BAB : 100Perang mulut antara Kinara dan Sumi.“Lo kenapa nubruk gue begitu Sum? Aneh lo lama lama!” keluh Daffa setelah kembali duduk. Sedangkan Sumi sendiri memilih berdiri di depannya. “Tadi itu, hmm… anu, itu…,” Sumi menggaruk kepalanya pelan. Hanya untuk menjelaskan bahwa ia terpeleset saja seperti mati kutu. Susah sekali untuk menjelaskan.“Dasar lo otak mesum, pengennya nubruk orang sembarangan!” Sumi mendelik. “Dih, pede banget sih! Tadi itu Sumi kepeleset. Mas sih, iseng trus!” bantah Sumi dengan matanya yang masih mendelik di depan Daffa.“Mbak, Mbak kan di sini pembantu, jangan lancang begitu sama majikan. Mending Mbaknya beres beres sana gih, bukan malah menggoda majikan sendiri!” Kinara yang gemas sejak tadi pun tak bisa menahan lagi rasa kesal. Ia lantas duduk di sebelah Daffa. Sumi tersenyum miring, ‘Ternyata kau cemburu Kinara. Apa kali ini kamu ingin mencari yang lebih muda?’ Batin Sumi bergejolak.“Biarkan Sumi di sini Kinara, kan tadi Mama sendiri yang menyuruhny
BAB : 101Ingin Mengakhiri Sandiwara.***Kali Ini Daffa sedikit serius menatap ke arah Kinara. Pertanyaannya tadi sangatlah berguna untuk penelitiannya, berharap Kinara memberitahu hal ini. Namun belum sempat Kinara menjawabnya, sang Mama datang menghampiri mereka.“Hei anak Mama dan Kinara, masih asyik ngobrol ternyata. Mana Sumi, kok nggak ada?” tanya sang Mama yang baru datang.“Sumi pergi Tante, ia pergi sendiri tadi,” Jawab Kinara.“Oh, padahal tadi Tante sengaja menyuruhnya ke sini agar tak berdua dua’an di dalam kamar. Nggak boleh dong, kan kalian belum muhrim,” Papar Mamanya.Kinara sedikit gelagapan mendengar penuturan Zeanna. Wajahnya memerah, seperti menahan rasa malu. Bagaimana mungkin, ia seorang perempuan mendapat perkataan seperti itu pada sang calon mertua? Bahkan Daffa saja belum pernah mengucapkan apapun padanya, walaupun hanya sekedar berucap suka.Daffa terkekeh pelan. Ia merasa sikap sang Mama mulai berbeda setelah mengetahui sisi lain dari Kinara. Walaupun tak d
BAB : 102Bertemunya Daffa dan Lean, dengan segala kesedihannya. ***Dalam keheningan yang menyelimuti, Daffa tengah merenung seorang diri di dekat jendela kamarnya. Hatinya hambar hingga saat ini, entah kapan kekosongan hatinya akan terisi. Nyatanya setelah kepergian sang mantan beberapa tahun lalu, Daffa Biantara namanya, masih tetap menyendiri padahal banyak perempuan yang menghampiri. Padahal bintang berhias indah di langit menemani kesendirian Daffa di kamarnya, namun tak mampu mengobati rasa sepi di dalam hatinya.Entah pada siapa cintanya akan berlabuh, hatinya pun masih terombang ambing mencari muara. Jodoh adalah misteri Illahi yang Daffa sendiri tak akan bisa mengetahuinya. Bukan Daffa menghindar, namun kecocokan hati menjadi kunci utama, hingga kini Daffa pun belum menemuinya.Bahkan seorang model ternama yang bernama Kinara Andalena saja tak mampu menggoyahkan kebekuan hati Daffa. Namun akhir-akhir ini justru pikirannya dipenuhi oleh seseorang yang bernama Lean. Mungkin k
BAB : 103Lean, Sumi, dan kemungkinan yang terjadi setelahnya.***Lean menunduk. Tak lama, matanya mengembun karena mengingat keadaannya yang terombang ambing saat ini.“Hei, kenapa jadi sedih seperti ini?” Daffa mengangkat dagu Lean. Dan benar saja, pipi Lean telah basah dengan air mata. Daffa yang melihatnya merasa teriris, hatinya pilu, seakan merasakan penderitaan yang Lean alami. Padahal Lean belum menceritakan apapun pada Daffa. Namun air matanya sudah menceritakan bagaimana kondisinya saat ini.“Jangan menangis!” Daffa mengusap pelan pipi Lean, berharap air mata itu kering dan tak pernah datang lagi. “Air matamu terlalu berharga untuk kau tumpahkan seperti ini. Aku akan membantumu semampuku. Kita berjuang bersama sama. Ya?” “Makasih, Mas. Makasih banyak,” “It is Okay. Makasih udah muncul di hadapanku.” Daffa tersenyum, manis sekali. Dan itu sukses membuat hati Lean sedikit tenang. “Jadi, apa rencana kamu selanjutnya, Lean?” tanya Daffa setelah Lean merasa tenang.“Nggak tau
BAB : 104Curahan hati Lean, serta mencairnya hati yang mulai membeku.***“Jadi, sebelum Mamamu menghilang, kamu sempat berdebat dengannya?” tanya Daffa yang kini sedang bersama dengan Lean. Mereka kini berdiskusi di dalam kamar Daffa karena saat ini kamarnya Daffa adalah tempat yang paling aman bagi mereka. Untuk keluar pun tak memungkinkan, karena selain pengintai di mana-mana, nama Daffa pun ikut dipertaruhkan karena kasus terbaru Lean. KIni ia pun lebih berhati-hati dalam bertindak ke depannya.“Koswara adalah Papa tiriku, laki-laki yang sangat Mama cintai ketika aku masih berumur sekitar 7 tahunan. Itu pun mereka sudah pacaran lama setelah Papa kandungku meninggal karena sakit, dan tak lama Papa Koswara hadir berniat menggantikan posisi Papa, dengan membawa seorang anak perempuan yang umurnya tidak terlalu jauh dariku.” Lean menghela nafas sejenak, seolah mengeluarkan rasa sesak yang mendera. Tarikan nafasnya pun terdengar berat, menandakan bahwa hatinya tidak dalam keadaan ba
BAB : 105Kebekuan Hati yang Mulai Mencair.***Daffa kini kembali dalam kesendirian. Setelah banyak informasi yang ia dapatkan dari Lean, Ia kini mondar mandir di kamarnya. Menimang dan berpikir langkah apa yang akan diambilnya nanti. Karena lawannya pun bukanlah orang sembarangan, dan bahkan lebih licik dari yang ia pikirkan sebelumnya.Apalagi mendengar kejadian demi kejadian yang baru saja Lean ceritakan tadi, cukup membuatnya ngilu hati. Daffa tak menyangka, seorang pengusaha terkenal serta kaya raya yang tak lain adalah Koswara Herlambang, ternyata adalah seorang perampok cerdik bagi keluarga Leandita Herlambang.‘“Restu, aku harus menghubungi Restu sekarang!” Setelah mendapat keputusan, Daffa menyambar ponsel lalu menghubungi Restu. Restu pun sekarang pergerakannya dibatasi karena mendapat teguran dari atasannya. Tentu saja menjadi pertimbangan sendiri untuk Daffa dalam membawa kasus ini nanti. Ia menghubungi Restu setelah mendapat banyak informasi dari Lean.“Hallo Daff, gima
BAB : 22 Bertemunya Daffa, Restu, dan Lean serta diskusi panas mereka hingga menemukan titik terang.***Restu nampak memperhatikan Sumi sejak tadi. Ia masih bingung dan mencerna mengapa Daffa membawa bersamanya juga. Daffa membuka jendela kamar yang ia tutup karena silaunya cahaya yang memasuki kamarnya. Sedangkan Sumi yang kini tengah duduk di sofa, nampak merunduk dalam. Ia tahu saat ini ia akan kembali menjadi Lean, dan jelas pembicaraan mereka kali ini akan lebih jauh.Ya, saat ini mereka tengah berada di kamar Daffa untuk mendiskusikan masalah mengenai Lean. Namun yang membuat Restu heran, mengapa Daffa justru membawa asistennya? Apakah ini yang dibilang kemarin, seseorang yang ia curigai mirip Lean? Restu menggeleng kepala pelan, nantilah biar ia tanyakan langsung untuk apa Daffa membawanya kesini. Pikir Restu.“Perkenalkan, Res, ini Lean,” ucap Daffa seraya memegang punggung Sumi.Restu menganga. “Jadi, waktu yang lo bilang itu benar?” tanya Restu. Sedangkan Lean semakin te
BAB : 107Mulai Mengatur Rencana***“Ahaaaa …!” Sumi terpekik dengan menjentikkan jari di depannya. Ia terlihat senang seolah mendapatkan ide brilian kali ini. Daffa melotot kesal. “Biasa aja! Gue kaget denger suara lo!” Daffa menjitak kening Sumi, tentu saja Sumi langsung terlihat manyun dengan mengelus keningnya pelan.Sedangkan Restu tampak menggeleng kepala pelan dengan melengkungkan senyumnya sedikit. Mungkin melihat tingkah Sumi yang aneh dan gokil menurutnya.“Perusahaanku juga ada kerjasama dengan media massa terbesar di kota ini. Dan salah satu orang penting yang bekerja di sana adalah teman Papa. Namun renggang semenjak Koswara hadir di tengah tengah kami. Kalau kalian mau, kalian bisa menemui beliau, Pak Adam Galin namanya.” Lean berpendapat.“Ide bagus. Jadi maksudmu, kita diam-diam menghubunginya dan mengklarifikasi semua tuduhan tuduhan yang membuatmu terpojok seperti ini, begitu? Tanpa harus memperlihatkan dirimu di depan mereka. Aku setuju dengan pendapat Lean. Menur