BAB : 112Hadirnya cinta di antara mereka.***Kata orang jawa, Tresno jalaran soko kulino. Cinta yang hadir karena terbiasa, begitulah kira-kira artinya. Apakah cinta sudah mulai hadir di hati mereka? Nyatanya justru hidup Daffa dan Lean terlihat lebih bersemangat dan penuh rasa.***“Kamu kenapa Sum? Kok senyum senyum gitu? tanya sang Bibi setelah melakukan sholat subuh. Ia melipat mukena yang masih tergeletak di lantai.“Hah? Nggak, siapa yang senyum senyum sih Bi,” sangkal Sumi, ia beranjak untuk membuka jendela agar udara pagi masuk ke dalam kamarnya. “Sumi tuh seneng karena semalam mimpi bertemu sama Mas Rio Dewanto. Bibi tau kan kalau aku ngefans sama dia,” imbuhnya lagi.“Mimpi? Bukannya semalem udah bertemu dengan Mas Rio Dewanto-mu?” “Hah?” Sumi gelagapan, pura pura tidak mendengar pertanyaan Bibinya.“Iya, bukannya semalem kamu udah bertemu dengan sang pujaan hatimu?” Bibi mengulangi pertanyaannya lagi.“Hah! Bertemu? Semalem kan Sumi tidur sama Bibi. Ah lama lama Bibi ane
BAB : 113Kecurigaan Zeanna pada anak lelakinya. ***Ponsel Daffa berdering, membuat Daffa sedikit berjingkat. Daffa mengernyitkan dahi, siapa yang menelponnya sepagi ini? Daffa mengambil ponselnya yang tergeletak di nakas, tak lama senyumnya mengembang menyadari siapa yang telah menghubunginya kali ini.“Rama,” gumamnya. “Ada apa Rama telpon sepagi ini?” tanyanya penasaran.“Assalamualaikum, Ram, ada apa? Tumben telpon,” tanya Daffa setelah sambungan telepon terhubung.“Waalaikumsalam, Daff. Tolong kirim alamat rumahmu sekarang! Aku mau ke sana.” “Kamu mau ke sini? Tapi, ada apa? Tumben mendadak seperti ini,” tanya Daffa yang heran dengan rencana Rama yang mendadak.“Kamu katanya habis kecelakaan, Daff, benar?”“Hu’um, tapi udah sembuh. Ini udah mau aktivitas lagi.” “Ada yang mau aku omongin dan tanyain sama kamu, Daff. Aku tetap akan ke rumahmu hari ini juga!” “Oke, aku tunggu!”Daffa mendesah pasrah setelah Rama menutup teleponnya. Ia pun mengurungkan niatnya untuk ke kantor ha
BAB : 114Kedatangan Rama ke Rumah.***Bayang bayang masa lalu yang masih menghantui atau hanya menjadi ketakutan semata? Bukankah itu hanya masa lalu? Dan sepertinya Daffa sudah mulai berdamai dengan hatinya.***Zeanna masih dengan kebingungannya. Ia menerka dan terus mencari tahu tentang perempuan terdekat Daffa saat ini. Sumi? Zeanna menggeleng kepala pelan. Tak mungkin itu Sumi, karena Zeanna pun tak pernah melihat Daffa mendekati Sumi."Mah, kok malah ngelamun. Ayo turun, Rama udah nungguin di depan!" Daffa menegur sang Mama yang masih bengong.Zeanna gelagapan. "Ya udah, ayo!" Mamanya beranjak mengikuti Daffa yang berada di depannya.Daffa melangkah cepat untuk segera menemui Rama. Pun dengan sang Mama yang masih membuntuti dari belakang. Senyum Daffa pun mengembang setelah sosok Rama berdiri di depannya."Eh Ram, nggak nyangka kamu sampai sini juga." Daffa menyalami tamunya. "Ayo, masuk dulu!" Daffa mengajak Rama masuk ke dalam rumah. "Perkenalkan saya Rama, Tante," ucap Ra
BAB : 115Drama sebelum kepegian Sumiati.***Daffa menelan saliva dengan susah payah. Sumi, atau Lean, seseorang yang akhir akhir ini selalu dekat dengannya dan bahkan Daffa pun sudah merasa nyaman dengan kedekatannya, ternyata adalah sahabat dari mantan masa lalu yang susah payah ia lupakan. Daffa merunduk dalam merenungi keadaan yang menimpanya. Nasib seperti apa yang tengah dijalani saat ini? Bukankah ini adalah hal yang sangat lucu? Namun lagi lagi, ia menghela nafas panjangnya, setelah dua tahun tak bertemu dengan Rama ia kini justru bertemu kembali dengan Lean berada di tengah tengahnya. Daffa tersenyum, menertawakan kehidupannya yang merasa lucu. Sesempit inikah dunia, bahkan ia yang sudah mulai merasa nyaman dengan perempuan lain kembali dipertemukan dengan masa lalunya. Namun Daffa tak boleh terus merutuki diri sendiri, karena ini adalah bagian dari takdir yang harus dijalankan.“Mas, kok malah ngelamun?” Daffa terkesiap, mendengar suara Sumi. “Terus apa keinginan kamu s
BAB : 116Ketika masa lalu menjadi ambisi.***Masa lalu yang pahit menjadi ambisi dan menghalalkan segala cara untuk mencapai keinginan, adalah contoh orang serakah ketika mendapat kesempatan.***Bruuuukkk!Nampak seorang laki laki gagah dengan berlagak perlente tengah membanting majalah yang ada di tangannya dengan wajah yang merah padam. Ya, tentu saja kabar tak sedap karena mengguncang jiwanya.“Apa ini? Ada menjelaskan ini apa? Hah?” tanyanya dengan muka yang merah padam karena menahan amarah.Semua anak buahnya yang berjejer rapi terlihat menunduk dalam, tak ada yang berani menampakkan muka melihat bos besarnya marah seperti itu. Mereka semua semakin tertunduk ketika bosnya tengah berkeliling mengamati satu persatu anak buahnya.“Kalian segini banyaknya, hanya menangkap satu orang saja tak becus? Lihat! Kalian lihat, apa yang dilakukan anak sial itu! Kalian lihat!” Prang!Suara pecahan gelas pun menggema seisi rumah karena korban keamukan yang disebabkan oleh Koswara. Koswara
BAB : 117Malangnya nasib Leandita.***Koswara merenung mengingat masa lalunya. Bayangan masa lalu pun kini kembali menari di depan matanya. Laura adalah anak Koswara dengan istrinya terdahulu. Namun karena kemiskinan yang mendera di keluarganya, istri Koswara meninggal karena sakit demam berhari hari. Nyawanya tak terselamatkan karena terhambat oleh biaya. Waktu itu Laura masih kecil, usia lima tahun sudah menjadi yatim karena sang Ibu meninggal. Hidup Koswara semakin pontang panting karena pekerjaan pun tak tetap, apalagi harus membawa Laura yang masih berusia lima tahun. Pekerjaannya yang hanya berjualan mainan sembari berkeliling, tentu merasa tak cukup untuk memenuhi kebutuhan hari-harinya. Hingga kejadian menyedihkan pun harus Koswara alami juga.“Papa, Laura pengen makan bakso itu. Kayaknya enak, Pah!” Laura kecil menunjuk keledai bakso yang lumayan terkenal di tempatnya.Koswara yang tak memegang uang pun hanya mengelus dadanya pelan, sembari merayu anaknya. Hatinya sangat s
BAB : 118Kepergian Lean dan Daffa.***Dalam pantulan cermin, tampak seorang gadis yang terlihat ceria tengah berhias dan berkaca. Ya, dengan senyuman manis serta cantiknya gadis itu membuat Bi Nina tersenyum melihat tingkah seorang Sumi. Wajah cerah Sumi sudah bisa menggambarkan bagaimana perasaan hatinya sekarang.“Ciee… yang mau jalan jalan sama sang pujaan,” ledek Bi Nina pada Sumi yang berada di depan kaca.“Nggak jalan jalan, Bi, mau ke rumah teman. Alhamdulillah, Mas Daffa mau nganterin, Bi, Sumi seneng banget!” ucapnya dengan senyum yang terus mengembang di pipi Sumi.“Hati hati Sum, jangan pulang malem malem. ingat, kamu itu perempuan!” ujar Bi Nina menasehati Sumi.“Iya Bi. Sumi selalu ingat kok, kalau Sumi itu perempuan.”Bi Nina menggeleng pelan. “terserah kamu ajalah Sum, yang penting hati hati. “Iya, Bi.”Sumi terlihat sangat senang karena akhirnya Daffa mau mengalah dan mengantarkannya ke tempat orang yang dirindukannya, Salma. Daffa mengizinkan, asal selama pergi tet
BAB : 119Berdua, saling menyelami hati masing-masing.***Sejak kapan mereka menjadi sedekat ini? Pikiran Zeanna pun berkelana menyelidiki mereka berdua. Sumi bahkan bisa mengalahkan Kinara dalam mengambil hati anaknya, Daffa Biantara.Melihat reaksi sang Nyonya yang seperti itu, Sumi semakin menunduk dalam. Ia benar benar takut akan penilaian buruk dari sang Nyonya terhadap dirinya sendiri. Karena saat ini ia adalah Sumi, seorang perempuan sederhana yang hanya menjadi asisten di rumah keluarga Daffa. Bukan Leandita yang banyak orang bicarakan akhir akhir ini."Mama malah bengong. Daffa mau keluar sebentar." Daffa mengulang ucapannya pada sang Mama yang masih mematung."Hah? Ka-kalian mau kemana?" tanya Zeanna akhirnya, walaupun tergagap karena terkejut.Daffa dan Sumi saling pandang sejenak. “Daffa ada perlu sebentar, Mah.” Seolah tak mengindahkan raut wajah sang Mama, Daffa mencium tangan sang Mama. Pun Sumi yang mengikuti Daffa, mencium tangan majikannya.Seolah kehabisan kata ka