BAB : 94Diawasi oleh dua orang misterius.***Sadar ada yang mengawasi, Daffa dan Restu tampak semakin was was. Yang satu mengamati sekeliling, sedang yang satu sedang menelpon dan entah menelpon siapa.“Sepertinya kita harus pergi dari sini, Daff!” ujar Restu memberi saran.“Oke, lo bawa motor atau mobil?” “Gue tadi kesini naik ojek, Daff! Sengaja, biar mereka nggak bisa ngelacak gue!”“Oke, kita keluar sekarang!” Setelah menghabiskan sisa minuman yang berada di meja, mereka berdua lantas pergi meninggalkan tempat yang sudah dirasa tidak aman itu. Mereka sama-sama mengenakan kacamata hitam serta jaket kulit yang menempel di badan. Tentu saja banyak kaum hawa yang melirik dan bahkan berbisik, karena tak dipungkiri pesona Daffa memang sangatlah menarik perhatian. Namun para kaum hawa itu tentu tak memahami kondisi yang dialami oleh Daffa dan Restu saat ini. Hingga salah satu dari kelompok perempuan itu sengaja menabrakkan diri ketika persis berada di samping Daffa. Tentu tujuannya
BAB : 16Dibalik terjadinya kecelakaan.***Dalam perjalanan padat dan terbuka mereka masih saling serang dengan tembak menembak antara yang satu dengan yang lain. Tentu saja semakin membuat Restu gelisah, karena bukan hanya mereka saja yang menjadi korban, namun para pejalan yang kebetulan lewat takut menjadi sasaran tembakan mereka.Daffa sendiri tengah celingukan mencari jalan kecil untuk potong jalan, namun nihil. Karena Daffa sendiri sedang ngebut, sehingga tak begitu jelas ia melihat jalan di kanan kirinya.Tepat di pertigaan, Daffa sengaja membelokkan mobil ke kiri, agar tidak dikejar oleh musuh. Namun perkiraannya salah, musuh tetap membuntuti dari belakang walaupun Daffa sudah berbelok mengambil jalan sempit. “Hati-hati, Daff, ini jalan sempit!” ujar Restu mengingatkan Daffa.“Ini jalan mana sih? Saya baru masuk gang ini,” tanya Daffa yang sedikit menurunkan kecepatannya. Musuh di belakang masih membuntuti namun sudah tak ada lagi adu tembak karena saat ini mereka melewati
BAB : 96Penyamaran Sumi demi seseorang yang terluka di sana.***“Udah, Bibi jangan khawatir, insya Allah Sumi baik baik saja. Sumi minta doanya!” Sumi mencium tangan Bibinya lalu meninggalkan Bi Nina yang masih mematung. Bi Nina menatap kepergian Sumi dengan mata nanar. Ia lantas beranjak menghubungi Nyanya dan Tuannya untuk memberitahukan keadaan Daffa saat ini.Sumi melangkah dengan tergesa melewati gerbang. Melihat wajah panik Sumi, Pak Satpam pun bertanya pada Sumi.“Mau kemana Mbak Sumi, kok wajahnya tegang gitu? Itu kenapa mukanya ditutupi begitu, mana pake kacamata item lagi!” Sumi yang sedang buru-buru malah mendapat ledekan dari Pak Satpam.“Sumi buru-buru Pak, ada tukang ojek yang naik motornya bisa ngebut nggak? Sumi harus ke rumah sakit sekarang. Mas Daffa kecelakaan,”“Hah? Innalillahi wainna ilaihi rojiun… sama Mang Dadang aja, Mbak Sumi. Mang Dadang kalau ngebut bisa ngalahin Rosi.” Tanpa basa basi Sumi bergegas mencari Mang Dadang yang ada di samping rumah. Ia lant
BAB : 97Kehamilan Salma serta kehadiran Fera.***Dalam indahnya pagi ini tampak satu keluarga tengah dihebohkan dengan suara gaduh seorang perempuan. Ya, Salma Dewantari, yang tengah hamil muda tengah mengalami morning sickness yang lumayan parah. Salma benar benar kelimpungan setelah mengeluarkan semua isi perutnya. Semenjak Salma dinyatakan hamil tiga minggu yang lalu, dunia seakan ikut tersenyum. Bagaimana tidak, pasangan yang pernah mengalami masalah sedemikian rupa, bahkan perceraian sudah di depan mata, bisa kembali mereguk indahnya rumah tangga mereka. Tentu saja rasa bahagia menyelimuti mereka.Namun pagi ini, Rama justru dipusingkan dengan istrinya yang benar-benar tak berdaya. Bahkan hanya untuk berdiri saja Salma merasa lemas. Rama yang selalu di sampingnya pun mendampingi serta menyemangati, sebelum tiba waktunya ke kantor."Mas, aku mual banget rasanya. Pengen muntah terus." keluh Salma yang sekarang merebahkan diri karena lemas. Padahal baru saja ia muntah, namun rasa
BAB : 98Setelah Pulang dari rumah sakit, serta kesialan yang menimpa Sumi.***"Udah ah, Ma! Daffa bisa ngobatin sendiri. Udah nggak sakit kali, ini Mah!" protes Daffa ketika keningnya diganti perban."Jangan kebanyakan protes kamu, Daff. Siapa suruh kamu ngurusin masalah yang bukan urusanmu. Mama sudah bilang kalau Pak Koswara itu banyak pengikutnya, mulai dari pejabat sampai aparat negara. Makanya jangan coba-coba berurusan dengannya deh!" tegur Zeanna seraya mengobati luka Daffa.Setelah menginap di rumah sakit selama dua hari, Daffa sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Tak ada masalah yang serius dengan kecelakaan yang menimpanya kemarin, hanya saja luka jahit masih terlihat basah, dan itu bisa diatasi di rumah sendiri.Saat ini Daffa sedang berada di kamarnya dengan sang Ibu dan ditemani oleh Sumi. Zeanna yang meminta Sumi untuk menemaninya karena butuh nyali besar buat Zeanna untuk membuka perban Daffa lalu mengobatinya. Lukanya masih menganga lebar, dan itu sukses membuat Z
BAB : 99Ketika seorang Sumi bertemu dengan Kinara.***“Lean … kamu, mirip sekali dengan Lean,”“Siapa itu Lean, Mas, dari kemarin Mas Daffa itu nyebut nama Lean terus. Memangnya kalau Mas Daffa bertemu sama Lean, mau diapain? Apa seseorang yang bernama Lean itu pacarnya Mas Daffa? Cantik?” tanya Sumi beruntun. Ia sendiri penasaran tentang penilaian Daffa terhadap sosok yang bernama Lean yang sering ia dengar sejak kemarin.Sumi menyudahi memasang perbannya, ia membereskan sisa obat serta yang lainnya untuk disimpan kembali di meja kamar Daffa."Bukan pacar juga kali!" ketus Daffa pada Sumi."Eh iya, Sumi hampir lupa kalau Mas Daffa ini seorang jomblowan sejati. Hihihi…!" Sumi terkekeh pelan di depan Daffa, dan untuk pertama kalinya Daffa ikut menertawakan ulah Sumi.“Entahlah. Aku tak tau siapa itu Lean, aku tak begitu mengenal siapa itu Lean, namun semenjak mencuat kasus itu rasanya hasrat untuk melindungi itu muncul. Apalagi yang melaporkan Lean adalah seorang arogan yang aku send
BAB : 100Perang mulut antara Kinara dan Sumi.“Lo kenapa nubruk gue begitu Sum? Aneh lo lama lama!” keluh Daffa setelah kembali duduk. Sedangkan Sumi sendiri memilih berdiri di depannya. “Tadi itu, hmm… anu, itu…,” Sumi menggaruk kepalanya pelan. Hanya untuk menjelaskan bahwa ia terpeleset saja seperti mati kutu. Susah sekali untuk menjelaskan.“Dasar lo otak mesum, pengennya nubruk orang sembarangan!” Sumi mendelik. “Dih, pede banget sih! Tadi itu Sumi kepeleset. Mas sih, iseng trus!” bantah Sumi dengan matanya yang masih mendelik di depan Daffa.“Mbak, Mbak kan di sini pembantu, jangan lancang begitu sama majikan. Mending Mbaknya beres beres sana gih, bukan malah menggoda majikan sendiri!” Kinara yang gemas sejak tadi pun tak bisa menahan lagi rasa kesal. Ia lantas duduk di sebelah Daffa. Sumi tersenyum miring, ‘Ternyata kau cemburu Kinara. Apa kali ini kamu ingin mencari yang lebih muda?’ Batin Sumi bergejolak.“Biarkan Sumi di sini Kinara, kan tadi Mama sendiri yang menyuruhny
BAB : 101Ingin Mengakhiri Sandiwara.***Kali Ini Daffa sedikit serius menatap ke arah Kinara. Pertanyaannya tadi sangatlah berguna untuk penelitiannya, berharap Kinara memberitahu hal ini. Namun belum sempat Kinara menjawabnya, sang Mama datang menghampiri mereka.“Hei anak Mama dan Kinara, masih asyik ngobrol ternyata. Mana Sumi, kok nggak ada?” tanya sang Mama yang baru datang.“Sumi pergi Tante, ia pergi sendiri tadi,” Jawab Kinara.“Oh, padahal tadi Tante sengaja menyuruhnya ke sini agar tak berdua dua’an di dalam kamar. Nggak boleh dong, kan kalian belum muhrim,” Papar Mamanya.Kinara sedikit gelagapan mendengar penuturan Zeanna. Wajahnya memerah, seperti menahan rasa malu. Bagaimana mungkin, ia seorang perempuan mendapat perkataan seperti itu pada sang calon mertua? Bahkan Daffa saja belum pernah mengucapkan apapun padanya, walaupun hanya sekedar berucap suka.Daffa terkekeh pelan. Ia merasa sikap sang Mama mulai berbeda setelah mengetahui sisi lain dari Kinara. Walaupun tak d