BAB : 80Panggilannya mengingatkan masa lalu.***Daffa merebahkan diri di ranjangnya setelah rasa lelah yang mendera. Hari ini adalah hari yang paling berkesan bagi Daffa. Bagaimana tidak, Daffa yang diutus sang Papa untuk menggantikan urusannya namun justru bertemu dengan seseorang bagian dari masa lalunya, Rama Mahendra.Mata Daffa menerawang, menatap langit-langit kamarnya yang sebelumnya memang tidak ada apapun, namun di matanya kini justru senyum Salma menari-nari di atas sana. Mungkin semua orang akan menilai bahwa Daffa gila atau bucin, atau bahkan membuang waktunya untuk terus meresapi masa lalu. Namun tak seperti itu kenyataannya.Daffa memang masih terus mengingat Salma, namun bukan berarti ia tidak ingin menikah. Entahlah, rasanya untuk saat ini Daffa belum bisa membuka hatinya untuk perempuan lain, bahkan Kinara sekalipun. Lebih tepatnya belum ada yang bisa mencairkan kebekuan hatinya.Entah karena masih mencintai Salma, atau karena rasa enggan untuk mendekati wanita. Cin
BAB : 81Disaat hati sedang tidak nyaman***“Rio Dewanto, kenapa dia memanggilku dengan sebutan seperti itu?” Daffa bergumam lirih. Hatinya pun kembali bertanya tanya.Ingatan Daffa melayang kepada perempuan yang pernah mengisi hatinya beberapa tahun lalu. Ya, ketika masih menjalin asmara dengan Salma, ia juga sering memanggilnya dengan sebutan aktor kesayangannya itu. “Anehnya hanya mereka berdua yang bilang aku seperti itu. Nyatanya Kinara nggak.” Daffa bergumam lirih.Dan sekarang Sumi pun memanggilnya dengan sebutan yang sama. Daffa mengedikkan bahu, tak tahu menahu tentang apa yang terjadi dengan mereka yang menurutnya memiliki kehaluan tingkat dewa itu.“Dasar perempuan!” gumam Daffa seraya menanggalkan sarungnya. Berganti dengan baju dinas aktivitas di pagi hari. Ya, pagi ini ia ingin meregangkan otot hanya untuk sekedar berlari pagi.***Aku bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku Meski kau tak cinta kepadaku.Beri sedikit waktu Biar cinta datang karena telah terbiasa.Hidupk
BAB : 82Tamu yang tak diundang***Bersama tetap akan merasa hancur, tak menurut pun akan menambah hati yang tertekan semakin hancur. Kadang seseorang itu lupa bahwa ego mengalahkan segalanya, dan lagi-lagi atas nama pengabdian dan masa depan.***“Itu ada tamu sepertinya, Pah. Siapa sih yang bertamu di pagi hari seperti ini?” tanya Zeanna bingung. Dahinya mengernyit menandakan ada pertanyaan besar di dalam benaknya.“Coba buka aja dulu, Mah. Mama nggak ada kredit panci, kan?” Seloroh Pak Aksa, berusaha mencairkan suasana.“Ih enak aja. Bentar Mama buka pintu dulu.” Zeanna melangkah ke depan untuk membuka pintu. Pelan, ia memutar handle pintu hingga terlihat kini siapa yang berada di depan Zeanna.Mata Zeanna membelalak, namun tak lama senyumnya melengkung menyadari bahwa orang yang selalu disebut namanya kini berada di hadapan dalam keadaan segar bugar dan cantik.“Kinara! Ya Allah … akhirnya kamu ke sini juga, Nak,” Zeanna terpekik, antara terkejut dan senang.“Iya Tante, gimana ka
BAB : 83Pagi yang penuh kekisruhan.***“Temani Kinara di sini, kamu nggak melihat dia udah bela belain datang ke sini. Masa mau ditinggal pergi?”Daffa kembali merebahkan pantatnya di kursi dengan sangat malas. “Kan tadi Kinara bilang kalau dia ke sini tujuannya untuk menghampiri Mamah. Terus untuk apa Daffa menemani juga, iya kan Ki?” Daffa bertanya pada Kinara dengan menatap sejenak ke arahnya.Kinara yang ditanya hanya menunduk dalam. Ia merasa sial dengan dirinya sendiri hari ini. Dan makin merasa terhina dengan penolakan Daffa yang terang terangan tanpa tedeng aling aling.“Daffa, pokoknya Mama bilang, temani Kinara hari ini! Ini perintah dan tak ada penolakan!” Zeanna menatap tajam anak laki-lakinya.Daffa mendesah pelan. Jika sudah seperti itu tak ada lagi kata-kata yang sanggup untuk membantah sang Mama. Pasrah, adalah hal yang ia lakukan untuk saat ini, kalau tidak bersiap saja untuk menghadapi kemarahan dan repetan yang lebih pedas dari ini!“Saya minta maaf Tante, kedatan
BAB : 84Penyelidikan secara mendadak, dan keadaan pun mulai genting.*** Jalanan terlihat sedikit macet dan ramai. Tampak dua orang yang sejak tadi diam, dan tak ada pembicaraan sama sekali kini tengah menikmati kebersamaannya. Daffa yang mengemudikan mobil memilih diam membisu, tak ada pembahasan apalagi basi basi. Sementara Kinara yang bingung pun ikut terdiam membisu. Hening, sunyi, bahkan tak ada musik sekalipun yang membersamai indahnya pagi ini. Kinara melirik Daffa sejenak, namun segera membuang pandangan ketika menyadari Daffa yang terlihat murung serta dingin tersebut. Ia bingung harus memulai pembicaraannya dari mana hingga duduk pun terlihat sangat tak nyaman. Sedangkan Daffa lebih asyik dengan pikirannya sendiri tanpa melihat dan menganggapnya ada. Kinara menggigit bibir bawahnya, lantas mengatur nafas agar pikirannya pun stabil. Ia yang memulai maka ia harus bertanggung jawab atas keputusannya sendiri. Termasuk berusaha mencairkan kebekuan hati Daffa. Itulah tujuanny
BAB : 85.Keadaan tegang di kandang musuh.***“Mas, aku turun dulu ya! Ditungguin kan, pulangnya? Aku nggak lama kok,” ucapan Kinara membuyarkan lamunan Daffa.“Aku, boleh ikut?” tanya Daffa. Kali ini suaranya pelan dan enak didengar. Tentu saja membuat Kinara senang tak karuan.“Mas Daffa mau ikut? boleh, ayo!” ajak Kinara senang.“Bentar.”Daffa memakai kacamata hitam serta masker untuk menutupi wajahnya. Tentu saja ia melakukan itu agar Pak Koswara tidak mengenalinya. Memang bertemu hanya beberapa kali, dan waktu itu Pak Koswara terlihat tidak menyukainya karena sering berbeda pendapat ketika mengadakan rapat para pengusaha dulu. Tentu saja meninggalkan bekas bagi keduanya, bahkan mungkin bisa menjadi dendam.Kehadiran Daffa yang secara tiba tiba pasti akan menimbulkan pertanyaan bagi Pak Koswara nantinya. Apalagi tengah mengurus kasus, dan Pak Koswara tahu betul Daffa adalah seorang pengacara. Daffa memilih mencari aman namun akan tetap menyelidiki dengan caranya.“Kenapa pakai m
BAB : 86Masuk ke dalam kandang musuh.Daffa kelabakan karena seorang office boy yang sedang mengepel lantai tak sengaja menyenggolnya, hingga ponselnya berhamburan ke lantai. Suaranya yang menggema membuat dua orang yang berada di dalam pun ikut keluar melihat keadaan.“Maaf , Mas, saya tidak sengaja!” ucap office boy itu takut. Ia membantu memunguti kepingan ponsel Daffa yang berserakan.“Nggak papa, udah sana lanjutkan! Biar saya sendiri saja.” titah Daffa pada lelaki itu seraya mengantongi ponselnya yang masih berhamburan.“Siapa yang di luar?” Koswara keluar dengan tergopoh dari ruangannya. Menyadari hal itu, Daffa lantas mencari tempat untuk bersembunyi sejenak. Karena tak mempunyai banyak waktu, ia bersembunyi di pintu ruangan sebelah agar tak terlihat oleh Koswara. Ruangan terlihat sepi, sepertinya para karyawan sedang makan siang, sehingga tidak ada yang mencurigai Daffa.Sedangkan Pak Koswara yang sudah berada di depan pintu celingukan, namun terlihat sepi tak ada siapapun.
BAB : 87Mencari Tahu Lewat Kinara.***“Restu!’ gumam Daffa yang tak didengar oleh Kinara. Ternyata dia dalam bahaya sekarang!“Mas, ada orang!” Kinara mengingatkan, hingga reflek Daffa bertindak biasa saja selayaknya seseorang yang ingin bertamu di ruangan Pak bosnya.Hingga orang tersebut lewat, Daffa pura-pura membenahi bajunya. “Mas, kita masuk dulu deh!” usul Kinara yang masih bingung sejak tadi.“Kamu aja yang masuk, Ki, saya tunggu di sana saja. Tapi cepet ya, jangan lama-lama!” Pinta Daffa lirih.Kinara tersenyum. “Oke, Mas, aku nggak lama.”Setelah Kinara masuk, Daffa memilih keluar ruangan. Ia ingin menuju mobil, dan menunggu Kinara di dalam mobil. Daffa ingin keluar dari ruangan macan yang penuh rahasia ini, tentu saja harus menghadapi para pengawal berderet panjang itu.Banyak karyawan yang berlalu lalang di depan para pengawal itu. Dan Daffa mengikuti mereka dengan melewati para pengawal itu dengan se-santai mungkin. “Tunggu!”Daffa tersentak ketika salah satu dari mer
BAB : 154.ENDING.***Suasana pernikahan begitu ramai dan ceria, terlihat di wajah cerah sang pengantin. Daffa dan Lean, yang begitu banyak melewati jurang terjal, akhirnya mencapai kebahagian, dengan mengikat janji suci sakral kebahagiaan mereka. Zeanna mendekat, dengan wajah bahagia plus haru, memandang sendu pada sang menantu.“Duh, mantu Mama cantik banget sih. Iya kan Pah?” ujar Mama mertua yang kini tengah berada di depan Lean.“Makasih, Ma, Pa,” sahut Lean dengan senyum malu malu. “Selamat Lean sayang, kamu sekarang udah jadi istri orang, Nak. Jadi tidurnya udah nggak sendiri lagi, udah nggak sama Bibi juga. Jadi Bibi minta, kamu kalau tidur nggak boleh ngigau ya,” ujar Bibi sambil memeluk Lean.Mendengar ucapan Bibi spontan mertua Lean tertawa. “Bibi mah kalau ngucapin selamat ya udah, selamat aja! Nggak usah bahas tidurnya Lean juga kali!” Lean menggerutu, pura pura manyun.“Ye, Bibi kan cuma bilangin.” Mulut Bibi mencebik, membuat Lean sendiri gemas lantas memeluknya.“Le,
BAB : 153Ketika Pernikahan Terjadi.***~Lima Bulan Kemudian.“Mbak Lean cantik banget. Subhanallah, cantiknya…!” puji MUA yang menangani Lean saat ini. “Soalnya Mbak Lean tuh dari sananya udah cantik, jadi dipoles sedikit aja udah luar biasa cantiknya. Aku yakin, nanti suami Mbak Lean nggak berkedip lihatnya!” Imbuhnya lagi, sembari merapikan baju yang dikenakan oleh Lean kali ini. “Ah, Mbak terlalu berlebihan deh, semua wanita kalau dirias seperti pasti cantik, kan.” Sambil tersenyum di depan cermin Lean berucap.“Itu mah pasti. Tapi nggak tau lo Mbak, sebagai MUA aku seneng rias Mbak Lean tuh. Cantik!” ucap MUA lagi.“Saya keluar sebentar ya, Mbak. Bentaran!” Pamitnya, lantas berlalu pergi meninggalkan Lean yang masih mematut diri di cermin.Perempuan cantik dengan berbalut kebaya putih nan megah itu tengah mematut diri di cermin. Ya, Leandita Herlambang kini akan segera melepas masa lajangnya hari ini. Mengikrarkan janji suci di depan penghulu dengan seseorang yang dicintai adal
BAB : 152Rahasia Tentang Kinara.***Daffa langsung mengambil ponselnya ketika ada pesan yang masuk. Ia membuka pesan tersebut, senyumnya mengembang karena ternyata Restu yang berkirim pesan. Namun matanya seketika membulat setelah melihat apa isi pesan tersebut."Kenapa, Daff?" tanya Zeanna ketika melihat raut wajah Daffa yang terlihat tak bersahabat."Kinara, Mah. Ternyata Kinara selama ini menjadi istri simpanan Koswara. Ini Restu yang baru saja mengabari." Papar Daffa, yang membuat sang Mama tercengang seketika."Kinara, Daff?" tanya Zeanna seakan tak percaya. Lean memilih diam, karena sebelumnya sudah menduga ke arah situ. Jika tidak ada sesuatu, mana mungkin Kinara terus dibelanya. Ternyata ini rahasianya."Mama mending baca sendiri, deh! Restu sudah menyita semua yang dimiliki oleh Kinara, termasuk rumah mewah yang ia tempati saat ini. Karena semua adalah milik Lean." Daffa melirik ke arah Lean seraya memberikan ponselnya pada Mamanya."Dan media sosial adalah hukuman yang pa
BAB : 151Mengunjungi orang yang kita cintai dalam keadaan sudah berada di pusara, itu sangatlah mengiris hati.***“Mama, semoga Mama tenang di sana, Ma! Lean ikhlas melepas Mama!” ucap Lean di depan pusara sang Mama.Pagi ini Lean dengan ditemani oleh Daffa sedang berziarah di makam sang Mama. Air mata Lean kembali luruh melihat sang Mama yang kini benar benar telah tiada. Sedangkan sejak tadi Daffa menenangkan Lean dengan terus mengelus punggungnya. Setelah lima hari pasca pulang dari rumah sakit, Daffa baru berani membawa Lean bepergian. Selain takut Lean kelelahan, ia juga takut luka Lean masih belum sembuh benar.“Sabar ya, Le.” Daffa terus menguatkan Lean yang terlihat rapuh. Ia mengelus pundak Lean yang sejak tadi berguncang. Sungguh, ia tak kuasa melihat Lean yang terus menangis seperti ini. Hatinya perih, melihat orang terkasihnya sedih. Sudah banyak air mata yang Lean tumpahkan, dan sekarang kembali ditumpahkan di pusara sang Mama.“Lean pamit ya, Ma,” Lean mencium pusara
BAB : 150Setelah Kepulangan Lean.***~Satu minggu kemudian.Pagi ini terlihat sangat cerah, secerah hati Daffa dan Lean karena sedang berkemas pulang. Daffa sedang berkemas, sedangkan Lean baru saja keluar dari kamar mandi dengan keadaan yang lebih segar. Namun masih ada yang mengganjal hati Daffa, sehingga wajahnya terlihat murung. Lean yang menyadari itu langsung mendekat.“Mas kenapa? Kok kayak sedih gitu?” tanyanya.“Kamu yakin, mau pulang ke rumahmu Le? Lukamu masih belum sembuh banget lo, nanti kalau ada apa apa dengan kamu gimana?” tanya Daffa khawatir.“Lean nggak enak lah, Mas, sama Mama. Kalau dulu Lean ke rumahmu kan karena menjadi Sumi, terus sekarang apa alasanku untuk tetap bertahan di sana?” tanya Lean.“Ya tapi kan ada Bi Nina yang pasti juga kangen sama kamu Le. Mama aja nggak papa kok, kamu tinggal di rumah,” Rayu Daffa yang merasa berat pisah dengan Lean.“Nanti kalau Bibi kangen, tolong anterin ke rumah ya Mas! Bi Nina sangat sayang dengan Lean, ya… walaupun ia m
BAB : 149Pengusiran Brenda dan Laura. Dan di sini, Laura merasakan pontang panting karena tak mempunyai pegangan.***"Maaf, para Bapak ke sini mau mencari siapa?" tanya Brenda yang kini merasa menjadi tuan rumah. "Perkenalkan, kami adalah orang suruhan Bu Lean. Boleh kami masuk?" tanyanya dengan menatap Brenda.Brenda merasa tercekat mendengar nama Lean. Bagaimana bisa Lean masih hidup? Bukankah waktu itu Koswara telah menembaknya? Walaupun akhirnya Koswara tertangkap polisi, dan kini Brenda yang menjadi pemenangnya. Ia hanya mematung di tempat karena syok. Syok menghadapi kenyataan, bahwa ternyata Lean masih hidup."Boleh kami masuk, Bu?" Brenda tersentak mendengar laki laki berumur 40 tahunan itu kembali memanggil."Bo-boleh, silahkan!" Brenda mempersilahkan mereka masuk, walau dengan tergagap.Mereka yang berjumlah empat orang pun kini masuk ke dalam rumah dan duduk berhadap hadapan dengan Brenda. "Begini, Bu. Kami mendapat tugas dari Bu Lean bahwa Bu Brenda dan juga Laura sege
BAB : 148Amarah yang Masih Memuncak.***“Iya benar, Ma? Kemarin Salma ke sini?” Kini sang Papa yang bertanya, membuat kuping Daffa berdengung seketika.“Iya benar lo, Pa. Salma itu temannya Lean ternyata. Dan suami Salma, yang dulu pernah menjadi saingan Daffa, sekarang justru berteman baik. Dunia ini kadang lucu ya, Pa, hahaha….” Zeanna tertawa, diikuti sang Papa yang juga tertawa.Perempuan cantik yang sedari tadi diam mendengarkan pun terkikik pelan, karena merasa lucu. Walaupun sejujurnya ia pun kaget, tak menyangka Salma yang anggun kalem seperti itu dulu pernah punya hubungan spesial dengan seorang Daffa.“Daffa mau keluar dulu, Mah, gerah!” Daffa keluar meninggalkan keluarganya yang sedang berkumpul. Lelaki tampan yang merupakan mantan Salma itu merasa malu sama Lean ketika masa lalunya terbongkar begitu saja.“Daffa kayaknya ngambek deh, Mah. Mama sih, pake membahas Salma. Tuh anaknya jadi ngambek kan?” protes Pak Aksa pada Zeanna.“Kan Mama cuma mau berbagi cerita dengan Le
BAB : 147Kedatangan sang calon mertua, serta kabar masa lalu yang membuat Lean terkejut.***“Mas, Lean pengen ke kamar mandi. Lean pengen pipis,” keluh Lean malam ini. Daffa yang sedang memainkan HP nya langsung menghampiri Lean.“Yaudah, sama Mas aja ke kamar mandinya.” tawar Daffa yang berusaha membangunkan Lean dari pembaringannya.“Masa sama Mas, sih! Ntar Mas lihat dong, panggilin suster aja deh!” pinta Lean setelah berhasil duduk, walaupun kadang meringis menahan rasa sakit.“Iya, bentar.” Daffa memencet tombol untuk memanggil suster agar segera menghampirinya.Memang jika Lean ingin ke kamar mandi, Daffa selalu memanggil suster untuk membantunya. Selain takut terkena lukanya, mana mungkin Lean mengizinkan. Seperti sekarang ini mereka tengah menunggu suster, dan tak lama, suster pun berada di depan mereka.“Ada yang bisa dibantu?” tawar suster tersebut. Suster mendekati Lean yang membutuhkan pertolongan.“Ini pengen ke kamar mandi katanya, Sus,” jelas Daffa pada suster. Dan su
BAB 146. Hilang Percaya Diri.***Keadaan Lean sudah semakin membaik, dan ia sekarang sudah dipindahkan ke ruangan perawatan. Daffa yang tak beranjak sedikitpun selalu menemaninya. Restu yang sudah selesai mengurus tugasnya, siang ini langsung meluncur ke rumah sakit menemui Lean dan tentunya, Daffa.“Alhamdulillah, Lean, kamu sudah melewati masa kritis juga masa koma. Tak terbayang gimana perasaan Daffa kemarin,” Restu melirik Daffa yang sedang menikmati pemandangan lewat jendela.“Lo kalau mau ngucapin cepet sembuh, ucapin aja langsung. Nggak usah melebar kemana mana!” protes Daffa. Ia tahu Restu memang tujuannya meledek, walaupun memang yang diucapkannya benar.“Yee, memang benar kan? Maaf Lean, baru ini aku bisa menjenguk kamu. Kemarin benar benar sibuk ngurusin kasus, jadi baru sempat sekarang,” Sesal Restu.“Iya, nggak papa, Bang. Toh sekarang juga bisa menjenguk Lean kan, Lean nggak papa,” ucap Lean. “Oh ya, Daff, besok lo jangan cari gue ya, gue ada acara besok. Jadi mungkin