Share

Bab 2

Author: Wiji Rahayu
last update Last Updated: 2022-02-15 01:12:12

Pove Sindi.

Egois, keras kepala mau menang sendiri, aku menyesal menikahimu, Mas. Kamu tidak akan pernah berubah aku yakin.

Aku terdiam di kamar suamiku keluar entah kemana setelah pertengkaran tadi, aku yakin dia sedang menyalakan batang rokok dan menyesap benda itu di depan rumah, jika kami sedang bertengkar suamiku selalu menghindar dan menyesap benda itu.

"Ya Allah, kenapa mas Abidin, tidak mau melepaskan aku, jika dia tahu kalau orang tuanya selalu kasar denganku. Aku yakin dia tidak akan tinggal diam, tapi aku tidak mau mengadu takut jika hubungan anak dan orang tua itu hancur gara-gara aku," aku bergumam sendiri di dalam kamar, kamar yang dulunya terasa nyaman sekarang mendadak terasa sempit. Bahkan mertuaku menyuruh mas Abidin menikah lagi, apa yang kurang dariku, padahal kami sudah mempunyai putra-putri lucu lantas apa? apa karena aku mengangur tidak bekerja?

Aku terisak sendiri di kamar setelah beberapa hari terakhir Mas Abidin juga berubah tidak seperti dulu lagi.

Apa karena Anjani? huh biarkan saja.

Sudah dua jam mas Abidin tidak masuk, aku penasaran tidak biasanya suamiku seperti ini, gegas aku mneghampirinya dan benar saja dia sedang menempelkan benda pipi tersebut di telinganya, mungkin sedang menghubungi seseorang.

Kutempelkan telinggaku dicendela, aku mendengar samar ucapan suamiku ia berkata, "Besok, kita ketemu di tempat biasa," netraku membulat sempurna siapa yang ia ajak berkomunikasi apa lagi janjian tengah malam seperti ini.

Track...

Aku membuka pintu ia segera mematikan pangilan masuk tersebut kutatap dalam-dalam wajahnya aku tahu suamiku sedang melakukan kesalahan, jika tingkahnya gugup berarti benar.

"Siapa, mas?" tanyaku menyelidik. Ia diam menggaruk kepalanya yang tidak gatal aku tahu dia sedang mencari alasan.

"Anu ... itu ... teman kerja," ucapnya gelagapan aku tahu dia sedang berbohong.

"Siapa, mas? teman kerja siapa?" tanyaku lagi, ia mengusap wajahnya kasar aku tahu kamu berbohong, mas. Lihat saja wajahmu memerah.

"Anu ... itu Arman." Wajahnya pucat Pasih sudah pasti dia berbohong.

"Oh, Armando," kataku, aku mengangukkan kepala pura-pura percaya.

"Ya sudah kalau tidak mau masuk, aku kunci dari dalam ya pintunya?"

Mas Abidin langsung mengikutiku dari belakang ia ikut masuk kedalam bersamaku dan berkata, "Kamu masih marah, Sin?" tanyanya.

"Menurut, kamu?" aku mendelik kearahnya.

"Kalau sudah menyusulku kedepan berarti kita baikan, ya?"

What? baikan maaf aku tidak akan mau berbaikan denganmu akan kubalas perbuatanmu Abidin suamiku tersayang.

Malam berlalu begitu saja, pagi memulai aktifitas seperti biasanya. Sindi terlihat baik namun ia sedikit menjadi pendiam tidak seperti biasanya.

"Ma." Abidin meraih tangan Sindi.

"Apa?"

"Malam ini, mas, ada acara ke Bandung, tes wawancara," katanya sambil menyendok nasi.

"Kok mendadak?" .

"Kantor yang minta, tadi subuh aku dapat pesan dari Arman, dapat rekomendasi pekerjaan wawancara di Dubai,"

"Arman atau Arman, ah... Terserah kau saja, toh secepat mungkin kita akan berpisah." ucapku. IA menghentikan sarapannya menatap tajam kearahku namun, aku tidak mau tahu aku tetap sibuk menyiapkan bekal untuk di bawah ke kantor.

"Sindi, jangan berharap kamu bisa pisah dariku," justru mas Abidin malah tersenyum kearaku, dasar manusia apa yang sudah kunikahi ini manusia egois nomor satu di dunia.

"Nanti dari kantor, aku langsung berangkat ke Bandung," katanya aku mendengus kesal.

"Terserah kau saja."

Setelah berpamitan Abidin maljukan mobilnya, Ia menenteng bekal dan juga kebutuhan kantor.

"Sindi," ibu memangilku gegas aku berlari kesumber suara.

"Kata, Abidin, tadi dia mau ke Bandung? kok ngga pamit Ibu?" tanyanya, aku mengedihkan bahu dan berkata, "Sindi, kira ibu sudah tahu kalau, mas Abidin mau ke Bandung."

Ibu terdiam aku yakin dia sedang marah, segera beliau meraih gawai yang sedang ia ces lalu menghubungi seseorang.

"Kenapa kamu ngga pamit sama, Ibu?"

"Ya sudah hati-hati," ucapnya seraya mematikan pangilan keluar tersebut.

Ibu mertuaku berjalan menghampiriku, aku sedang memandikan kedua anakku dia tersenyum lebar dan berkata, "Alhamdulilah mungkin sudah rejeki, Abidin, dapat rekomendasi kerja di Dubai," ucapnya pdahal aku tidak tertarik jika suamiku harus jauh dariku.

Bahkan aku tidak yakin jika suamiku benar sedang wawancara bukan ada alasan lain untuk berangat kebandung.

Related chapters

  • Sama-sama Egois   Bab 3

    Setelah dua hari Abidin tidak pulang Sindi merasa yakin bahwa ada yang tidak beres. Sindi menarik napas panjang lalu membuang dengan perlahan mungkin itu terapi agar ia tidak terlalu Stres. “Kok, mas Abidin belum pulang, Bu?” tanya Sindi dengan nada kesal, padahal Abidin sudah tahu kalau Riri sakit, tapi kenapa tidak sampai-sampai bahkan perjalanan Jakarta-Bandung tidak selama itu, Sindi yakin Suaminya itu sedang bersenang-senang dengan temannya. “Coba Ibu telepon sekali lagi,”pinta Sindi terhadap Mertuanya. Riri dan Raka semakin rewel ia menangis, dan tak mau makan, Sindi dibuat bingung oleh kedua anaknya apa lagi suaminya tidak memberi kabar sama sekali. Hani menggeleng, Sindi terdiam berarti suaminya masih belum bisa dihubungi. Sindi mengentakkan kaki ke lantai sekeras mungkin darahnya sudah mendidih, setiap keluar bersama teman-temanya Abidin selalu lupa dengan keluarga. Sindi mendengus kesal padahal dua hari ini Riri rewel, dan itu sudah menguras ban

    Last Updated : 2022-02-15
  • Sama-sama Egois   Bab 4

    Namun, benda pipih itu tidak berada di saku celana, ia kembali menelisik tas berwarna hitam lalu merogoh semua sudut tas.Dan akirnya menemukan benda pipih itu, super kilat Sindi merazia ponsel suaminya. Seketika di buat kaget oleh benda pipi itu, netranya melihat panggilan Videocall masuk dan keluar.“Anjani,” tangan Sindi mulai bergemetar melihat panggilan masuk dan keluar bahkan ia tidak pernah di telepon oleh suaminya, tapi justru suaminya menelepon wanita lain.Tetap penasaran dengan isi Chat yang belum sampat ia baca, Riri menangis meminta Susu.Ponsel di letakan di atas Nakas Sindi bergegas menuju Riri, lalu memberi asi kehidupan.Setelah setengah jam Riri menyusu, Sindi kembali lagi mengecek ponsel Abidin, tapi dengan berat hati Chat yang beluk sempat ia baca di hapus oleh suaminya. Sindi mencengkeram ponsel Abidin dan menaruh kembali di atas nakas dengan kasar.BRAK...begitu bunyinya.Sindi teris

    Last Updated : 2022-02-15
  • Sama-sama Egois   Bab 5

    “Sin,” suamiku mencoba menyentuhku, aku terdiam mencerna kata-kata yang masuk ke dalam indra pendengaranku, aku menepis tangannya, malas sekali di sentuh olehnya, semua penghinaan ini akibat ulahnya coba saja dia mau kuajak hidup mandiri, dan pisah rumah maka aku tidak akan stres seperti ini setiap hari.“Sin, maafin semua kata-kata, Ayah!”“Cukup, Mas. Segera urus surat penceraian kita, keputusanku sudah bulat, kecuali kamu mau pisah rumah dan secepatnya cari kos, atau kontrakan!” tegasku.Terlihat wajah suamiku pucat pasi, sudah kuduga dia tidak akan mau pisah rumah, dan memilih untuk berpisah denganku.“Mas!” teriakku lagi sedikit lirih, “Jawab, Mas!” aku merasa Frustrasi lalu masuk ke kamar menenangkan diri sendiri.Mengadakan makan malam dadakan, di Restoran bernuansa coklat tampak klasik berpanduan dengan suara seruling, suara nyanyian tempo dulu, nuansa seperti berada di kota Yogya,

    Last Updated : 2022-02-15
  • Sama-sama Egois   Bab 6

    Pove Sindi.‘Kasihan, kak Bima. Masak iya laki-laki tampan dan memanjakan istri justru dikhianati, lalu apakabar dengan aku yang selama ini sabar menghadapi suamiku.’Aku menatap jenggah Mas Abidin, ia tampak sewot setelah aku duduk di depan Kak Bima, padahal kami hanya mengobrol sudah lama tidak berjumpa.“Jadi mau pesan apa ini? Biar aku pesankan, tuh lihat Ayu sudah kelaparan nunggu, Ibu.” Kata-kata Kak Bima membuyarkan lamunanku, ia menyodorkan sehelai kertas menu.“Ma, mau pesan apa?” Tanya Mas Abidin.“Terserah,” sahutku, iya memang aku masih marah sama dia soal tadi, sebenarnya malas juga ikut acara ini, apa lagi harus bersih tatap sama Ayah mertuaku.“Sama suami itu harus sopan, tidak boleh bicara seperti itu. Ayu, kamu kalau bicara harus sopan ya sama, Ditto.” Kata laki-laki yang kusebut den

    Last Updated : 2022-03-10
  • Sama-sama Egois   Bab 7

    "Kalian, tidak menghargai undangan, Bima." Ayah mertua Sindi akhirnya angkat bicara ia tampak menghela napas menetralisir amarahnya agar tidak memuncak."Oh, jadi yang ngundang ini, Kak Bima? Bukan Ayah atau Ibu? Jika dari awal kalau, Kak Bima, yang ngundang lebih baik kami tidak ikut hadir." Abidin meraih kunci mobil miliknya ia mencengkram tangan Sindi."Mas, kamu kenapa? Mas lebih baik kita makan, dari tadi kamu belum makan, kan?""Aku sudah kenyang. Ayo pulang!" Abidin mencengkram tangan Sindi sampai berdarah."Mas ... lepas sakit!" Ucap Sindi ia melihat tangannya berdarah, namun Abidin engan untuk melepaskan tangannya."Abidin, apa ini caramu memperlakukan wanita. Aku bilang lepas!" Bima mulai angkat bicara ia meraih tangan Abidin, dan melepaskan cengkramannya, lalu ia meraih tangan Sindi dan berkata, "Apa ini sakit, maafkan adikku, yang tidak becus menjadi

    Last Updated : 2022-03-10
  • Sama-sama Egois   Bab 8

    Pove Sindi.Kenapa aku yang selalu disalahkan, bahkan darah di bibirku masih segar, Mas Abidin tidak mempedulikanku sedikitpun, apalagi membelaku, sudah cukup, Mas! Keputusanku sudah bulat aku ingin berpisah saja darimu."Sindi." Mbak Ayu datang, ia meraih tanganku, aku masih shock memperhatian dua bersodara dan ibunya yang sedang bermanja setelah apa yang terjadi."Maafkan, Ayah, Sin." Ayu duduk di sampingku, aku masih terdiam hatiky masih sakit setelah apa yang terjadi kepadaku, tanpa alasan Mas Abidin semarah itu, ia tidak sadar perbuatannya tadi justru mengundangku dari masalah."Iya, Mbk, aku tidak apa-apa," ucapku, aku mencoba tersenyum walapun hati ini pedih, "Mbak Ayu, nginap disini?" Tanyaku, ia mengangguk."Sini aku obati luka di bibirmu." Mbak ayu membawa kota P3K."Sudah jangan diobati, Yu, biarkan saja dia mati!"Deg, jantungku serasa berhenti berdetak,

    Last Updated : 2022-03-10
  • Sama-sama Egois   Bab 9

    [‘Istriku, meminta pisah dariku, padahal aku sudah memperlakukannya dengan baik, coba dia sedikit bersabar sepertimu, Anjani’]Apalagi ini, dia menceritakan semua aib keluarganya dengan wanita itu, pintar sekali kamu, Mas Abidin!Ting...Pesan masuk lagi gegas kulihat aplikasi berwarna hijau kulihat nama Anjani lagi, berani sekali wanita tersebut mengganggu suamiku terus menerus.[‘Mas.’]Pesan Anjani membuat darahku mendidih, ingin sekali rasanya jiwa ini menjambak dan mencabik kulitnya namun, kubiarkan saja, gegas ku letakan kembali gawai suamiku keatas nakas.Ting...Ting...Ting...Aku mendengus kesal, mungkin itu semua pesan dari wanita tersebut gegas kuraih gawai suamiku lagi tanganku gatal untuk membuka pesan dari Anjani.&nbs

    Last Updated : 2022-03-10
  • Sama-sama Egois   bab 10

    Apa lagi mengingat kejadian tadi, ia menyeka air mata istriku, memang tidak tahu malu kakak-ku ini, gegas kubalas pesan dari kak Bima. [Sory, sibuk, mas Abidin, meminta untuk dilayani, jadi tidak sempat balas chat, kamu]Centang satu, lalu centang hijau, sengaja kukirim pesan seperti itu, agar dia tidak keganjenan sama istri orang. Kusungingkan senyum kemenangan.Pove Bima.Duduk di teras rumah sambil menyesap kopi, angin sepoy-sepoy menemaniku malam ini, malam yang begitu dingin, hati yang kesepian.Ting.Ponselku berdering, gegas kuambil benda pipih tersebut, mataku terbelalak melihat pesan yang baru saja kubaca. Aku tidak yakin jika Sindi mengirim pesan tersebut, bahkan tulisan Sindi tidak seperti itu biasanya, tulisan jadul yang di singkat-singkat, sudah pasti ini yang menjawab pesanku Abidin, adik kesayanganku. Memang hatiku sakit dengan Abidin, bahkan aku terus mengga

    Last Updated : 2022-03-15

Latest chapter

  • Sama-sama Egois   Sindi di rawat

    ~Di rumah sakit~ Sindi berbaring lemah, selang bantu pernafasan susah terpasang rapi di hidungnya, dan jarum infus menyatu dengan telapak tangannya. “Dok, bagaimana keadaan istri saya?” tanya Abidin. “Dia mempunyai asam lambung, karena kebanyakan pikiran istri Anda menjadi stres, sebaiknya biarkan di rawat inap terlebih dahulu di sini.” Nasihat Dokter, Abidin hanya mengangguk patuh. “Baik, Dok. Terimakasih.” Dokter tersebut melengang keluar, barulah Bima dan Ayu masuk ke kamar rawat Sindi. Bima menatap tajam adik kandungnya—Abidin, ia menatap nyalang laki-laki yang berdiri dan mengelus punggung tangan istrinya. “Kalau sudah begini baru tahu rasa, kan?” tanya Bima sedikit mengejek. Abidin menarik napas, ia mencoba tak menghiraukan apa yang Kakak kandungnya—Bima, katakan. “Jaga baik-baik istrimu itu, Jika tidak ingin kehilangannya.” Kata Bima kembali, sedangkan Ayu ia menggeleng tak mengerti dengan Kakak dan adiknya, entah mengapa kedua laki-laki tersebut justru memperebutkan

  • Sama-sama Egois   bab 13

    Kubopong Sindi, ia sudah lemas bibirnya pucat. "Auh... Sakit." Sindi memegangi perutnya."Sin, buka matamu! Sadar, Sin." Jujur aku sangat panik melihat Sindi seperti ini. "Sin!" Teriakanku keras mengundang penghuni rumah keluar dari tempat tidur masing-masing."Sindi kenapa?" Ayu keluar disusul juga suaminya."Kenapa, Dia?" Ayah bersama ibu juga menghampiri kami."Kamu apakan istriku, mas!" Bima mencengkeram kera bajuku aku mencoba tenang, buakannya dibawa lari ke RS, justru Abidin memarahiku membuang waktu saja."Kamu apakan istriku, Mas!" Kata Abidin lagi."Matamu tidak melihat atau memang kamu buta, istrimu sedang sekarat bukan langsung diangkat justru kamu Marah tidak jelas." Bug... Abidin memukulku lagi emosiku semakin memuncak aku tersunggur jatuh menindihi Sindi, Abidin mengangkatku lalu memukulku lagi. Bug... Bug... Bug... Pipi kiri-kanan Abidin memukuliku lagi, aku masih terdiam setelah emosiku memuncak kubalas pukulan tadi mendarat

  • Sama-sama Egois   bab 12

    Apa sih maunya, kak Bima?Coba aku keluar sebentar apa sebenarnya yang mau ia katakan. Gegas kulangkahkan kaki menuju kak Bima, ia tersenyum lebar menyambutku tanpa basa-basi langsung kutanya apa yang mau ia katakan. “Ada apa, kak Bima, menyuruhku kesini?”Kak Bima tersenyum lagi ia memperlihatkan gigi rapihnya dan berkata, “Sorry, mengangumu, Sin. Btw apa lukamu masih Sakit?” tanyanya, netraku membulat sempurna hanya karena mau bertanya ini katanya penting ya ampun kak Bima, membuang waktu istirahatku saja.“Ya ampun, kak Bima, hanya mau bertanya seperti ini lewat chat, Kan. Bisa?” aku mendengus kesal, ia malah memperlebar senyumanya, entah apa yang berada di pikirannya saat ini.“Kalau tidak ada yang mau dibicarakan lagi, sepertinya aku harus kembali ke kamar. Tidak baik jika kita berada di sini hanya berdua jika, Ayah, Ibu, mbak Ayu, ataupun Mas Abidin lihat nanti akan berasumsi yang tidak-tidak,” ujarku pel

  • Sama-sama Egois   bab 11

    Sindi tidur membelakangi Abidin, kali ini Sindi sudah merasa yakin, jika berpisah adalah jalan satu-satunya."Sampai mati, aku tidak akan menceraikan kamu, Sin. biarkan, mas Bima, dalam imajinasinya, bahkan untuk menyentuhmu saja aku tidak akan mengizinkannya." ucap Abidin santai, ia tidur di belakang istrinya, ia memainkan rambut sang istri.Sindi mendengus kesal, ia menarik napas panjang, bahkan di dalam pikirannya sama sekali tidak tertarik dengan Kak Bima, apa lagi menikahi bekas ipar."Sin, untuk kejadian tadi, Mas, minta maaf," ucap Abidin, ia mencium pungung Sindi, merangkul istrinya. "Sudah terlambat, Mas, bahkan sama sekali aku tidak ingin memaafkan, mu." batin Sindi, ia menitihkan air mata. "Sin, Mas, tahu kalau kamu masih terjaga, Sin, Maafkan, Mas," ucap Abidin."Dan, sayangnya aku tidak akan memaafkan, kamu." Jawab Sindi, ia menepis tangan Abidin yang melingkar di perutnya. "Sin, kamu

  • Sama-sama Egois   bab 10

    Apa lagi mengingat kejadian tadi, ia menyeka air mata istriku, memang tidak tahu malu kakak-ku ini, gegas kubalas pesan dari kak Bima. [Sory, sibuk, mas Abidin, meminta untuk dilayani, jadi tidak sempat balas chat, kamu]Centang satu, lalu centang hijau, sengaja kukirim pesan seperti itu, agar dia tidak keganjenan sama istri orang. Kusungingkan senyum kemenangan.Pove Bima.Duduk di teras rumah sambil menyesap kopi, angin sepoy-sepoy menemaniku malam ini, malam yang begitu dingin, hati yang kesepian.Ting.Ponselku berdering, gegas kuambil benda pipih tersebut, mataku terbelalak melihat pesan yang baru saja kubaca. Aku tidak yakin jika Sindi mengirim pesan tersebut, bahkan tulisan Sindi tidak seperti itu biasanya, tulisan jadul yang di singkat-singkat, sudah pasti ini yang menjawab pesanku Abidin, adik kesayanganku. Memang hatiku sakit dengan Abidin, bahkan aku terus mengga

  • Sama-sama Egois   Bab 9

    [‘Istriku, meminta pisah dariku, padahal aku sudah memperlakukannya dengan baik, coba dia sedikit bersabar sepertimu, Anjani’]Apalagi ini, dia menceritakan semua aib keluarganya dengan wanita itu, pintar sekali kamu, Mas Abidin!Ting...Pesan masuk lagi gegas kulihat aplikasi berwarna hijau kulihat nama Anjani lagi, berani sekali wanita tersebut mengganggu suamiku terus menerus.[‘Mas.’]Pesan Anjani membuat darahku mendidih, ingin sekali rasanya jiwa ini menjambak dan mencabik kulitnya namun, kubiarkan saja, gegas ku letakan kembali gawai suamiku keatas nakas.Ting...Ting...Ting...Aku mendengus kesal, mungkin itu semua pesan dari wanita tersebut gegas kuraih gawai suamiku lagi tanganku gatal untuk membuka pesan dari Anjani.&nbs

  • Sama-sama Egois   Bab 8

    Pove Sindi.Kenapa aku yang selalu disalahkan, bahkan darah di bibirku masih segar, Mas Abidin tidak mempedulikanku sedikitpun, apalagi membelaku, sudah cukup, Mas! Keputusanku sudah bulat aku ingin berpisah saja darimu."Sindi." Mbak Ayu datang, ia meraih tanganku, aku masih shock memperhatian dua bersodara dan ibunya yang sedang bermanja setelah apa yang terjadi."Maafkan, Ayah, Sin." Ayu duduk di sampingku, aku masih terdiam hatiky masih sakit setelah apa yang terjadi kepadaku, tanpa alasan Mas Abidin semarah itu, ia tidak sadar perbuatannya tadi justru mengundangku dari masalah."Iya, Mbk, aku tidak apa-apa," ucapku, aku mencoba tersenyum walapun hati ini pedih, "Mbak Ayu, nginap disini?" Tanyaku, ia mengangguk."Sini aku obati luka di bibirmu." Mbak ayu membawa kota P3K."Sudah jangan diobati, Yu, biarkan saja dia mati!"Deg, jantungku serasa berhenti berdetak,

  • Sama-sama Egois   Bab 7

    "Kalian, tidak menghargai undangan, Bima." Ayah mertua Sindi akhirnya angkat bicara ia tampak menghela napas menetralisir amarahnya agar tidak memuncak."Oh, jadi yang ngundang ini, Kak Bima? Bukan Ayah atau Ibu? Jika dari awal kalau, Kak Bima, yang ngundang lebih baik kami tidak ikut hadir." Abidin meraih kunci mobil miliknya ia mencengkram tangan Sindi."Mas, kamu kenapa? Mas lebih baik kita makan, dari tadi kamu belum makan, kan?""Aku sudah kenyang. Ayo pulang!" Abidin mencengkram tangan Sindi sampai berdarah."Mas ... lepas sakit!" Ucap Sindi ia melihat tangannya berdarah, namun Abidin engan untuk melepaskan tangannya."Abidin, apa ini caramu memperlakukan wanita. Aku bilang lepas!" Bima mulai angkat bicara ia meraih tangan Abidin, dan melepaskan cengkramannya, lalu ia meraih tangan Sindi dan berkata, "Apa ini sakit, maafkan adikku, yang tidak becus menjadi

  • Sama-sama Egois   Bab 6

    Pove Sindi.‘Kasihan, kak Bima. Masak iya laki-laki tampan dan memanjakan istri justru dikhianati, lalu apakabar dengan aku yang selama ini sabar menghadapi suamiku.’Aku menatap jenggah Mas Abidin, ia tampak sewot setelah aku duduk di depan Kak Bima, padahal kami hanya mengobrol sudah lama tidak berjumpa.“Jadi mau pesan apa ini? Biar aku pesankan, tuh lihat Ayu sudah kelaparan nunggu, Ibu.” Kata-kata Kak Bima membuyarkan lamunanku, ia menyodorkan sehelai kertas menu.“Ma, mau pesan apa?” Tanya Mas Abidin.“Terserah,” sahutku, iya memang aku masih marah sama dia soal tadi, sebenarnya malas juga ikut acara ini, apa lagi harus bersih tatap sama Ayah mertuaku.“Sama suami itu harus sopan, tidak boleh bicara seperti itu. Ayu, kamu kalau bicara harus sopan ya sama, Ditto.” Kata laki-laki yang kusebut den

DMCA.com Protection Status