"Aku lebih tenang, Ard.""Ya, tidak perlu memikirkan hal-hal yang tidak penting. Jagalah kesehatan dan pikirkan yang perlu dipikirkan saja," ujar Ardiansyah menenangkan istrinya.Setelah melaporkan kejadian tersebut ke polisi, Lidya dan Ardiansyah merasa lebih tenang sementara kasusnya telah diserahkan kepada pihak kepolisian. Mereka hanya tidak pernah membayangkan, bahwa gosip-gosip miring tersebut bisa mengarah pada ancaman serius seperti itu.Meskipun penangganan kasus seperti ini tidak bisa dilakukan dengan cara yang lebih cepat, tapi pasti ada jalan keluar jika ada terus mendampingi. Dan pihak yang melakukan itu adalah kuasa hukum yang ditunjuk oleh Lidya bersama suaminya.Baru saja Lidya masuk ke dalam mobil, ponselnya bergetar karena ada yang menelpon. Dan ternyata itu adalah Natali."Ya, Natali. Ada apa?" sapa Lidya begitu menyambungkan panggilan telepon."Mbak Lidya jadi melaporkan ancaman yang datang ke kantor polisi?" tanya Natali, dengan nada yang tidak biasa."Ya, baru saj
"Tentu saja, Ard. Aku sudah benar-benar siap untuk hamil!" Lidya menjawab tegas sambil tersenyum lebar."Lidya, kamu yakin, kan?" Ardiansyah bertanya sekali lagi - menegaskan."Iya, Ard. Aku merasa sekarang adalah saat yang tepat," jawab Lidya memberikan keyakinan pada suaminya.Ardiansyah tertawa kecil melihat keberanian istrinya yang memang selalu kuat dan tangguh dalam menghadapi masalah, sedari dulu."Aku senang mendengarnya, Sayang. Kita harus berjuang bersama untuk mewujudkan impian kita," ujarnya sambil mencium kening Lidya dalam waktu yang cukup lama."I love you, Ard," kata Lidya sambil tersenyum."I love you too, Sayang," balas Ardiansyah seraya memeluk istrinya erat-erat.Mereka kemudian mulai merencanakan program hamil mereka. Tapi terlebih dahulu mereka akan menentukan jadwal untuk bertemu dengan dokter kandungan yang bisa membantu mereka.Setibanya di rumah, mereka juga meminta izin dan doa dari kakek Hendra agar niatan mereka berdua untuk segera memiliki momongan terkab
Hari-hari terus berlalu dan Lidya merasa lebih tenang dalam menjalani kehidupannya yang sekarang, bersama sang suami. Ia juga ikut merawat kakek Hendra, yang kesehatannya semakin membaik.Gosip-gosip yang datang dan "menyenggol" dirinya, tidak terlalu digubrisnya lagi. Ia tidak mau memberikan komentar atau apapun itu, karena ia tidak merasa memiliki kepentingan dengan banyaknya prinsip tersebut.Apalagi Natali dan mantan managernya juga sudah mendapatkan ganjaran yang setimpal atas perbuatan mereka, yang menjadi biang kerok atas pencemaran nama baiknya."Lidya, bagaimana perasaanmu?" tanya kakek Hendra suatu pagi - saat mereka sarapan."Maksud, kakek?" tanya Lidya balik.Dia tidak paham dengan maksud pertanyaan kakek Hendra, yang bertanya tentang perasaannya saat ini.Ardiansyah, yang duduk di sampingnya juga tidak tahu dan menunggu jawaban dari kakeknya. Ia sendiri juga tidak tahu apa yang sebenarnya ditanyakan kakeknya pada sang istri."Setelah kamu tidak berkecimpung di dunia hibur
Tentu saja Lidya sangat bahagia saat ia mengetahui, bahwa ia akan menjadi seorang ibu dalam beberapa bulan ke depan. Namun, ada sesuatu yang menjadi keinginannya yang tidak bisa ditahannya. Masa ngidam yang tentunya memiliki banyak "cara" yang tidak biasa.Ia ingin makan es krim pada waktu menjelang pagi - dari jam 3 dini hari.Dan yang lebih menjengkelkan lagi adalah, ia hanya ingin menikmati es krim tersebut di dalam tokonya sementara toko terdekat, masih tutup dan baru buka pada pukul 10 pagi nanti."Sayang, aku sudah terjaga sejak jam 3 pagi hanya untuk makan es krim di pagi hari", ujar Lidya dengan nada kecewa pada suaminya.Ia kesal dan kecewa karena toko itu tidak buka juga di jam 7 pagi ini."Sayang, kita beli di toko lainnya, ya?" bujuk Ardiansyah - lembut."Tidak mau, aku mau di toko ini, Ard!" rengek Lidya mirip anak kecil.Ardiansyah merasa sedikit frustasi, menghadapi ngidam istrinya yang "luar biasa" karena ini menang tidak biasanya Lidya meminta es krim.Dari dulu, istr
Dua bulan kemudian, akhirnya tiba saatnya untuk kelahiran bayi mereka. Lidya meringis merasakan kontraksi, sehingga Ardiansyah langsung membawa istri tercintanya ke rumah sakit.Kakek Hendra ikut menemani mereka, merasakan rasa merasa gugup seperti dulu saat istrinya ingin melahirkan. Ia berdoa semoga semua berjalan dengan lancar dan cicitnya lahir dengan selamat."Bagaimana keadaanmu, sayang? Apa kamu sudah siap untuk melahirkan?" tanya Ardiansyah sambil memegang erat tangan istrinya yang bersandar pada lengannya.Saat ini, mereka sedang perjalanan menuju ke rumah sakit diantar oleh asisten pribadinya sang kakek.Lidya hanya mampu mengangguk lemah, tanpa bisa bersuara. Ia merasakan rasa sakit yang semakin kuat pada setiap kontraksi yang datang di perut."Tidak apa-apa. Semuanya akan baik-baik saja," ujar Kakek Hendra meyakinkan mereka - meskipun wajahnya tampak jelas, bahwa ia juga khawatir.Sampai di rumah sakit, mereka segera diperiksa oleh dokter kandungan. Setelah melakukan pemer
Beberapa hari kemudian, setelah mereka mempekerjakan baby sitter untuk Rafael. Semuanya berjalan dengan baik. Baby sitter menunjukkan kinerja yang profesional sehingga Lidya merasa lega karena bisa menyempatkan diri untuk melakukan beberapa hal yang sebelumnya tidak bisa dilakukan karena harus merawat bayinya.Namun, ia sedikit merasa jengkel ketika melihat baby sitter tersebut tidak menangani Rafael sesuai dengan yang diharapkan - di saat-saat tertentu. Ada beberapa kali Lidya memergoki baby sitter tersebut mengabaikan bayinya, dan hanya fokus dengan terus menerus menatap telepon genggamnya yang membisu."Nyonya, ada apa?" tanya baby sister tersebut dengan polosnya, ketika Lidya datang ke kamar anaknya - ruangan tempat Rafael tidur.Lidya mencoba menenangkan dirinya, menghela nafas sebentar sebelum akhirnya mulai bicara."Hm, ya. Semua baik-baik saja, tapi aku nulis berpikir jika ada beberapa hal yang seharusnya bisa kita bicarakan untuk diskusi. Aku memperhatikan bahwa selama bebera
"Aku akan selalu mendukung keputusanmu, sayang. Jika itu memang yang terbaik untuk Rafael. Aku juga bisa mengatur kegiatan pekerjaan di kantor dan anak kita, agar Rafael tetap mendapatkan perhatian yang cukup." Ardiansyah, meyakinkan istrinya."Terima kasih, Ard."Lidya tersenyum lega, merasa bagaimana karena memiliki suami yang selalu mendukung keputusannya. Mereka berdua sepakat untuk merawat dan menjaga Rafael secara mandiri, sehingga mereka berdua bisa mengikuti tumbuh kembang sang anak.Ardiansyah juga tetap bisa memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin perusahaan dengan bekerja di rumah, ketika sedang tidak sibuk atau ada urusan penting dengan pekerjaannya.Apapun yang terjadi pada mereka, hal itu memberikan pelajaran bahwa kepercayaan tidak boleh disalahgunakan. Mereka juga harus lebih berhati-hati dalam memilih orang yang akan merawat anak mereka, karena Rafael adalah harta yang tidak ternilai bagi keduanya."Dengan begini, kita justru bisa mengikuti perkembangan Ra
Permasalahan hidup tidak pernah ada selesainya, dan itu bukan hanya di dalam keluarga. Nyatanya, pertemuan Ardiansyah dengan rekan bisnisnya yang baru - ternyata membawa dampak yang tidak terduga.Sementara Ardiansyah sibuk dengan proyek bisnis, salah satu rekan bisnisnya yang lain mulai merencanakan untuk melakukan tindakan curang di belakang kerja sama mereka.Hari ini, Ardiansyah mendapat kabar bahwa rekan bisnisnya telah melakukan tindakan curang, mengambil alih investasi Ardiansyah dan meninggalkan permasalahan untuknya.Pria itu sedang duduk di kantornya ketika telepon genggamnya berdering. Dia menerima panggilan itu dan mendengar suara seseorang yang memberikan informasi."Ya, halo. Ada apa?" Ardiansyah bertanya dengan sedikit ragu."Maaf pak, saya hanya ingin memberitahu Anda tentang salah satu rekan bisnis Anda. Dia telah melakukan tindakan curang dan merampok uang Anda." Kata orang di telepon tersebut.Ardiansyah tentu saja terkejut mendengar berita itu. "Siapa dia?" tanyany