Beberapa tahun berlalu. Lyshi, gadis yang dahulu berada di keterpurukan kini sudah bangkit dan berubah kepribadian menjadi gadis ceria.
Usianya kini sudah menginjak angka 15, saat-saat dimana ia mulai memasuki masa SMA. Masa terindah kalau kata orang-orang.
Gadis itu turun dari lantai atas dimana kamarnya berada, penampilannya membuat perut serasa menggelitik. Rambut dikepang dua dengan seragam putih biru, itu masih berada dibatas wajar. Kali ini sudah tak wajar, di lehernya terpampang kalung berbandul terong ungu, tak lupa gelang berbahan dasar kacang panjang yang melingkar di tangan kirinya.
Tawa menggeleger menyambut kehadiran Lyshi. Dika-lelaki yang notabene adalah kakak tirinya tertawa terpingkal, saking parahnya sampai memukul-mukul meja makan.
"Hahaha ..... lihat ma, Lyshi jualan sayur." Dika beranjak dari duduknya, kemudian mengintari tubuh adiknya.
Lyshi merotasikan bola matanya. "Ma, lihat tuh abang," adu Lyshi pada Ana.
Hubungan mereka memang sudah membaik. Tapi semua itu membutuhkan waktu lama, butuh orang ketiga untuk membuat hubungan mereka membaik. Beruntung sekarang Lyshi sudah menerima keluarga barunya dan mulai melupakan kejadian kelam beberapa tahun silam.
Melihat itu Ana langsung memukul
putranya menggunakan sendok. "Dika! Jangan gitu sama adik kamu."Lyshi menjulurkan lidahnya, melihat Dika dimarahi oleh Ana adalah kesenangan tersendiri baginya.
"Iya deh, maaf Ly." Dika mengacak rambut adiknya dengan gemas.
Gadis berkepang dua itu mengangguk. "Ma, papa mana?" tanya Lyshi mengedarkan pandang.
"Papa sudah berangkat, katanya ada klien penting," ujar Ana menyodorkan roti berselai cokelat pada Lyshi.
"Okwe," tanggapnya dengan mulut. Tangan kanannya memegang roti berselai cokelat, bagaimana dengan tangan kirinya? Tentu saja ia gunakan untuk menggenggam minuman botol berukuran sedang.
Di mata Ana, Lyshi selalu terlihat seperti anak TK, ditambah lagi dengan minuman botol di tangannya. Ana heran dengan putrinya, apa enaknya minuman itu? Minuman rasa asam kok disukai.
Lyshi meneguk minuman favoritnya, melihat itu pipi Ana menjadi ngilu. Pasti asam sekali.
Tangannya terulur membelai surai kecokelatan Lyshi. "Ly, mau bawa bekal?" celetuk Ana.
Ia menggelengkan kepala. "Nggak, ma. Kata Zoya nanti selesai MOS dikasih makan," tolak Lyshi.
MOS? Iya, hari ini Lyshi akan mengikuti kegiatan wajib yang digelar oleh sekolah barunya. Hal itulah yang membuat ia berpenampilan aneh, saking anehnya hingga diledek jualan sayur oleh Dika.
Lelaki yang sedari tadi menyimak akhirnya memunculkan suara setelah dirasa ada yang perlu diluruskan. "Dikasih makan, emang hewan? Gitu banget bahasanya."
Lyshi menyengir. "Pokoknya gitulah." Gadis itu beranjak dari duduknya, kemudian menggendong tas ransel kesayangannya.
"Mau kemana? Minum vitamin dulu," ujar Ana menyerahkan obat berbentuk butiran kecil berwarna coklat dari tube.
Lyshi menurut, lalu meminum vitamin yang diberi oleh Ana.
Setelah itu ia menarik tangan Dika dengan tiba-tiba, lelaki yang sedang berkutat dengan sarapannya tentu langsung terkejut. "Kaget hamba! Ya ampun Lyshi, gue kira jurig," pekiknya memegangi dada.
Wanita itu tersenyum kecil, senang rasanya melihat kedua anaknya akur, walaupun hanya sebatas saudara tiri.
"Bang, anterin Lyshi yuk." Tangan Lyshi bertaut di depan dada.
Dahinya mengerut, mengapa harus dia? "Kok gue? Bian mana? Tumben nggak jemput lo," tanya Dika heran. Bukannya tak mau mengantar adiknya, dia hanya heran saja, toh bisanya Lyshi dijemput oleh sahabat laki-lakinya.
Lyshi mengedikkan bahu. "Ntah."
"Kamu sama Bian lagi berantem?" Ana memunculkan tanya, wanita berkepala tiga itu sebenarnya juga heran seperti Dika.
"Engga, ma. Lyshi sama Bian akur kok." Lyshi berucap sembari mengangkat dua jempol tangannya seolah mengatakan 'oke'
Ana berhembus lega, untunglah jika seperti itu. Dia sangat menyayangkan jika Lyshi dan Bian berkelahi. Pernah saat itu keduanya berselisih hanya karena hal sepele, berakhirlah mereka dengan diam-diamanan selama beberapa Minggu. Bian yang dasarnya cuek tentu tak menggubris hal itu.
"Syukurlah." Ana mengalihkan tatapan ke arah putranya, "Ka, anterin Lyshi ya. Lagian kampus kamu sama sekolahannya Lyshi dekat," pinta Ana diangguki oleh Dika.
《♡♡》
Lyshi mendongak menatap bangunan besar di depannya. Bangunan itu terlihat megah dan elegan, siapapun yang melihatnya pasti tertarik untuk bersekolah di situ.
Lyshi akui, rekomendasi sekolah dari Bian memanglah menakjubkan. Ia juga berterimakasih pada Fandi karena mau membayar mahal biaya masuk SMA favorit itu, walaupun Lyshi tahu Fandi tak akan pernah keberatan membiayai sekolahnya.
SMA Semesta Busan, dari namanya saja Lyshi sudah cekikikan. Ia jadi teringat film Negeri Gingseng yang sering ditonton oleh Zoya, 'Train to Busan'. Film paling menegangkan yang pernah ia tonton.
Usut punya usut pendiri sekolahan itu berasal dari Busan, oleh karenanya sekolahan itu memakai nama Busan di belakangnya.
Lyshi melangkahkan kaki untuk lebih mendalami isi sekolahan itu.
Matanya memandang takjub orang-orang di depan sana. Bukan, bukan orangnya yang membuat ia takjub, tapi seragamnya. Namanya saja sekolah swasta, tentu seragamnya unik dan berbeda dari sekolah lain. Bawahan berwarna kuning hitam kotak-kotak, atasan putih yang dibaluti dengan almameter hitam. Padahal Lyshi sudah sering melihat Bian mengenakan seragam itu, tapi kali ini yang ia lihat kesannya berbeda.
Matanya tertuju pada gadis berseragam biru putih dengan kuncir kepang dua sepertinya. Gotcha! Ia mengenal orang itu.
"Zoya!" ia memekikkan suara, serentak pandangan semua orang tertuju padanya. Lyshi meringis kecil, mengapa ia berteriak, sih? Kan ia jadi malu sendiri.
Ia berlari mendekati Zoya. "Ya ampun, Lyshi malu banget Zoy." Lyshi bersembunyi di balik badan sahabat perempuannya.
Perkenalkan, dia Zoya Hilma Putri. Zoya adalah sahabat perempuan Lyshi, mereka bersahabat sejak kelas 3 SD, terbilang lama memang.
Tangan Zoya terulur menoyor kepala Lyshi dengan pelan. "Kebiasaan."
"Heran Lyshi, punya mulut kok kaya gini." Lyshi berucap dramastis. Zoya yang melihat bergidik ngeri.
Kedua gadis itu kembali memandang takjub sekolahan di depannya. Desain bangunan itu sangat mirip dengan sekolahan Negeri Gingseng. Ah, Lyshi tak sabar menjadi murid resmi sekolahan itu.
"Ly, berangkat sama siapa tadi?"
Lyshi menoleh. "Sama Bang Dika," jawab Lyshi dengan wajah muram.
Zoya tersenyum mengejek. "Tumben nggak sama Kak Bian, lagi marahan? Biasanya kaya lem sama perangko."
Ia mencebikkan bibir. Tidak Ana, tidak Zoya, mengapa menyimpulkan seperti itu? Memang ia harus bersama Bian terus? Kan tidak.
Lyshi sebenarnya juga kesal dengan Bian, tumben sekali lelaki itu tak menjemputnya. Dari semalam pun Bian tak mengirim pesan. Awas saja jika bertemu, Lyshi pastikan Bian menderita.
"Hai!"
Lyshi dan Zoya menoleh ke sumber suara, siapa gadis itu? Mengapa aneh sekali, benak Lyshi bertanya.
Gadis asing di depan mereka menggaruk tengkuknya. "Boleh gabung nggak? Gue nggak ada temen, ehe."
Dari roman-romannya gadis itu satu spesies dengan Lyshi, terlihat bar-bar dan tak tahu malu.
Bayangkan saja, kalung berbandul terong yang seharusnya dilingkarkan di leher malah melingkar pada pinggangnya. Manusia dari planet apalagi ini?
"Oh. Hai juga," tanggap Lyshi dengan senyum, terlampau manis.
Lyshi menyikut perut Zoya, memberi isyarat agar sahabatnya membalas sapaan orang aneh di depannya. Ia tak mau sahabat perempuannya dikira sombong, sebenarnya bukan sombong. Zoya lebih pantas disebut ketus dan cuek, tapi memang begitu tabiatnya.
"Juga," netral Zoya.
"Kenalin, nama gue Elita Geminnie. Biasa disapa Minnie, dipanggil sayang juga boleh. Hahaha!" Tawa gadis yang ternyata bernama Minnie itu menggeleger. Dia tertawa sembari memukul-mukul pundak Zoya.
Nah, kan. Cobaan apalagi ini? Perhatian semua orang terpusat pada mereka. Rasanya Zoya ingin mengubur diri hidup-hidup, terlebih setelah mengetahui respon Lyshi. Gadis berpipi gembul itu malah ikut tertawa seperti Minnie.
Zoya membesarkan pupil matanya. "Diem! Gue malu astaga."
Lyshi cekikikan, kasihan sekali sahabat perempuannya, pasti dia malu sekali. Satu sama kawan!
"Hai Minnie, aku Nascherly Aurora Oshi. Bisa dipanggil Lyshi," sahutnya membalas uluran tangan Minnie.
Gadis bernametag Minnie itu kini mengulurkan tangannya pada Zoya.
Zoya membalas uluran gadis itu dengan ogah-ogah. "Zoya Hilma Putri. Panggil Zoya." Tandasnya meninggalkan mereka setelah mendengar instruksi dari osis.
Lyshi merangkul pundak Minnie. "Min, Zoya emang gitu orangnya. Nggak usah ditanggepin serius. Ayo!" Lyshi menarik tangan Minnie menuju aula sesuai instruksi osis.
"Sial, gue berasa dipanggil Mimin," lirih Minnie.
Lyshi berhenti di depan pintu aula. Sejujurnya ia tak terlalu memperhatikkan jalan-jalan yang harus ia lalui untuk sampai di ruangan tersebut. Ia hanya fokus mencari keberadaan Bian. Tapi dua kata yang bisa menggambarkan Sekolah Semesta Busan.
Besar dan megah.
Baik dari koridor hingga lorong sekolahannya. Arsitekturnya pun tak sama seperti sekolah pada umumnya, gaya Asia Timur terlalu kental di sana. Hal-hal baru dapat Lyshi temui di sana.
"Ayo masuk dek." Suara sesorang beralmameter osis mengintruksinya.
Ia menoleh ke arah samping, sial! Minnie meninggalkannya.
Lyshi terkesiap, ia benar-benar terkagum saat menginjakkan kakinya di aula. Begitu besar. Lyshi mendongak, atap aula ternyata terbuat dari kaca, sehingga langit biru terpampang jelas di sana. Deretan kursi diatur rapi, seperti kereta jika dilihat-lihat. Di kursi pojok ia melihat Zoya yang sedang diganggu oleh Minnie, kakinya berjalan menuju mereka.
"Kalian kenapa ninggalin Lyshi, sih? Dasar." Lyshi mendudukkan bokongnya di samping Minnie.
Zoya dan Minnie mengedikkan bahu secara bersamaan.
Lyshi mendengus. "Sok komp~" serunya terpotong.
"Itu yang di pojok belakang kenapa kalung terongnya dipasang dipinggang? Tidak punya ikat pinggang?" gerundel lelaki di panggung aula. Seingat Lyshi, jika tak salah lelaki itu adalah ketua osis di SMA Semesta Busan.
Minnie gelagapan, secara spontan dia melepas kalung terong itu lalu menyerahkannya pada Zoya. "Nggak kak, itu bukan punya saya."
Zoya berdecit, mengapa Minnie bodoh sekali? Gadis itu pasti akan diberi sanksi karena dikira tak membawa atribut MOS dengan lengkap. Ah, biar saja Zoya tak peduli
Lyshi menyikut tangan Minnie. "Min, kamu goblok banget sih," lirihnya.
"Sudah-sudah. Sekarang kalian pergi ke lapangan utama, dan ikuti instruksi kakak osisinya. Untuk yang tadi tidak membawa atribut lengkap tetap tinggal di sini."
Sesuai instruksi, para peserta MOS berbondong ke lapangan utama. Begitupun Lyshi dengan Zoya, tapi tidak dengan Minnie. Sebenarnya Lyshi dan Zoya kasihan pada gadis itu, pasti dia akan dihukum mengingat peraturan MOS.
Lapangan biru menyambut mereka, di setiap sudut lapangan berdiri Tumbuhan Momijigari.
Lyshi menatap tumbuhan itu penuh antusias, senang rasanya melihat dedaunan bewarna-warni itu dalam jumlah banyak. Walaupun sebelumnya ia pernah melihat dan memegang daun tumbuhan tersebut, itupun Bian yang membawakannya dari sekolahan tersebut.Para peserta MOS berbaris memadati lapangan utama, beberapa anggota osis pun terlihat berseliweran di tempat itu.
Salah seorang wanita berambut cepak yang entah siapa namanya berdiri di barisan paling depan. "Hai adik-adik! Perkenalkan nama kakak Freya Anoviolia, bisa dipanggil Freya. Di sini jabatan saya sebagai wakil ketua osis. Nah tadi yang menjadi pembicara di aula itu Kak Ervan, dia ketua osis di SMA Semesta Busan."
Perkenalan singkat itu telah usai. Setelahnya mereka disuruh berpencar untuk mencari gambar emoji yang disembunyikan oleh anggota osis di tempat tersembunyi. Selanjutnya bagi peserta MOS yang sudah menemukan emoji tersebut dititahkan untuk menirukan ekspresi di emoji tersebut. Awalnya bulu kuduk mereka meremang, jika emojinya aneh-aneh bagaimana? Memalukan sekali.
Lyshi sudah mendapatkan emoji tersembunyi tersebut di bawah Tanaman Momijigari. Untunglah emoji yang didapatinya tidak aneh-aneh, hanya ekspresi tersenyum lebar.
Sementara di bawah tiang bendera, terlihat Zoya memonyongkan bibir sembari menutup sebelah mata. Lyshi yang melihat itu ingin sekali tertawa kencang, tapi ia tahan mengingat ketentuan game tersebut.
Ia mengedarkan pandang. Melihat peserta MOS lainnya Lyshi ingin sekali menggelegarkan tawa, ekspresinya beraneka ragam sekali, dan tentunya sangat menggelikan. Ngomong-ngomong ia tak melihat Minnie, pasti gadis itu sedang dihukum.
Lyshi kembali mentravelingkan matanya, ia menatap gedung-gedung elegan yang berjejar rapi di sana. Tepat pada koridor lantai dua matanya tanpa sengaja menangkap sosok lelaki yang dikenalnya. Orang itu menatap Lyshi dengan tatapan datar, mulut orang itu enggan terangkat tuk membentuk senyum. Dia Bian Putra Mahadewa, orang yang tidak mengabarinya dari semalam.
Jiwa Lyshi meronta-ronta ingin menghampiri Bian, tangannya sangat gatal ingin menjambak rambut sahabat lelakinya. Tapi ia tahu tak akan bisa melakukannya sekarang. Tak tahan dengan itu, ia memanfaatkan matanya untuk memelototi Bian di koridor atas.
"Bian! Lihat aja, Lyshi bakal jambak Bian sampai botak. Mampus!" batinnya berteriak kencang.
Kebetulan salah satu anggota osis lewat di depan Lyshi, orang itu terkejut melihat Lyshi membolakan matanya. "Dek, nggak usah melotot gitu. Lagian emoji punya lo ekspresinya cuma senyum, matanya juga nggak melotot."
Lyshi sama sekali tak menggubris orang di depannya, ia tetap menatap tajam Bian. Beberapa detik kemudian matanya tambah melebar, Bian tersenyum mengejek padanya? Cukup, Lyshi sudah tak tahan lagi.
Anggota osis di depannya menatap Lyshi dengan lamat-lamat. "Hei! Dek? Astghfirullah nih bocah kenapa sih?" gumamnya mengikuti arah pandang Lyshi.
Bian? Ada masalah apa lelaki itu dengan gadis di depannya? Mengapa gadis di depannya menatap lelaki dingin itu dengan tatapan membunuh? Dan lagi, Bian tersenyum? Walaupun orang itu tahu senyum itu bermaksud mengejek, tapi dia masih tak percaya. Seorang Bian, lelaki dingin yang melebihi dinginnya kutub utara menatap gadis di depannya dengan ekspresi langka? Wah, sungguh membingungkan
Bian menatap langit-langit kamarnya. Di sinilah dia berada. Bian memang sedang mencoba menghindari Lyshi. Lebih tepatnya dia ingin mengetahui apakah sahabat perempuannya akan merasa kehilangan jika dia menjauhinya atau tidak. Tapi jawabannya masih semu, Lyshi sama sekali tak peka, gadis itu tidak sadar jika Bian menjauhinya.Bian tahu, seharusnya dia tak perlu melakukan tindakan sejauh ini. Bian hanya berpikir, pasti Lyshi akan merasa berbeda jika dia tak berada di sampingnya, tapi kenyataannya apa? Justru dia yang merasakan kegelisahan itu.Lelaki itu termenung. Memikirkan kemungkinan yang akan terjadi jika dia tetap menjauhi Lyshi. Memikirkan hal itu, Bian langsung memejamkan matanya dan menggeleng pelan, berusaha menghilangkan bayangan tersebut.Bian tahu betul bagaimana sifat sahabatnya. Dan itu semua pasti akan berpengaruh terhadap tindakannya tersebut. Bian tak akan pernah membiarkan hal dalam bayangannya terjadi.Bian kembali membuka mata. Me
Hari pertama menuju jenjang Sekolah Menengah Pertama, membuat Lyshi harus bangun lebih awal.Masih dengan wajah mengantuk, Lyshi memakai seragam barunya. Walau matanya sesekali terpejam, seragam itu tetap terpasang rapi di tubuhnya.Dengan malas ia mengkuncir satu rambutnya. Lyshi membawa kakinya ke depan cermin untuk melihat penampilan barunya. Sudut bibirnya terangkat melihat pantulan dirinya di dalam cermin.Seragam itu melekat apik pada tubuh mungilnya. Wajahnya terlihat natural tanpa polesan apapun."Seragamnya cocok banget sama Lyshi. Berasa lihat bidadari, Lyshi tuh." Lyshi memutar tubuhnya beberapa kali, senyum kembali tergelincir dari bibir tipisnya."Ma, pa, bang. Lyshi cantik, kan?" gadis itu memekikkan suaranya setelah menginjakkan kaki di ruang makan.Serentak mereka menoleh. Fokus sarapan mereka tersita oleh suara keras Lyshi."Iya. Anak papa cantik."Ana tersenyum. "Wah, cantiknya anak mam
Sejak bel istirahat tidak ada satupun guru yang masuk ke kelas Lyshi, jadilah gadis itu dengan bahagia bisa tidur di bangkunya. Hal itu membuat Zoya dan Minnie menggeleng-gelengkan kepala.Kini bel sekolah telah berbunyi, membuat Lyshi yang tadinya masih menjelajah alam mimpi tersentak bangun. Gadis itu menatap seisi kelas yang bersiap-siap untuk pulang.Lyshi menguap, mengusap matanya yang masih mengantuk. Zoya tersenyum kecil, sahabat perempuannya tak pernah berubah dari dulu, gemar sekali tidur sembarangan."Gue balik duluan." Minnie melambaikan tangannya sebelum berjalan keluar.Kini tinggal Lyshi dan Zoya di dalam kelas. Zoya menggoyangkan bahu Lyshi karena gadis itu kembali memejamkan matanya. "Ly. Ayo pulang."Lyshi bebal. Gadis itu masih enggan beranjak dari posisi tidurnya.Zoya menghela napa gusar. "Bangun, Ly," ujarnya menepuk-nepuk pipi Lyshi, berharap agar gadis itu terbangun dari tidurnya."Zoya pulang duluan aja.
Beberapa jam yang lalu keluarganya baru saja terbang menuju negara orang untuk waktu yang terbilang cukup lama bagi Lyshi.Selepas dari bandara, Lyshi terlihat muram dan tak hiperaktif seperti biasanya.Bian bisa merasakan rasa khawatir yang menyelimuti mobil itu. Ketika dia mengedarkan pandangannya ke arah Lyshi, dia bisa merasakan energi kesedihan yang mengerubungi sahabat perempuannya."Ly. Mau beli yogurt dulu?"Gadis itu menoleh, lantas menggeleng pelan. Melihat itu Bian hanya bisa menghembuskan napasnya pasrah.Persekian menit mobil yang mereka tumpangi telah tiba pada rumah yang lebih tepat disebut mansion. Rumah yang sekarang akan Lyshi tinggali untuk berberapa Minggu ini sangat besar dengan taman bunga beraneka macam di depannya. Lyshi tak pernah menyangka akan tinggal di bangunan itu untuk beberapa waktu ke depan. Sebenarnya ada sedikit rasa senang yang terselip di hatinya."Turun, Ly. Kamu nggak mau t
Jam istirahat sudah terlewati. Sekarang pelajaran kembali dimulai. Biasanya Lyshi akan sangat senang dan serius dengan pelajaran sejarah. Namun lagi-lagi dirinya hanya asik melamun, entah apa yang mengganggu pikirannya saat ini.Lyshi linglung. Ia sesekali menatap jam di dinding kelas. Setiap detik, setiap menit terus bergerak dan berlalu.Gadis itu menatap buku paket di depannya dengan malas. Kemudian matanya berbinar setelah melihat ke arah tas punggungnya yang tampak sedikit terbuka, di sana terpampang satu botol yogurt berukuran kecil.Senyum tergelincir di wajahnya. Dengan cekatan ia menyedot minuman favoritnya menggunakan sedotan.Zoya, gadis yang sebangku dengannya membolakan mata. Mau cari mati, sungut Zoya dalam hati. Bisa-bisanya ia minum di kelas ketika pelajaran sedang berlangsung, dan tentunya tanpa seizin guru mapel.Slrupp ....Mendengar suara aneh, pria dengan tubuh jangkung mengerlingkan pandangannya menata
"Assalamualaikum."Suara salam tersebut menggema di dalam rumah bernuansa putih itu.Seorang perempuan dengan piama tidurnya menghampiri pemilik suara."Oy, udah pulang?" tanya perempuan yang tak lain adalah Dara."Hn."Dara menelisik mencari keberadaan seseorang, rasanya ada yang ganjal. "Oy guguk, mana Lyshi?"Oh tidak, Bian lupa harus pulang bersama Lyshi."Freya sialan!" batinnya meruntuk.Ini semua karena Freya, tapi Bian yang lebih keterlaluan, bisa-bisanya dia melupakan Lyshi. Bian merasa tambah bersalah mengingat derasnya hujan sore ini.Tak kunjung mendapat respon dari adiknya, Dara kembali bertanya dengan menaikkan oktaf suaranya. "GUK, MANA LYSHI? "Nggak tau.""Nggak tau gimana? Seharusnya Lyshi pulang sama lo," ujar Dara mengernyitkan dahi."Gue lupa. Lyshi ketinggalan."Entahlah, Dara tak tahu mengapa adiknya bisa sebodoh itu. Ketinggalan? Memangnya Lyshi barang, sunggu
Nascherly Aurora Oshi, gadis polos nan ceroboh yang kerap dipanggil Lyshi. Ia merupakan anak pertama dari pasangan Regina Ahulqi dengan Fandinol Al Oshi.Menjadi anak pertama tentunya harus menjadi panutan bagi adiknya. Tapi Lyshi tidak, justru adiknya yang memberi panutan untuknya. Nalyera Aululia Oshi, dia adalah adik kembar Lyshi, umur keduanya juga tak berpaut jauh hanya 7 menit saja.Wajah Lyshi dan saudari kembarnya memanglah mirip, orang awam yang baru mengenal mereka pasti akan kesulitan membedakan mana yang Lyshi dan mana yang Era. Padahal jika dilihat lebih teliti wajah Lyshi lebih unik daripada Era, karena ia memiliki lesung dagu yang akan nampak jika sedang berbicara maupun tersenyum.Pagi itu kediaman Fandi dihebohkan oleh kelakuan Lyshi dan Era. Entah dimana perginya otak mereka pagi itu, intinya dua saudari kembar itu membuat Fandi dan Reha panik. Bagaimana tidak? Keduanya berada di atas pohon jambu air yang sedang berbuah lebat. "
Benak Reha bertanya-tanya, apakah Ana yang Lyshi maksud adalah Eline Dyana? Wanita beruntung yang dicintai oleh Fandi."Reha harus menemui mas Fandi," batin Reha.Reha menoleh ke arah putri sulungnya, rupanya Lyshi sudah tertidur di pangkuannya. Dia membopong Lyshi dan meletakkannya di samping Era.Wanita itu meninggalkan kamar si kembar setelah mencium dahi Lyshi dan Era.Kakinya berhenti di depan pintu berwarna hitam kecoklatan yang bertuliskan Mr. Fandinol.Fandi yang tadinya sibuk dengan berkas kantornya kini menoleh ke arah pintu. Di sana terlihat Reha berdiri dengan piyama tidurnya.Dia berjalan mendekati Reha, "Ada apa Re?""Ada hal yang kepengin aku tanyain ke Mas Fandi," ujar Reha dengan raut serius.Fandi menarik tangan Reha untuk duduk di sofa. "Mau tanya apa?" tanya Fandi heran, tak seperti biasa Reha menampakkan wajah seserius itu."Maaf sebelumnya Reha udah lancang. Apa benar tadi siang mas bertemu dengan Ana?
"Assalamualaikum."Suara salam tersebut menggema di dalam rumah bernuansa putih itu.Seorang perempuan dengan piama tidurnya menghampiri pemilik suara."Oy, udah pulang?" tanya perempuan yang tak lain adalah Dara."Hn."Dara menelisik mencari keberadaan seseorang, rasanya ada yang ganjal. "Oy guguk, mana Lyshi?"Oh tidak, Bian lupa harus pulang bersama Lyshi."Freya sialan!" batinnya meruntuk.Ini semua karena Freya, tapi Bian yang lebih keterlaluan, bisa-bisanya dia melupakan Lyshi. Bian merasa tambah bersalah mengingat derasnya hujan sore ini.Tak kunjung mendapat respon dari adiknya, Dara kembali bertanya dengan menaikkan oktaf suaranya. "GUK, MANA LYSHI? "Nggak tau.""Nggak tau gimana? Seharusnya Lyshi pulang sama lo," ujar Dara mengernyitkan dahi."Gue lupa. Lyshi ketinggalan."Entahlah, Dara tak tahu mengapa adiknya bisa sebodoh itu. Ketinggalan? Memangnya Lyshi barang, sunggu
Jam istirahat sudah terlewati. Sekarang pelajaran kembali dimulai. Biasanya Lyshi akan sangat senang dan serius dengan pelajaran sejarah. Namun lagi-lagi dirinya hanya asik melamun, entah apa yang mengganggu pikirannya saat ini.Lyshi linglung. Ia sesekali menatap jam di dinding kelas. Setiap detik, setiap menit terus bergerak dan berlalu.Gadis itu menatap buku paket di depannya dengan malas. Kemudian matanya berbinar setelah melihat ke arah tas punggungnya yang tampak sedikit terbuka, di sana terpampang satu botol yogurt berukuran kecil.Senyum tergelincir di wajahnya. Dengan cekatan ia menyedot minuman favoritnya menggunakan sedotan.Zoya, gadis yang sebangku dengannya membolakan mata. Mau cari mati, sungut Zoya dalam hati. Bisa-bisanya ia minum di kelas ketika pelajaran sedang berlangsung, dan tentunya tanpa seizin guru mapel.Slrupp ....Mendengar suara aneh, pria dengan tubuh jangkung mengerlingkan pandangannya menata
Beberapa jam yang lalu keluarganya baru saja terbang menuju negara orang untuk waktu yang terbilang cukup lama bagi Lyshi.Selepas dari bandara, Lyshi terlihat muram dan tak hiperaktif seperti biasanya.Bian bisa merasakan rasa khawatir yang menyelimuti mobil itu. Ketika dia mengedarkan pandangannya ke arah Lyshi, dia bisa merasakan energi kesedihan yang mengerubungi sahabat perempuannya."Ly. Mau beli yogurt dulu?"Gadis itu menoleh, lantas menggeleng pelan. Melihat itu Bian hanya bisa menghembuskan napasnya pasrah.Persekian menit mobil yang mereka tumpangi telah tiba pada rumah yang lebih tepat disebut mansion. Rumah yang sekarang akan Lyshi tinggali untuk berberapa Minggu ini sangat besar dengan taman bunga beraneka macam di depannya. Lyshi tak pernah menyangka akan tinggal di bangunan itu untuk beberapa waktu ke depan. Sebenarnya ada sedikit rasa senang yang terselip di hatinya."Turun, Ly. Kamu nggak mau t
Sejak bel istirahat tidak ada satupun guru yang masuk ke kelas Lyshi, jadilah gadis itu dengan bahagia bisa tidur di bangkunya. Hal itu membuat Zoya dan Minnie menggeleng-gelengkan kepala.Kini bel sekolah telah berbunyi, membuat Lyshi yang tadinya masih menjelajah alam mimpi tersentak bangun. Gadis itu menatap seisi kelas yang bersiap-siap untuk pulang.Lyshi menguap, mengusap matanya yang masih mengantuk. Zoya tersenyum kecil, sahabat perempuannya tak pernah berubah dari dulu, gemar sekali tidur sembarangan."Gue balik duluan." Minnie melambaikan tangannya sebelum berjalan keluar.Kini tinggal Lyshi dan Zoya di dalam kelas. Zoya menggoyangkan bahu Lyshi karena gadis itu kembali memejamkan matanya. "Ly. Ayo pulang."Lyshi bebal. Gadis itu masih enggan beranjak dari posisi tidurnya.Zoya menghela napa gusar. "Bangun, Ly," ujarnya menepuk-nepuk pipi Lyshi, berharap agar gadis itu terbangun dari tidurnya."Zoya pulang duluan aja.
Hari pertama menuju jenjang Sekolah Menengah Pertama, membuat Lyshi harus bangun lebih awal.Masih dengan wajah mengantuk, Lyshi memakai seragam barunya. Walau matanya sesekali terpejam, seragam itu tetap terpasang rapi di tubuhnya.Dengan malas ia mengkuncir satu rambutnya. Lyshi membawa kakinya ke depan cermin untuk melihat penampilan barunya. Sudut bibirnya terangkat melihat pantulan dirinya di dalam cermin.Seragam itu melekat apik pada tubuh mungilnya. Wajahnya terlihat natural tanpa polesan apapun."Seragamnya cocok banget sama Lyshi. Berasa lihat bidadari, Lyshi tuh." Lyshi memutar tubuhnya beberapa kali, senyum kembali tergelincir dari bibir tipisnya."Ma, pa, bang. Lyshi cantik, kan?" gadis itu memekikkan suaranya setelah menginjakkan kaki di ruang makan.Serentak mereka menoleh. Fokus sarapan mereka tersita oleh suara keras Lyshi."Iya. Anak papa cantik."Ana tersenyum. "Wah, cantiknya anak mam
Bian menatap langit-langit kamarnya. Di sinilah dia berada. Bian memang sedang mencoba menghindari Lyshi. Lebih tepatnya dia ingin mengetahui apakah sahabat perempuannya akan merasa kehilangan jika dia menjauhinya atau tidak. Tapi jawabannya masih semu, Lyshi sama sekali tak peka, gadis itu tidak sadar jika Bian menjauhinya.Bian tahu, seharusnya dia tak perlu melakukan tindakan sejauh ini. Bian hanya berpikir, pasti Lyshi akan merasa berbeda jika dia tak berada di sampingnya, tapi kenyataannya apa? Justru dia yang merasakan kegelisahan itu.Lelaki itu termenung. Memikirkan kemungkinan yang akan terjadi jika dia tetap menjauhi Lyshi. Memikirkan hal itu, Bian langsung memejamkan matanya dan menggeleng pelan, berusaha menghilangkan bayangan tersebut.Bian tahu betul bagaimana sifat sahabatnya. Dan itu semua pasti akan berpengaruh terhadap tindakannya tersebut. Bian tak akan pernah membiarkan hal dalam bayangannya terjadi.Bian kembali membuka mata. Me
Beberapa tahun berlalu. Lyshi, gadis yang dahulu berada di keterpurukan kini sudah bangkit dan berubah kepribadian menjadi gadis ceria.Usianya kini sudah menginjak angka 15, saat-saat dimana ia mulai memasuki masa SMA. Masa terindah kalau kata orang-orang.Gadis itu turun dari lantai atas dimana kamarnya berada, penampilannya membuat perut serasa menggelitik. Rambut dikepang dua dengan seragam putih biru, itu masih berada dibatas wajar. Kali ini sudah tak wajar, di lehernya terpampang kalung berbandul terong ungu, tak lupa gelang berbahan dasar kacang panjang yang melingkar di tangan kirinya.Tawa menggeleger menyambut kehadiran Lyshi. Dika-lelaki yang notabene adalah kakak tirinya tertawa terpingkal, saking parahnya sampai memukul-mukul meja makan."Hahaha ..... lihat ma, Lyshi jualan sayur." Dika beranjak dari duduknya, kemudian mengintari tubuh adiknya.Lyshi merotasikan bola matanya. "Ma, lihat tuh abang," adu Lyshi pada Ana.Hubungan m
Matahari telah kembali ke peraduannya, menebarkan rona keemasan di langit cerah. Menyebarkan cahayanya ke seluruh penjuru negeri.Siang itu matahari bersinar dengan terik, seterik jiwa Lyshi.Hari ini menjadi hari yang sangat ingin Lyshi hindari, meski ia tahu tak akan bisa menghindarinya.Tak terasa penceraian kedua orang tuanya telah terjadi, baru saja hakim memukul palu, mengumumkan putusnya hubungan sakral kedua orang tuanya. Hubungan Fandi dan Reha kini hanya sebatas angan, telah usai dan tak akan bisa kembali seperti semula.Sedari sidang Lyshi hanya diam, ia tak sanggup melontarkan kata. Perpisahan kedua orang tuanya membuatnya amat terpukul, dadanya sesak menerima fakta penceraian itu.Fandi menatap pundak Lyshi, putri sulungnya terus saja menunduk. "Lyshi, jangan nunduk terus. Papa minta maaf, tapi semuanya sudah terjadi, kamu harus berusaha menerima," ujarnya membelai surai kecoklatan putrinya.Lyshi tak menanggapi. Reha rasa dia p
"Lyshi! Kamu sama Era kemana? Kenapa nggak ada dirumah!" geram orang di sebrang sana.Lyshi menjauhkan telinga dari smartwarchnya. Si penelpon itu adalah papanya. "Iya pa, bentar lagi juga pulang kok," ujarnya dengan kesal, padahal ia sedang asik bermain dengan Rama, malah direcokiFandi menghela napas. "Jangan iya-iya terus. Sekarang kamu dimana? Kasih tahu lokasinya ke papa! Mama nyariin kalian," tanya Fandi dengan nada khawatirGadis itu menghembuskan napas berat. "Di lapangan yang kemarin," tutur Lyshi memutusakan panggilan secara sepihak.Rama yang sedari tadi menyimak akhirnya bertanya. "Siapa, Ra?""Papa," ucap Lyshi dengan lesu.Rama menganggukkan kepalanya. "Kamu ke sini nggak izin dulu?" Rama kembali bertanya. Entahlah, Lyshi rasa sekarang lelaki itu banyak bicara.Gadis itu hanya menjawab dengan cengiran kecil.Suasana kembali hening, hanya angin sopoi-sopoi yang berpartisipasi meramaikan suasana siang itu.Hingga suar