BAB : 118Kepergian Lean dan Daffa.***Dalam pantulan cermin, tampak seorang gadis yang terlihat ceria tengah berhias dan berkaca. Ya, dengan senyuman manis serta cantiknya gadis itu membuat Bi Nina tersenyum melihat tingkah seorang Sumi. Wajah cerah Sumi sudah bisa menggambarkan bagaimana perasaan hatinya sekarang.“Ciee… yang mau jalan jalan sama sang pujaan,” ledek Bi Nina pada Sumi yang berada di depan kaca.“Nggak jalan jalan, Bi, mau ke rumah teman. Alhamdulillah, Mas Daffa mau nganterin, Bi, Sumi seneng banget!” ucapnya dengan senyum yang terus mengembang di pipi Sumi.“Hati hati Sum, jangan pulang malem malem. ingat, kamu itu perempuan!” ujar Bi Nina menasehati Sumi.“Iya Bi. Sumi selalu ingat kok, kalau Sumi itu perempuan.”Bi Nina menggeleng pelan. “terserah kamu ajalah Sum, yang penting hati hati. “Iya, Bi.”Sumi terlihat sangat senang karena akhirnya Daffa mau mengalah dan mengantarkannya ke tempat orang yang dirindukannya, Salma. Daffa mengizinkan, asal selama pergi tet
BAB : 119Berdua, saling menyelami hati masing-masing.***Sejak kapan mereka menjadi sedekat ini? Pikiran Zeanna pun berkelana menyelidiki mereka berdua. Sumi bahkan bisa mengalahkan Kinara dalam mengambil hati anaknya, Daffa Biantara.Melihat reaksi sang Nyonya yang seperti itu, Sumi semakin menunduk dalam. Ia benar benar takut akan penilaian buruk dari sang Nyonya terhadap dirinya sendiri. Karena saat ini ia adalah Sumi, seorang perempuan sederhana yang hanya menjadi asisten di rumah keluarga Daffa. Bukan Leandita yang banyak orang bicarakan akhir akhir ini."Mama malah bengong. Daffa mau keluar sebentar." Daffa mengulang ucapannya pada sang Mama yang masih mematung."Hah? Ka-kalian mau kemana?" tanya Zeanna akhirnya, walaupun tergagap karena terkejut.Daffa dan Sumi saling pandang sejenak. “Daffa ada perlu sebentar, Mah.” Seolah tak mengindahkan raut wajah sang Mama, Daffa mencium tangan sang Mama. Pun Sumi yang mengikuti Daffa, mencium tangan majikannya.Seolah kehabisan kata ka
BAB : 120Bertemu dengan Salma.***Masa lalu memang hanya kenangan. Walaupun tak bisa dilupakan, setidaknya kita tak bisa terus berkubang di dalamnya. Seperti Daffa contohnya, setelah berusaha berdamai dengan masa lalunya, ia kembali dipertemukan dengan keadaan hati yang berbeda. Tentu setelah hadirnya wanita yang sudah mencuri hatinya.***Dari teras rumahnya, tampak seorang laki laki tengah mondar mandir seperti sedang menunggu kedatangan seseorang. Ya, tak salah lagi, Rama Mahendra dan juga sang istri, kini sedang gelisah menantikan kehadiran seseorang yang sedang mereka khawatirkan sejak kemarin. Setelah mendapat kabar dari Daffa, Rama mengusahakan untuk pulang lebih awal. Daffa mengabarkan padanya tadi siang, bahwa Lean sangat ingin bertemu dengan sang istri, Salma Dewantari. Tentu kabar itu langsung disambut antusias oleh Salma sendiri. Dan kini, Salma pun juga ikut gelisah karena sampai saat ini, belum ada tanda tanda kedatangan Lean. Apalagi di tengah kasus yang mencuat bel
BAB : 121Kekonyolan Daffa dan Lean.***“Sepertinya ada yang beda nih!” Salma mendekatkan wajahnya ke arah Lean. “Kamu, suka sama, Daffa?” tanya Salma dengan berbisik di telinga Lean.“ihs, Mbak Salma apaan sih! Nggak lah, hidup Lean tuh udah ribet, Lean nggak mau menambah ribet dengan soal urusan cinta, Mbak! Sepertinya cinta hanya diperuntukkan bagi orang yang hidupnya lempeng lempeng aja.” kilah Lean, dengan menghela nafas yang terasa berat.Padahal kenyataannya saat ini Lean memang mencintai Daffa. Namun ia tidak berani mengakuinya. Bukan tidak berani, lebih tepatnya takut patah hati karena menurut Lean Daffa terlalu sempurna untuknya. Entah apa yang membuat Lean seperti itu, sepertinya tekanan hidup yang membuat Lean seolah merasa tak pantas untuk dicintai. “Jangan ngomong seperti itu, Lean. Ubah pola pikirmu! Aku tahu adik Mbak ini lagi jatuh cinta, namun tidak berani mengakuinya.” Lean langsung memeluk Salma, seolah membenarkan ucapannya. Salma memang dari dulu orang yang pa
BAB : 122Serangan mendadak.***Kadang cinta bisa membuat seseorang akan melupakan masalah-masalah yang menghimpitnya. Seperti Lean dan Daffa contohnya, baru saja mengatakan komitmen masing masing namun justru musuh mulai menghampiri mereka. Akankah mereka bisa mengatasinya?***Malam ini terlihat murung, karena tak tampak bintang satupun. Ya, sepertinya tertutup mendung serta angin pun mulai dingin menerpa. Hal itu sedikit dirasakan oleh pasangan tengah melakukan perjalanan pulang malam ini. Pun perasaan mereka yang tumbuh semakin berkembang pun tampak memancarkan wajah mereka masing masing.Berbeda dengan sebelumnya yang ketika berangkat ada hati yang terasa mellow dan sedih, namun kini justru sebaliknya, perasaan Lean maupun Daffa kini terlihat jauh lebih baik. Pembicaraan mereka didominasi oleh Lean tentunya. Dengan segala ocehan dan gelak tawa mengiringi perjalanan mereka. Sesekali Daffa pun menimpali, dan untuk pertama kalinya setelah beberapa tahun yang lalu, hatinya merasa be
BAB : 123Masalah kamu selesai, kita akan segera menikah!***Lean dan Daffa bersiaga untuk melawan peperangan yang tak bisa terelakkan lagi. Namun Daffa khawatir dengan kehadiran Lean yang berada di sampingnya.“Le, cepat lari dari sini! Mereka terlalu berbahaya buat kamu!” Bisik Daffa disamping Lean.“Nggak bisa, Mas. Kita baru saja berkomitmen untuk selalu bersama dalam keadaan apapun. Tak mungkin aku meninggalkanmu begitu saja!”“Kalian yang memaksa saya untuk berbuat kasar. Tangkap mereka berdua!” Titah salah satu dari mereka. Mereka menyerang Daffa dan Lean secara bersamaan. Namun dengan pintar, Lean menghindar serangan dari musuh. Daffa pun tak kalah pintar dalam membela dirinya, dengan tepat ia memelintir tangan musuh yang hendak memukulnya lalu menendangnya hingga lawan mengerang kesakitan. Begitupun Lean yang ketika ditangkap dari belakang, ia dengan pintar menendang kepala musuh ketika ada yang ingin maju untuk menangkapnya. Lantas dengan cepat ia menggunakan sikunya deng
BAB : 124Kecurigaan Zeanna semakin menjadi.***Daffa menggeliat pelan ketika badannya terasa pegal. Namun tak lama, matanya pun terbuka setelah menyadari sesuatu. Ya, di bawah naungan gubuk kecil serta rintik hujan yang masih membersamai, Daffa dan Lean bermalam karena hujan tak kunjung reda. Daffa tersenyum melihat Lean yang tengah tidur dengan berbantal kakinya. Di bawah rintiknya hujan itu, Daffa menyaksikan bahwa di matanya Lean terlihat sangatlah cantik. Pelan, Daffa mengelus pipi Lean yang masih tertidur pulas. Entah apa yang menyebabkan ia begitu sayang dengan Lean, namun dalam hatinya ia akan melindungi dan menjaganya dengan segenap yang ia mampu. Melihat wajah Lean yang begitu teduh, Daffa mendekatkan wajah hanya untuk sekedar mencium keningnya. Hanya mencium kening, tak lebih, begitulah yang Daffa pikirkan. “Mas Rio Dewanto… tahukah kamu, aku sedang jatuh cinta?” Daffa terkesiap, ia menghentikan aksinya karena mendengar suara Lean, padahal jaraknya sudah begitu dekat.
BAB : 125Setelah kepulangan Daffa dan Lean.***“Bi, Sumi ada nomor yang bisa dihubungi nggak kira-kira? Soalnya ponsel Daffa sendiri tidak bisa dihubungi, makanya sekarang saya bingung.” Keluh sang majikan, membuat Bi Nina semakin menundukkan pandangannya di depan sang Nyonya.“Sumi nggak megang HP, Nyah,” Jelas Bi Nina.“Oh, ya udah deh Bi.” Zeanna kembali berlalu meninggalkan Bi Nina yang masih diam terpaku.Bi Nina meremas dadanya pelan. Ia sangat khawatir sesuatu menimpa Sumi hingga menyebabkan ia belum pulang hingga saat ini.“Lindungi Sumi, ya Allah… semoga tak ada hal buruk yang menimpanya saat ini,” ujar Bi Nina dalam doanya, lantas ia melanjutkan aktivitas memasaknya. ***“Mas, aku takut Nyonya marah!” keluh Lean ketika mereka sudah berada di depan rumah. Lean menarik tangan Daffa karena belum siap untuk masuk ke dalam rumah. Daffa yang melihat raut wajah Lean pun mendesah pasrah. Ia pun menggandeng tangan Lean untuk mengajak masuk bersamanya.“Nanti biar aku yang menjelas