Dua bulan kemudian, akhirnya tiba saatnya untuk kelahiran bayi mereka. Lidya meringis merasakan kontraksi, sehingga Ardiansyah langsung membawa istri tercintanya ke rumah sakit.Kakek Hendra ikut menemani mereka, merasakan rasa merasa gugup seperti dulu saat istrinya ingin melahirkan. Ia berdoa semoga semua berjalan dengan lancar dan cicitnya lahir dengan selamat."Bagaimana keadaanmu, sayang? Apa kamu sudah siap untuk melahirkan?" tanya Ardiansyah sambil memegang erat tangan istrinya yang bersandar pada lengannya.Saat ini, mereka sedang perjalanan menuju ke rumah sakit diantar oleh asisten pribadinya sang kakek.Lidya hanya mampu mengangguk lemah, tanpa bisa bersuara. Ia merasakan rasa sakit yang semakin kuat pada setiap kontraksi yang datang di perut."Tidak apa-apa. Semuanya akan baik-baik saja," ujar Kakek Hendra meyakinkan mereka - meskipun wajahnya tampak jelas, bahwa ia juga khawatir.Sampai di rumah sakit, mereka segera diperiksa oleh dokter kandungan. Setelah melakukan pemer
Beberapa hari kemudian, setelah mereka mempekerjakan baby sitter untuk Rafael. Semuanya berjalan dengan baik. Baby sitter menunjukkan kinerja yang profesional sehingga Lidya merasa lega karena bisa menyempatkan diri untuk melakukan beberapa hal yang sebelumnya tidak bisa dilakukan karena harus merawat bayinya.Namun, ia sedikit merasa jengkel ketika melihat baby sitter tersebut tidak menangani Rafael sesuai dengan yang diharapkan - di saat-saat tertentu. Ada beberapa kali Lidya memergoki baby sitter tersebut mengabaikan bayinya, dan hanya fokus dengan terus menerus menatap telepon genggamnya yang membisu."Nyonya, ada apa?" tanya baby sister tersebut dengan polosnya, ketika Lidya datang ke kamar anaknya - ruangan tempat Rafael tidur.Lidya mencoba menenangkan dirinya, menghela nafas sebentar sebelum akhirnya mulai bicara."Hm, ya. Semua baik-baik saja, tapi aku nulis berpikir jika ada beberapa hal yang seharusnya bisa kita bicarakan untuk diskusi. Aku memperhatikan bahwa selama bebera
"Aku akan selalu mendukung keputusanmu, sayang. Jika itu memang yang terbaik untuk Rafael. Aku juga bisa mengatur kegiatan pekerjaan di kantor dan anak kita, agar Rafael tetap mendapatkan perhatian yang cukup." Ardiansyah, meyakinkan istrinya."Terima kasih, Ard."Lidya tersenyum lega, merasa bagaimana karena memiliki suami yang selalu mendukung keputusannya. Mereka berdua sepakat untuk merawat dan menjaga Rafael secara mandiri, sehingga mereka berdua bisa mengikuti tumbuh kembang sang anak.Ardiansyah juga tetap bisa memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin perusahaan dengan bekerja di rumah, ketika sedang tidak sibuk atau ada urusan penting dengan pekerjaannya.Apapun yang terjadi pada mereka, hal itu memberikan pelajaran bahwa kepercayaan tidak boleh disalahgunakan. Mereka juga harus lebih berhati-hati dalam memilih orang yang akan merawat anak mereka, karena Rafael adalah harta yang tidak ternilai bagi keduanya."Dengan begini, kita justru bisa mengikuti perkembangan Ra
Permasalahan hidup tidak pernah ada selesainya, dan itu bukan hanya di dalam keluarga. Nyatanya, pertemuan Ardiansyah dengan rekan bisnisnya yang baru - ternyata membawa dampak yang tidak terduga.Sementara Ardiansyah sibuk dengan proyek bisnis, salah satu rekan bisnisnya yang lain mulai merencanakan untuk melakukan tindakan curang di belakang kerja sama mereka.Hari ini, Ardiansyah mendapat kabar bahwa rekan bisnisnya telah melakukan tindakan curang, mengambil alih investasi Ardiansyah dan meninggalkan permasalahan untuknya.Pria itu sedang duduk di kantornya ketika telepon genggamnya berdering. Dia menerima panggilan itu dan mendengar suara seseorang yang memberikan informasi."Ya, halo. Ada apa?" Ardiansyah bertanya dengan sedikit ragu."Maaf pak, saya hanya ingin memberitahu Anda tentang salah satu rekan bisnis Anda. Dia telah melakukan tindakan curang dan merampok uang Anda." Kata orang di telepon tersebut.Ardiansyah tentu saja terkejut mendengar berita itu. "Siapa dia?" tanyany
"Kecelakaan?" tanya Ardiansyah."Iya, dia meninggal dunia dalam kecelakaan tersebut."Ardiansyah baru saja mendapat kabar bahwa Revan meninggal dunia karena kecelakaan mobil. Ada beberapa orang yang menyebarkan informasi, jika kecelakaan yang dialami oleh Revan memang sudah direncanakan agar ia meninggal di tempat kejadian.Hal ini karena desas-desus yang menyatakan bahwa Revan juga terlibat kejahatan lain dalam urusan bisnis, yang tentunya lebih buruk dibandingkan bersamanya.Meskipun terkejut dengan berita kematian Revan, Ardiansyah turut sedih juga mendengar kabar tersebut. Ia merasa bahwa, meskipun Revan pernah bermasalah dengannya tapi mereka pernah menjadi rekan bisnis yang saling menguntungkan."Sayang, ingatkan aku untuk terus berhati-hati dengan siapa pun, saat bergaul dan bekerja," ujar Ardiansyah pada Lidya yang ada disampingnya."Iya, sayang. Kita memang harus memilih dan mencari orang yang benar-benar bisa kita percayai," jawab Lidya dengan tersenyum.Ardiansyah merasa ha
Dua hari berlalu, lidya mendapatkan telepon dari seorang wanita - yang digosipkan dekat dengan suaminya. Ia merasa heran, karena semuanya telah dinyatakan selesai saat mereka menyelesaikannya dengan damai - lewat bantuan hukum.Tapi entah apa yang diinginkan wanita tersebut, ia justru ingin bertemu dan berbicara secara pribadi dengan Lidya. Hal ini membuat Lidya merasa jika ada sesuatu yang disembunyikan atau apapun yang justru membuatnya was-was.Lidya tentunya merasa khawatir, sedikit curiga tentang niatan sebenarnya dari wanita itu. Namun, ia juga merasa penasaran dan ingin tahu apa yang ingin disampaikan wanita itu padanya."Baiklah, kita bisa bertemu. Tapi bukan secara pribadi, ya? Kita bisa bertemu di tempat umum," ucap Lidya pada wanita itu melalui telepon - memberikan penawaran.Wanita itu terdiam, kemudian akhirnya setuju dengan tawaran Lidya dan mengatakan bahwa ia ingin bertemu di kafe - di pusat kota, dengan menyebutkan nama kafenya."Di sana saja, bagaimana?" tanya wanita
Melihat adegan itu, Ardiansyah mengangguk menggeleng karena terkejut setelah melihat video tersebut."Sial, aku tidak pernah menyangka Rian akan melakukan hal yang seperti ini. Aku harus bicara dengannya," ucap Ardiansyah dengan wajah memerah karena marah."Sayang, sabar."Lidya merasa sedikit lega, tapi tetap merasa ada yang tidak beres dengan setingan yang dibuat oleh Rian. Ia merasa bahwa ada sesuatu yang disembunyikan oleh Lani yang saat ini memiliki kerjasama bisnis dengan suaminya. Ia mencoba untuk menarik kesimpulan sendiri, meskipun masih ragu."Apakah Lani juga memiliki masalah dengan bisnismu, sama seperti yang dilakukan oleh suaminya? Atau, apakah mereka sedang merencanakan sesuatu yang merugikan kita?" tanya Lidya, tidak sabar dan ingin tahu.Ardiansyah terdiam - berpikir sejenak, kemudian menjawab dengan pasti, "Tidak, itu tidak mungkin, Lidya. Kami selalu membicarakan tentang bisnis saat bertemu dan tidak pernah membicarakan hal lain. Kami memiliki kesepakatan bersama dan
"Lidya, kakek beri tahu ya! Bersikaplah bijak dalam menghadapi semua gosip-gosip yang beredar akhir-akhir ini. Jangan kamu buat pikiran atau merespon setiap komentar orang dan fokuslah pada keluarga, terutama anak dan suamimu" ucap kakek Hendra dengan suara lembut - tersenyum ke arah cicitnya."Hm, ya kek."Lidya mengangguk mengerti, namun di dalam hatinya tetap merasa cemas dengan semua gosip dan spekulasi yang terus beredar bak bola panas."Apa yang harus aku lakukan, Kakek? Aku merasa tertekan dengan semua ini. Bagaimana jika memang ada sesuatu yang salah hingga ada gosip-gosip itu?" tanya Lidya, mencoba untuk menumpahkan perasaannya ke kakek Hendra.Kakek Hendra tersenyum tapi juga menggelengkan kepalanya. Ia ingin memberikan dukungan dengan caranya menasehati dan cara berpikir yang rasional."Jangan khawatir, Lidya. Kita selalu bersama-sama, kamu dan Ardiansyah serta Rafael. Kita akan saling menjaga dan membantu dengan dukungan dari setiap tuduhan yang tidak berdasar," ucap kakek