jangan-jangan memang tidak pernah memiliki niat sekalipun untuk memberitahu masalah itu kepadaku?” James berkata dengan nada tajam.Riley membuka mulut tapi ternyata tidak ada satupun kata-kata yang keluar dari mulut Riley.James semakin kesal melihatnya, “Ah, jadi begitu. Aku mengerti sekarang.”James manggut-manggut dan melangkah mundur, membuat Riley terkejut.“James, ini tidak seperti apa yang sedang kau pikirkan,” kata Riley pada akhirnya bisa membalas ucapan James.James menggelengkan kepala.“Kau memangnya tahu apa yang sedang aku pikirkan, Riley?” James berkata dengan nada sinis.Pemuda itu tidak bisa lagi menyembunyikan rasa kecewanya yang sangat besar, “Kau tidak tahu, Riley. Tapi … aku bisa tahu apa yang sedang kau pikirkan.”“James, aku … tahu aku sudah bersalah kepadamu. Tapi, tolong mengertilah! Posisiku sangat sulit. Aku tidak ingin kau … membenciku
Shin dan Reiner seketika saling melempar pandang, seakan sama-sama bingung harus meninggalkan area itu sesuai permintaan James atau tidak.Akan tetapi, alasan mereka ragu-ragu tentu saja bukan karena mereka berdua khawatir bahwa James akan menyakiti Riley. Justru keduanya lebih mengkhawatirkan James.Sayangnya, James yang tidak mendapatkan jawaban dari dua orang temannya itu sontak menoleh dengan kening berkerut, “Kenapa? Apa kalian berdua tidak percaya padaku?”“Kalian … berpikir aku akan berbuat hal yang … sampai menyakiti Riley? Apa seperti itu?” James menambahkan dengan raut wajah sedih.Shin cepat-cepat menoleh ke arah James, “Tentu saja tidak. Kau tidak akan melakukan hal seburuk itu.”“Jangan salah paham, James! Justru kami … hanya sangat khawatir terhadapmu,” Reiner berujar pelan.James terkejut dan ketika dia menatap kedua temannya itu secara bergantian, dia langsung tahu bahwa kedua teman baiknya itu sama sekali tidak sedang berbohong.Pemuda itu memejamkan matanya dan langs
Ben sontak menundukkan kepala.James pun seketika memejamkan matanya, benar-benar tidak mempercayai sebuah kenyataan yang menyakitkan telah menamparnya.Sementara Shin menatap temannya itu dengan pandangan penuh kekecewaan.Dia menyentuh bahu Ben dan bertanya, “Kau tahu soal rahasia besar ini dan kau … diam saja? Apa yang sudah kau lakukan?”Ben terdiam.Shin menghela napas panjang dan memperhatikan ekspresi semua prajurit yang merupakan teman-teman baiknya itu. Pria itu mendesah pelan, “Bukankah kita ini … semuanya teman? Bagaimana bisa kau … dan kau menyembunyikan hal penting ini?”Ben mengangkat kepala, “Lalu, kau berharap aku melakukan apa?”“Melakukan apa katamu?” balas Shin sengit.“Kau pikir itu mudah? Menyembunyikan rahasia sebesar ini? Pikirmu … apa yang terjadi jika aku memberitahu kau dan yang lain? Apalagi James. Dia … pasti akan bertengkar dengan Riley. Mereka akan-”“Sialan!” James mengumpat karena sudah tidak tahan.Pemuda itu berkata, “Jangan berlagak kau tahu tentang
Sedangkan William juga mulai kebingungan menenangkan istrinya yang kian menangis tersedu-sedu.Akan tetapi, tangisan Cassandra akhirnya berhenti kala dia melihat pintu ruang operasi tersebut terbuka.Semua orang juga langsung menatap ke arah pintu, menunggu dengan cemas.Di saat beberapa orang dari tim medis telah keluar, William dan Cassandra langsung berjalan mendekat.“Dokter,bagaimana dengan keadaan putra saya?” William bertanya.Sang dokter berusia senja itu menatap ke arah pria paruh baya yang sedang menatapnya penuh kecemasan. “Jenderal Mackenzie,” sapa dokter itu setelah dia memperhatikan wajah William.William mengangguk, “Iya, Dokter Sigmund. Ini saya.”Sigmund terkejut, “Riley Wood, maksud saya Jenderal Wood adalah … putra Anda?”“Iya, Dokter,” jawab William.James hanya menatap kosong ke arah depan, seolah telah siap mendengar penyataan itu. Sedangkan, Reiner dan prajurit lain hanya bisa memekik kaget lantaran sebuah fakta penting yang baru saja terungkap di depan mereka.