“Sudahlah, tidak perlu membahas soal ini,” kata James seakan memang tidak ingin membicarakan topik tersebut.Alen dan Ben sebetulnya masih begitu sangat penasaran, tapi mereka tidak mau memaksa James. Terlebih lagi, James baru saja kembali ke istana, mereka tentu tidak mau membuat James merasa tidak nyaman.“Baiklah, baiklah. Aku mengerti,” kata Alen.Ben berkata, “James, aku dengar kau telah resmi diangkat menjadi jenderal perang. Lalu, apa yang ingin kau perintahkan pada kami?”James menghela napas lega setelah topik itu diganti. Dia pun cepat-cepat menjawab, “Ada beberapa hal yang harus kau lakukan. Apa kau siap melakukannya?”“Tentu saja. Kau … juga akan menyelamatkan Riley kan?” Alen bertanya dengan nada was-was.James terdiam selama beberapa saat. Hal itu membuat Ben dan Alen yang menunggu jawaban dari James itu menjadi cemas.Namun, tidak lama kemudian mereka mendengar James berkata, “Iya, tentu saja. Untuk itulah aku kembali.”“Untuk mengembalikan dia di tempat yang seharusnya
James mendecakkan lidah lantaran sebal. Dia menatap Reiner dengan tatapan penuh ketidakpercayaan. Jelas sekali bahwa dia meragukan kemampuan Reiner dalam hal memotong rambut.Memang, dalam hal bertarung Reiner adalah salah satu prajurit terbaik di Kerajaan Ans De Lou. Pria itu bahkan mendapat julukan komandan perang darat terbaik nomor dua setelah Greg Sehel. Akan tetapi, James tidak pernah melihatnya memiliki keterampilan lain selain berperang sehingga James sulit percaya pada sahabat baiknya itu. Melihat James yang tidak kunjung menjawabnya, Reiner cepat-cepat berkata lagi, “Kita hanya butuh sepuluh menit saja, Jenderal Gardner. Aku janji aku akan-”“Hentikan!” seseorang memotong ucapan Reiner.James Gardner menoleh dan melihat seorang wanita muda yang merupakan sekretaris istana berdiri dengan tatapan menyipit ke arah Reiner saat dia berjalan mendekat ke arah mereka.James hampir akan menyapanya tapi dilihatnya Reiner lebih cepat darinya.Reiner mendesah pelan dan berkata, “Ada a
“Aku kembali ke istana ini memang untuk menebus semuanya, Yang Mulia. Salah satunya adalah … menebus rasa bersalahku kepada sahabatku karena telah meninggalkannya dan membiarkannya sendirian menjaga kerajaan ini,” kata James dengan nada suara terdengar agak pelan.Xylan sedikit melebarkan matanya akibat terkejut. Dahinya mengerut karena bingung. Dia mengira bahwa James masih menyalahkan Riley atas segalanya. Rupanya dia telah salah menduga.James menatap sang calon raja masa depan itu dengan tatapan sungguh-sungguh, “Iya, Yang Mulia. Anda tidak salah dengar. Bagaimanapun juga, kesalahan sayalah yang membuat Riley tertangkap.”James menghela napas penuh rasa bersalah.Dia telah menyadari kesalahannya. Memang Riley melakukan kesalahan kepadanya dan dia berhak marah pada temannya itu. Namun, dia tahu bahwa keputusan meninggalkan istana adalah sebuah kesalahan besar.Dia tidak hanya melepaskan jabatannya saja, tapi dia juga telah memberikan beban yang begitu besar pada Riley. Riley tidak
Gary terdiam seketika. terlalu terkejut dengan pernyataan sang calon raja masa depan Kerajaan Ans De Lou tersebut.Namun, di saat dia telah bisa menguasai diri, dia berkata, “Yang Mulia, Anda bermaksud menjadikan Jenderal Gardner sebagai Jenderal Perang selamanya?”Xylan tersenyum samar, “Akhirnya kau memahami apa yang aku maksud.”Gary berdeham pelan, menyamarkan rasa gugupnya, “Lalu, bagaimana dengan Jenderal Mackenzie muda, Yang Mulia?”Xylan mendesah.Dia memutar arah pandang ke arah lain dan menatap ke arah sebuah potret besar dirinya dan seluruh anggota keluarganya di dinding besar.“Sebenarnya … kakakku selalu memprotes ketika kakak iparku dikirim ke medan perang. Jadi, menurutku Rowena akan sangat senang jika suaminya bisa terbebas dari tugas sebagai jenderal perang,” jelas Xylan.Gary semakin bingung. Dia tidak menyangka bila ternyata Xylan telah memikirkan hal itu secara lebih dalam.Bahkan, dia kemudian mendengar sang putra mahkota melanjutkan, “Lagipula, dengan terbebasnya
Begitu mendengar perkataan Xylan Wellington yang merupakan putra mahkota Kerajaan Ans De Lou tersebut, Gary Davis hanya bisa menatap dengan ekspresi bengong pada orang yang telah dia layani selama dua tahun itu.“Kenapa?” Xylan berkata lagi saat mengangkap ekspresi Gary yang menurutnya aneh di matanya.Dahinya mengerut penuh kebingungan, “Apa kau … tidak suka, Gary?”Gary mengedipkan mata lalu segera menggelengkan kepala, “Tentu saya suka, Yang Mulia. Tapi ….”“Tapi, kenapa?” Xylan bertanya dengan raut wajah penuh tanda tanya.“Apakah Anda benar-benar serius, Yang Mulia?” Gary memberanikan diri bertanya.Xylan sontak tersinggung, “Apa maksudmu? Aku ini seorang putra mahkota dan aku akan menjadi raja negeri ini dalam waktu yang tidak akan lama lagi.”Dia mendengus kasar lalu melanjutkan seraya menatap kesal ke arah asisten pribadinya yang telah berani meragukan perkataannya tersebut, “Mana mungkin aku berani bermain-main dengan kata-kataku.”Gary meringis, sadar bahwa Xylan sedang kesa
Beberapa orang mulai terlihat khawatir melihat jenderal perang mereka yang tidak kunjung bergerak satu inchi pun.“Apa yang sebenarnya terjadi?”“Mengapa Jenderal Gardner hanya diam saja di sana?” seorang prajurit kelas tiga bertanya kepada rekan sesama prajurit.Prajurit yang berdiri tepat di sebelahnya menjawab, “Entahlah. Sepertinya Jenderal Gardner sedang bingung.”“Apa? Mengapa dia bingung? Apa maksudnya dia akan … mundur?”Seorang prajurit kelas dua yang mendengar perkataan itu seketika menoleh ke arah prajurit kelas tiga seraya menaikkan kaca pelindung kepalanya, “Apa yang baru saja kau katakan, hah? Kau pikir Jenderal Gardner seorang pengecut?”“Bu-bukan begitu, Senior. Tapi … kenapa dia tidak segera bertindak? Kita sudah berada di area musuh,” jawab prajurit yang awalnya terlihat meragukan jenderalnya itu dengan terbata-bata.Prajurit kelas dua yang membela James tersebut pun menjawab, “Mungkin Jenderal Gardner sedang menyesuaikan dirinya. Dia sudah lama tidak berperang bisa
Kurt Zys sontak tersenyum mengejek, “Berterima kasih kepada kalian?”Dia lalu meludah ke arah samping dan berujar lagi, “Kau bermimpi ya? Apa kau pikir dengan menangkap kami, lalu kau merasa pasukanmu akan menang dari pasukan kami?”Kurt tertawa meremehkan. “Kalau kau lupa … akan aku ingatkan, kami … punya satu orang penting dari kerajaanmu.”“Benar, jenderal perangmu ada di tangan kami. Memang bisa apa kalian dengan jenderal perang kalian yang baru itu? Apa yang bisa dia lakukan?” seorang prajurit yang duduk di samping Kurt berkata dengan nada menyebalkan.Kurt menampilkan senyum mengejeknya kembali demi membuat Justin kesal.Justin menaikkan alis kanan dan langsung sadar bila tidak mungkin dia bisa mendapatkan apa yang dia mau dari para prajurit musuh itu. Pria muda itu mendesah pelan. Dia merasa berbicara dengan prajurit musuh itu tidak ada gunanya sehingga dia hanya membalas, “Baiklah, karena kalian memang hanya bisa meremehkan kami, akan jauh lebih baik lagi jika kami tidak mend
Seorang prajurit kelas dua yang seusia dengan James pun menjawab, “Mungkin dia berlatih selama waktu istirahat panjangnya.”Ben menggelengkan kepala, “Aku tidak yakin.”“Maksud Anda, Senior Ben?” Jason Hoult bertanya dengan ekspresi wajah penuh kebingungan.Ben tersenyum samar.Tanpa menoleh ke arah Jason, pria yang telah lama menjadi prajurit kelas satu itu menjawab, “Tidak ada waktu untuk itu. Dia sangat sibuk mengelola bisnisnya.”“Bisnis apa, Senior Ben?” Jason bertanya kembali, tampak terkejut sekaligus penasaran. Ben hampir saja menepuk jidatnya akibat merasa terlalu banyak berbicara.“Ah, apa yang kita lakukan? Bukankah sekarang waktunya untuk membantu dia? Ayo, Jason. Kembali ke posisimu!” Ben memerintah.Jason pun terpaksa menyingkir dari area tersebut dengan penuh kekecewaan. Ah, dia benar-benar sangat penasaran dengan kisah James Gardner.Dia dulu sempat berseteru dengan pria muda yang memang selalu memiliki kesan dingin itu, tapi dia akhirnya bisa memahami sikap James ters
Pada awalnya Michelle Veren tidak memahami apa yang ditanyakan oleh James Gardner. Namun, ketika dia melihat air muka sang jenderal, dia langsung tahu yang dimaksud tentu saja waktu tentang kepergian tiga orang yang sedang mereka cari.Sehingga, sang pemilik butik Veren itu pun menjawab, “Sekitar satu jam yang lalu, Jenderal Gardner.”Mendengar jawaban itu, Reiner langsung lemas. Tapi, itu berbanding terbalik dengan James yang malah penuh semangat. Hal tersebut bisa terlihat dari James yang malah berkata, “Ayo, Rei. Kita kejar dia.”Reiner menatap sedih ke arah sahabat baiknya itu dan membalas, “Tidak akan terkejar, James. Itu sudah terlalu lama.”James malah tidak mendengarkan ucapan Reiner dan memerintah beberapa anak buahnya, “Siapkan mobil, kita kejar mereka.”“James,” Reiner memanggil pelan.James mengabaikan panggilan itu dan tetap berkata pada anak buahnya yang masih diam menunggu, “Cari tahu melalui CCTV saat ini mereka sudah berada di daerah mana. Mereka … pasti terlihat ji
Sayangnya semuanya itu telah terlambat disadari oleh gadis muda itu. Semua perkataan dari gadis bernama Alice Porter itu jelas-jelas didengar oleh Reiner Anderson dan James Gardner.Dengan raut wajah menggelap James pun berkata, “Nona, kau-”“Tidak, tidak. Aku hanya salah berbicara, aku … aku tidak tahu apapun. Kalian salah dengar,” kata Alice yang wajahnya kian memucat. Apalagi ketika dia melihat bagaimana aura James Gardner, sang jenderal perang yang menakutkan itu, dia semakin kesulitan untuk bernapas.Reiner pun juga sudah tidak bisa menahan diri sehingga berkata dengan nada jengkel, “Katakan apa saja yang kau ketahui atau kau … akan tahu betapa mengerikannya jika kau berhadapan dengan kami berdua.”“Aku tidak peduli kau itu seorang wanita. Aku masih bisa mencarikan sebuah hukuman yang pantas diterima olehmu,” lanjut Reiner dengan dingin.Alice menelan ludah dengan kasar. Tentu gadis muda itu sangat kebingungan. Terlebih lagi, saat itu tidak ada yang mencoba membantu dirinya sam
Pertanyaan James tersebut seketika membuat Reiner terdiam selama beberapa saat. Dia terpaku menatap ke arah butik itu dengan air muka bingung.Sementara James tidak ingin membuang waktu lebih banyak sehingga tanpa kata dia berjalan cepat menuju ke arah butik yang dimiliki oleh Michelle Veren, seorang desainer wanita berusia empat puluh tahun yang cukup terkenal di negara itu.Reiner pun tidak hanya bengong dan berdiam diri, meratapi ketidaktelitiannya. Dia mengikuti James dengan berlari-lari kecil tepat di belakang James tanpa kata.Begitu James lebih cepat darinya mencapai pintu, dia langsung melihat dua penjaga butik yang membukakan pintu itu untuk mereka.“Ada yang bisa saya bantu?” salah satu penjaga butik itu bertanya pada James.“Saya mencari Putri Rowena. Di mana dia sekarang?” James balik bertanya tanpa basa-basi seraya mengedarkan dua matanya ke segala penjuru lantai satu butik itu.Meskipun saat itu ada sebuah rasa curiga yang mencuat di dalam kepala James, pria muda itu leb
Reiner tidak kunjung menjawab pertanyaan James. Dia malah menampilkan ekspresi wajah yang terlihat ragu-ragu sekaligus bingung.Tentu saja hal itu membuat James menjadi semakin kesal. “Ayolah, katakan cepat! Apa yang aneh dari Putri Rowena?” desak James dengan tidak sabar.Reiner menelan ludah dan menggaruk telinganya sebelum menjawab, “Yah, aku tidak yakin apa ini memang aneh buatmu. Tapi … menurutku ini sangat aneh.”James menggertakkan giginya lantaran semakin jengkel dan tidak sabar.Beruntunglah, dia tidak perlu bertanya lagi karena Reiner menambahkan, “Jadi, menurut laporan dia pergi ke luar istana.”Mendengar jawaban Reiner, James sontak mendengus kasar. “Apa yang aneh dari hal itu? Setahuku dia memang sering pergi ke luar istana.”Reiner mendesah pelan, “Memang. Tapi, kali ini … beberapa jam yang lalu, dia pergi tanpa pengawal. Dan dia … pergi membawa putra mereka, Pangeran Kharel.”Seketika James melotot kaget, “Apa? Kau … yakin?”“Iya, James. Dan-”“Bagaimana mungkin? Raja
Gary Davis tidak menjawab pertanyaan Xylan. Dia hanya memasang ekspresi memelas. Hal itu seketika menimbulkan rasa bersalah pada diri Xylan Wellington.Oh, tidak. Apa yang sudah aku lakukan? Apa … aku sudah berlebihan karena telah menaruh curiga pada asisten pribadiku sendiri? Xylan membatin seraya menatap wajah polos Gary.Sang raja muda itu mendesah pelan. Dia pun kembali berpikir keras. Dia mencoba mengingat segala hal tentang Gary. Dia tidak pernah membuat kesalahan, tak sekalipun. Dia juga tidak pernah melakukan hal yang mencurigakan selama ini. Astaga, apa aku sudah salah mencurigai seseorang? pikir Xylan.Akan tetapi, dia menggelengkan kepalanya dengan cepat saat dia menyadari sesuatu.Tapi, tunggu dulu. James Gardnerlah yang mencurigai dia. Dia tidak mungkin berbicara sembarangan. Kalau tidak, tidak mungkin dia bisa terpilih menjadi wakil jenderal perang. Instingnya pasti sangat kuat sehingga dia memiliki kecurigaan pada Gary Davis, Xylan berpikir serius.Dia lalu menatap k
Ben tidak tahu bagaimana dia harus menanggapi perkataan temannya itu, tapi yang bisa dia lakukan hanyalah pergi mendekati James lalu menepuk punggungnya dengan perlahan berulang kali dengan tujuan menenangkan sang sahabat.“Dia benar-benar tidak akan kembali, Ben.”“Tidak. Itu hanya-”“Dia tidak akan memberi pesan semacam itu jika dia tidak serius dengan ucapannya,” James memotong ucapan Ben.Ben mendesah pelan, “James, yang aku maksud adalah … dia mungkin tidak ingin dicari lagi karena dia ingin pulang sendiri ke istana.”Perkataan Ben tersebut membuat James yang semula begitu sangat kalut menegakkan punggungnya. Jenderal perang itu kemudian menoleh ke arah Ben dan menanggapi, “Apa maksudmu?”Ben sebetulnya tidak yakin atas apa yang dia pikirkan tapi dia tetap menyampaikan buah pikirnya itu, “Menurutku … dia hanya mau pulang sendiri.”James terdiam, berusaha mencerna ucapan temannya.“Begini saja … bagaimana kalau kita pulang saja ke istana, siapa yang tahu kalau mungkin Riley benar-
Ricky Drilon hanya bisa terbengong-bengong saat mendengarkan pertanyaan itu.Oh, dia sering kali mendapati dirinya dalam sebuah situasi yang membingungkan. Tapi, dia tidak pernah merasa tertekan sekalipun.Padahal dia pun sangat sering dihadapkan pada sebuah pilihan yang sulit. Namun, lagi-lagi hal-hal semacam itu bisa diselesaikannya dengan baik tanpa adanya pergolakan batin.Akan tetapi, satu pertanyaan yang dilontarkan oleh Riley Mackenzie berhasil membuatnya berada di dalam fase tersulitnya. “Kenapa kau diam saja? Siapa yang akan kau patuhi? Aku atau Jenderal Gardner?” Riley mengulang kembali pertanyaannya itu.Ricky menelan ludah dengan kasar, semakin bingung.Dahinya pun berkerut, jelas menunjukkan sebuah kebimbangan yang sangat besar. Berulang kali dia merapikan rambutnya hanya dalam satu menit saja. Hal itu membuat Riley tersenyum aneh, “Jadi, bagaimana? Kau akan memilih untuk mematuhi siapa?” Ricky menggigit giginya sendiri.Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Dan k
Ricky tidak langsung menjawab pertanyaan James, dia justru kembali menoleh ke arah Steven, saudara laki-lakinya. Dari tatapan matanya, terlihat sangat jelas laki-laki muda itu meminta persetujuan dari Ricky.Rupanya, kebiasaan itu disadari oleh James Gardner sehingga dengan raut wajah jengkel dia pun berkomentar, “Ayolah! Apa kalian harus berdiskusi terlebih dulu sebelum menjawab pertanyaan sederhana seperti yang aku tanyakan tadi?”“Apa kalian tidak memiliki pendapat kalian sendiri?” James melanjutkan dengan nada dingin.Wajah Ricky dan Steven memerah dengan sempurna.Ben meringis melihat ketegasan James itu tapi dia tidak membuat sebuah interupsi. Tidak ingin membuat James menjadi semakin marah, pada akhirnya Ricky pun menjawab, “Jika itu orang biasa, kemungkinan besar kita masih bisa mengejarnya. Namun, jika itu Jenderal Mackenzie, saya ….”Pria muda itu tidak berani melanjutkan perkataannya. Dari raut wajahnya dia terlihat ragu-ragu hingga James yang melanjutkan perkataannya deng
Benedict Arkitson seketika terdiam membeku seperti sebuah patung seolah tidak berani menggerakkan badannya sedikitpun. Prajurit senior kelas satu yang usianya telah menginjak tiga puluh empat tahun itu hanya bisa terhenyak tanpa bisa mengeluarkan sebuah bantahan apapun terhadap penjelasan prajurit junior itu.Dia berpikir jika dia tidak memiliki alasan lagi untuk meragukan perkataan Lory Blackwell. Sedangkan James Gardner yang anehnya luar biasa terlihat muram itu malah membuang muka ke arah lain, seakan enggan menatap mata Lory Blackwell yang sedang menatap dirinya dengan tatapan polos. Sang jenderal perang muda itu kemudian berkata, “Itu Riley. Itu pasti dia, tidak mungkin salah.”Lory tersenyum puas dan mengangguk dengan penuh kelegaan. Pemuda itu menghela napas panjang setelah pernyataannya tidak diragukan lagi.Akan tetapi, dia justru melihat raut wajah sedih James Gardner yang tidak bisa disembunyikan oleh sang jenderal perang.Dia bahkan mendengar James bergumam pelan, “Itu