Kurang dari 30 menit kemudian, Jody Gardner telah sampai ke gedung itu dengan raut wajah yang sama sekali tidak bersahabat. Ia menatap satu per satu anak buahnya dengan tatapan mematikan hingga tak satupun di antara mereka ada yang berani bergerak meski hanya sekedar mengangguk atau menggeleng. Pengawal yang jumlahnya lebih dari 20 orang itu hanya menunduk dalam. "Sampah!" teriak Jody dengan suara yang menggelegar. Beberapa dari mereka terlonjak kaget tapi segera memperbaiki posisinya kembali. "Menjaga satu orang saja tidak becus. Masih berani kalian menyebut diri kalian sebagai prajurit?" bentak Jody. Jody berkacak pinggang, "Kalian memalukan." Charlie memberanikan diri mengangkat kepala, "Ampun, Jenderal. Orang itu cukup berpengalaman." Jody tertawa sinis, "Berpengalaman? Jangan membuat lelucon seperti itu, Charlie." Charlie pun kembali terdiam. "Kau sudah ikut denganku selama beberapa tahun dan dia? Memangnya apa yang sudah dia lakukan? Identitasnya bahkan masih tidak me
"Tidak masalah. Mereka hanya akan membawaku kembali ke gudang itu dan menggantungku," ujar Bill.Andrew ternganga, "Anda digantung, Jenderal?"Bill tertawa aneh, justru merasa apa yang dilakukan oleh jenderal perang baru itu sangatlah konyol. "Iya, begitulah."Andrew Reece tentu saja kebingungan, tak tahu di mana letak kelucuan yang ditertawakan oleh seorang William Mackenzie. Ia pun hanya bisa menunggu penjelasan dari jenderalnya itu."Jody Gardner sungguh tak berpengalaman mengenai hal culik-menculik, Reece.""Maksud Anda?" tanya Andrew tidak tahan lagi."Dia mengancamku, ingin mengetahui hubunganku dengan William Mackenzie tapi caranya ah ... sungguh sama sekali tidak profesional.""Anda diancam?" ujar Andrew syok.Bill menjawab, "Hm. Dia menggantungku, ingin memotong lidahku dan sebagainya.""Apa? Dia berani melakukan itu pada Anda? Kurang ajar sekali dia! Dia-""Reece, Reece. Ingat! Dia tidak tahu siapa aku," potong Bill cepat.Andrew Reece membalas, "Tapi, tetap saja, ini keter
Andrew mengangkat wajah, merasa tidak seharusnya ia bersikap lemah meski ia dihina sekali pun. "Saya bertemu dengan sanak saudara saya, Jenderal.""Benarkah?" tanya Jody, tidak yakin."Iya. Memang apa yang Anda pikirkan, Jenderal?" Jody bersedekap, "Aku pikir kau baru saja menemui temanmu, Bill Stewart itu, Andrew Reece."Andrew menjawab dengan tenang, "Oh, tidak, Jenderal. Dia sedang menjenguk istrinya. Saya-""Yakin kau tidak bertemu dengannya di suatu tempat, Reece?" desak Jody, menatap tajam Andrew."Tidak, Jenderal."Jody mengamati sikap tenang Andrew dan menurutnya tak ada tanda-tanda Andrew menyembunyikan sesuatu.Andrew berkata lagi, "Apa perlu saya hubungi keluarga saya untuk-""Tidak perlu!" potong Jody cepat, sudah malas.Andrew bersorak dalam hati. Ia telah berhasil mengelabuhi Jody Gardner. Bukankah itu sebuah prestasi yang cukup bagus?"Apa saya sudah boleh pergi, Jenderal?" tanya Andrew."Ya, pergilah!" ucap Jody.Andrew segera membungkuk perlahan, lalu angkat kaki dar
Tanpa menunggu Jody membalas, Bill kembali membungkuk lagi, "Saya undur diri dulu, Jenderal Gardner."Lelaki yang berdiri tepat di depan Bill itu seketika mengepalkan tangan, menahan kekesalan lalu akhirnya ikut meninggalkan aula istana tersebut dengan amarah yang masih menggumpal di dadanya.Aneh. Selama dia hidup, ia tidak pernah sekesal ini sebelumnya. Tapi, apa yang dilakukan oleh Penasihat Perang itu nyatanya membuatnya mudah kesal. Jody berjalan cepat-cepat menuju ke gedung latihan. Steven yang mengikutinya tepat di belakang sudah mulai khawatir jika sang jenderal akan mengamuk lagi di sana. Ia berharap para pengawal tak banyak di sana sehingga mereka tidak menjadi sasaran kemarahan Jody Gardner. Tapi, beruntunglah rupanya kemarahan Jody sedikit memudar saat ia melihat Dorothy Winks, salah satu staff istana yang merupakan kekasih Jody ada di dalam gedung latihan, terlihat sedang mengecek perlengkapan alat-alat mereka yang telah menjadi tugasnya. Steven benar-benar lega luar b
"Hal lain apa maksudmu?" tanya Dorothy balik. "Kau tahu apa maksudku," balas Jody. Tatapan Jody terlihat tak biasa dan Dorothy sungguh malas sekali jika menghadapi Jody yang tidak bisa mengendalikan diri saat ini. Kesal, Dorothy pun berkata, "Kau menjadi tidak masuk akal jika kita berbicara tentang Jenderal Mackenzie." "Kaulah yang begitu," bantah Jody. "Kita bicara lagi nanti. Aku harus melapor pada Raja Keannu," balas Dorothy. Tanpa ingin berdebat lagi, Jody melepaskan kekasihnya itu pergi dan ia pun hanya bisa melampiaskan kekesalannya lewat latihan fisik di dalam gedung itu. Sedangkan kini, di Gedung Perak, Bill sedang berdiri melihat-lihat kembali barang-barang lama miliknya ditemani oleh Andrew Reece yang selalu setia kepadanya. "Kau tidak perlu menemaniku seperti ini, Reece," ucap Bill. "Sudah menjadi tugas saya untuk melayani Anda, Jenderal." "Tidak. Aku sekarang hanya Penasihat Perang, Reece. Kau tidak perlu melayaniku," ujar Bill. Namun, Andrew Reece tetap bersiker
Andrew Reece memperhatikan kening sang jenderal perang yang ia layani dengan setia itu tengah berkerut dan ia pun dengan sangat berhati-hati mulai berbicara, "Mungkin, mereka bukan berasal dari kerajaan lain, Jenderal."Bill segera menoleh dan memberi tatapan balasan penuh dengan tanda tanya, "Bukan? Lalu dari mana menurutmu mereka?"Andrew membasahi bibir, mencoba memberi jawaban yang netral tapi tetap terarah, "Saya curiga jika mungkin mereka itu orang-orang di sekitar Anda, Jenderal."Bill mendesah pelan. Ia tidak setuju tapi tetap menghargai jawaban yang diberikan oleh Andrew. Lelaki muda itu sudah berani mengatakan jawabannya, maka tak ada alasan bagi Bill untuk mencibir jawaban itu.Sehingga ia memilih untuk berkata secara pelan-pelan."Hm, musuhku memang banyak, tapi kupikir tak ada yang berani sampai berniat membunuhku, Reece. Musuhku di Carlo Hill itu hanyalah orang-orang biasa," ucap Bill."Orang-orang biasa juga sangat mungkin melakukan tindakan itu, Jenderal," sahut Andrew
Andrew segera mengangguk dengan cepat.Bill pun mulai bercerita.Lebih dari tiga tahun lalu,Sesaat setelah William Mackenzie memutuskan mundur dari jabatannya sebagai Jenderal tertinggi Kerajaan Ans De Lou, ia segera ke luar dari istana dengan membawa sedikit barang-barangnya. Ia melepas topeng peraknya dan mulai menapaki jalanan untuk pertama kalinya sebagai orang biasa. Ia pun menikmati udara luar dan berkeinginan untuk melihat kampung halamannya yang telah ia tinggalkan selama beberapa tahun. Meskipun dia sudah tidak memiliki satu kerabat pun yang tersisa, ia tetap ingin melihat tempat ia tinggal dan dibesarkan. Akan tetapi, kesialan menghampirinya.Lelaki dengan penampilan layaknya warga biasa itu dikejar-kejar oleh orang-orang yang tidak ia ketahui asalnya. Ia berlari tak tentu arah sampai akhirnya ia terjepit. Bill yang sudah tidak memiliki senjata apa pun hanya bisa melawan dengan tangan kosong. Pada awalnya ia memang berhasil mengalahkan orang-orang yang menyerangnya itu,
Perubahan topik yang begitu mendadak itu sebenarnya membuat Andrew sedikit terkejut, tapi ia segera berpikir cepat. "Anda belum pernah melawannya, Jenderal tapi Jenderal Gardner pernah.""Ah, begitu. Bawakan aku dokumen lengkapnya nanti malam, Reece!" perintah Bill."Baik, Jenderal."Di bagian istana lain, saat ini Keannu Wellington sedang berdiri di taman bunganya di malam itu dan Amanda Clark, sekretaris istana yang telah mengabdi di kerajaan itu selama beberapa tahun pun menemuinya guna melaporkan sesuatu. Keannu menyadari kedatangan wanita itu setelah sang penjaga memberitahunya."Yang Mulia," sapa Amanda Clark sambil membungkuk perlahan."Ya, Amanda. Sudah kau dapatkan?" tanya Keannu."Sudah, Yang Mulia," jawab Amanda seraya menyerahkan sebuah tablet putih kepada sang raja.Keannu segera mengambil kaca mata bacanya lalu membuka dokumen itu dan membacanya secara teliti."Bagus, ini sangat bagus. Kita bisa memakai ini untuk menyerang mereka," ucap Keannu senang.Amanda Clark menun
Dear, ReadersIni Zila Aicha yang ingin berterima kasih kepada seluruh pembaca setia novel ini. Saya tahu, season 2 dari buku ini mungkin membuat kecewa sebagian penggemar buku ini. Namun, percayalah saya sudah berusaha membuat buku ini dengan sepenuh hati.Bolehkah saya meminta pendapat Anda mengenai buku ini? Saya akan dengan senang hati membaca komentar Anda semua. Saran dan Kritik pun akan saya terima dengan bahagia.Selanjutnya, saya akan membuat season 3 dari buku ini, tapi Season 3 ini akan menjadi buku dengan tokoh utama “James Gardner.”Semoga Anda semua akan menyukainya.Salam hangat selaluZila Aicha
Orang-orang pun berniat mendekati Riley, hendak membantunya. Akan tetapi, ketika mereka melihat James Gardner yang bergerak mendekati Riley, mereka pun hanya bisa diam di tempat mereka.James dengan cepat menangkap tubuh Riley yang terhuyung-huyung seolah tidak sanggup menahan beban tubuhnya sendiri.James mendesah pelan, “Apa yang kau sedang lakukan?”“Mencegahmu pergi,” jawab Riley dengan lemah.James membuang napas dengan kasar dan memapah Riley yang ternyata masih begitu lemah.“Kau tidak perlu membuang-buang waktu dan tenagamu,” kata James.“Mengapa? Kau tidak harus pergi, James. Kau-”“Ini sudah keputusanku,” potong James cepat.Riley menggelengkan kepala, menatap pemuda yang hanya terpaut satu tahun lebih tua darinya itu. “Kau tidak bersalah. Akulah yang brengsek karena ingin mempertahankan sebagai sahabatku.”“Senang sekali kau mengakuinya,” balas James yang kemudian diiringi senyuman samar.“Jika ada yang harus pergi dari sini, maka akulah orangnya, bukan kau,” kata Riley.Ja
Rowena mengangguk lemah, sementara keempat prajurit yang juga berada di dalam ruang rawat itu langsung saling lempar pandang. Riley sendiri butuh beberapa waktu untuk memproses informasi tersebut.Namun, Reiner langsung bertanya, “Yang Mulia, lalu … di mana wakil jenderal perang berada sekarang?”Rowena menoleh dengan cepat, “Aku tidak tahu. Aku … hanya mendengar berita itu dari pelayan istana, baru saja. Mungkin … dia sudah kembali ke asrama atau-”“Terima kasih, Yang Mulia,” Reiner memotong ucapan Rowena dengan cepat akibat terlalu panik.Setelah itu Reiner langsung memberi penghormatan pada sang putri raja dan cepat-cepat meninggalkan area tersebut bersama dengan Diego.Ben juga berujar, “Riley, aku ke sana dulu. Nanti aku … akan ke sini lagi.”Alen ikut mengangguk, “Jangan khawatir! Kami akan langsung memberitahumu bila kami sudah tahu apa yang sedang terjadi.”Riley hanya bisa menatap kepergian teman-temannya dengan tatapan penuh kebingungan.Tinggalah hanya Rowena yang berada d
Awalnya Riley sangat ingin memaksa James untuk menjawab perkataannya, namun dia tidak lagi melakukannya saat dia akhirnya memahami James mungkin membutuhkan waktu untuk sendiri.Dia pun menghela napas pelan, “Aku akan bicara lagi dengannya nanti.”Sementara itu, di luar ruang Riley, semua orang yang merupakan teman baik dari kedua anak muda yang sedang memiliki masalah yang cukup rumit itu sontak menatap James dengan tatapan penuh tanya.Ketika Alen dan Ben hanya diam saja lantaran tidak berani bertanya, Diego dengan santai bertanya, “Kau … sudah berbicara dengan Riley?”James mengangguk.“Lalu … bagaimana?” Reiner bertanya dengan nada was-was.James tidak menjawab pertanyaan Reiner dan hanya berkata, “Aku akan kembali ke asrama dulu.”Shin yang mendengar hal itu menggigit bibir dan membalas, “Aku akan menemanimu.”James tidak menolak dan membiarkan Shin ikut bersamanya, sementara Diego dan Reiner tetap di sana.Setelah James dan Shin tidak terlihat lagi di sana, Alen memutuskan masuk
James tertawa penuh kecewa ketika dia melihat Riley hanya diam sajaRiley sontak menatapnya tanpa kata.“Kenapa? Apa kau … jangan-jangan memang tidak pernah memiliki niat sekalipun untuk memberitahu masalah itu kepadaku?” James berkata dengan nada tajam.Riley membuka mulut tapi ternyata tidak ada satupun kata-kata yang keluar dari mulut Riley.James semakin kesal melihatnya, “Ah, jadi begitu. Aku mengerti sekarang.”James manggut-manggut dan melangkah mundur, membuat Riley terkejut.“James, ini tidak seperti apa yang sedang kau pikirkan,” kata Riley pada akhirnya bisa membalas ucapan James.James menggelengkan kepala.“Kau memangnya tahu apa yang sedang aku pikirkan, Riley?” James berkata dengan nada sinis.Pemuda itu tidak bisa lagi menyembunyikan rasa kecewanya yang sangat besar, “Kau tidak tahu, Riley. Tapi … aku bisa tahu apa yang sedang kau pikirkan.”“James, aku … tahu aku sudah bersalah kepadamu. Tapi, tolong mengertilah! Posisiku sangat sulit. Aku tidak ingin kau … membenciku
Shin dan Reiner seketika saling melempar pandang, seakan sama-sama bingung harus meninggalkan area itu sesuai permintaan James atau tidak.Akan tetapi, alasan mereka ragu-ragu tentu saja bukan karena mereka berdua khawatir bahwa James akan menyakiti Riley. Justru keduanya lebih mengkhawatirkan James.Sayangnya, James yang tidak mendapatkan jawaban dari dua orang temannya itu sontak menoleh dengan kening berkerut, “Kenapa? Apa kalian berdua tidak percaya padaku?”“Kalian … berpikir aku akan berbuat hal yang … sampai menyakiti Riley? Apa seperti itu?” James menambahkan dengan raut wajah sedih.Shin cepat-cepat menoleh ke arah James, “Tentu saja tidak. Kau tidak akan melakukan hal seburuk itu.”“Jangan salah paham, James! Justru kami … hanya sangat khawatir terhadapmu,” Reiner berujar pelan.James terkejut dan ketika dia menatap kedua temannya itu secara bergantian, dia langsung tahu bahwa kedua teman baiknya itu sama sekali tidak sedang berbohong.Pemuda itu memejamkan matanya dan langs
Ben sontak menundukkan kepala.James pun seketika memejamkan matanya, benar-benar tidak mempercayai sebuah kenyataan yang menyakitkan telah menamparnya.Sementara Shin menatap temannya itu dengan pandangan penuh kekecewaan.Dia menyentuh bahu Ben dan bertanya, “Kau tahu soal rahasia besar ini dan kau … diam saja? Apa yang sudah kau lakukan?”Ben terdiam.Shin menghela napas panjang dan memperhatikan ekspresi semua prajurit yang merupakan teman-teman baiknya itu. Pria itu mendesah pelan, “Bukankah kita ini … semuanya teman? Bagaimana bisa kau … dan kau menyembunyikan hal penting ini?”Ben mengangkat kepala, “Lalu, kau berharap aku melakukan apa?”“Melakukan apa katamu?” balas Shin sengit.“Kau pikir itu mudah? Menyembunyikan rahasia sebesar ini? Pikirmu … apa yang terjadi jika aku memberitahu kau dan yang lain? Apalagi James. Dia … pasti akan bertengkar dengan Riley. Mereka akan-”“Sialan!” James mengumpat karena sudah tidak tahan.Pemuda itu berkata, “Jangan berlagak kau tahu tentang
Sedangkan William juga mulai kebingungan menenangkan istrinya yang kian menangis tersedu-sedu.Akan tetapi, tangisan Cassandra akhirnya berhenti kala dia melihat pintu ruang operasi tersebut terbuka.Semua orang juga langsung menatap ke arah pintu, menunggu dengan cemas.Di saat beberapa orang dari tim medis telah keluar, William dan Cassandra langsung berjalan mendekat.“Dokter,bagaimana dengan keadaan putra saya?” William bertanya.Sang dokter berusia senja itu menatap ke arah pria paruh baya yang sedang menatapnya penuh kecemasan. “Jenderal Mackenzie,” sapa dokter itu setelah dia memperhatikan wajah William.William mengangguk, “Iya, Dokter Sigmund. Ini saya.”Sigmund terkejut, “Riley Wood, maksud saya Jenderal Wood adalah … putra Anda?”“Iya, Dokter,” jawab William.James hanya menatap kosong ke arah depan, seolah telah siap mendengar penyataan itu. Sedangkan, Reiner dan prajurit lain hanya bisa memekik kaget lantaran sebuah fakta penting yang baru saja terungkap di depan mereka.
Tidak butuh waktu lama bagi James Gardner untuk memahami semuanya. Bahkan, setelahnya dia melihat Alen Smith menyapa wanita dan pria baruh baya yang jelas merupakan sepasang suami istri tersebut. “Alen, Alen. Kau … staf medis, bukan?” Cassandra bertanya pada pemuda yang sudah pernah dia temui itu.“Riley akan baik-baik saja. Iya kan?” Cassandra berkata dengan penuh kepanikan.Alen mengangguk, “Anda tidak perlu khawatir, Nyonya Mackenzie. Kami akan melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan Riley.”James masih terdiam di tempatnya berdiri. Perkataan Alen pun sudah menjelaskan segalanya. Alen, salah satu sahabat baiknya itu juga mengetahui semua yang terjadi. James memejamkan matanya selama beberapa detik dan memilih untuk menahan dirinya saat itu.Pemuda itu kembali memegang bagian pinggir ranjang Riley lalu membantu untuk mendorong lagi. Dia lalu berkata pelan, “Alen, cepatlah sedikit!”Alen langsung terkejut dan menatap penuh rasa bersalah pada James seolah-olah dia sudah tahu a