Dua hari berlalu, lidya mendapatkan telepon dari seorang wanita - yang digosipkan dekat dengan suaminya. Ia merasa heran, karena semuanya telah dinyatakan selesai saat mereka menyelesaikannya dengan damai - lewat bantuan hukum.Tapi entah apa yang diinginkan wanita tersebut, ia justru ingin bertemu dan berbicara secara pribadi dengan Lidya. Hal ini membuat Lidya merasa jika ada sesuatu yang disembunyikan atau apapun yang justru membuatnya was-was.Lidya tentunya merasa khawatir, sedikit curiga tentang niatan sebenarnya dari wanita itu. Namun, ia juga merasa penasaran dan ingin tahu apa yang ingin disampaikan wanita itu padanya."Baiklah, kita bisa bertemu. Tapi bukan secara pribadi, ya? Kita bisa bertemu di tempat umum," ucap Lidya pada wanita itu melalui telepon - memberikan penawaran.Wanita itu terdiam, kemudian akhirnya setuju dengan tawaran Lidya dan mengatakan bahwa ia ingin bertemu di kafe - di pusat kota, dengan menyebutkan nama kafenya."Di sana saja, bagaimana?" tanya wanita
Melihat adegan itu, Ardiansyah mengangguk menggeleng karena terkejut setelah melihat video tersebut."Sial, aku tidak pernah menyangka Rian akan melakukan hal yang seperti ini. Aku harus bicara dengannya," ucap Ardiansyah dengan wajah memerah karena marah."Sayang, sabar."Lidya merasa sedikit lega, tapi tetap merasa ada yang tidak beres dengan setingan yang dibuat oleh Rian. Ia merasa bahwa ada sesuatu yang disembunyikan oleh Lani yang saat ini memiliki kerjasama bisnis dengan suaminya. Ia mencoba untuk menarik kesimpulan sendiri, meskipun masih ragu."Apakah Lani juga memiliki masalah dengan bisnismu, sama seperti yang dilakukan oleh suaminya? Atau, apakah mereka sedang merencanakan sesuatu yang merugikan kita?" tanya Lidya, tidak sabar dan ingin tahu.Ardiansyah terdiam - berpikir sejenak, kemudian menjawab dengan pasti, "Tidak, itu tidak mungkin, Lidya. Kami selalu membicarakan tentang bisnis saat bertemu dan tidak pernah membicarakan hal lain. Kami memiliki kesepakatan bersama dan
"Lidya, kakek beri tahu ya! Bersikaplah bijak dalam menghadapi semua gosip-gosip yang beredar akhir-akhir ini. Jangan kamu buat pikiran atau merespon setiap komentar orang dan fokuslah pada keluarga, terutama anak dan suamimu" ucap kakek Hendra dengan suara lembut - tersenyum ke arah cicitnya."Hm, ya kek."Lidya mengangguk mengerti, namun di dalam hatinya tetap merasa cemas dengan semua gosip dan spekulasi yang terus beredar bak bola panas."Apa yang harus aku lakukan, Kakek? Aku merasa tertekan dengan semua ini. Bagaimana jika memang ada sesuatu yang salah hingga ada gosip-gosip itu?" tanya Lidya, mencoba untuk menumpahkan perasaannya ke kakek Hendra.Kakek Hendra tersenyum tapi juga menggelengkan kepalanya. Ia ingin memberikan dukungan dengan caranya menasehati dan cara berpikir yang rasional."Jangan khawatir, Lidya. Kita selalu bersama-sama, kamu dan Ardiansyah serta Rafael. Kita akan saling menjaga dan membantu dengan dukungan dari setiap tuduhan yang tidak berdasar," ucap kakek
"Huhfff ..."Setelah meletakkan telepon, Ardiansyah membuang nafas panjang. Ia kesal tapi juga merenungkan kembali apa yang terjadi padanya tadi.Ia merasa kesal dengan situasi yang terjadi, namun lebih dari itu, ia juga merasa kecewa dengan perilaku rekan kerjanya yang terpaksa mengorbankan keluarganya untuk memenuhi ambisinya."Pak Ardi, apa yang terjadi?" suara seseorang membawa Ardiansyah kembali ke kenyataan.Ia mengangkat kepalanya dan melihat seorang polisi yang sudah berdiri di sampingnya. Ternyata, seseorang yang dia hubungi tadi sudah datang."Ada beberapa orang yang menyerangku dan merusak mobilku ini," ujar Ardiansyah kondisi mobilnya yang kerusakannya cukup parah."Hm, apakah kamu mengetahui orang-orang yang menyerangmu, pak Ardi? Atau ... apa yang bisa Anda katakan untuk membantuku melakukan investigasi ini?" tanya polisi tersebut sambil mengamati kondisi mobil Ardiansyah."Iya, mungkin aku bisa memberikan beberapa petunjuk atau arahan apa yang sebaiknya bisa kamu lakuka
"Mungkin iya," jawab Ardiansyah. "Keinginan dan obsesi seseorang terhadap orang yang mereka kagumi bisa membuat mereka melakukan segalanya, bahkan tindakan kriminal."Lidya dan kakek Hendra saling pandang. Mereka tidak pernah berpikir bahwa seseorang bisa melakukan tindakan kejam hanya karena cinta buta dan obsesi."Mungkin Beno harus mendapatkan bantuan psikologis," ujar kakek Hendra."Bagaimanapun juga, tindakan dan niatnya bisa membahayakan banyak orang." Kakek Hendra melanjutkan kalimatnya."Aku juga tidak tahu bagaimana caranya agar ia bisa sembuh. Tapi kegilaan apa pun itu, dia harus berhenti sekarang juga," jawab Ardiansyah - bosan karena setiap masalah ada sangkut pautnya dengan Beno."Aku setuju. Dan aku yakin kita harus menyelidiki lebih lanjut untuk memastikan bahwa dia tidak akan mengganggu kita lagi di kemudian hari," ucap Lidya dengan merapatkan bibirnya - kecewa dan gemes secara bersamaan.Setelah beberapa waktu berlalu, mereka berhasil mengumpulkan lebih banyak informa
"Apa yang terjadi pada Rafael?" tanya Lidya khawatir."Asisten rumah tangga melaporkan bahwa Rafael tidak ada di dalam rumah dan tidak dapat ditemukan di sekitar rumah," jelas asisten kakek Hendra."Apa benar begitu? Kita harus mencarinya secepatnya!" ucap Ardiansyah seraya memandang pada istrinya - yang wajahnya langsung pucat karena ketakutan.Mereka segera menghubungi polisi dan meminta bantuan untuk melakukan pencarian pada Rafael. Sementara itu, mereka juga mencarinya di sekitar rumah dengan bantuan warga sekitar agar bisa membantu mereka mencari putra tersayang.Karena panik, mereka justru lupa untuk mengecek CCTV. Dan Rafael baru saja bisa berjalan sehingga ia senang sekali saat bisa berjalan-jalan dengan bebas, sesuka hatinya."Rafael, kamu di mana sayang!" teriak Lidya dengan air mata yang bercucuran - menangis."Kita pasti akan menemukannya, Lid. Kamu tenang ya?" bujuk Ardiansyah - menenangkan istrinya."Bagaimana aku bisa tenang, Ard? Dua hilang, dan kita baru saja mengalam
"Dia sudah tidur?" tanya Ardiansyah dengan melirik ke arah anaknya."Emh, sepertinya sudah." Lidya menjawab sambil mengangguk.Setelah memastikan Rafael sudah tertidur pulas, mereka berdua kemudian keluar dari dalam kamar dan berjalan menuju ruang keluarga. Namun, di tengah perjalanan, mereka tiba-tiba mendengar suara yang berasal dari luar."Apa itu?" tanya Lidya dengan khawatir."Ayo kita cek," jawab Ardiansyah seraya mengandeng tangan istrinya.Mereka berdua keluar dari rumah dan menemukan dua orang yang sedang berdiri di depan rumah mereka. Satu orang terlihat tua dan berwibawa, sedangkan orang lainnya terlihat lebih muda dari yang satunya tadi."Permisi, apa yang bisa kami bantu?" tanya Ardiansyah dengan ramah."Tuan, kami adalah detektif swasta yang disewa oleh seorang klien untuk menyelidiki kasus di daerah ini," jelas detektif tua tersebut."Mengenai apa?" tanya Ardiansyah penasaran."Itu rahasia klien kami, tuan. Namun, kami curiga bahwa rumah tuan terlibat dalam kasus terseb
Namun, ketika Lidya ingin menekan nomor panggilan darurat, tiba-tiba teleponnya dicabut oleh salah satu dari penyerang yang menyamar dengan topeng."Mau kemana, sayang?" ucapnya dengan nada mengejek sambil mengambil telepon dari tangan Lidya dan merusaknya di depan mata mereka.Ardiansyah merasa kalang kabut, mereka berdua dalam keadaan terjebak tanpa ada bantuan apa pun."Masuk Lidya, biar aku yang menghadapi mereka!" perintah Ardiansyah pada istrinya."Heh, berani juga kamu?" tanya salah satu dari mereka - menantang Ardiansyah."Paling kena pukul langsung pingsan! Hahaha ..."Mereka meremehkan Ardiansyah, karena penampilannya yang rapi dan tidak garang seperti mereka.Tapi dengan tenang, Ardiansyah siap melawan kedua orang yang menyerang. Dia dengan gigih berusaha mempertahankan dirinya. Tangan dan kakinya bergerak cepat, menghindari setiap serangan yang dilancarkan oleh kedua orang tersebut - yang memang lebih mirip seperti para tukang pukul.Akhirnya ada kesempatan untuk Ardiansya