Lani sekarang semakin tidak yakin apakah wanita di depannya adalah Stella Andara yang dia kenal itu.Fahar mendorong Lani menjauh dengan kesal dan berkata, "Omong kosong apa yang kamu bicarakan?"Stella sengaja bersikap seakan dia tidak mengenal Lani dan berkata kepada pria di samping Lani, "Pak Fahar, ya? Halo."Fahar dengan cepat meminta maaf, "Ternyata Bu Stella adalah atasannya Reno. Maaf, kami sudah begitu lancang dan asal bicara tadi. Namaku Fahar Hartanto, manajer di divisi proyek di Perusahaan Bleson."Stella menggeleng dan berkata, "Nggak apa-apa."Fahar senang melihat sikap Stella yang memahami etika dan tidak mempersulitnya. Dia pun merasa Stella lebih mudah ditangani daripada para pria di Grup Leskari.Dia selalu ingin bekerja dengan Grup Leskari, tetapi tidak pernah bisa mendapatkan kesempatan.Fahar kemudian terus menyanjung Stella, "Bu Stella benar-benar anak muda yang berbakat. Kamu bisa menduduki posisi wakil CEO di usia semuda ini, pasti sangat seorang ahli pebisnis."
Lani tidak menghilangkan keraguannya tentang Stella.Setelah kembali ke rumah, dia buru-buru masuk ke kamar Jenny."Bu, apa yang kamu lakukan? Aku baru saja terlelap." Jenny terbangun dengan bingung."Bangunlah, ada hal penting yang ingin Ibu katakan padamu," ujar Lani dengan serius sambil menatap Jenny."Ada apa? Kenapa serius begitu?" tanya Jenny yang bangkit duduk."Kamu tahu Ibu ketemu siapa saat pergi makan bersama ayahmu hari ini?""Siapa?" Jenny bertanya dengan santai."Aku bertemu dengan seorang wanita yang sangat mirip dengan Stella. Namanya juga sama," ujar Lani dengan sungguh-sungguh.Jenny seketika terjaga dan bertanya dengan penuh emosional, "Apa katamu?""Kubilang, saat aku pergi makan malam dengan ayahmu hari ini, aku melihat seorang wanita yang terlihat sangat mirip dengan Stella, tapi aku nggak yakin mereka orang yang sama atau bukan karena nama keluarganya berbeda. Pokoknya, mereka terlihat mirip tapi juga berbeda."Tubuh Jenny seketika menenggang, kepalanya berdengun
Pada akhirnya, guru itu memanggil Stella dan orang tua Ikbal.Stella menerima telepon dari guru itu ketika dia baru tiba di kantor. Begitu mendengar putrinya memukul seseorang, dia bergegas pergi ke TK tersebut.Melihat rambut putrinya acak-acakan dan sepasang mata merah berkaca-kaca menunggunya di pintu kelas, Stella langsung memeluk Liana dengan bersedih."Sayang, apa yang terjadi? Kenapa kamu berdiri di sini?"Pada saat ini, menyadari kedatangan Stella, guru itu segera berjalan keluar dan berkata, "Bu Stella, Liana terlalu gampang emosian."Stella mengetahui temperamen putrinya. Selama tidak ada orang yang menyinggung perasaannya, Liana tidak akan mengganggu orang lain terlebih dahulu.Ketika mendengar guru itu mengatakan bahwa putrinya memiliki temperamen yang buruk, Stella tentu tidak akan percaya. "Putriku nggak pernah tiba-tiba mengganggu orang lain. Pasti ada alasan lain atas kejadian ini. Menurutmu apakah pantas menghukumnya sebelum masalah ini diselidiki dengan jelas?"Guru m
Kemudian, mereka semua mendatangi ruang pengawasan. Setelah mengecek video pengawasan tersebut, semuanya terkejut. Karena memang putra Sesil yang menjambak rambut Liana terlebih dahulu dan berencana mengikatnya ke kursi.Stella menatap Sesil dan Ikbal dengan dingin, menyilangkan tangannya dan berkata, "Karena putramu yang menjambak rambut putriku duluan, maka kalian berlutut dan minta maaf!""Kamu pikir kamu siapa! Kami nggak akan berlutut!" seru Sesil dengan arogan."Kalau begitu aku akan panggil polisi!" seru Stella sambil mengangkat bahunya dengan acuh tak acuh.Sesil tidak menyangka Stella akan berkata seperti itu. Dia tidak takut pada polisi, tetapi takut orang-orang akan mengetahui hal ini dan mentertawakannya."Vina, kamu guru di sini, bagaimana menurutmu masalah ini?" Guru yang bernama Vina Diantro ini adalah teman baik Sesil. Dia tentu saja akan memihak Sesil dan berkata, "Bu Stella, anak kecil saling berkelahi sangatlah wajar. Menurutku, cukup menyuruh mereka minta maaf satu
Liana menggeleng dan berkata, "Aku melawannya, jadi nggak sedih.""Lia memang luar biasa, tapi kalau kamu nggak bisa melawannya, kamu harus beri tahu Mami. Mami nggak akan membiarkan siapa pun mengganggumu. Mami akan selalu datang ke sisimu dengan cepat," ujar Stella sambil mengelus kepala Liana."Ya, aku mengerti, Mami."Melihat perilaku putrinya yang sangat menurut itu, Stella pun mencium keningnya dengan penuh kasih sayang.Saat melewati mal, Stella memutuskan untuk singgah sebentar dan meminta sopir menunggunya.Dia membawa Liana ke toko produk anak-anak. Dia membeli jam tangan pintar untuk anak kecil dengan fungsi yang lengkap.Akan lebih mudah bagi Liana untuk menghubunginya di masa depan.Saat Stella sedang mendengar pegawai toko menjelaskan produknya, Liana tiba-tiba tertarik dengan dekorasi kincir angin yang tergantung di tengah mal.Liana sangat tertarik pada sesuatu yang berputar-putar, jadi dia otomatis berjalan keluar karena rasa ketertarikan itu.Begitu keluar pintu, dia
Stella tersenyum tak berdaya dan berkata, "Tentu saja nggak, tapi kamu sudah minta maaf setelah menabrak seseorang?""Aku sudah minta maaf! Paman itu tampan dan tinggi! Aku bilang maaf dan Paman itu bilang nggak apa-apa."Stella mengangguk dan berkata, "Bagus kalau begitu. Karena Lia begitu baik, Mami akan menghadiakanmu makanan lezat!""Yeay! Asik!" Liana bertepuk tangan dengan gembira, lalu menggenggam tangan Stella dan berjalan menuju restoran di lantai lima."Di sisi lain, Sesil tidak langsung pulang, melainkan membawa anaknya ke kediaman Keluarga Hendrawan untuk mencari bibinya, Linda.Begitu tiba, Sesil langsung berbicara dengan Linda yang sedang makan siang, "Bibi, Ikbal dikeluarkan dari sekolah!"Linda mengerutkan kening saat mendengar itu dan bertanya, "Apa? Kenapa dia dikeluarkan? Apa dia membuat keributan?""Dia hanya bercanda dengan teman kelasnya, menjambak rambut gadis kecil. Gadis kecil itu juga sudah memukul Ikbal. Tapi nggak disangka, ibu si gadis kecil itu adalah putr
"Kurang lebih sudah mau selesai.""Baguslah. Alasan aku memanggilmu kemari hari ini untuk membicarakan sesuatu. Adikmu sudah belajar cukup lama di perusahaan, bukankah sudah waktunya dia menempati posisi manajer umum?"Nada bicara Wahyu terdengar sangat serius saat mengatakan itu. Dia bukan sedang berdiskusi dengan Billy, tetapi memberi tahu Billy dan tidak memberi Billy kesempatan untuk menolak.Wahyu sebelumnya telah mengusulkan agar putra bungsunya juga ikut dalam manajemen perusahaan, tetapi Billy menolaknya dengan alasan kurangnya pengalaman. Sekarang sudah empat tahun berlalu.Wahyu masih tidak menyerah dan semakin intens. Dia sama sekali tidak akan membiarkan Billy menolak.Tangan Billy dengan santai bertumpu pada sandaran tangan sofa. Jari-jarinya terus menari-nari di atasnya, mengeluarkan suara ketukan. Setelah beberapa saat, sudut bibirnya terangkat. Dia tersenyum."Nggak masalah, kebetulan aku terlalu sibuk akhir-akhir ini."Wahyu menyipitkan matanya dan menatap tajam ke sis
Sinar matahari musim kemarau di Kota Dalima sangat menyengat, udaranya pengap dan kering.Stella mengenakan pakaian olahraga lengan pendek berwarna biru dan putih, topi untuk menutupi wajahnya dan rambut hitamnya tergerai di bahunya.Dia yang tampilannya memancarkan aura seorang gadis muda pun berjalan ke Kafe Bintan.Stella memandang sekeliling kafe dan menemukan sebuah meja di sudut ruangan.Tahun ini Stella berusia 22 tahun. Dia baru saja lulus, tapi karena lingkungannya tidak baik serta sulit menemukan pekerjaan, suasana hatinya tidak baik dan dia hanya berbaring di rumah selama beberapa hari.Kemarin saat makan malam, entah bagaimana ayahnya mengusulkannya pergi ke kencan buta dengan orang yang dikenalkan ibu tirinya, Dewi Lingga.Sekarang Stella hanya ingin mencari pekerjaan dan tidak memiliki pemikiran lain. Belum lagi ibu tirinya selalu merasa dirinya mengganggu, dia tidak mungkin begitu baik pada Stella. Jadi, Stella langsung menolaknya.Penolakan itu membuat ayahnya, Santo An