BAB : 91Laporan Zuna yang menjadi petunjuk.***Hati terasa sakit, keadaan semakin menjepit. Namun hidup terus berlalu bukan? Seperti itulah yang dirasakan oleh Sumi saat ini. Sumi tetap berusaha tegar, selalu tersenyum dan kadang bernyanyi kecil untuk mengisi kekosongan hatinya. Seperti saat ini, ia tengah beberes di kamar sang nyonya yang masih gadis, dengan senyum serta nyanyian ringannya. Namun Zuna yang tengah pusing karena pelajarannya, tak menghiraukan keberadaan Sumi di kamarnya. Hingga Sumi sendiri tertarik untuk mendekatinya, karena muka Zuna yang tampak kusut."Kenapa neng Zuna cantik? Kok mukanya kusut begitu? Jadi berkurang dong cantiknya, " ujar Sumi mendekati Zuna. Ia duduk di sebelah Zuna yang terlihat tampak kusut."Ini nih tugas Zuna, Mbak. Susah banget ngerjain pelajaran matematika. Nih soalnya, lihatin! Satu soal itu diminta selesaikan dan mencari jawaban dengan dua metode yang berbeda. Pusing Zuna, Mbak!" Papar Zuna frustasi. Zuna menyerahkan tugasnya pada Sumi
BAB : 92Kabar dari Restu serta kekonyolan Sumi pagi ini.***Daffa langsung menyambar ponsel ketika sudah berada di kamarnya. Ia tersenyum karena Zuna sudah mengirim foto yang ia minta. Daffa mencari nama untuk menghubungi seseorang. Kali ini ia ingin menghubungi Rama, seseorang yang pernah kenal dengan Lean. Entah apa yang dilakukan dengan foto tulisan itu, ia terlihat bersemangat dan orang yang pertama ia anggap bisa membantu adalah, Rama Mahendra.Namun baru saja ingin memencet panggilan pada Rama, nada dering tanda panggilan masuk pun menyentakkan pikirannya. “Restu, Restu menelpon?!” gumam Daffa dengan ekspresi wajah antara senang dan terkejut.“Assalamualaikum, Restu. Ada kabar apa? Kenapa lo dari kemarin nggak bisa dibungi?” tanya Daffa beruntun. Ia melangkah menuju jendela agar bisa nyaman berbicara dengan Restu.“Daf, bisa kita bertemu sekarang? Ada hal penting yang harus aku sampaikan sama kamu!” ujar Restu dari seberang sana.“Oke, kita bertemu di tempat biasa aja. Gue m
BAB : 93Pertemuan dengan Restu dan teror yang mulai terang terangan.***Daffa keluar dari mobil setelah ia tiba di tempat tujuan. Sesuai petunjuk Restu tadi, ia harus menyamarkan diri agar tak ada orang yang mengenalinya. Daffa juga paham di saat seperti ini anak buah Koswara pasti berkeliling mencari Restu dan mungkin juga dirinya. Daffa masuk ke cafe dengan menggunakan kacamata hitam, serta jaket kulit berwarna hitam. Ia menyisir pandangan mencari keberadaan Restu, dan tak lama, senyum Daffa melengkung melihat temannya itu tengah bersantai dengan memainkan ponsel di tangannya.“Itu dia,” gumam Daffa mendekatinya.“Hei, dah lama?” tanya Daffa setelah duduk di depan Restu. Ruangannya cukup tertutup sehingga mereka bisa leluasa berbincang dengan santai. Yang hadir pun bisa dihitung dengan jari, sehingga cukup memungkinkan bagi Restu dan Daffa apabila ada orang asing yang mencurigakan, tentulah mereka mengetahui.“Belum, gue juga baru nyampe,” jawab Restu.“Lo ngapa ngilang? gue dar
BAB : 94Diawasi oleh dua orang misterius.***Sadar ada yang mengawasi, Daffa dan Restu tampak semakin was was. Yang satu mengamati sekeliling, sedang yang satu sedang menelpon dan entah menelpon siapa.“Sepertinya kita harus pergi dari sini, Daff!” ujar Restu memberi saran.“Oke, lo bawa motor atau mobil?” “Gue tadi kesini naik ojek, Daff! Sengaja, biar mereka nggak bisa ngelacak gue!”“Oke, kita keluar sekarang!” Setelah menghabiskan sisa minuman yang berada di meja, mereka berdua lantas pergi meninggalkan tempat yang sudah dirasa tidak aman itu. Mereka sama-sama mengenakan kacamata hitam serta jaket kulit yang menempel di badan. Tentu saja banyak kaum hawa yang melirik dan bahkan berbisik, karena tak dipungkiri pesona Daffa memang sangatlah menarik perhatian. Namun para kaum hawa itu tentu tak memahami kondisi yang dialami oleh Daffa dan Restu saat ini. Hingga salah satu dari kelompok perempuan itu sengaja menabrakkan diri ketika persis berada di samping Daffa. Tentu tujuannya
BAB : 16Dibalik terjadinya kecelakaan.***Dalam perjalanan padat dan terbuka mereka masih saling serang dengan tembak menembak antara yang satu dengan yang lain. Tentu saja semakin membuat Restu gelisah, karena bukan hanya mereka saja yang menjadi korban, namun para pejalan yang kebetulan lewat takut menjadi sasaran tembakan mereka.Daffa sendiri tengah celingukan mencari jalan kecil untuk potong jalan, namun nihil. Karena Daffa sendiri sedang ngebut, sehingga tak begitu jelas ia melihat jalan di kanan kirinya.Tepat di pertigaan, Daffa sengaja membelokkan mobil ke kiri, agar tidak dikejar oleh musuh. Namun perkiraannya salah, musuh tetap membuntuti dari belakang walaupun Daffa sudah berbelok mengambil jalan sempit. “Hati-hati, Daff, ini jalan sempit!” ujar Restu mengingatkan Daffa.“Ini jalan mana sih? Saya baru masuk gang ini,” tanya Daffa yang sedikit menurunkan kecepatannya. Musuh di belakang masih membuntuti namun sudah tak ada lagi adu tembak karena saat ini mereka melewati
BAB : 96Penyamaran Sumi demi seseorang yang terluka di sana.***“Udah, Bibi jangan khawatir, insya Allah Sumi baik baik saja. Sumi minta doanya!” Sumi mencium tangan Bibinya lalu meninggalkan Bi Nina yang masih mematung. Bi Nina menatap kepergian Sumi dengan mata nanar. Ia lantas beranjak menghubungi Nyanya dan Tuannya untuk memberitahukan keadaan Daffa saat ini.Sumi melangkah dengan tergesa melewati gerbang. Melihat wajah panik Sumi, Pak Satpam pun bertanya pada Sumi.“Mau kemana Mbak Sumi, kok wajahnya tegang gitu? Itu kenapa mukanya ditutupi begitu, mana pake kacamata item lagi!” Sumi yang sedang buru-buru malah mendapat ledekan dari Pak Satpam.“Sumi buru-buru Pak, ada tukang ojek yang naik motornya bisa ngebut nggak? Sumi harus ke rumah sakit sekarang. Mas Daffa kecelakaan,”“Hah? Innalillahi wainna ilaihi rojiun… sama Mang Dadang aja, Mbak Sumi. Mang Dadang kalau ngebut bisa ngalahin Rosi.” Tanpa basa basi Sumi bergegas mencari Mang Dadang yang ada di samping rumah. Ia lant
BAB : 97Kehamilan Salma serta kehadiran Fera.***Dalam indahnya pagi ini tampak satu keluarga tengah dihebohkan dengan suara gaduh seorang perempuan. Ya, Salma Dewantari, yang tengah hamil muda tengah mengalami morning sickness yang lumayan parah. Salma benar benar kelimpungan setelah mengeluarkan semua isi perutnya. Semenjak Salma dinyatakan hamil tiga minggu yang lalu, dunia seakan ikut tersenyum. Bagaimana tidak, pasangan yang pernah mengalami masalah sedemikian rupa, bahkan perceraian sudah di depan mata, bisa kembali mereguk indahnya rumah tangga mereka. Tentu saja rasa bahagia menyelimuti mereka.Namun pagi ini, Rama justru dipusingkan dengan istrinya yang benar-benar tak berdaya. Bahkan hanya untuk berdiri saja Salma merasa lemas. Rama yang selalu di sampingnya pun mendampingi serta menyemangati, sebelum tiba waktunya ke kantor."Mas, aku mual banget rasanya. Pengen muntah terus." keluh Salma yang sekarang merebahkan diri karena lemas. Padahal baru saja ia muntah, namun rasa
BAB : 98Setelah Pulang dari rumah sakit, serta kesialan yang menimpa Sumi.***"Udah ah, Ma! Daffa bisa ngobatin sendiri. Udah nggak sakit kali, ini Mah!" protes Daffa ketika keningnya diganti perban."Jangan kebanyakan protes kamu, Daff. Siapa suruh kamu ngurusin masalah yang bukan urusanmu. Mama sudah bilang kalau Pak Koswara itu banyak pengikutnya, mulai dari pejabat sampai aparat negara. Makanya jangan coba-coba berurusan dengannya deh!" tegur Zeanna seraya mengobati luka Daffa.Setelah menginap di rumah sakit selama dua hari, Daffa sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Tak ada masalah yang serius dengan kecelakaan yang menimpanya kemarin, hanya saja luka jahit masih terlihat basah, dan itu bisa diatasi di rumah sendiri.Saat ini Daffa sedang berada di kamarnya dengan sang Ibu dan ditemani oleh Sumi. Zeanna yang meminta Sumi untuk menemaninya karena butuh nyali besar buat Zeanna untuk membuka perban Daffa lalu mengobatinya. Lukanya masih menganga lebar, dan itu sukses membuat Z