"Kau ... pasti sedang mabuk, sampai-sampai kau berbicara seperti ini," ucap Andrew tiba-tiba.Sean ingin sekali membantah, tapi dia terdiam sejenak.Andrew berujar, "Asal kau tahu saja, tidak semua orang bisa menjadi seorang prajurit. Bukankah kau juga tahu bagaimana sulitnya tes yang kau lalui untuk sampai ke tahap ini, Sean?""Bagaimana bisa kau berkata seolah sekarang kau tidak menginginkan kehidupan menjadi seorang prajurit? Apa kau sudah gila?" lanjut Andrew.Sean terbungkam seketika. Laki-laki muda itu pun menunduk dalam, seakan baru saja ditampar dengan begitu keras. Sementara Howard dan Mark terlihat disadarkan dengan guyuran air dingin."Bukankah kalian beberapa waktu yang lalu baru mengatakan telah merasa begitu bahagia karena sudah berada di dalam pasukan Jenderal Mackenzie?" tanya Andrew yang terlihat telah kehilangan kesabaran.Dia menatap ketiga orang itu secara bergantian dan akhirnya berkata, "Kalau saja Jenderal Mackenzie mendengarkan perkataan kalian tadi, dia pasti
Tubuh Jody Gardner terasa memberat dan mungkin dia akan berubah menjadi batu setelah mendengar ucapan sang raja.Laki-laki tiba-tiba saja kehilangan suaranya dan tak sanggup memecahkan satu kata pun.Keannu Wellington yang melihat keterkejutan di mata Sang Jenderal Perang pun kemudian hanya berkata, "Kau tak perlu terkejut seperti itu, Jenderal."Apa dia sudah gila? Mana mungkin aku tidak terkejut setelah mendengar fakta yang sangat mengejutkan itu? Jody Gardner hanya bisa membatin.Bagaimana dia bisa mengetahui semua itu? Seingatnya, semua prajurit yang terlibat dalam kejadian itu sudah tidak ada.Semua prajurit itu telah gugur dalam perang lain dan jika pun ada yang masih hidup tak ada yang masih berada di dalam istana.Rasa-rasanya tidak mungkin rajanya bisa menemukan orang-orang itu."Kau pasti bertanya-tanya bagaimana aku bisa tahu mengenai hal ini," ucap Keannu dengan begitu santainya.Jody Gardner bersusah payah untuk meneguk ludahnya tetapi masih belum bisa berbicara.Dia pun
Jody Gardner pun segera membalikkan badan dan memberi hormat kepada sang ratu bersama dengan pengikutnya. "Ampun, Yang Mulia Ratu," ucap Jody sambil menundukkan kepala, seolah tak berani menatap ke arah sang ratu. Monica Wilhelm pun berkata dengan pelan, "Jadi, siapa orang yang sedang kau bicarakan dengan begitu bersemangat tadi, Jenderal Gardner?" Jody Gardner menelan ludahnya dengan gugup tapi dia tetap menjawab, "Yang Mulia, Anda hanya salah paham saja." Monica terlihat tertawa sinis saat mendengar jawaban Jody. "Apa kau pikir aku ini tuli, Jenderal Gardner?" tanya sang ratu. Steven seketika membelalakkan mata dan dirinya pun ikut berlutut memohon ampun. "Mohon ampun, Yang Mulia. Saya tidak bermaksud berbicara seperti itu," ucap Jody. Monica berkata, "Ah, baiklah jika kau tidak mau akan terus terang kepadamu. Aku saja yang akan bicara." Jody mengerutkan keningnya sementara Steven terlihat begitu terkejut dengan perkataan sang ratu. "Jenderal Gardner, kalau tidak salah kala
Hari berikutnya, di rumah milik keluarga kecil William Mackenzie, Cassandra Wood sedang menekuk wajahnya begitu mendengarkan pengakuan suaminya."Jadi, selama ini kau menyembunyikan itu dariku, Bill?" tanya Cassandra yang untuk ketiga kalinya.Bill pun dengan berulang kali menjawab, "Aku hanya belum menceritakan hal itu kepadamu, Cassie."Cassandra kembali mendengus keras. "Astaga, tidak bisa dipercaya. Mac milikmu. Bagaimana bisa?"Bill menghela napas panjang, sudah menduga bila istrinya tidak akan mudah percaya kepadanya."Aku memulainya sejak aku masih muda, Cassie. Berikut beberapa perusahaanku yang lain. Semua ada di daftar itu," jelas Bill sambil menunjuk sebuah map besar yang berisi tentang seluruh aset yang Bill miliki.Cassandra menoleh ke arah suaminya, "Ternyata aku memang benar-benar tidak mengenalmu. Hanya sedikit saja yang aku tahu tentangmu."Wanita itu terlihat terganggu dengan hal itu. "Lantas, apa lagi yang masih kau sembunyikan dariku? Apa nanti kau akan kembali me
Howard tak berani menjawab dan malah hanya berani menundukkan pandangannya. Sean dan Mark sendiri juga tak memiliki keberanian untuk membalasnya. Tapi, Bill bertanya sekali lagi, "Berapa jumlah pasukan yang masih kita miliki?"Howard menelan ludah, memilih segera menjawab, "Seratus satu, Jenderal."Bill terdiam."Seratus satu tersebut sudah termasuk Andrew Reece, Jenderal," ucap Sean.Bill mengangguk, "Mereka yang bertahan apakah mereka yang tahu mengenai identitasku?""Benar, Jenderal," jawab Howard.Bill manggut-manggut, "Bagus kalau begitu."Sean melotot syok, "Bagus, Jenderal?""Ya, sangat bagus." Bill memperlihatkan ekspresi wajahnya yang memang terlihat puas.Howard pun memilih bertanya, "Apa yang bagus, Jenderal? Kita hanya tinggal memiliki seratus prajurit. Bagaimana kita akan bertempur nanti?"Bill mendesah lelah, memandang ke arah ketiga anak buahnya itu. "Apa kalian lupa bila jumlah pasukan itu bukan segalanya?" ucap Bill."Yang tidak kalah penting adalah kemampuan dan ju
"Untuk itu, saya tidak bisa menjelasaknnya lebih lanjut, Yang Mulia," ucap Bill.Keannu mendengus keras, sadar bila tak mungkin dirinya bisa memaksa jenderal besar itu sehingga dia pun kemudian hanya bisa berkata, "Baiklah, kalau begitu Jenderal Mackenzie. Terserah kau saja. Kalau kau ingin membongkar identitasmu sendiri tak masalah."Mendengar jawaban itu, Bill pun segera berjkata, "Terima kasih atas kemurahan hati Anda, Yang Mulia."Keannu mengangguk dan membiarkan William Mackenzie meninggalkannya.Dua hari kemudian, sesuai dengan permintaan Bill, Keannu pun menggelar pesta resmi di dalam halaman aula istana di siang hari. Semua orang pun mulai bertanya-tanya akan apa yang sebenarnya sedang terjadi."Aku tidak tahu, memangnya ada perayaan apa?" tanya salah satu pelayan yang mempersiapkan pesta itu."Entahlah. Aku tidak mendengar ada sesuatu yang baik yang terjadi, tapi siapa yang tahu?""Sudahlah, kita ini hanya pelayan yang tidak berhak bertanya. Bukankah lebih baik, kita segera s
Tapi selanjutnya suara-suara pun mulai terdengar di sana."Jenderal Mackenzie?""Jenderal terkuat dan terbaik yang pernah kita miliki dulu?" "Tapi di mana beliau sekarang kenapa aku tidak melihatnya?"Seseorang yang lainnya kemudian menggelengkan kepalanya, "Aku tidak melihat orang yang memakai baju zirah milik Sang Jenderal.""Oh, tapi kalau memang perayaan ini dimaksud untuk menyambut kedatangan kembali Jenderal Mackenzie, jelas aja itu masuk akal.""Aku tahu, tapi masalahnya sekarang aku tak melihat adanya tanda-tanda kehadiran beliau," ucap seorang pengawal lainnya.Keannu Wellington yang menunggu orang-orang itu tak lagi berbicara pun kemudian dengan tak sabar mengetuk meja untuk membuat semuanya menjadi lebih terkendali.Saat semua penghuni istana itu mulai terdiam dan menunggu apa yang mungkin akan disampaikan raja mereka, Keannu Wellington pun berdiri dan mulai berjalan ke arah tengah.Monica Wilhelm yang telah mengetahui semuanya itu pun kini sedang luar biasa kesal kepada s
Keannu Wellington segera memalingkan wajahnya dan menatap istrinya dengan tatapan yang begitu terganggu seakan kesenangannya baru saja diinterupsi oleh sang istri. Akan tetapi, Monica Wilhelm yang sudah tak kenal takut lagi dan begitu muak dengan suaminya hanya menatap sambil tersenyum, "Suamiku. Silakan!" Keannu hampir saja mengumpat pada istrinya dan meluapkan kekesalannya karena telah diganggu tetapi dia dengan cepat berhasil mengendalikan dirinya dan membalas senyum sang istri lalu berkata, "Kamu benar, Ratuku. Aku harus segera menghentikan semua ini." Mendengar kalimat itu, baik Jody Gardner maupun seluruh pejabat di dalam istana seketika kembali ke posisi mereka masing-masing dan terdiam menunggu tindakan sang raja. Sekali lagi, Keannu Wellington berusaha keras agar tak terlalu terlihat begitu kecewa di depan seluruh penghuni istana itu. Dengan suara yang terdengar seperti seorang raja bijaksana dia berkata, "Kehadiran Jenderal Mackenzie tidak akan pernah mengganggu Jendera
Gary Davis seketika mendesah pelan. Rasa bersalah segera mendera hatinya.Dia pun segera memposisikan tempat duduknya ke arah sang adik lal menatapnya dengan tatapan penuh rasa bersalah.Tatapan bocah itu benar-benar lugu dan polos sehingga membuat perasaan Gary semakin kacau.Rowen, adik laki-lakinya itu masih begitu sangat kecil, tapi dia harus ikut menanggung permasalahan yang tidak seharusnya dia pikirkan di usia belia. Dengan nada yang begitu sangat lembut Gary pun berujar, “Rowen, maafkan aku. Aku … tahu kau pasti merasa sangat kesepian. Tapi … percayalah aku melakukan semua ini demi kita. Aku-”“Kau mempertaruhkan nyawamu, Kak. Aku … aku ….”Gary menggelengkan kepala, “Jangan pikirkan aku! Kau hanya harus tumbuh dengan sehat dan aman. Agar nanti di saat kita bisa memperoleh apa yang seharusnya menjadi milik kita, kita bisa berdiri dengan tegak.”Tiba-tiba saja perkataan Gary tersebut malah membuat Rowen menunduk sedih. “Gary, tidak bisakah kau tinggalkan itu semua?”Rowen memb
Sesungguhnya, bukan hanya Doris Tan yang rasanya sulit mempercayai apa yang Xylan putuskan. Namun, ketiga rekan pengawalnya pun juga merasakan hal yang sama.Bahkan, gambaran ekspresi ketiga sangat jelas sekali terlihat dari hanya sekali melihat. Terutama Jim Chesnut yang terlihat begitu syok mendengar perkataan Xylan. Mulutnya bahkan sampai terbuka lebar dan dia pun lupa untuk menutupnya lagi. “Y-Yang Mulia, saya sangat bingung. Saya … saya-”“Doris Tan,” Xylan memotong perkataan Doris dengan nada tegas.Doris pun terdiam, seolah tahu bahwa Xylan akan segera menjelaskan alasan raja muda itu. Benar saja, tidak lama kemudian Xylan berkata, “Hm, kau … memang melakukan hal yang benar dengan mengakui kesalahanmu.”Dia berhenti selama beberapa detik, sengaja untuk memberi waktu pada Doris untuk menenangkan diri sebelum dia melanjutkan apa yang ingin dia katakan.Ketika Doris terlihat jauh lebih tenang, Xylan pun melanjutkan, “Namun, kau melakukan itu dengan cara yang salah.”Ludos Flee m
Sesungguhnya Xylan tidak pernah peduli dengan perkataan-perkataan orang di istananya. Dia cenderung mengabaikan berbagai gosip mengenai dirinya.Bahkan, dulu pernah suatu ketika ada sebuah kunjungan dari kerajaan lain, saat itu Xylan diminta ayahnya untuk beramah-tamah dengan salah satu pangeran. Akan tetapi, dia yang memang tidak terlalu pintar bergaul nyatanya malah membuat anak raja dari kerajaan sebelah itu tidak nyaman. Akibatnya, terjadi sedikit keributan saat itu. Xylan dituding bersikap kasar pada sang pangeran sehingga pangeran itu tidak betah tinggal di Kerajaan Ans De Lou dan akhirnya meninggalkan istana lebih cepat daripada yang seharusnya.Situasi di istana sedikit agak kacau. Banyak orang yang menilai Xylan bersalah total sampai mengakibatkan sebuah kerjasama yang penting menjadi gagal. Namun, pemuda itu sama sekali tidak peduli dan tidak pernah menjelaskan apapun.Sang ayah, Raja Keannu kala itu pun tidak pernah bertanya pada sang putra dan malah terkesan membiarkan p
Ronald sedikit agak terkejut dengan perkataan tiba-tiba dari sang raja itu. Walaupun memang sangat wajar bila Xylan Wellington, raja muda baru negerinya itu memberikan sebuah perintah pada siapapun, termasuk dirinya.Xylan memang pernah memberinya perintah, tapi hanya sebatas perintah biasa ketika dia masih menjadi seorang putra mahkota.Dan saat itu situasinya tampak berbeda. Sebab, hari itu adalah hari pertama Xylan memberinya perintah setelah Xylan menyandang gelar raja. Maka, jelas sekali perintah yang bernada serius itu membuat Ronald sedikit agak gugup. Meskipun dia belum mengetahui perintah raja itu, dia tetap menjawab, “Iya, Yang Mulia. Saya siap menerima perintah Anda.”Xylan pun berkata lagi, “Kalau begitu persiapkan dirimu karena kau akan pergi ke luar istana.”Tentu saja perintah itu semakin membuat Ronald kaget, “Apa yang terjadi, Yang Mulia? A-apakah saya telah membuat kesalahan hingga Anda marah terhadap saya? Lalu, lalu … Anda hendak mengusir saya keluar dari istana.”
Lantaran tidak tahu harus menjawab seperti apa, dia pun berpikir sebentar.“Sa-saya tidak berani memberikan pendapat saya, Yang Mulia,” kata Ronald pada akhirnya.Sontak rasa tak puas langsung menghampiri Xylan. Pria muda itu membuang napas dengan kasar, tampak tidak suka mendengar jawaban Ronald. Dengan dingin Xylan pun berkata, “Rajamu sedang bertanya kepadamu dan kau menolak untuk menjawab?”“Kau mau menentangku, Ronald?” lanjut Xylan.Ronald buru-buru berlutut ke hadapan Xylan dengan kepala tertunduk dalam. Dia menelan ludah dengan susah payah, sadar bila sang raja muda itu sedang marah kepadanya. Dia pun langsung menyesal telah melakukan kesalahan bodoh dengan tidak menjawab pertanyaan sang raja.Pengawal muda itu pun dengan terbata-bata berujar, “Saya mohon ampun, Yang Mulia.”Xylan masih diam, enggan membalas ucapan Ronald karena emosinya sedang naik.“Yang Mulia, saya tidak bermaksud membuat Anda kesal. Saya-”“Kalau begitu jawablah!” Xylan memerintah dengan sambil menggerta
Pernyataan Rowena yang bertubi-tubi itu ternyata tepat sasaran. Xylan Wellington dibuat tidak berdaya. Raja muda Kerajaan Ans De Lou itu bahkan tidak mampu memberikan balasan meskipun hanya beberapa patah kata saja.Sedangkan Rowena yang merasa bahwa sang adik mulai memahami penjelasannya akhirnya dia bisa menghela napas lega.Rowena pun berkata pelan, “Aku tidak merasa lebih hebat darimu dalam hal pemerintahan. Tentu saja kau jauh lebih pintar dariku. Kau raja. Namun, aku tahu bagaimana menilai orang. Dan menurutku … kau tidak boleh percaya begitu saja pada Gary Davis hingga kau benar-benar yakin dan menemukan banyak hal tentangnya.”Xylan masih terdiam.Pemuda itu bukan tidak mau membalas perkataan kakak perempuannya. Dia hanya tidak tahu bagaimana melakukannya.Saat itu dia hanya merasa sangat ceroboh. Mendengar perkataan sang kakak, dia sungguh-sungguh sangat malu.“Ya sudah, aku harus melihat Kharel. Aku sudah terlalu meninggalkannya sendirian,” Rowena akhirnya berkata setelah me
Dengan bahu lemas Rowena mengangguk pelan, mengiyakan perkataan Xylan yang memang benar menurutnya.Xylan tercengang, tidak percaya. Memang ada orang seperti itu? Jenderal perang bukanlah jabatan yang sembarangan. Mana mungkin ada orang yang rela memberikan jabatan penting itu untuk orang lain? Itu tidak masuk akal, Xylan membatin dengan kening terlipat.Rowena memperhatikan reaksi adik laki-lakinya itu dan kemudian dia pun mendesah pelan. Wanita muda itu berkata, “Iya, aku tahu orang tak akan mudah percaya kalau ada orang seperti Riley. Namun, … setiap orang yang mengenal Riley dengan sangat baik sudah pasti berpikir bahwa hal yang dilakukan oleh Riley itu bukanlah hal besar untuknya.” “Dia bukanlah orang yang gila jabatan penting dan dia tidak akan segan-segan untuk mengorbankan dirinya, termasuk jabatan dan bahkan nyawanya sekalipun untuk orang lain,” Rowena menambahkan, memperkuat argumen yang dia yakini memang benar.Xylan masih terlihat tidak yakin dan malah sepenuhnya meragu
Diperlakukan seperti seorang anak kecil oleh Rowena, tentu saja Xylan tidak mau menerimanya. Dia itu seorang raja. Dia tidak ingin wibawanya jatuh di hadapan semua orang hanya karena masih dianggap seperti bocah oleh kakak perempuannya itu.Secara cepat dia menoleh ke arah sekelilingnya guna melihat apakah ada orang yang melihat sang kakak menyentuh rambut bagian kepala belakangnya. Akan tetapi, dia menghela napas lega ketika tidak ada yang melihatnya.Ah, aku sudah menjadi raja. Siapapun tidak akan berani melihat ke arahku jika aku tidak memberi mereka izin, Xylan berkata dalam hati. Pria muda itu menggelengkan kepala, merasa terlalu mengkhawatirkan hal yang tidak terlalu penting.“Bukan. Bukan aku tidak percaya kepadamu, Rowena. Masalahnya adalah … itu ….”Oh, Xylan kehilangan kata-kata. Dia kesulitan merangkai kata-kata, takut bila perkataannya bisa menyinggung sang kakak.Tetapi, dia melihat Rowena terdiam, seolah memang menunggu lanjutan ucapannya sehingga dia pun berujar, “Beg
Lelah mendengar pertanyaan-pertanyaan Nick Collins, si pria cerewet itu, akhirnya Gary Davis menjawab, “Tidak ada. Aku hanya ingin tidur. Apakah kau keberatan jika aku memejamkan mata sekarang?”Nick Collins mengedipkan mata, terlihat tampak kecewa.Tapi, Gary tidak peduli dan menambahkan, “Aku sangat lelah. Hari ini penobatan Raja Xylan. Banyak sekali hal yang aku lakukan.”Gary menghela napas lelah dan memasang ekspresi wajah memelas sehingga Nick menjadi kasihan.Dia pun langsung menanggapi, “Oh, maafkan aku. Gara-gara aku kau jadi tidak bisa beristirahat. Baiklah, silakan ambil waktumu.”Gary Davis tersenyum penuh terima kasih dan segera memejamkan mata.“Selamat beristirahat, kawan!” kata Nick kala dia melihat kedua mata Gary telah terpejam.Tidak lupa dia menambahkan, “Kita bisa lanjut mengobrol nanti.”Tidak usah, tidak perlu, Gary membatin sambil masih memejamkan mata.Dia tentu saja tidak mau repot-repot membalas ucapan Nick dan tetap berpura-pura tidur. Padahal sesungguhnya