"Apa kau yakin bisa menang atas kerajaan kecil itu, Jenderal Gardner?" tanya Keannu, berniat memastikan. Jody Gardner segera menyahut dengan penuh kepercayaan diri, "Tentu, Yang Mulia. Saya akan mendapatkan kemenangan yang tidak bisa diberikan oleh Jenderal Stewart." Keannu Wellington terlihat puas mendengar jawaban Jody Gardner. Namun, kendati demikian, Keannu tetap merasa ada sesuatu yang sangat ganjal. Saat raja muda itu tengah berpikir, Bill pun berbicara lagi, "Yang Mulia, mengapa Anda bersikeras mengalahkan kerajaan itu? Tidakkah lebih baik menghadapi kerajaaan lain, Yang Mulia? Untuk apa menghabiskan dana untuk perang itu?" "Untuk apa? Apa kau lupa bila kekalahan kita ini karena kesalahanmu, Jenderal Stewart?" ucap Jody Gardner. Keannu meminta Jody Gardner menutup mulut, sementara dia menjawab, "Lalu, memang apa solusimu untuk masalah ini, Jenderal Stewart? Kau sudah kalah dari Kerajaan Fleshy. Apa yang bisa kau lakukan sekarang?" William Mackenzie pun merasa senang karen
Akan tetapi, Bill tentu saja tidak akan membiarkan Jody menang darinya sehingga dia pun berkata, "Ah, saya lupa akan satu hal. Setiap orang memiliki cara tersendiri untuk mengatasi kekalahan masing-masing."Jody yang sempat merasa senang itu kini kesal kembali.Pria berusia hampir tiga puluh enam tahun itu pun berkata, "Yang Mulia, mohon beri saya waktu untuk beristirahat. Setelah itu, saya akan memberikan kontribusi saya untuk kerajaan ini."Tak perlu bertanya lebih lanjut, Keannu langsung mengerti akan perkataan William Mackenzie.Sang raja muda itu pun menjawab, "Ya, kau boleh beristirahat seperti yang kau mau.""Terima kasih atas kemurahan hati Anda, Yang Mulia. Kalau begitu, saya mohon izin untuk meninggalkan istana selama beberapa waktu bersama istri saya," ucap Bill.Keannu hampir saja akan meneriakkan keberatannya tapi dia tahu dia tidak bisa melakukannya. Tatapan Bill jelas tidak membiarkan dirinya melakukan hal tersebut.Maka, mau tak mau Keannu hanya bisa berkata, "Ya, aku
Akan tetapi, tiba-tiba saja Andrew Reece teringat bila dirinya tidak berhak ikut campur atas masalah itu."Tak usah dikatakan," cegah Andrew.Mark Donovan yang sudah siap meluncurkan idenya pun menatap heran, "Kenapa, Tuan?""Ini tidak benar." Andrew berdiri, menatap Mark dengan pandangan lelah."Apanya yang tidak benar?""Memang ini tidak adil bagi Jenderal Mackenzie, tapi kita juga tidak tahu apa yang mungkin dipikirkan oleh beliau."Andrew mengambil jeda sejenak, "Karena kalau dipikir-pikir, beliau adalah seorang jenderal besar. Tentu sangat mudah baginya bila beliau ingin pergi dari istana ini dan tak kembali."Mark Donovan seolah baru saja dipukul kepalanya dengan palu. Dia juga tersadar."Astaga, kau benar. Jika beliau tidak kembalipun, juga tidak akan ada yang berani melawannya. Bahkan, Raja Keannu sekalipun pasti tidak akan bisa menahannya. Kalau Jenderal Mackenzie tetap bersikeras berada di istana ini, berarti dia memiliki tujuan tertentu," jelas Mark.Andrew mengangguk. "Ma
George pun sontak memerintahkan anak buahnya untuk menyelidiki tentang kemunculan Bill dan Cassandra Wood.Namun, setelah diberi waktu selama 24 jam nyatanya mereka tak mendapatkan apapun."Aku sudah membayarmu dengan begitu mahal, bagaimana bisa kau tidak bisa mendapatkan informasi sedikitpun mengenai mereka?" ucap George dengan tampang yang begitu murka.Shirley yang juga ada di sana bersama dengan sang kakak menanggapi, "Sudahlah, George. Percuma saja. Tak ada gunanya menyelidikinya sekarang. Kita tunggu saja sampai kita datang ke pesta itu."Christopher Wood kini merasa kalah. Dia memang tahu bila cucu menantunya itu sudah lebih baik daripada dahulu.Tidak hanya harta yang telah berhasil ia dapatkan tetapi juga sebuah pekerjaan yang bahkan dia dapatkan di istana.Pertemuan mereka yang lalu pun juga telah membuktikan bila Bill bukanlah seorang pecundang seperti yang dulu sering dia katakan.Akan tetapi, justru itulah yang membuat Christopher merasa akan kesusahan membuat cucunya pe
"Kurasa begitu, Kek," sahut Shirley.Christopher pun tersenyum tiba-tiba, "Kalau begitu, mungkin orang itu benar-benar memiliki masalah dengan Bill."George mengerutkan kening, "Bukankah itu bagus, Kek? Jika orang itu membuat masalah, kita hanya tinggal memberi bumbu saja kan?"Kakek tua itu mengangguk senang, "Kau benar. Ah, sayang sekali. Ternyata tidak hanya kita yang membenci pecundang itu."Shirley menanggapi, "Aku tidak bisa lupa apa yang dia perbuat. Sampai kapanpun aku tidak akan membiarkan dia bersenang-senang."Hal itu tentu saja berhubungan dengan hadiah yang diterima dari Bill saat itu.Terkadang dia tidak bisa percaya bila hadiah sialan itu bisa menyebabkan dirinya kehilangan seorang suami. "Sudahlah, kita akan membalasnya. Dia boleh senang kali ini tapi aku yakin itu tak akan berlangsung lama, percayalah padaku," ucap George meyakinkan sang adik.Sementara itu, Bill sedang melempar pandang penuh tanya ke arah Andrew Reece yang hanya bisa meneguk ludah lantaran perasaan
Dalam beberapa detik Jody Gardner terlihat membatu begitu mendengar ucapan dari Bill.Kalimat itu diucapkan dengan suara yang begitu dingin dan menusuk sampai-sampai rasanya dia hampir menggigil karenanya.Jody bahkan merasa tenggorokannya terasa kering hingga begitu sakit sampai tak bisa menelan ludah.Aneh.Dia merasa ketakutan hanya dengan mendengar suara itu.Dia pun mulai bertanya-tanya, di mana asalnya rasa takut yang begitu mencekam dirinya ini? Rasanya tidak pernah dia merasa begitu takut selama ini seumur hidupnya.Akan tetapi, saat dia mulai teringat akan sesuatu, matanya pun terbelalak karena terlalu terkejut.William Mackenzie.Satu-satunya orang yang mampu membuatnya bergidik ngeri dan tunduk terhadap perintahnya.Hanya jenderal besar itu yang bisa membuatnya tak bisa berkutik.Jody pun memutar pandangan dan menatap mata yang sedang menatapnya dengan tajam itu."Kau ... tidak mungkin," ucap Jody dengan suara serak.Suaranya memang telah kembali tetapi tidak dengan kebera
"Kau ... pasti sedang mabuk, sampai-sampai kau berbicara seperti ini," ucap Andrew tiba-tiba.Sean ingin sekali membantah, tapi dia terdiam sejenak.Andrew berujar, "Asal kau tahu saja, tidak semua orang bisa menjadi seorang prajurit. Bukankah kau juga tahu bagaimana sulitnya tes yang kau lalui untuk sampai ke tahap ini, Sean?""Bagaimana bisa kau berkata seolah sekarang kau tidak menginginkan kehidupan menjadi seorang prajurit? Apa kau sudah gila?" lanjut Andrew.Sean terbungkam seketika. Laki-laki muda itu pun menunduk dalam, seakan baru saja ditampar dengan begitu keras. Sementara Howard dan Mark terlihat disadarkan dengan guyuran air dingin."Bukankah kalian beberapa waktu yang lalu baru mengatakan telah merasa begitu bahagia karena sudah berada di dalam pasukan Jenderal Mackenzie?" tanya Andrew yang terlihat telah kehilangan kesabaran.Dia menatap ketiga orang itu secara bergantian dan akhirnya berkata, "Kalau saja Jenderal Mackenzie mendengarkan perkataan kalian tadi, dia pasti
Tubuh Jody Gardner terasa memberat dan mungkin dia akan berubah menjadi batu setelah mendengar ucapan sang raja.Laki-laki tiba-tiba saja kehilangan suaranya dan tak sanggup memecahkan satu kata pun.Keannu Wellington yang melihat keterkejutan di mata Sang Jenderal Perang pun kemudian hanya berkata, "Kau tak perlu terkejut seperti itu, Jenderal."Apa dia sudah gila? Mana mungkin aku tidak terkejut setelah mendengar fakta yang sangat mengejutkan itu? Jody Gardner hanya bisa membatin.Bagaimana dia bisa mengetahui semua itu? Seingatnya, semua prajurit yang terlibat dalam kejadian itu sudah tidak ada.Semua prajurit itu telah gugur dalam perang lain dan jika pun ada yang masih hidup tak ada yang masih berada di dalam istana.Rasa-rasanya tidak mungkin rajanya bisa menemukan orang-orang itu."Kau pasti bertanya-tanya bagaimana aku bisa tahu mengenai hal ini," ucap Keannu dengan begitu santainya.Jody Gardner bersusah payah untuk meneguk ludahnya tetapi masih belum bisa berbicara.Dia pun
Sesungguhnya, bukan hanya Doris Tan yang rasanya sulit mempercayai apa yang Xylan putuskan. Namun, ketiga rekan pengawalnya pun juga merasakan hal yang sama.Bahkan, gambaran ekspresi ketiga sangat jelas sekali terlihat dari hanya sekali melihat. Terutama Jim Chesnut yang terlihat begitu syok mendengar perkataan Xylan. Mulutnya bahkan sampai terbuka lebar dan dia pun lupa untuk menutupnya lagi. “Y-Yang Mulia, saya sangat bingung. Saya … saya-”“Doris Tan,” Xylan memotong perkataan Doris dengan nada tegas.Doris pun terdiam, seolah tahu bahwa Xylan akan segera menjelaskan alasan raja muda itu. Benar saja, tidak lama kemudian Xylan berkata, “Hm, kau … memang melakukan hal yang benar dengan mengakui kesalahanmu.”Dia berhenti selama beberapa detik, sengaja untuk memberi waktu pada Doris untuk menenangkan diri sebelum dia melanjutkan apa yang ingin dia katakan.Ketika Doris terlihat jauh lebih tenang, Xylan pun melanjutkan, “Namun, kau melakukan itu dengan cara yang salah.”Ludos Flee m
Sesungguhnya Xylan tidak pernah peduli dengan perkataan-perkataan orang di istananya. Dia cenderung mengabaikan berbagai gosip mengenai dirinya.Bahkan, dulu pernah suatu ketika ada sebuah kunjungan dari kerajaan lain, saat itu Xylan diminta ayahnya untuk beramah-tamah dengan salah satu pangeran. Akan tetapi, dia yang memang tidak terlalu pintar bergaul nyatanya malah membuat anak raja dari kerajaan sebelah itu tidak nyaman. Akibatnya, terjadi sedikit keributan saat itu. Xylan dituding bersikap kasar pada sang pangeran sehingga pangeran itu tidak betah tinggal di Kerajaan Ans De Lou dan akhirnya meninggalkan istana lebih cepat daripada yang seharusnya.Situasi di istana sedikit agak kacau. Banyak orang yang menilai Xylan bersalah total sampai mengakibatkan sebuah kerjasama yang penting menjadi gagal. Namun, pemuda itu sama sekali tidak peduli dan tidak pernah menjelaskan apapun.Sang ayah, Raja Keannu kala itu pun tidak pernah bertanya pada sang putra dan malah terkesan membiarkan p
Ronald sedikit agak terkejut dengan perkataan tiba-tiba dari sang raja itu. Walaupun memang sangat wajar bila Xylan Wellington, raja muda baru negerinya itu memberikan sebuah perintah pada siapapun, termasuk dirinya.Xylan memang pernah memberinya perintah, tapi hanya sebatas perintah biasa ketika dia masih menjadi seorang putra mahkota.Dan saat itu situasinya tampak berbeda. Sebab, hari itu adalah hari pertama Xylan memberinya perintah setelah Xylan menyandang gelar raja. Maka, jelas sekali perintah yang bernada serius itu membuat Ronald sedikit agak gugup. Meskipun dia belum mengetahui perintah raja itu, dia tetap menjawab, “Iya, Yang Mulia. Saya siap menerima perintah Anda.”Xylan pun berkata lagi, “Kalau begitu persiapkan dirimu karena kau akan pergi ke luar istana.”Tentu saja perintah itu semakin membuat Ronald kaget, “Apa yang terjadi, Yang Mulia? A-apakah saya telah membuat kesalahan hingga Anda marah terhadap saya? Lalu, lalu … Anda hendak mengusir saya keluar dari istana.”
Lantaran tidak tahu harus menjawab seperti apa, dia pun berpikir sebentar.“Sa-saya tidak berani memberikan pendapat saya, Yang Mulia,” kata Ronald pada akhirnya.Sontak rasa tak puas langsung menghampiri Xylan. Pria muda itu membuang napas dengan kasar, tampak tidak suka mendengar jawaban Ronald. Dengan dingin Xylan pun berkata, “Rajamu sedang bertanya kepadamu dan kau menolak untuk menjawab?”“Kau mau menentangku, Ronald?” lanjut Xylan.Ronald buru-buru berlutut ke hadapan Xylan dengan kepala tertunduk dalam. Dia menelan ludah dengan susah payah, sadar bila sang raja muda itu sedang marah kepadanya. Dia pun langsung menyesal telah melakukan kesalahan bodoh dengan tidak menjawab pertanyaan sang raja.Pengawal muda itu pun dengan terbata-bata berujar, “Saya mohon ampun, Yang Mulia.”Xylan masih diam, enggan membalas ucapan Ronald karena emosinya sedang naik.“Yang Mulia, saya tidak bermaksud membuat Anda kesal. Saya-”“Kalau begitu jawablah!” Xylan memerintah dengan sambil menggerta
Pernyataan Rowena yang bertubi-tubi itu ternyata tepat sasaran. Xylan Wellington dibuat tidak berdaya. Raja muda Kerajaan Ans De Lou itu bahkan tidak mampu memberikan balasan meskipun hanya beberapa patah kata saja.Sedangkan Rowena yang merasa bahwa sang adik mulai memahami penjelasannya akhirnya dia bisa menghela napas lega.Rowena pun berkata pelan, “Aku tidak merasa lebih hebat darimu dalam hal pemerintahan. Tentu saja kau jauh lebih pintar dariku. Kau raja. Namun, aku tahu bagaimana menilai orang. Dan menurutku … kau tidak boleh percaya begitu saja pada Gary Davis hingga kau benar-benar yakin dan menemukan banyak hal tentangnya.”Xylan masih terdiam.Pemuda itu bukan tidak mau membalas perkataan kakak perempuannya. Dia hanya tidak tahu bagaimana melakukannya.Saat itu dia hanya merasa sangat ceroboh. Mendengar perkataan sang kakak, dia sungguh-sungguh sangat malu.“Ya sudah, aku harus melihat Kharel. Aku sudah terlalu meninggalkannya sendirian,” Rowena akhirnya berkata setelah me
Dengan bahu lemas Rowena mengangguk pelan, mengiyakan perkataan Xylan yang memang benar menurutnya.Xylan tercengang, tidak percaya. Memang ada orang seperti itu? Jenderal perang bukanlah jabatan yang sembarangan. Mana mungkin ada orang yang rela memberikan jabatan penting itu untuk orang lain? Itu tidak masuk akal, Xylan membatin dengan kening terlipat.Rowena memperhatikan reaksi adik laki-lakinya itu dan kemudian dia pun mendesah pelan. Wanita muda itu berkata, “Iya, aku tahu orang tak akan mudah percaya kalau ada orang seperti Riley. Namun, … setiap orang yang mengenal Riley dengan sangat baik sudah pasti berpikir bahwa hal yang dilakukan oleh Riley itu bukanlah hal besar untuknya.” “Dia bukanlah orang yang gila jabatan penting dan dia tidak akan segan-segan untuk mengorbankan dirinya, termasuk jabatan dan bahkan nyawanya sekalipun untuk orang lain,” Rowena menambahkan, memperkuat argumen yang dia yakini memang benar.Xylan masih terlihat tidak yakin dan malah sepenuhnya meragu
Diperlakukan seperti seorang anak kecil oleh Rowena, tentu saja Xylan tidak mau menerimanya. Dia itu seorang raja. Dia tidak ingin wibawanya jatuh di hadapan semua orang hanya karena masih dianggap seperti bocah oleh kakak perempuannya itu.Secara cepat dia menoleh ke arah sekelilingnya guna melihat apakah ada orang yang melihat sang kakak menyentuh rambut bagian kepala belakangnya. Akan tetapi, dia menghela napas lega ketika tidak ada yang melihatnya.Ah, aku sudah menjadi raja. Siapapun tidak akan berani melihat ke arahku jika aku tidak memberi mereka izin, Xylan berkata dalam hati. Pria muda itu menggelengkan kepala, merasa terlalu mengkhawatirkan hal yang tidak terlalu penting.“Bukan. Bukan aku tidak percaya kepadamu, Rowena. Masalahnya adalah … itu ….”Oh, Xylan kehilangan kata-kata. Dia kesulitan merangkai kata-kata, takut bila perkataannya bisa menyinggung sang kakak.Tetapi, dia melihat Rowena terdiam, seolah memang menunggu lanjutan ucapannya sehingga dia pun berujar, “Beg
Lelah mendengar pertanyaan-pertanyaan Nick Collins, si pria cerewet itu, akhirnya Gary Davis menjawab, “Tidak ada. Aku hanya ingin tidur. Apakah kau keberatan jika aku memejamkan mata sekarang?”Nick Collins mengedipkan mata, terlihat tampak kecewa.Tapi, Gary tidak peduli dan menambahkan, “Aku sangat lelah. Hari ini penobatan Raja Xylan. Banyak sekali hal yang aku lakukan.”Gary menghela napas lelah dan memasang ekspresi wajah memelas sehingga Nick menjadi kasihan.Dia pun langsung menanggapi, “Oh, maafkan aku. Gara-gara aku kau jadi tidak bisa beristirahat. Baiklah, silakan ambil waktumu.”Gary Davis tersenyum penuh terima kasih dan segera memejamkan mata.“Selamat beristirahat, kawan!” kata Nick kala dia melihat kedua mata Gary telah terpejam.Tidak lupa dia menambahkan, “Kita bisa lanjut mengobrol nanti.”Tidak usah, tidak perlu, Gary membatin sambil masih memejamkan mata.Dia tentu saja tidak mau repot-repot membalas ucapan Nick dan tetap berpura-pura tidur. Padahal sesungguhnya
Pemuda berusia 23 tahun itu melonggarkan bagian kerah kemejanya dan kemudian duduk dengan nyaman. Wajahnya tampak cerah penuh senyuman. Bahkan, salah seorang penumpang lain yang duduk satu kompartemen dengannya merasa bila pemuda yang membawa tas ransel dengan lambang Kerajaan Ans De Lou itu merupakan pria muda yang sangat ceria.“Maaf, di mana Anda akan turun?” Gary bertanya untuk sekedar berbasa-basi dengan teman satu kompartemennya itu.Pria yang terlihat seusia dengannya itu pun menjawab, “Vues Hill.”Gary mengangguk, “Oh, Anda berarti turun sebelum saya.”“Anda memang turun di mana?” pria itu bertanya balik. “Ah, saya akan turun di stasiun terakhir, Wenderstein,” jawab Gary.Pria itu mengerutkan dahi, “Wenderstein? Anda berasal dari daerah … yang pernah menjadi milik Kerajaan Sealand rupanya.”Gary tersenyum ramah dan mengangguk, “Anda sepertinya mengetahui daerah saya.”Pria itu langsung manggut-manggut, “Tentu saja. Saya pernah pergi ke sana beberapa kali.”Gary sebetulnya en