Di penghujung bulan Oktober, jalanan daerah Palong di ibu kota Muliapraja basah kuyup akibat hujan deras yang mengguyur. Hari Jumat malam itu, deras air hujan dan angin kencang bertubi-tubi menghantam atap dan jendela gedung, menimbulkan suara nyaring yang memekakkan telinga.
Di sudut selatan perempatan besar tersebut, galeri seni Caravaggio Lombardi berdiri megah. Atapnya yang berbentuk kubah dan fasad kaca memantulkan semua cahaya yang menimpanya.
Gedung pameran dan studio seni seluas seratus tiga puluh lima meter persegi itu memperlihatkan keanggunan dan kelembutan interior yang menenteramkan. Suara derasnya hujan diluar sana seolah sesuatu yang jauh dan sama sekali tidak mengganggu para pengunung.
Warna dinding berwarna putih teduh berpadu lantai kayu coklat pekat. Lampu-lampu dalam galeri dirangkai secara estetis menerangi seisi ruangan dengan intensitas yang tepat agar masing-masing karya seni tampil optimal.
Satu pasangan muda berdiri sambil berpegangan tangan dan berdiskusi di depan salah satu lukisan berukuran dua kali tiga meter yang bergaya romantisisme. Sebuah pemandangan kapal pinisi yang diterjang badai lautan pada malam hari nampak begitu mencekam. Pasangan itu terpikat oleh detail dan emosi kuat yang muncul dari lukisan itu.
Tumbukan ombak dan tiupan angin mengombang-ambingkan kapal itu. Layarnya telah tergulung, namun ia seperti tidak mau menyerah. Buih ombak membumbung tinggi terlihat seperti ratusan permata yang berkilau. Kilatan petir yang menyambar di antara awan hitam menambah kesan dramatis dan ketegangan. Pasangan itu kemudian menyimpulkan bahwa mahakarya itu adalah tentang perjuangan dan keberanian.
Di sudut lain galeri, empat orang pemuda yang mengenakan pakaian santai dan tas punggung terkesima melihat bola besar dari bahan kuningan. Karya seni itu tidak seperti yang pernah mereka lihat sebelumnya. Bola itu berdiameter sekitar dua meter, dan digantung di langit-langit dengan rantai logam.
Pada permukaan bola terpahat sebuah relief burung rajawali dengan sayap terbentang dan cakar kekarnya mencengkeram erat seekor ular yang membelit seekor rusa. Kriya tiga dimensi itu merupakan simbol kekuasaan dan kematian, sebuah siklus hidup dan mati di alam. Sebuah mahakarya simbolisme dari visi dan keterampilan senimannya. Pada bagian bawah bola terpahat tulisan “Sebuah Makna Mortalitas. Mahakarya Caravaggio Lombardi”
Di lantai mezzanine galeri seninya, Caravaggio Lombardi duduk di belakang mejanya dan memeriksa beberapa berkas. Ia sibuk merencanakan pameran tunggal yang akan menampilkan karya kekasihnya, Nadya Kirana, seniman muda berbakat dan sedang naik daun.
Pameran bertajuk "Gelombang Intuisi Warna Nadya Kirana" ini akan menampilkan koleksi lukisan terbarunya yang mengangkat tema emosi, ekspresi, dan energi. Pameran tersebut akan digelar di sana bulan depan selama seminggu penuh, dan Caravaggio, atau yang akrab disapa Carlo, bertekad mempersiapkan segala sesuatunya sesempurna mungkin.
Tata letak galeri, pencahayaan, musik, dan katering telah selesai diatur. Ia juga telah mengundang sejumlah tokoh berpengaruh dan terkemuka di dunia seni. Kolektor lukisan, pecinta seni, kritikus, jurnalis, dan kurator. Ia ingin memastikan pameran Nadya sukses dan bakatnya diapresiasi khalayak luas.
Dan ada satu alasan pribadi dan romantis Carlo atas persiapannya yang cermat. Ia memutuskan pada penutupan acara pameran, Carlo akan melamar Nadya. Sebuah cincin safir biru yang serasi dengan warna binar mata Nadya telah dipesannya secara khusus. Carlo yakin Nadya akan menyukainya dan menerima lamarannya.
Mereka telah menjadi sepasang kekasih selama lebih dari dua tahun. Carlo masih ingat pertama kali mereka bertemu pada pameran dan simposium seni modern, dimana ia hadir sebagai salah satu pembicara.
Saat itu, nama Caravaggio Lombardi sudah terkenal lewat karya-karyanya yang inovatif dan menantang standar seni konvensional. Carlo mempunyai reputasi sebagai seniman yang eksentrik, namun juga brilian dan karismatik.
Carlo sudah terbiasa dikagumi tapi dia belum pernah merasakan cinta sejati. Hingga ketika ia melihat Nadya, mahasiswa tingkat akhir Akademi Seni Rupa Nasional, yang ikut serta dalam acara tersebut bersama teman-temannya. Mereka memamerkan karya seni rupa amatirnya, dengan harapan mendapat masukan dan paparan.
Ketertarikan Carlo kepada Nadya datang begitu cepat dan tidak terduga. Nadya menonjol karena kecantikan alaminya. Rambut hitam panjang Nadya kontras dengan warna kulitnya yang kuning langsat. Lukisannya terasa begitu hidup dan ekspresif, memperlihatkan intuisi dan kreativitasnya secara tegas. Carlo mendekatinya dan memuji karyanya, dan mereka memulai percakapan.
Carlo terkejut dengan kecerdasan dan kerendahan hati Nadya yang terkesan misterius. Seketika itu ia luruh pada perasaan yang belum pernah dirasakan sebelumnya.
Nadya pun terkesan dengan Carlo yang hangat dan ramah, berbeda dengan kesan pribadinya di depan umum. Dia merasakan kedewasaan dan pengalamannya, serta rasa penasaran tentang kehidupan seninya. Mereka bertukar nomor telepon dan sepakat untuk bertemu lagi.
Sejak saat itu, mereka sering berkencan, sekadar ngobrol di kafe atau mengunjungi museum besar. Mereka berbagi minat dan pandangan mereka tentang seni, dan mereka belajar satu sama lain. Berbagai persamaan dan perbedaan yang mereka temui satu sama lain justru membuat mereka semakin saling mengagumi. Rentang sebelas tahun usia seolah tidak berarti dalam hubungan mereka.
Carlo membantu Nadya mengembangkan keterampilan dan kepercayaan dirinya. Sebaliknya, Nadya membantu Carlo melunakkan egonya, dan menginspirasinya dengan kesegaran dan optimismenya.
Ketika enam bulan yang lalu Nadya menyelesaikan seratus karya lukisnya, Carlo yakin itulah waktu yang tepat untuk mengusung nama Nadya Kirana sebagai seorang pelukis profesional melalui sebuah pameran tunggal di galerinya.
Sekarang setelah hampir satu jam berkutat dengan daftar nama calon tamu undangan, Carlo memutuskan untuk meluangkan waktu dengan para pengunjung galerinya. Ia selalu berusaha menyapa dan berbincang bersama mereka. Tapi itu bukan tujuan utamanya.
*****
Carlo sangat menyayangi karya-karya seni yang ada dalam galerinya. Sekalipun tidak semuanya adalah karya seni miliknya, ia tetap merawat mereka seperti anak-anaknya sendiri.Dari perbincangan dengan para pengunjung, Carlo dapat mengetahui apakah mereka seorang seniman, kolektor karya seni, atau pedagang yang bermaksud membajak para seniman yang karyanya dikelola oleh Carlo, atau bahkan sekedar orang picisan yang berkunjung ke galeri-galeri dan museum besar demi pencitraan di media sosial.Hanya bila Carlo merasa yakin, ia akan meminta mereka untuk bertukar kartu nama. Atau bahkan mungkin saja mengundang mereka dalam pameran-pameran di galerinya.Perhatiannya kini tertuju pada sekelompok anak muda yang berkerumun di salah satu mahakaryanya. Ia merasa perlu segera menghampiri mereka. Carlo selalu curiga pada pengunjung galeri seni yang berpenampilan serampangan lalu berlagak seakan mereka adalah karya seni yang hidup.Bagi Carlo, karya seni adalah sesuatu yang sakral dan galeri maupun m
Sebuah operasi rahasia penyergapan tiga kapal besar penangkap ikan yang menyelundupkan narkoba jenis sabu di Pelabuhan Perikanan Samudra Selatan telah menghebohkan seantero negeri. Sore harinya, sejumlah media massa nasional menyiarkan berita tentang bagaimana paket-paket narkoba seberat hampir dua ton yang telah dibungkus rapi dan disembunyikan di dalam perut-perut ikan besar dan dimuat di kapal. Keberhasilan dari kerjasama antara pihak Kepolisian Negara bersama Lembaga Negara Urusan Narkotika dan Angkatan Laut dalam operasi luar biasa itu juga menjadi tajuk utama pemberitaan. Berita terkait lainnya antara lain adalah tentang penahanan puluhan orang dari sebuah gudang bongkar muat dekat dermaga yang menjadi tempat penyimpanan dan pengemasan ikan-ikan berisi narkoba tersebut untuk kemudian diangkut dengan belasan truk menuju lokasi-lokasi yang telah ditentukan. Dalam sebuah konferensi pers, Kepala Urusan Publikasi Kepolisian Negara membeberkan runtutan upaya pihak Kepolisian dalam me
Guntur Gheni cukup puas mengetahui keberhasilan penindakan yang dilakukan terhadap si komisaris, Suhanda Bong. Ia sepenuhnya mengerti bahwa sebagaimana kekuasaan bisa melenakan, kekuasaan bisa pula memampukan. Semua tergantung tujuannya.“Apa berita lainnya?” tanyanya.Wignya bersiap untuk menyampaikan hal berikutnya. Dengan sikap tenang ia menyampaikan Informasi tentang keterlibatan Kaindra dalam penyelundupan narkoba yang dibongkar oleh tim gabungan bersama Kepolisian Negara pagi hari tadi.“Ada rekaman komunikasi antara Kaindra dengan anggota sindikat narkotika internasional yang diterima Lembaga Negara Urusan Narkotika. Dari situ. Kita berusaha secepatnya untuk mendapatkan salinan percakapan itu.”Ada kecemasan nyata dalam nada bicara Wignya. Guntur memperhatikan Wignya dengan serius dari balik kepulan asap rokoknya.Wignya pun melanjutkan. “Dan salah seorang kapten kapal yang ditangkap, dia menyebut nama Kai. Juga, dua puluh delapan orang kita ditangkap di lokasi. Kebanyakan angg
Kurang dari satu jam, sebuah helikopter berwarna hitam mendarat di landasan pacu pribadi vila Gagak Barong. Baling-balingnya melambat hingga berhenti sepenuhnya. Dan keluarlah Magnus Kanigara, orang pertama yang tiba di pertemuan malam itu. Wignya Shuman, yang dikenal karena kesabaran sikapnya, sudah menunggu di aula depan yang megah bersama dua orang pengawal. Magnus menghampirinya dan keduanya lalu saling berpelukan layaknya saudara. Tapi seketika wajah Magnus berubah serius. “Apakah ini serumit yang kukira?” dia bertanya, suaranya nyaris berbisik. Wignya memberikan tepukan menenangkan di punggung Magnus. "Saya harap tidak. Tapi kita akan membicarakannya nanti, oke? Masuklah, kak Guntur menunggu di kantor. Aku masih menunggu yang lain.” "Oke, Gie," jawab Magnus. Ada kekhawatiran yang tak terucap di suaranya. Beberapa menit kemudian, Wignya, yang berdiri di dekat jendela besar, melihat sebuah mobil sedan BMW 740Li biru metalik memasuki gerbang. Eksteriornya yang halus berkilau di
Magnus Kanigara membasahi tenggorokannya dengan seteguk anggur dari gelasnya. Ia kemudian meletakkannya kembali ke meja dan angkat bicara.“Kita sudah saling mengenal sejak lama, bahkan sebelum kesepakatan itu dibuat. Tak satu pun dari kami yang luput dari kebaikan-kebaikanmu. Dan terlepas dari segala konflik yang ada sejauh ini, kita bersama telah menjalani tiga tahun terakhir ini dengan sangat baik.”Wignya Shuman mengangguk pelan, mengamini apa yang dikatakan Magnus.“Apa yang terjadi pada Kai atau siapapun diantara kita, tak ada bedanya. Tak perlu saling menyalahkan. Seperti pepatah kuno bilang, daripada mengutuk kegelapan, lebih baik kita menyalakan lilin.” lanjut Magnus.Guntur menatap Magnus dengan serius. Namun tatapannya lebih menyerupai seekor alap-alap yang sedang mempelajari titik lemah dari calon korbannya.Magnus menoleh kepada Wignya. “Gie, kau keberatan kalau aku..?” “Tidak! Tentu tidak, silahkan,” sahut Wignya spontan.Magnus mengangguk. ”Okay, jadi dari apa yang aku
Ketika semua sudah berjalan keluar dan pintu kantornya ditutup, Guntur kembali duduk di kursi meja kerjanya.Di pelataran depan, Yudanta berpamitan dengan Wignya.“Kau kirimkan enam dus Glenlivet 18 besok. Aku kirimkan uangnya nanti,” ujar Wignya. Yudanta menanggapi dengan memberi Wignya salam hormat sebelum kemudian menutup pintu mobilnya dan melaju pergi.Tanpa disadari oleh Yudanta, Wignya telah memerintahkan salah seorang pengawal untuk memasang alat pelacak lokasi di mobilnya. Dari isyarat tubuhnya, Guntur telah menetapkan Yudanta sebagai target pengintaian.Wignya kemudian berpaling pada Magnus yang masih terlihat sibuk dengan ponselnya.“Kau akan pulang sekarang atau…?” tanya Wignya.“Ah iya, aku akan pulang sekarang dan mencoba beristirahat. Jika ada berita baru…”“Ya, aku tahu! Terima kasih,” sela Wignya sebelum Magnus sempat menyelasaikan kalimatnya.“Okay.. Masuklah, tak perlu mengantarku” sahut Magnus melambaikan tangan melewati Wignya. Ia berjalan ke kart golf yang baru s
Hari Sabtu sore di pertengahan bulan Oktober tahun 2016, suasana pelataran belakang vila di tanah seluas dua hektar milik Guntur Gheni nampak meriah. Dua tenda kanopi besar lengkap dengan rangkaian lampu kecil dan balon putih berpita emas menjulang megah. Di bawah tenda-tenda itu tersaji aneka kue dan roti hangat. Di ujung tengah pelataran itu berdiri panggung dimana sekelompok pemusik melantunkan musik nostalgia yang menghadirkan suasana romantis.Hari ini adalah perayaan pernikahan ketiga puluh tahun Guntur Gheni, sang pemimpin organisasi Gagak Barong dan istrinya, Harita Mauly. Dan sore itu, para tamu undangan berdatangan ke vila yang terletak di pinggiran kota Wirakarta untuk menghormati mereka.Wignya Shuman, adik angkat sekaligus penasehat pribadi Guntur Gheni, yang ditemani beberapa pengawalnya terlihat sibuk menyambut tamu-tamu yang baru datang. Beberapa pelayan lain sibuk menumpuk kotak-kotak hadiah yang dibawakan para tamu dengan serapi mungkin pada sebuah meja panjang. Wign
Guntur Gheni memiliki bakat alami sebagai pemimpin. Di bawah komandonya, ia telah mengembangkan Gagak Barong menjadi sebuah organisasi besar yang disegani.Bisnis-bisnisnya mencakup serikat pekerja, yang merupakan warisan ayahnya, lalu nightclub kelas atas yang tersebar di kota-kota besar, dan peredaran aneka jenis minuman beralkohol dari ujung timur hingga ujung barat negeri. Kemudian yang termahsyur adalah bisnis kasino besar dilengkapi hotel mewah yang beroperasi secara tertutup di sebuah pulau terpencil.Relasi Guntur mengakar sampai ke kementerian dan aparatur negara, partai politik, dan perusahaan-perusahaan besar yang menjalin kerjasama dengan serikat pekerjanya. Guntur pun tidak menampik bahwa organisasinya juga terikat pada kekuatan-kekuatan yang lebih besar daripada yang ia miliki.Pencucian uang, dukungan bagi beberapa calon-calon kepala daerah dan anggota legislatif negara dalam pemilihan umum, dan akomodasi lain yang ia berikan demi kelancaran dan keamanan bisnis organisa
Ketika semua sudah berjalan keluar dan pintu kantornya ditutup, Guntur kembali duduk di kursi meja kerjanya.Di pelataran depan, Yudanta berpamitan dengan Wignya.“Kau kirimkan enam dus Glenlivet 18 besok. Aku kirimkan uangnya nanti,” ujar Wignya. Yudanta menanggapi dengan memberi Wignya salam hormat sebelum kemudian menutup pintu mobilnya dan melaju pergi.Tanpa disadari oleh Yudanta, Wignya telah memerintahkan salah seorang pengawal untuk memasang alat pelacak lokasi di mobilnya. Dari isyarat tubuhnya, Guntur telah menetapkan Yudanta sebagai target pengintaian.Wignya kemudian berpaling pada Magnus yang masih terlihat sibuk dengan ponselnya.“Kau akan pulang sekarang atau…?” tanya Wignya.“Ah iya, aku akan pulang sekarang dan mencoba beristirahat. Jika ada berita baru…”“Ya, aku tahu! Terima kasih,” sela Wignya sebelum Magnus sempat menyelasaikan kalimatnya.“Okay.. Masuklah, tak perlu mengantarku” sahut Magnus melambaikan tangan melewati Wignya. Ia berjalan ke kart golf yang baru s
Magnus Kanigara membasahi tenggorokannya dengan seteguk anggur dari gelasnya. Ia kemudian meletakkannya kembali ke meja dan angkat bicara.“Kita sudah saling mengenal sejak lama, bahkan sebelum kesepakatan itu dibuat. Tak satu pun dari kami yang luput dari kebaikan-kebaikanmu. Dan terlepas dari segala konflik yang ada sejauh ini, kita bersama telah menjalani tiga tahun terakhir ini dengan sangat baik.”Wignya Shuman mengangguk pelan, mengamini apa yang dikatakan Magnus.“Apa yang terjadi pada Kai atau siapapun diantara kita, tak ada bedanya. Tak perlu saling menyalahkan. Seperti pepatah kuno bilang, daripada mengutuk kegelapan, lebih baik kita menyalakan lilin.” lanjut Magnus.Guntur menatap Magnus dengan serius. Namun tatapannya lebih menyerupai seekor alap-alap yang sedang mempelajari titik lemah dari calon korbannya.Magnus menoleh kepada Wignya. “Gie, kau keberatan kalau aku..?” “Tidak! Tentu tidak, silahkan,” sahut Wignya spontan.Magnus mengangguk. ”Okay, jadi dari apa yang aku
Kurang dari satu jam, sebuah helikopter berwarna hitam mendarat di landasan pacu pribadi vila Gagak Barong. Baling-balingnya melambat hingga berhenti sepenuhnya. Dan keluarlah Magnus Kanigara, orang pertama yang tiba di pertemuan malam itu. Wignya Shuman, yang dikenal karena kesabaran sikapnya, sudah menunggu di aula depan yang megah bersama dua orang pengawal. Magnus menghampirinya dan keduanya lalu saling berpelukan layaknya saudara. Tapi seketika wajah Magnus berubah serius. “Apakah ini serumit yang kukira?” dia bertanya, suaranya nyaris berbisik. Wignya memberikan tepukan menenangkan di punggung Magnus. "Saya harap tidak. Tapi kita akan membicarakannya nanti, oke? Masuklah, kak Guntur menunggu di kantor. Aku masih menunggu yang lain.” "Oke, Gie," jawab Magnus. Ada kekhawatiran yang tak terucap di suaranya. Beberapa menit kemudian, Wignya, yang berdiri di dekat jendela besar, melihat sebuah mobil sedan BMW 740Li biru metalik memasuki gerbang. Eksteriornya yang halus berkilau di
Guntur Gheni cukup puas mengetahui keberhasilan penindakan yang dilakukan terhadap si komisaris, Suhanda Bong. Ia sepenuhnya mengerti bahwa sebagaimana kekuasaan bisa melenakan, kekuasaan bisa pula memampukan. Semua tergantung tujuannya.“Apa berita lainnya?” tanyanya.Wignya bersiap untuk menyampaikan hal berikutnya. Dengan sikap tenang ia menyampaikan Informasi tentang keterlibatan Kaindra dalam penyelundupan narkoba yang dibongkar oleh tim gabungan bersama Kepolisian Negara pagi hari tadi.“Ada rekaman komunikasi antara Kaindra dengan anggota sindikat narkotika internasional yang diterima Lembaga Negara Urusan Narkotika. Dari situ. Kita berusaha secepatnya untuk mendapatkan salinan percakapan itu.”Ada kecemasan nyata dalam nada bicara Wignya. Guntur memperhatikan Wignya dengan serius dari balik kepulan asap rokoknya.Wignya pun melanjutkan. “Dan salah seorang kapten kapal yang ditangkap, dia menyebut nama Kai. Juga, dua puluh delapan orang kita ditangkap di lokasi. Kebanyakan angg
Sebuah operasi rahasia penyergapan tiga kapal besar penangkap ikan yang menyelundupkan narkoba jenis sabu di Pelabuhan Perikanan Samudra Selatan telah menghebohkan seantero negeri. Sore harinya, sejumlah media massa nasional menyiarkan berita tentang bagaimana paket-paket narkoba seberat hampir dua ton yang telah dibungkus rapi dan disembunyikan di dalam perut-perut ikan besar dan dimuat di kapal. Keberhasilan dari kerjasama antara pihak Kepolisian Negara bersama Lembaga Negara Urusan Narkotika dan Angkatan Laut dalam operasi luar biasa itu juga menjadi tajuk utama pemberitaan. Berita terkait lainnya antara lain adalah tentang penahanan puluhan orang dari sebuah gudang bongkar muat dekat dermaga yang menjadi tempat penyimpanan dan pengemasan ikan-ikan berisi narkoba tersebut untuk kemudian diangkut dengan belasan truk menuju lokasi-lokasi yang telah ditentukan. Dalam sebuah konferensi pers, Kepala Urusan Publikasi Kepolisian Negara membeberkan runtutan upaya pihak Kepolisian dalam me
Carlo sangat menyayangi karya-karya seni yang ada dalam galerinya. Sekalipun tidak semuanya adalah karya seni miliknya, ia tetap merawat mereka seperti anak-anaknya sendiri.Dari perbincangan dengan para pengunjung, Carlo dapat mengetahui apakah mereka seorang seniman, kolektor karya seni, atau pedagang yang bermaksud membajak para seniman yang karyanya dikelola oleh Carlo, atau bahkan sekedar orang picisan yang berkunjung ke galeri-galeri dan museum besar demi pencitraan di media sosial.Hanya bila Carlo merasa yakin, ia akan meminta mereka untuk bertukar kartu nama. Atau bahkan mungkin saja mengundang mereka dalam pameran-pameran di galerinya.Perhatiannya kini tertuju pada sekelompok anak muda yang berkerumun di salah satu mahakaryanya. Ia merasa perlu segera menghampiri mereka. Carlo selalu curiga pada pengunjung galeri seni yang berpenampilan serampangan lalu berlagak seakan mereka adalah karya seni yang hidup.Bagi Carlo, karya seni adalah sesuatu yang sakral dan galeri maupun m
Di penghujung bulan Oktober, jalanan daerah Palong di ibu kota Muliapraja basah kuyup akibat hujan deras yang mengguyur. Hari Jumat malam itu, deras air hujan dan angin kencang bertubi-tubi menghantam atap dan jendela gedung, menimbulkan suara nyaring yang memekakkan telinga.Di sudut selatan perempatan besar tersebut, galeri seni Caravaggio Lombardi berdiri megah. Atapnya yang berbentuk kubah dan fasad kaca memantulkan semua cahaya yang menimpanya.Gedung pameran dan studio seni seluas seratus tiga puluh lima meter persegi itu memperlihatkan keanggunan dan kelembutan interior yang menenteramkan. Suara derasnya hujan diluar sana seolah sesuatu yang jauh dan sama sekali tidak mengganggu para pengunung.Warna dinding berwarna putih teduh berpadu lantai kayu coklat pekat. Lampu-lampu dalam galeri dirangkai secara estetis menerangi seisi ruangan dengan intensitas yang tepat agar masing-masing karya seni tampil optimal.Satu pasangan muda berdiri sambil berpegangan tangan dan berdiskusi di
Pukul 7.20 malam, setelah perayaan selesai, Guntur Gheni bersama Wignya Shuman dan Zethra Adyatman berkumpul di ruang kerjanya. Mereka hendak merencanakan tindak lanjut untuk membereskan perkara serikat pekerja yang telah dibahas sebelumnya.Wignya Shuman menuangkan Glenlivet 18 ke dalam tiga gelas kristal lalu menyajikannya kepada Guntur dan Zethra. Tak lama berselang, Kaindra Gheni masuk.“Sorry, aku masih agak lapar jadi aku mengambil ini dulu.” Ia menunjukkan piring berisi beragam eclairs. Guntur tak mengacuhkannya dan justru balik bertanya, “Kau sudah menemui mamamu?”“Ya, baru saja aku bertemu mama di dapur,” jawabnya ringan.“Baguslah!”Sejenak Guntur hendak menanyakan apakah Kaindra memberikan kado bagi Harita, tapi ia mengurungkan niatnya. Bila ternyata tidak, itu akan mempermalukan Kaindra dan dirinya di depan yang lain.Guntur menyalakan sebatang rokok dan menyandarkan punggung ke kursi. Setelah Kaindra duduk, ia segera memulai rapat.“Aku mau perkara ini selesai cepat dan
Harita berjalan berdampingan dengan Guntur yang membawa kotak anggur yang diberikan oleh Tuan Anwar Imran. Dia melihat seorang pelayan perempuan yang berdiri tidak jauh dan segera melambaikan tangannya.“Teman sejati yang semakin langka,” kata Guntur kepada Harita tiba-tiba.“Tolong kamu letakkan ini di ruang kerja bapak,” pesan Harita kepada si pelayan yang menghampirinya.“Baik, bu” jawab si pelayan sambil menerima kotak itu dan bergegas pergi.“Kau benar,” Harita menanggapi ucapan suaminya. “Di dunia yang dangkal dan serba pamrih ini, jarang sekali kita bertemu orang yang tulus dan setia. Kau lihat wajahnya yang berseri, orang tua itu tampak benar-benar berbahagia untuk kita. Ketulusan yang mengingatkan aku pada ayahmu. Mereka agak mirip sebenarnya.”Guntur diam sejenak dan membandingkan Tuan Anwar dan ayahnya. “Benar juga!”“Coba lihat hadiah dari Pak Anwar ini,” lanjut Harita. “Dia sangat bijaksana meminta Qirani untuk memilih hadiah bagiku.” Harita membuka kembali kotak anting-a