BAB : 84Penyelidikan secara mendadak, dan keadaan pun mulai genting.*** Jalanan terlihat sedikit macet dan ramai. Tampak dua orang yang sejak tadi diam, dan tak ada pembicaraan sama sekali kini tengah menikmati kebersamaannya. Daffa yang mengemudikan mobil memilih diam membisu, tak ada pembahasan apalagi basi basi. Sementara Kinara yang bingung pun ikut terdiam membisu. Hening, sunyi, bahkan tak ada musik sekalipun yang membersamai indahnya pagi ini. Kinara melirik Daffa sejenak, namun segera membuang pandangan ketika menyadari Daffa yang terlihat murung serta dingin tersebut. Ia bingung harus memulai pembicaraannya dari mana hingga duduk pun terlihat sangat tak nyaman. Sedangkan Daffa lebih asyik dengan pikirannya sendiri tanpa melihat dan menganggapnya ada. Kinara menggigit bibir bawahnya, lantas mengatur nafas agar pikirannya pun stabil. Ia yang memulai maka ia harus bertanggung jawab atas keputusannya sendiri. Termasuk berusaha mencairkan kebekuan hati Daffa. Itulah tujuanny
BAB : 85.Keadaan tegang di kandang musuh.***“Mas, aku turun dulu ya! Ditungguin kan, pulangnya? Aku nggak lama kok,” ucapan Kinara membuyarkan lamunan Daffa.“Aku, boleh ikut?” tanya Daffa. Kali ini suaranya pelan dan enak didengar. Tentu saja membuat Kinara senang tak karuan.“Mas Daffa mau ikut? boleh, ayo!” ajak Kinara senang.“Bentar.”Daffa memakai kacamata hitam serta masker untuk menutupi wajahnya. Tentu saja ia melakukan itu agar Pak Koswara tidak mengenalinya. Memang bertemu hanya beberapa kali, dan waktu itu Pak Koswara terlihat tidak menyukainya karena sering berbeda pendapat ketika mengadakan rapat para pengusaha dulu. Tentu saja meninggalkan bekas bagi keduanya, bahkan mungkin bisa menjadi dendam.Kehadiran Daffa yang secara tiba tiba pasti akan menimbulkan pertanyaan bagi Pak Koswara nantinya. Apalagi tengah mengurus kasus, dan Pak Koswara tahu betul Daffa adalah seorang pengacara. Daffa memilih mencari aman namun akan tetap menyelidiki dengan caranya.“Kenapa pakai m
BAB : 86Masuk ke dalam kandang musuh.Daffa kelabakan karena seorang office boy yang sedang mengepel lantai tak sengaja menyenggolnya, hingga ponselnya berhamburan ke lantai. Suaranya yang menggema membuat dua orang yang berada di dalam pun ikut keluar melihat keadaan.“Maaf , Mas, saya tidak sengaja!” ucap office boy itu takut. Ia membantu memunguti kepingan ponsel Daffa yang berserakan.“Nggak papa, udah sana lanjutkan! Biar saya sendiri saja.” titah Daffa pada lelaki itu seraya mengantongi ponselnya yang masih berhamburan.“Siapa yang di luar?” Koswara keluar dengan tergopoh dari ruangannya. Menyadari hal itu, Daffa lantas mencari tempat untuk bersembunyi sejenak. Karena tak mempunyai banyak waktu, ia bersembunyi di pintu ruangan sebelah agar tak terlihat oleh Koswara. Ruangan terlihat sepi, sepertinya para karyawan sedang makan siang, sehingga tidak ada yang mencurigai Daffa.Sedangkan Pak Koswara yang sudah berada di depan pintu celingukan, namun terlihat sepi tak ada siapapun.
BAB : 87Mencari Tahu Lewat Kinara.***“Restu!’ gumam Daffa yang tak didengar oleh Kinara. Ternyata dia dalam bahaya sekarang!“Mas, ada orang!” Kinara mengingatkan, hingga reflek Daffa bertindak biasa saja selayaknya seseorang yang ingin bertamu di ruangan Pak bosnya.Hingga orang tersebut lewat, Daffa pura-pura membenahi bajunya. “Mas, kita masuk dulu deh!” usul Kinara yang masih bingung sejak tadi.“Kamu aja yang masuk, Ki, saya tunggu di sana saja. Tapi cepet ya, jangan lama-lama!” Pinta Daffa lirih.Kinara tersenyum. “Oke, Mas, aku nggak lama.”Setelah Kinara masuk, Daffa memilih keluar ruangan. Ia ingin menuju mobil, dan menunggu Kinara di dalam mobil. Daffa ingin keluar dari ruangan macan yang penuh rahasia ini, tentu saja harus menghadapi para pengawal berderet panjang itu.Banyak karyawan yang berlalu lalang di depan para pengawal itu. Dan Daffa mengikuti mereka dengan melewati para pengawal itu dengan se-santai mungkin. “Tunggu!”Daffa tersentak ketika salah satu dari mer
BAB : 13Mengorek informasi dari Kinara. Siapa Kinara? Pun hilangnya Restu, sukses membuat Daffa kelimpungan.***Daffa celingukan mencari tempat makan yang pas dan enak. Ia ingin mencari tempat yang nyaman dan tertutup agar bisa mengorek semua informasi dari Kinara. Sepertinya Kinara banyak mengetahui banyak hal tentang Koswara Herlambang, yang ia sendiri memanggilnya dengan sebutan bos.Daffa melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya sejenak, tepat jam satu siang ternyata dan memang sudah waktunya makan siang. Tak lama ia membelokkan mobilnya ke sebuah restoran mewah yang tertutup dan berhenti setelah mobil terparkir manis di tempat.“Kita makan di sini ya,” ucap Daffa sebelum ia keluar dari mobil.“Oke, tak masalah, Mas, aku ngikut aja!” jawab Kinara senang. Bagaimana tak senang, mereka akan makan siang bareng di tempat yang lumayan nyaman. Begitulah pemikiran Kinara saat ini.Mereka jalan beriringan dan memasuki sebuah restoran dan Daffa mengajak Kinara memilih kursi
BAB : 89Air mata diam diam seorang Sumiati.***Tempat yang dituju pun tiba. setelah memarkirkan mobilnya, ia segera turun dan mencari Restu di kantor tugasnya.“Eh ada Pak Daffa. Ada apa Pak, tumben Bapak kesini sendirian?” tanya salah satu teman Restu yang Daffa pun tak begitu mengenalnya.“Ada Restu di ruangannya?” tanya Daffa dengan mengelilingi pandang. “Oh ya, kan kalian soulmate ya,” canda Pak polisi itu. “Tapi masalahnya sejak pagi, Restu juga dalam pencarian kami. Ia tak ada ke kantor, tak juga mengabari. Kami juga bersepakat jika dalam 2x24 jam Restu masih tak bisa dihubungi, kami akan patroli mencarinya.” Jelas teman se-pekerjaan Restu itu.“Oke, terima kasih. Kalau begitu, saya permisi dulu.” Pamit Daffa, lantas ia berlalu meninggalkan tempat itu dan kembali mengemudikan mobilnya. Untuk kali ini Daffa kalut, memikirkan Restu yang entah kini di mana rimbanya.Daffa pulang ke rumah dengan wajah lesu. Kedatangannya langsung disambut oleh sang Mama yang sudah menunggunya sej
BAB : 90Jiwa detektif Daffa mulai bekerja ketika ada yang dirasa janggal. Siapa Sumi sebenarnya?***Bibi salah tingkah ketika melihat Daffa berada fi depannya. Ia mendekati majikannya itu dengan rasa tak enak hati. Bagaimana tidak, sedang bercanda sama keponakannya seperti itu malah kepergok sama Daffa. Tak apa, tak ada masalah juga, namun tetap saja rasa malu menyelimuti."Den Daffa, ada apa? Kok masuk ke dapur?" tanya Bibi pada Daffa yang masih berdiri di depannya."Saya pengen kopi, Bi. Sumi, nanti anterin di kamar ya!" titah Daffa pada Bibi dan Sumi."Oke, Mas Rio." Sumi mengacungkan jempol, tapi Daffa justru melotot ke arahnya. "Eh, Mas Daffa maksudnya, hehe …." kekeh Sumi."Ya udah, saya tinggal dulu. Cepetan, nggak pake lama!" tegas Daffa pada Sumi."Siap, Mas bos. Dalam hitungan lima menit nanti juga Sumi sudah berada di hatimu." Sumi berucap seraya meracik kopi permintaan tuannya, Bi Nina yang mendengar menyenggol lengan Sumi."Di kamar Mas Daffa, maksudnya. Hehe …!" ucap S
BAB : 91Laporan Zuna yang menjadi petunjuk.***Hati terasa sakit, keadaan semakin menjepit. Namun hidup terus berlalu bukan? Seperti itulah yang dirasakan oleh Sumi saat ini. Sumi tetap berusaha tegar, selalu tersenyum dan kadang bernyanyi kecil untuk mengisi kekosongan hatinya. Seperti saat ini, ia tengah beberes di kamar sang nyonya yang masih gadis, dengan senyum serta nyanyian ringannya. Namun Zuna yang tengah pusing karena pelajarannya, tak menghiraukan keberadaan Sumi di kamarnya. Hingga Sumi sendiri tertarik untuk mendekatinya, karena muka Zuna yang tampak kusut."Kenapa neng Zuna cantik? Kok mukanya kusut begitu? Jadi berkurang dong cantiknya, " ujar Sumi mendekati Zuna. Ia duduk di sebelah Zuna yang terlihat tampak kusut."Ini nih tugas Zuna, Mbak. Susah banget ngerjain pelajaran matematika. Nih soalnya, lihatin! Satu soal itu diminta selesaikan dan mencari jawaban dengan dua metode yang berbeda. Pusing Zuna, Mbak!" Papar Zuna frustasi. Zuna menyerahkan tugasnya pada Sumi