BAB : 77Keponakan Bi Nina yang baru datang.***Sementara di sisi lain Bi Nina yang membawa keponakannya kini sudah sampai di depan rumah. Setelah melakukan perjalanan sekitar tiga jam, mereka kini tiba di rumah majikan dengan selamat tanpa hambatan yang menghalangi. Dan rasa senang pun tak dapat dihindari oleh keduanya saat kakinya melangkah masuk ke halaman rumah mewah tersebut.“Ini rumahnya, Sum. Di sini kita kerja sekarang,” ujar Bi Nina sembari melangkah pelan.“Wah … ini sih istana Bi, bukan rumah. Baru kali ini Sumi melihat rumah sebesar ini.”Gadis berkepang dua itu manggut-manggut melihat keindahan rumah calon majikannya itu. Ia benar-benar terpesona dengan pemandangan di sekitar halaman rumah. Sungguh menyejukkan mata bagi siapapun yang memandang. Bagaimana tidak, ia seperti melihat taman yang indah rapi dan terawat seperti di kota-kota besar. Tas ransel yang dipegangnya pun ia letakkan sejenak, karena suasana seakan menghipnotisnya.Di samping rumah terlihat pohon yang ta
BAB : 78Disangka maling di rumah sendiri, karena ulah konyol sang asisten baru.***Zeanna berdiri memperhatikan Bi Nina dan keponakannya yang tengah memasak seraya bersenda gurau. Mereka tampak senang dan ceria padahal baru saja melakukan perjalanan yang lumayan melelahkan, sehingga akhirnya Zeanna berdehem.“Ini yang saya ceritakan kemarin itu, Nyonya. Ini keponakan saya,” Bi Nina memperkenalkan Sumi pada majikannya. “Sini, Sum!” panggil Bi Nina, dan Sumi pun langsung menghampiri majikan yang berdiri memperhatikannya. “Nama saya Sumiati, Bu, eh, Nyonya,” ujar Sumiati memperkenalkan diri dengan mencium tangan majikannya. Sumi sudah biasa mencium tangan pada orang yang lebih tua, dan tak terkecuali pada majikannya.“Terserah kamu manggil saya gimana, Sum. Saya sih sebenarnya lebih nyaman dipanggil Ibu, daripada dipanggil Nyonya. Kesannya itu kok kayak gimana gitu, tapi Bibi masih saja manggil Nyonya.” Papar Zeanna.“Gimana lagi toh, Nyah, udah biasa manggil kayak gitu. Susah mulut
BAB : 79Drama konyol gadis berkepang dua***“Kamu mau maling pasti kan? Ayo ngaku! Aku bilangin Nyonya nanti baru tau rasa kamu!” Daffa yang meronta mendadak berhenti mendengar suara perempuan asing yang kini sedang mendekapnya dari belakang.“Heh, kamu ini siapa sih? Dasar gila! Lepasin nggak?” Daffa menggertak, dengan masih meronta.“Enak aja lepasin. Nyonya dan penghuni rumah ini harus tau kalau kamu mau maling di rumah ini!” kekeh perempuan di belakang Daffa.Daffa yang mendengar itu reflek tersenyum. Ia tersenyum geli karena dianggap maling di rumahnya sendiri. Namun terlintas pikiran isengnya muncul, ingin mengerjai perempuan di belakang yang menurutnya aneh ini.“Kalau aku mau maling emang kenapa? Orang rumah udah pada tidur, kesempatan untuk mengambil barang-barang di rumah ini. Kalau kamu mau, kita bisa bagi dua! Tapi tolong, jangan berisik!” usul Daffa dengan hati yang menggelitik. Ia merasa ini kejadian yang sangat lucu, apalagi posisi perempuan itu masih mendekapnya dar
BAB : 80Panggilannya mengingatkan masa lalu.***Daffa merebahkan diri di ranjangnya setelah rasa lelah yang mendera. Hari ini adalah hari yang paling berkesan bagi Daffa. Bagaimana tidak, Daffa yang diutus sang Papa untuk menggantikan urusannya namun justru bertemu dengan seseorang bagian dari masa lalunya, Rama Mahendra.Mata Daffa menerawang, menatap langit-langit kamarnya yang sebelumnya memang tidak ada apapun, namun di matanya kini justru senyum Salma menari-nari di atas sana. Mungkin semua orang akan menilai bahwa Daffa gila atau bucin, atau bahkan membuang waktunya untuk terus meresapi masa lalu. Namun tak seperti itu kenyataannya.Daffa memang masih terus mengingat Salma, namun bukan berarti ia tidak ingin menikah. Entahlah, rasanya untuk saat ini Daffa belum bisa membuka hatinya untuk perempuan lain, bahkan Kinara sekalipun. Lebih tepatnya belum ada yang bisa mencairkan kebekuan hatinya.Entah karena masih mencintai Salma, atau karena rasa enggan untuk mendekati wanita. Cin
BAB : 81Disaat hati sedang tidak nyaman***“Rio Dewanto, kenapa dia memanggilku dengan sebutan seperti itu?” Daffa bergumam lirih. Hatinya pun kembali bertanya tanya.Ingatan Daffa melayang kepada perempuan yang pernah mengisi hatinya beberapa tahun lalu. Ya, ketika masih menjalin asmara dengan Salma, ia juga sering memanggilnya dengan sebutan aktor kesayangannya itu. “Anehnya hanya mereka berdua yang bilang aku seperti itu. Nyatanya Kinara nggak.” Daffa bergumam lirih.Dan sekarang Sumi pun memanggilnya dengan sebutan yang sama. Daffa mengedikkan bahu, tak tahu menahu tentang apa yang terjadi dengan mereka yang menurutnya memiliki kehaluan tingkat dewa itu.“Dasar perempuan!” gumam Daffa seraya menanggalkan sarungnya. Berganti dengan baju dinas aktivitas di pagi hari. Ya, pagi ini ia ingin meregangkan otot hanya untuk sekedar berlari pagi.***Aku bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku Meski kau tak cinta kepadaku.Beri sedikit waktu Biar cinta datang karena telah terbiasa.Hidupk
BAB : 82Tamu yang tak diundang***Bersama tetap akan merasa hancur, tak menurut pun akan menambah hati yang tertekan semakin hancur. Kadang seseorang itu lupa bahwa ego mengalahkan segalanya, dan lagi-lagi atas nama pengabdian dan masa depan.***“Itu ada tamu sepertinya, Pah. Siapa sih yang bertamu di pagi hari seperti ini?” tanya Zeanna bingung. Dahinya mengernyit menandakan ada pertanyaan besar di dalam benaknya.“Coba buka aja dulu, Mah. Mama nggak ada kredit panci, kan?” Seloroh Pak Aksa, berusaha mencairkan suasana.“Ih enak aja. Bentar Mama buka pintu dulu.” Zeanna melangkah ke depan untuk membuka pintu. Pelan, ia memutar handle pintu hingga terlihat kini siapa yang berada di depan Zeanna.Mata Zeanna membelalak, namun tak lama senyumnya melengkung menyadari bahwa orang yang selalu disebut namanya kini berada di hadapan dalam keadaan segar bugar dan cantik.“Kinara! Ya Allah … akhirnya kamu ke sini juga, Nak,” Zeanna terpekik, antara terkejut dan senang.“Iya Tante, gimana ka
BAB : 83Pagi yang penuh kekisruhan.***“Temani Kinara di sini, kamu nggak melihat dia udah bela belain datang ke sini. Masa mau ditinggal pergi?”Daffa kembali merebahkan pantatnya di kursi dengan sangat malas. “Kan tadi Kinara bilang kalau dia ke sini tujuannya untuk menghampiri Mamah. Terus untuk apa Daffa menemani juga, iya kan Ki?” Daffa bertanya pada Kinara dengan menatap sejenak ke arahnya.Kinara yang ditanya hanya menunduk dalam. Ia merasa sial dengan dirinya sendiri hari ini. Dan makin merasa terhina dengan penolakan Daffa yang terang terangan tanpa tedeng aling aling.“Daffa, pokoknya Mama bilang, temani Kinara hari ini! Ini perintah dan tak ada penolakan!” Zeanna menatap tajam anak laki-lakinya.Daffa mendesah pelan. Jika sudah seperti itu tak ada lagi kata-kata yang sanggup untuk membantah sang Mama. Pasrah, adalah hal yang ia lakukan untuk saat ini, kalau tidak bersiap saja untuk menghadapi kemarahan dan repetan yang lebih pedas dari ini!“Saya minta maaf Tante, kedatan
BAB : 84Penyelidikan secara mendadak, dan keadaan pun mulai genting.*** Jalanan terlihat sedikit macet dan ramai. Tampak dua orang yang sejak tadi diam, dan tak ada pembicaraan sama sekali kini tengah menikmati kebersamaannya. Daffa yang mengemudikan mobil memilih diam membisu, tak ada pembahasan apalagi basi basi. Sementara Kinara yang bingung pun ikut terdiam membisu. Hening, sunyi, bahkan tak ada musik sekalipun yang membersamai indahnya pagi ini. Kinara melirik Daffa sejenak, namun segera membuang pandangan ketika menyadari Daffa yang terlihat murung serta dingin tersebut. Ia bingung harus memulai pembicaraannya dari mana hingga duduk pun terlihat sangat tak nyaman. Sedangkan Daffa lebih asyik dengan pikirannya sendiri tanpa melihat dan menganggapnya ada. Kinara menggigit bibir bawahnya, lantas mengatur nafas agar pikirannya pun stabil. Ia yang memulai maka ia harus bertanggung jawab atas keputusannya sendiri. Termasuk berusaha mencairkan kebekuan hati Daffa. Itulah tujuanny