BAB : 16Dibalik terjadinya kecelakaan.***Dalam perjalanan padat dan terbuka mereka masih saling serang dengan tembak menembak antara yang satu dengan yang lain. Tentu saja semakin membuat Restu gelisah, karena bukan hanya mereka saja yang menjadi korban, namun para pejalan yang kebetulan lewat takut menjadi sasaran tembakan mereka.Daffa sendiri tengah celingukan mencari jalan kecil untuk potong jalan, namun nihil. Karena Daffa sendiri sedang ngebut, sehingga tak begitu jelas ia melihat jalan di kanan kirinya.Tepat di pertigaan, Daffa sengaja membelokkan mobil ke kiri, agar tidak dikejar oleh musuh. Namun perkiraannya salah, musuh tetap membuntuti dari belakang walaupun Daffa sudah berbelok mengambil jalan sempit. “Hati-hati, Daff, ini jalan sempit!” ujar Restu mengingatkan Daffa.“Ini jalan mana sih? Saya baru masuk gang ini,” tanya Daffa yang sedikit menurunkan kecepatannya. Musuh di belakang masih membuntuti namun sudah tak ada lagi adu tembak karena saat ini mereka melewati
BAB : 96Penyamaran Sumi demi seseorang yang terluka di sana.***“Udah, Bibi jangan khawatir, insya Allah Sumi baik baik saja. Sumi minta doanya!” Sumi mencium tangan Bibinya lalu meninggalkan Bi Nina yang masih mematung. Bi Nina menatap kepergian Sumi dengan mata nanar. Ia lantas beranjak menghubungi Nyanya dan Tuannya untuk memberitahukan keadaan Daffa saat ini.Sumi melangkah dengan tergesa melewati gerbang. Melihat wajah panik Sumi, Pak Satpam pun bertanya pada Sumi.“Mau kemana Mbak Sumi, kok wajahnya tegang gitu? Itu kenapa mukanya ditutupi begitu, mana pake kacamata item lagi!” Sumi yang sedang buru-buru malah mendapat ledekan dari Pak Satpam.“Sumi buru-buru Pak, ada tukang ojek yang naik motornya bisa ngebut nggak? Sumi harus ke rumah sakit sekarang. Mas Daffa kecelakaan,”“Hah? Innalillahi wainna ilaihi rojiun… sama Mang Dadang aja, Mbak Sumi. Mang Dadang kalau ngebut bisa ngalahin Rosi.” Tanpa basa basi Sumi bergegas mencari Mang Dadang yang ada di samping rumah. Ia lant
BAB : 97Kehamilan Salma serta kehadiran Fera.***Dalam indahnya pagi ini tampak satu keluarga tengah dihebohkan dengan suara gaduh seorang perempuan. Ya, Salma Dewantari, yang tengah hamil muda tengah mengalami morning sickness yang lumayan parah. Salma benar benar kelimpungan setelah mengeluarkan semua isi perutnya. Semenjak Salma dinyatakan hamil tiga minggu yang lalu, dunia seakan ikut tersenyum. Bagaimana tidak, pasangan yang pernah mengalami masalah sedemikian rupa, bahkan perceraian sudah di depan mata, bisa kembali mereguk indahnya rumah tangga mereka. Tentu saja rasa bahagia menyelimuti mereka.Namun pagi ini, Rama justru dipusingkan dengan istrinya yang benar-benar tak berdaya. Bahkan hanya untuk berdiri saja Salma merasa lemas. Rama yang selalu di sampingnya pun mendampingi serta menyemangati, sebelum tiba waktunya ke kantor."Mas, aku mual banget rasanya. Pengen muntah terus." keluh Salma yang sekarang merebahkan diri karena lemas. Padahal baru saja ia muntah, namun rasa
BAB : 98Setelah Pulang dari rumah sakit, serta kesialan yang menimpa Sumi.***"Udah ah, Ma! Daffa bisa ngobatin sendiri. Udah nggak sakit kali, ini Mah!" protes Daffa ketika keningnya diganti perban."Jangan kebanyakan protes kamu, Daff. Siapa suruh kamu ngurusin masalah yang bukan urusanmu. Mama sudah bilang kalau Pak Koswara itu banyak pengikutnya, mulai dari pejabat sampai aparat negara. Makanya jangan coba-coba berurusan dengannya deh!" tegur Zeanna seraya mengobati luka Daffa.Setelah menginap di rumah sakit selama dua hari, Daffa sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Tak ada masalah yang serius dengan kecelakaan yang menimpanya kemarin, hanya saja luka jahit masih terlihat basah, dan itu bisa diatasi di rumah sendiri.Saat ini Daffa sedang berada di kamarnya dengan sang Ibu dan ditemani oleh Sumi. Zeanna yang meminta Sumi untuk menemaninya karena butuh nyali besar buat Zeanna untuk membuka perban Daffa lalu mengobatinya. Lukanya masih menganga lebar, dan itu sukses membuat Z
BAB : 99Ketika seorang Sumi bertemu dengan Kinara.***“Lean … kamu, mirip sekali dengan Lean,”“Siapa itu Lean, Mas, dari kemarin Mas Daffa itu nyebut nama Lean terus. Memangnya kalau Mas Daffa bertemu sama Lean, mau diapain? Apa seseorang yang bernama Lean itu pacarnya Mas Daffa? Cantik?” tanya Sumi beruntun. Ia sendiri penasaran tentang penilaian Daffa terhadap sosok yang bernama Lean yang sering ia dengar sejak kemarin.Sumi menyudahi memasang perbannya, ia membereskan sisa obat serta yang lainnya untuk disimpan kembali di meja kamar Daffa."Bukan pacar juga kali!" ketus Daffa pada Sumi."Eh iya, Sumi hampir lupa kalau Mas Daffa ini seorang jomblowan sejati. Hihihi…!" Sumi terkekeh pelan di depan Daffa, dan untuk pertama kalinya Daffa ikut menertawakan ulah Sumi.“Entahlah. Aku tak tau siapa itu Lean, aku tak begitu mengenal siapa itu Lean, namun semenjak mencuat kasus itu rasanya hasrat untuk melindungi itu muncul. Apalagi yang melaporkan Lean adalah seorang arogan yang aku send
BAB : 100Perang mulut antara Kinara dan Sumi.“Lo kenapa nubruk gue begitu Sum? Aneh lo lama lama!” keluh Daffa setelah kembali duduk. Sedangkan Sumi sendiri memilih berdiri di depannya. “Tadi itu, hmm… anu, itu…,” Sumi menggaruk kepalanya pelan. Hanya untuk menjelaskan bahwa ia terpeleset saja seperti mati kutu. Susah sekali untuk menjelaskan.“Dasar lo otak mesum, pengennya nubruk orang sembarangan!” Sumi mendelik. “Dih, pede banget sih! Tadi itu Sumi kepeleset. Mas sih, iseng trus!” bantah Sumi dengan matanya yang masih mendelik di depan Daffa.“Mbak, Mbak kan di sini pembantu, jangan lancang begitu sama majikan. Mending Mbaknya beres beres sana gih, bukan malah menggoda majikan sendiri!” Kinara yang gemas sejak tadi pun tak bisa menahan lagi rasa kesal. Ia lantas duduk di sebelah Daffa. Sumi tersenyum miring, ‘Ternyata kau cemburu Kinara. Apa kali ini kamu ingin mencari yang lebih muda?’ Batin Sumi bergejolak.“Biarkan Sumi di sini Kinara, kan tadi Mama sendiri yang menyuruhny
BAB : 101Ingin Mengakhiri Sandiwara.***Kali Ini Daffa sedikit serius menatap ke arah Kinara. Pertanyaannya tadi sangatlah berguna untuk penelitiannya, berharap Kinara memberitahu hal ini. Namun belum sempat Kinara menjawabnya, sang Mama datang menghampiri mereka.“Hei anak Mama dan Kinara, masih asyik ngobrol ternyata. Mana Sumi, kok nggak ada?” tanya sang Mama yang baru datang.“Sumi pergi Tante, ia pergi sendiri tadi,” Jawab Kinara.“Oh, padahal tadi Tante sengaja menyuruhnya ke sini agar tak berdua dua’an di dalam kamar. Nggak boleh dong, kan kalian belum muhrim,” Papar Mamanya.Kinara sedikit gelagapan mendengar penuturan Zeanna. Wajahnya memerah, seperti menahan rasa malu. Bagaimana mungkin, ia seorang perempuan mendapat perkataan seperti itu pada sang calon mertua? Bahkan Daffa saja belum pernah mengucapkan apapun padanya, walaupun hanya sekedar berucap suka.Daffa terkekeh pelan. Ia merasa sikap sang Mama mulai berbeda setelah mengetahui sisi lain dari Kinara. Walaupun tak d
BAB : 102Bertemunya Daffa dan Lean, dengan segala kesedihannya. ***Dalam keheningan yang menyelimuti, Daffa tengah merenung seorang diri di dekat jendela kamarnya. Hatinya hambar hingga saat ini, entah kapan kekosongan hatinya akan terisi. Nyatanya setelah kepergian sang mantan beberapa tahun lalu, Daffa Biantara namanya, masih tetap menyendiri padahal banyak perempuan yang menghampiri. Padahal bintang berhias indah di langit menemani kesendirian Daffa di kamarnya, namun tak mampu mengobati rasa sepi di dalam hatinya.Entah pada siapa cintanya akan berlabuh, hatinya pun masih terombang ambing mencari muara. Jodoh adalah misteri Illahi yang Daffa sendiri tak akan bisa mengetahuinya. Bukan Daffa menghindar, namun kecocokan hati menjadi kunci utama, hingga kini Daffa pun belum menemuinya.Bahkan seorang model ternama yang bernama Kinara Andalena saja tak mampu menggoyahkan kebekuan hati Daffa. Namun akhir-akhir ini justru pikirannya dipenuhi oleh seseorang yang bernama Lean. Mungkin k
BAB : 154.ENDING.***Suasana pernikahan begitu ramai dan ceria, terlihat di wajah cerah sang pengantin. Daffa dan Lean, yang begitu banyak melewati jurang terjal, akhirnya mencapai kebahagian, dengan mengikat janji suci sakral kebahagiaan mereka. Zeanna mendekat, dengan wajah bahagia plus haru, memandang sendu pada sang menantu.“Duh, mantu Mama cantik banget sih. Iya kan Pah?” ujar Mama mertua yang kini tengah berada di depan Lean.“Makasih, Ma, Pa,” sahut Lean dengan senyum malu malu. “Selamat Lean sayang, kamu sekarang udah jadi istri orang, Nak. Jadi tidurnya udah nggak sendiri lagi, udah nggak sama Bibi juga. Jadi Bibi minta, kamu kalau tidur nggak boleh ngigau ya,” ujar Bibi sambil memeluk Lean.Mendengar ucapan Bibi spontan mertua Lean tertawa. “Bibi mah kalau ngucapin selamat ya udah, selamat aja! Nggak usah bahas tidurnya Lean juga kali!” Lean menggerutu, pura pura manyun.“Ye, Bibi kan cuma bilangin.” Mulut Bibi mencebik, membuat Lean sendiri gemas lantas memeluknya.“Le,
BAB : 153Ketika Pernikahan Terjadi.***~Lima Bulan Kemudian.“Mbak Lean cantik banget. Subhanallah, cantiknya…!” puji MUA yang menangani Lean saat ini. “Soalnya Mbak Lean tuh dari sananya udah cantik, jadi dipoles sedikit aja udah luar biasa cantiknya. Aku yakin, nanti suami Mbak Lean nggak berkedip lihatnya!” Imbuhnya lagi, sembari merapikan baju yang dikenakan oleh Lean kali ini. “Ah, Mbak terlalu berlebihan deh, semua wanita kalau dirias seperti pasti cantik, kan.” Sambil tersenyum di depan cermin Lean berucap.“Itu mah pasti. Tapi nggak tau lo Mbak, sebagai MUA aku seneng rias Mbak Lean tuh. Cantik!” ucap MUA lagi.“Saya keluar sebentar ya, Mbak. Bentaran!” Pamitnya, lantas berlalu pergi meninggalkan Lean yang masih mematut diri di cermin.Perempuan cantik dengan berbalut kebaya putih nan megah itu tengah mematut diri di cermin. Ya, Leandita Herlambang kini akan segera melepas masa lajangnya hari ini. Mengikrarkan janji suci di depan penghulu dengan seseorang yang dicintai adal
BAB : 152Rahasia Tentang Kinara.***Daffa langsung mengambil ponselnya ketika ada pesan yang masuk. Ia membuka pesan tersebut, senyumnya mengembang karena ternyata Restu yang berkirim pesan. Namun matanya seketika membulat setelah melihat apa isi pesan tersebut."Kenapa, Daff?" tanya Zeanna ketika melihat raut wajah Daffa yang terlihat tak bersahabat."Kinara, Mah. Ternyata Kinara selama ini menjadi istri simpanan Koswara. Ini Restu yang baru saja mengabari." Papar Daffa, yang membuat sang Mama tercengang seketika."Kinara, Daff?" tanya Zeanna seakan tak percaya. Lean memilih diam, karena sebelumnya sudah menduga ke arah situ. Jika tidak ada sesuatu, mana mungkin Kinara terus dibelanya. Ternyata ini rahasianya."Mama mending baca sendiri, deh! Restu sudah menyita semua yang dimiliki oleh Kinara, termasuk rumah mewah yang ia tempati saat ini. Karena semua adalah milik Lean." Daffa melirik ke arah Lean seraya memberikan ponselnya pada Mamanya."Dan media sosial adalah hukuman yang pa
BAB : 151Mengunjungi orang yang kita cintai dalam keadaan sudah berada di pusara, itu sangatlah mengiris hati.***“Mama, semoga Mama tenang di sana, Ma! Lean ikhlas melepas Mama!” ucap Lean di depan pusara sang Mama.Pagi ini Lean dengan ditemani oleh Daffa sedang berziarah di makam sang Mama. Air mata Lean kembali luruh melihat sang Mama yang kini benar benar telah tiada. Sedangkan sejak tadi Daffa menenangkan Lean dengan terus mengelus punggungnya. Setelah lima hari pasca pulang dari rumah sakit, Daffa baru berani membawa Lean bepergian. Selain takut Lean kelelahan, ia juga takut luka Lean masih belum sembuh benar.“Sabar ya, Le.” Daffa terus menguatkan Lean yang terlihat rapuh. Ia mengelus pundak Lean yang sejak tadi berguncang. Sungguh, ia tak kuasa melihat Lean yang terus menangis seperti ini. Hatinya perih, melihat orang terkasihnya sedih. Sudah banyak air mata yang Lean tumpahkan, dan sekarang kembali ditumpahkan di pusara sang Mama.“Lean pamit ya, Ma,” Lean mencium pusara
BAB : 150Setelah Kepulangan Lean.***~Satu minggu kemudian.Pagi ini terlihat sangat cerah, secerah hati Daffa dan Lean karena sedang berkemas pulang. Daffa sedang berkemas, sedangkan Lean baru saja keluar dari kamar mandi dengan keadaan yang lebih segar. Namun masih ada yang mengganjal hati Daffa, sehingga wajahnya terlihat murung. Lean yang menyadari itu langsung mendekat.“Mas kenapa? Kok kayak sedih gitu?” tanyanya.“Kamu yakin, mau pulang ke rumahmu Le? Lukamu masih belum sembuh banget lo, nanti kalau ada apa apa dengan kamu gimana?” tanya Daffa khawatir.“Lean nggak enak lah, Mas, sama Mama. Kalau dulu Lean ke rumahmu kan karena menjadi Sumi, terus sekarang apa alasanku untuk tetap bertahan di sana?” tanya Lean.“Ya tapi kan ada Bi Nina yang pasti juga kangen sama kamu Le. Mama aja nggak papa kok, kamu tinggal di rumah,” Rayu Daffa yang merasa berat pisah dengan Lean.“Nanti kalau Bibi kangen, tolong anterin ke rumah ya Mas! Bi Nina sangat sayang dengan Lean, ya… walaupun ia m
BAB : 149Pengusiran Brenda dan Laura. Dan di sini, Laura merasakan pontang panting karena tak mempunyai pegangan.***"Maaf, para Bapak ke sini mau mencari siapa?" tanya Brenda yang kini merasa menjadi tuan rumah. "Perkenalkan, kami adalah orang suruhan Bu Lean. Boleh kami masuk?" tanyanya dengan menatap Brenda.Brenda merasa tercekat mendengar nama Lean. Bagaimana bisa Lean masih hidup? Bukankah waktu itu Koswara telah menembaknya? Walaupun akhirnya Koswara tertangkap polisi, dan kini Brenda yang menjadi pemenangnya. Ia hanya mematung di tempat karena syok. Syok menghadapi kenyataan, bahwa ternyata Lean masih hidup."Boleh kami masuk, Bu?" Brenda tersentak mendengar laki laki berumur 40 tahunan itu kembali memanggil."Bo-boleh, silahkan!" Brenda mempersilahkan mereka masuk, walau dengan tergagap.Mereka yang berjumlah empat orang pun kini masuk ke dalam rumah dan duduk berhadap hadapan dengan Brenda. "Begini, Bu. Kami mendapat tugas dari Bu Lean bahwa Bu Brenda dan juga Laura sege
BAB : 148Amarah yang Masih Memuncak.***“Iya benar, Ma? Kemarin Salma ke sini?” Kini sang Papa yang bertanya, membuat kuping Daffa berdengung seketika.“Iya benar lo, Pa. Salma itu temannya Lean ternyata. Dan suami Salma, yang dulu pernah menjadi saingan Daffa, sekarang justru berteman baik. Dunia ini kadang lucu ya, Pa, hahaha….” Zeanna tertawa, diikuti sang Papa yang juga tertawa.Perempuan cantik yang sedari tadi diam mendengarkan pun terkikik pelan, karena merasa lucu. Walaupun sejujurnya ia pun kaget, tak menyangka Salma yang anggun kalem seperti itu dulu pernah punya hubungan spesial dengan seorang Daffa.“Daffa mau keluar dulu, Mah, gerah!” Daffa keluar meninggalkan keluarganya yang sedang berkumpul. Lelaki tampan yang merupakan mantan Salma itu merasa malu sama Lean ketika masa lalunya terbongkar begitu saja.“Daffa kayaknya ngambek deh, Mah. Mama sih, pake membahas Salma. Tuh anaknya jadi ngambek kan?” protes Pak Aksa pada Zeanna.“Kan Mama cuma mau berbagi cerita dengan Le
BAB : 147Kedatangan sang calon mertua, serta kabar masa lalu yang membuat Lean terkejut.***“Mas, Lean pengen ke kamar mandi. Lean pengen pipis,” keluh Lean malam ini. Daffa yang sedang memainkan HP nya langsung menghampiri Lean.“Yaudah, sama Mas aja ke kamar mandinya.” tawar Daffa yang berusaha membangunkan Lean dari pembaringannya.“Masa sama Mas, sih! Ntar Mas lihat dong, panggilin suster aja deh!” pinta Lean setelah berhasil duduk, walaupun kadang meringis menahan rasa sakit.“Iya, bentar.” Daffa memencet tombol untuk memanggil suster agar segera menghampirinya.Memang jika Lean ingin ke kamar mandi, Daffa selalu memanggil suster untuk membantunya. Selain takut terkena lukanya, mana mungkin Lean mengizinkan. Seperti sekarang ini mereka tengah menunggu suster, dan tak lama, suster pun berada di depan mereka.“Ada yang bisa dibantu?” tawar suster tersebut. Suster mendekati Lean yang membutuhkan pertolongan.“Ini pengen ke kamar mandi katanya, Sus,” jelas Daffa pada suster. Dan su
BAB 146. Hilang Percaya Diri.***Keadaan Lean sudah semakin membaik, dan ia sekarang sudah dipindahkan ke ruangan perawatan. Daffa yang tak beranjak sedikitpun selalu menemaninya. Restu yang sudah selesai mengurus tugasnya, siang ini langsung meluncur ke rumah sakit menemui Lean dan tentunya, Daffa.“Alhamdulillah, Lean, kamu sudah melewati masa kritis juga masa koma. Tak terbayang gimana perasaan Daffa kemarin,” Restu melirik Daffa yang sedang menikmati pemandangan lewat jendela.“Lo kalau mau ngucapin cepet sembuh, ucapin aja langsung. Nggak usah melebar kemana mana!” protes Daffa. Ia tahu Restu memang tujuannya meledek, walaupun memang yang diucapkannya benar.“Yee, memang benar kan? Maaf Lean, baru ini aku bisa menjenguk kamu. Kemarin benar benar sibuk ngurusin kasus, jadi baru sempat sekarang,” Sesal Restu.“Iya, nggak papa, Bang. Toh sekarang juga bisa menjenguk Lean kan, Lean nggak papa,” ucap Lean. “Oh ya, Daff, besok lo jangan cari gue ya, gue ada acara besok. Jadi mungkin