BAB : 13Mengorek informasi dari Kinara. Siapa Kinara? Pun hilangnya Restu, sukses membuat Daffa kelimpungan.***Daffa celingukan mencari tempat makan yang pas dan enak. Ia ingin mencari tempat yang nyaman dan tertutup agar bisa mengorek semua informasi dari Kinara. Sepertinya Kinara banyak mengetahui banyak hal tentang Koswara Herlambang, yang ia sendiri memanggilnya dengan sebutan bos.Daffa melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya sejenak, tepat jam satu siang ternyata dan memang sudah waktunya makan siang. Tak lama ia membelokkan mobilnya ke sebuah restoran mewah yang tertutup dan berhenti setelah mobil terparkir manis di tempat.“Kita makan di sini ya,” ucap Daffa sebelum ia keluar dari mobil.“Oke, tak masalah, Mas, aku ngikut aja!” jawab Kinara senang. Bagaimana tak senang, mereka akan makan siang bareng di tempat yang lumayan nyaman. Begitulah pemikiran Kinara saat ini.Mereka jalan beriringan dan memasuki sebuah restoran dan Daffa mengajak Kinara memilih kursi
BAB : 89Air mata diam diam seorang Sumiati.***Tempat yang dituju pun tiba. setelah memarkirkan mobilnya, ia segera turun dan mencari Restu di kantor tugasnya.“Eh ada Pak Daffa. Ada apa Pak, tumben Bapak kesini sendirian?” tanya salah satu teman Restu yang Daffa pun tak begitu mengenalnya.“Ada Restu di ruangannya?” tanya Daffa dengan mengelilingi pandang. “Oh ya, kan kalian soulmate ya,” canda Pak polisi itu. “Tapi masalahnya sejak pagi, Restu juga dalam pencarian kami. Ia tak ada ke kantor, tak juga mengabari. Kami juga bersepakat jika dalam 2x24 jam Restu masih tak bisa dihubungi, kami akan patroli mencarinya.” Jelas teman se-pekerjaan Restu itu.“Oke, terima kasih. Kalau begitu, saya permisi dulu.” Pamit Daffa, lantas ia berlalu meninggalkan tempat itu dan kembali mengemudikan mobilnya. Untuk kali ini Daffa kalut, memikirkan Restu yang entah kini di mana rimbanya.Daffa pulang ke rumah dengan wajah lesu. Kedatangannya langsung disambut oleh sang Mama yang sudah menunggunya sej
BAB : 90Jiwa detektif Daffa mulai bekerja ketika ada yang dirasa janggal. Siapa Sumi sebenarnya?***Bibi salah tingkah ketika melihat Daffa berada fi depannya. Ia mendekati majikannya itu dengan rasa tak enak hati. Bagaimana tidak, sedang bercanda sama keponakannya seperti itu malah kepergok sama Daffa. Tak apa, tak ada masalah juga, namun tetap saja rasa malu menyelimuti."Den Daffa, ada apa? Kok masuk ke dapur?" tanya Bibi pada Daffa yang masih berdiri di depannya."Saya pengen kopi, Bi. Sumi, nanti anterin di kamar ya!" titah Daffa pada Bibi dan Sumi."Oke, Mas Rio." Sumi mengacungkan jempol, tapi Daffa justru melotot ke arahnya. "Eh, Mas Daffa maksudnya, hehe …." kekeh Sumi."Ya udah, saya tinggal dulu. Cepetan, nggak pake lama!" tegas Daffa pada Sumi."Siap, Mas bos. Dalam hitungan lima menit nanti juga Sumi sudah berada di hatimu." Sumi berucap seraya meracik kopi permintaan tuannya, Bi Nina yang mendengar menyenggol lengan Sumi."Di kamar Mas Daffa, maksudnya. Hehe …!" ucap S
BAB : 91Laporan Zuna yang menjadi petunjuk.***Hati terasa sakit, keadaan semakin menjepit. Namun hidup terus berlalu bukan? Seperti itulah yang dirasakan oleh Sumi saat ini. Sumi tetap berusaha tegar, selalu tersenyum dan kadang bernyanyi kecil untuk mengisi kekosongan hatinya. Seperti saat ini, ia tengah beberes di kamar sang nyonya yang masih gadis, dengan senyum serta nyanyian ringannya. Namun Zuna yang tengah pusing karena pelajarannya, tak menghiraukan keberadaan Sumi di kamarnya. Hingga Sumi sendiri tertarik untuk mendekatinya, karena muka Zuna yang tampak kusut."Kenapa neng Zuna cantik? Kok mukanya kusut begitu? Jadi berkurang dong cantiknya, " ujar Sumi mendekati Zuna. Ia duduk di sebelah Zuna yang terlihat tampak kusut."Ini nih tugas Zuna, Mbak. Susah banget ngerjain pelajaran matematika. Nih soalnya, lihatin! Satu soal itu diminta selesaikan dan mencari jawaban dengan dua metode yang berbeda. Pusing Zuna, Mbak!" Papar Zuna frustasi. Zuna menyerahkan tugasnya pada Sumi
BAB : 92Kabar dari Restu serta kekonyolan Sumi pagi ini.***Daffa langsung menyambar ponsel ketika sudah berada di kamarnya. Ia tersenyum karena Zuna sudah mengirim foto yang ia minta. Daffa mencari nama untuk menghubungi seseorang. Kali ini ia ingin menghubungi Rama, seseorang yang pernah kenal dengan Lean. Entah apa yang dilakukan dengan foto tulisan itu, ia terlihat bersemangat dan orang yang pertama ia anggap bisa membantu adalah, Rama Mahendra.Namun baru saja ingin memencet panggilan pada Rama, nada dering tanda panggilan masuk pun menyentakkan pikirannya. “Restu, Restu menelpon?!” gumam Daffa dengan ekspresi wajah antara senang dan terkejut.“Assalamualaikum, Restu. Ada kabar apa? Kenapa lo dari kemarin nggak bisa dibungi?” tanya Daffa beruntun. Ia melangkah menuju jendela agar bisa nyaman berbicara dengan Restu.“Daf, bisa kita bertemu sekarang? Ada hal penting yang harus aku sampaikan sama kamu!” ujar Restu dari seberang sana.“Oke, kita bertemu di tempat biasa aja. Gue m
BAB : 93Pertemuan dengan Restu dan teror yang mulai terang terangan.***Daffa keluar dari mobil setelah ia tiba di tempat tujuan. Sesuai petunjuk Restu tadi, ia harus menyamarkan diri agar tak ada orang yang mengenalinya. Daffa juga paham di saat seperti ini anak buah Koswara pasti berkeliling mencari Restu dan mungkin juga dirinya. Daffa masuk ke cafe dengan menggunakan kacamata hitam, serta jaket kulit berwarna hitam. Ia menyisir pandangan mencari keberadaan Restu, dan tak lama, senyum Daffa melengkung melihat temannya itu tengah bersantai dengan memainkan ponsel di tangannya.“Itu dia,” gumam Daffa mendekatinya.“Hei, dah lama?” tanya Daffa setelah duduk di depan Restu. Ruangannya cukup tertutup sehingga mereka bisa leluasa berbincang dengan santai. Yang hadir pun bisa dihitung dengan jari, sehingga cukup memungkinkan bagi Restu dan Daffa apabila ada orang asing yang mencurigakan, tentulah mereka mengetahui.“Belum, gue juga baru nyampe,” jawab Restu.“Lo ngapa ngilang? gue dar
BAB : 94Diawasi oleh dua orang misterius.***Sadar ada yang mengawasi, Daffa dan Restu tampak semakin was was. Yang satu mengamati sekeliling, sedang yang satu sedang menelpon dan entah menelpon siapa.“Sepertinya kita harus pergi dari sini, Daff!” ujar Restu memberi saran.“Oke, lo bawa motor atau mobil?” “Gue tadi kesini naik ojek, Daff! Sengaja, biar mereka nggak bisa ngelacak gue!”“Oke, kita keluar sekarang!” Setelah menghabiskan sisa minuman yang berada di meja, mereka berdua lantas pergi meninggalkan tempat yang sudah dirasa tidak aman itu. Mereka sama-sama mengenakan kacamata hitam serta jaket kulit yang menempel di badan. Tentu saja banyak kaum hawa yang melirik dan bahkan berbisik, karena tak dipungkiri pesona Daffa memang sangatlah menarik perhatian. Namun para kaum hawa itu tentu tak memahami kondisi yang dialami oleh Daffa dan Restu saat ini. Hingga salah satu dari kelompok perempuan itu sengaja menabrakkan diri ketika persis berada di samping Daffa. Tentu tujuannya
BAB : 16Dibalik terjadinya kecelakaan.***Dalam perjalanan padat dan terbuka mereka masih saling serang dengan tembak menembak antara yang satu dengan yang lain. Tentu saja semakin membuat Restu gelisah, karena bukan hanya mereka saja yang menjadi korban, namun para pejalan yang kebetulan lewat takut menjadi sasaran tembakan mereka.Daffa sendiri tengah celingukan mencari jalan kecil untuk potong jalan, namun nihil. Karena Daffa sendiri sedang ngebut, sehingga tak begitu jelas ia melihat jalan di kanan kirinya.Tepat di pertigaan, Daffa sengaja membelokkan mobil ke kiri, agar tidak dikejar oleh musuh. Namun perkiraannya salah, musuh tetap membuntuti dari belakang walaupun Daffa sudah berbelok mengambil jalan sempit. “Hati-hati, Daff, ini jalan sempit!” ujar Restu mengingatkan Daffa.“Ini jalan mana sih? Saya baru masuk gang ini,” tanya Daffa yang sedikit menurunkan kecepatannya. Musuh di belakang masih membuntuti namun sudah tak ada lagi adu tembak karena saat ini mereka melewati