"Apa ini laporan yang kamu tulis?" Fano terkejut.Stella mengangguk, "Ya, aku bersumpah aku benar-benar mengumpulkan data analisis dan menulisnya sendiri. Aku nggak menyangka akan seperti ini. Meski orang lain mengetahuinya, mereka nggak akan memercayaiku."Fano menatap dokumen di ponselnya untuk waktu yang lama dan akhirnya mengangkat tatapannya untuk melihat Stella. "Aku percaya padamu."...Ketika Stella mendengar ini, dia merasa tersanjung. Dia meraih lengan Fano dengan penuh semangat, "Kak, apa kamu benar-benar mau memercayaiku?""Tentu saja aku percaya padamu! Aku juga percaya pada penglihatanku."Mendengar ini, Stella merasakan kehangatan melonjak di hatinya, "Terima kasih, Kak, kamu sudah banyak membantuku. Aku akan membayar makanan ini hari ini, kamu nggak boleh diam-diam membayarnya lagi."Fano tersenyum lembut. "Oke, aku nggak akan rebutan bayar kali ini."Stella menghilangkan depresinya dan dengan senang hati memesan dua botol bir.Stella mengangkat cangkirnya dan bersulang
"Kak, maafkan aku, aku minum terlalu banyak hari ini dan kehilangan kesabaran."Fano sedikit mengangkat sudut mulutnya dan menggelengkan kepalanya. "Nggak masalah.""Terima kasih sudah mengantarku pulang, kalau gitu aku naik dulu.""Ya, hati-hati dan telepon aku kalau kamu butuh sesuatu."Setelah Fano memberikan beberapa instruksi, dia melihat Stella menghilang dari pandangan, lalu pulang ke rumah.Begitu Stella memasuki pintu, dia langsung menuju kamar tidur dan terjatuh di tempat tidur. Setelah meminum bir, seluruh tubuhnya lemas dan dia sangat mengantuk.Keesokan harinya, dia hampir terlambat bekerja.Dia buru-buru mandi, mengganti pakaian, lalu mengambil tasnya dan pergi.Setelah tiba di perusahaan, Stella masuk dan menemukan rekan-rekannya semua sedang menatapnya. Hal ini membuatnya merasa sedikit aneh. Dulu, mereka bahkan tidak mengangkat kepala ketika dia datang bekerja.Begitu dia duduk, Lisa datang dan bertanya secara misterius, "Stella, apa kamu tahu tentang penurunan pangkat
Merry menutupi wajahnya yang terasa panas dan menatap Stella. "Jalang, aku nggak akan melepaskanmu!""Aku akan menunggumu. Dulu kamu adalah atasanku, mengingat aku hanyalah pendatang baru, aku menghormati sebagai atasan dan menoleransinya. Sekarang kamu pikir aku masih takut padamu?" Stella menatapnya dengan acuh tak acuh.Stella memiliki sifat yang murni dan tidak pernah berinisiatif untuk memendam dendam kepada orang lain. Namun, dia tidak takut jika orang lain menindasnya.Merry menatap Stella selama beberapa detik, lalu berbalik dan pergi dengan marah.Stella kembali ke mejanya dan melanjutkan pekerjaannya.Lisa memandangnya dengan kagum. "Stella, kamu luar biasa!"Stella tersenyum dan tidak menjawab. Dia pernah menjadi sasaran Merry sebelumnya dan rekan-rekannya juga tidak memedulikannya. Sekarang Merry sudah turun pangkat, jadi semua orang bisa berbicara dengannya.Kejadian Merry membuat kehebohan besar dan segera menyebar ke seluruh perusahaan. Sebagian besar karyawan sangat men
Pintu apartemen terbuka.Stella mengira itu pencuri, jadi dia mengambil tongkat bisbol dan berjalan ke pintu untuk memukulnya.Menyadari bahwa orang itu adalah Billy, Stella segera menghentikan tangannya."Kenapa ekspresimu seperti ini?" kata Billy ketika masuk.Stella menjelaskan dengan canggung, "Aku kira ada pencuri!""Pencuri?" Billy memandang Stella dengan penuh minat. "Apa aku seorang pencuri? Apa menurutmu aku akan kekurangan uang?""Haha, itu benar." Stella tertawa canggung."Bukannya kamu harusnya sedang bekerja? Kenapa kamu ada di rumah?" Billy bertanya dengan ragu."Oh, aku sedikit lelah hari ini, jadi aku pulang lebih awal."Billy mendekati Stella dan melihat wajahnya yang masih sedikit merah serta bengkak. "Siapa yang memukulmu?"Stella menyentuh wajahnya dan berkata, "Nggak apa-apa. Aku mengalami perselisihan dengan rekanku. Dia menamparku dan aku menamparnya balik, jadi sudah impas."Billy mengerutkan keningnya dan tatapannya tampak agak suram. "Apa kamu butuh bantuanku?
Billy mengikutinya, bibirnya melengkung, gadis ini sangat menarik.Stella membawanya melewati gang menuju pintu keluar dan menemukan bahwa ini adalah dunia lain, pasar malam.Kios-kios yang padat tertata rapi dan teratur, jalan di tengahnya selalu dipenuhi orang, deretan makanan memesona di setiap kios dan wanginya tersebar ke mana-mana.Ada meja dan bangku di depan setiap kios yang dipenuhi dengan orang."Ayo, Pak Billy." Stella meraih lengan Billy dan berjalan menuju kios di depan."Kamu mau mentraktirku di tempat seperti ini?" Billy bertanya dengan heran."Ya!" Stella menarik Billy ke sebuah kios yang menjual sate."Sate di sini rasanya paling autentik. Kamu pasti akan suka setelah mencobanya."Billy melihat plakat di sebelah kios bertuliskan, "Sate Lezat" dalam dua kata besar dan ada juga banyak selebaran bergambar yang dipasang.Billy mengangkat alisnya, ini adalah tempat yang belum pernah dia lihat sebelumnya.Billy melihat banyak orang di sekitarnya menatapnyaDia tidak tahu, si
Setelah berjalan kurang dari satu menit, terdengar suara keributan dari kerumunan di depan."Ada pembunuhan, telepon polisi!""Pembunuhan!"Stella mendongak dan menemukan banyak orang berkumpul di depannya. Dia juga mendengar seseorang menangis.Billy segera meraih tangan Stella dan ingin membawanya keluar dari kerumunan.Stella masih sedikit bingung. Dia hanya mendengar seseorang berteriak dan tidak tahu apa yang sedang terjadi.Tanpa diduga, dalam sekejap, seorang pria yang memegang pisau dapur berlari ke arah mereka.Ada seorang gadis kecil berumur sekitar lima atau enam tahun yang begitu ketakutan ketika melarikan diri sampai terjatuh sambil menangis keras."Hu ... Bu ... Bu ...."Pria dengan pisau itu berjalan ke samping anak itu, mengangkat pisaunya dan hendak menusuknya.Mata Stella membelalak ketakutan.Kemudian dia melompat ke arah pria itu dan mendorong gadis kecil itu menjauh.Mata pria itu memerah, dia bangkit dari tanah dan dengan kasar mengarahkan pisaunya ke arah Stella.
Pelayan membuka pintu dan menemukan orang yang datang adalah BillyPelayan itu memberi salam. "Pak Billy sudah pulang."Stella memberi tahu pelayan itu, "Lengan Pak Billy terluka, tolong ambilkan peralatan medis.""Oke, aku akan segera mengambilnya."Saat pelayan itu mendengar ini, dia segera berbalik dan masuk ke dalam untuk mengambil kotak medis. Sementara Stella membantu Billy masuk ke dalam rumah.Ketika berjalan masuk, ternyata Wahyu dan Linda juga ada di sana.Stella tertegun sejenak.Wahyu menatapnya, tetapi Linda mengabaikannya bahkan tidak melihatnya.Stella tidak peduli, dia mengangguk ke arah Wahyu sebagai salam, hanya karena dia harus mengikuti etiket.Wahyu mengerutkan keningnya melihat tangan Stella yang menutupi lengan Billy."Apa yang terjadi dengan lengannya?""Nggak apa-apa.""Ayo naik ke atas," kata Billy."Oke."Stella membantu Billy masuk ke kamar tidur.Saat melihat pelayan mengantar peralatan medis pada Billy, Wahyu baru tahu dia terluka.Dia segera menelepon Sis
"Billy, apa lukamu baik-baik saja?"Billy duduk di tepi tempat tidur dan memandangi lengannya, matanya sedikit menggelap."Nggak apa-apa.""Bagaimana kamu bisa terluka?" Wahyu bertanya lagi."Nggak usah mengkhawatir masalah itu," jawab Billy.Saat Wahyu mendengar ini, dia langsung marah. "Apa menurutmu aku nggak tahu? Itu semua karena wanita ini!"Dia menunjuk ke arah Stella dan berteriak dengan marah.Stella menjelaskan dengan wajah pucat, "Paman, maafkan aku, ini semua salahku. "Kalau bukan karena aku, Pak Billy nggak akan ...."Sebelum Stella selesai berbicara, Billy menghentikannya dan memandang Wahyu dengan acuh tak acuh."Itu bukan salahnya."Dada Wahyu naik turun karena marah dan dia berkata dengan marah, "Aku peduli padamu, tapi kamu menentangku berulang kali hanya untuk orang luar.""Stella adalah istriku, dia bukan orang luar. Sudah kubilang, masalah hari ini nggak ada hubungannya dengan dia.""Kamu ...." Wahyu tidak bisa berkata apa-apa lagi.Saat ini, Siska mengemas nampan