Beranda / Urban / Saga Sang Gagak Barong / BAB IV : Tidak Ada Kata Cukup Bagi Mereka Yang Tamak

Share

BAB IV : Tidak Ada Kata Cukup Bagi Mereka Yang Tamak

Penulis: Kurusinasan
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-25 14:45:41

Pukul 7.20 malam, setelah perayaan selesai, Guntur Gheni bersama Wignya Shuman dan Zethra Adyatman berkumpul di ruang kerjanya. Mereka hendak merencanakan tindak lanjut untuk membereskan perkara serikat pekerja yang telah dibahas sebelumnya.

Wignya Shuman menuangkan Glenlivet 18 ke dalam tiga gelas kristal lalu menyajikannya kepada Guntur dan Zethra. Tak lama berselang, Kaindra Gheni masuk.

Sorry, aku masih agak lapar jadi aku mengambil ini dulu.” Ia menunjukkan piring berisi beragam eclairs. Guntur tak mengacuhkannya dan justru balik bertanya, “Kau sudah menemui mamamu?”

“Ya, baru saja aku bertemu mama di dapur,” jawabnya ringan.

“Baguslah!”

Sejenak Guntur hendak menanyakan apakah Kaindra memberikan kado bagi Harita, tapi ia mengurungkan niatnya. Bila ternyata tidak, itu akan mempermalukan Kaindra dan dirinya di depan yang lain.

Guntur menyalakan sebatang rokok dan menyandarkan punggung ke kursi. Setelah Kaindra duduk, ia segera memulai rapat.

“Aku mau perkara ini selesai cepat dan efektif, tanpa menyalakan lilin atau membeli seragam mereka. Yang pertama terlalu riskan, yang kedua karena kita tak perlu menabur garam di laut.”

Guntur menghisap rokoknya lagi. Wignya paham apa yang maksudkan Guntur. Menyalakan lilin berarti menghabisi sang Komisaris, dan itu beresiko tinggi. Keberadaan orang itu pasti dilindungi oleh kesepakatan antar kedua negara. Kematiannya akan membuat kekacauan besar.

Membeli seragam yang berarti menyuap para anggota Dewan Direksi juga percuma. Biayanya kurang lebih setara dengan jumlah pesangon bagi seratus dua puluh delapan pekerja yang dipecat.

Guntur Gheni paham bahwa keserakahan seringkali bukan masalah finansial, melainkan mental. Tak ada kata cukup bagi mereka yang tamak.

“Ada hal lain yang perlu kita ketahui tentang si Komisaris ini?” tanya Guntur.

Sementara Kaindra mengunyah cappuccino éclair, Zethra yang duduk di hadapannya diam dan mengkaji semua kekurangannya dalam menangani perkara ini.

Zethra Adyatman memang cakap dalam hal administrasi dan menjalin kedekatan dengan para anggota serikat pekerjanya. Ia kerap dipuji karena kepeduliannya terhadap orang yang membutuhkan bantuan.

Tapi Zethra memiliki kelemahan. Ia hanya berani menghadapi orang yang otoritasnya lebih lemah darinya. Tidak masalah baginya untuk berduel dengan orang yang bertubuh lebih besar darinya, tapi ia akan berpikir berulang kali untuk menghadapi orang yang lebih berkuasa darinya.

Wignya Shuman yang mengerti gelagat ketidak puasan kakak angkatnya, segera membuka catatannya. Ia menemukan informasi yang diperlukannya. Tapi sebelum sempat membaca, Guntur sudah terlanjur angkat bicara.

“Kalau dia tidak pernah ke prostitusi, lalu dari mana dia mendapatkan wanitanya? Dan kemana ia membawanya? Hotel? Atau pulang ke tempatnya?”

Dengan sabar Wignya menunggu sampai kakak angkatnya selesai berbicara dan kemudian menanggapi pertanyaan-pertanyaan Guntur. Dua minggu yang lalu, Wignya telah meminta Sena, pengawal kepercayaannya, untuk membayangi si Komisaris. Selama dua minggu itu, Sena mengamati dimana orang itu tinggal, gaya berpakaiannya, kemana saja ia pergi, rute yang biasa ia lewati, dan figur wanita yang disukainya.

Guntur Gheni terdiam untuk mengolah semua informasi yang diterimanya sambil sesekali menenggak minuman. Wignya dan Zethra saling berbisik. Kaindra yang sedang menuang segelas anggur putih mendadak bersuara, “Kenapa tidak menyingkirkannya saja dengan membuat seolah-olah itu kecelakaan? No risk at all!”

Wignya menghembuskan nafas lalu menjelaskan, “Penggantinya belum tentu lebih baik dari orang itu. Dan lagi, kau sebaiknya menyimak, anak muda. Ayahmu sudah mengatakan untuk tidak menyalakan lilin.”

Kaindra menyadari kebenaran ucapan pamannya, tapi harga dirinya telah tergores. Ia pun melihat ayahnya masih tak bergeming. Lalu dengan nada sinis dan sedikit menantang, Kaindra bertanya kepada Wignya,”Kalau begitu apa saran paman?”

Wignya berkata pelan, “Aku benci mengetahui kelemahannya adalah wanita.”

Wignya memiliki sebuah gagasan tapi enggan mengungkapkannya. Ia bermaksud menunggu Guntur mengemukakan rencana, tapi Kaindra terlanjur menantangnya dan ia tidak bisa menepisnya begitu saja.

“Baiklah! Kita butuh seorang gadis muda yang cantik dan oriental seperti yang disukainya. Tapi yang terpenting, pastikan dia tidak memiliki orang yang akan merindukannya. Yudanta bisa mendapatkan yang seperti itu” kata Wignya mulai menjelaskan.

“Jumat malam, enam hari lagi, adalah acara pembukaan nightclub baru kita.

“Sinner’s Sanctuary?” tanya Kaindra mengonfirmasi.

“Ya. Kita undang dia kesana dan memberinya satu VIP lounge” Wignya melanjutkan.

“Setelah dia datang, wanita kita ini akan mendekati dan mengajaknya minum di bar. Disana Yudanta akan memberi kode kepada bartender untuk memasukkan obat tidur dalam mocktail apapun yang dipesannya. Lalu ia akan mengajaknya bersetubuh di lounge. Begitu dia selesai dan tertidur, Yudanta akan mengeksekusi wanita itu dengan pistol yang dibawanya, menaburkan puluhan pil ekstasi disana, dan menaruh senjata digenggaman tangannya.”

“Wow! That’s cool!” Kaindra tertarik dengan ide pamannya.

Wignya mengungkap rencananya lebih lanjut. “Saat dia tersadar dan panik, aku dan Zethra akan memperkenalkan diri sebagai perwakilan organisasi Gagak Barong dan mengatakan bahwa tempat itu dikelola oleh organisasi. Komisaris itu akan mengetahui bahwa kami bisa membereskan masalah itu tanpa diketahui publik.”

Ia lalu berhenti sejenak dan menenggak minumannya. “Sebagai balasan, kita minta masalah serikat pekerja kita dibereskan dalam seminggu. Bagaimana?”

“Itu benar benar ide yang brillian, paman!” Kaindra Gheni langsung beranjak dari duduknya, bertepuk tangan dan tertawa penuh kekaguman. Zethra yang merasa teryakinkan oleh pujian Kaindra kepada pamannya kemudian ikut bertepuk tangan.

Melihat ayahnya masih terdiam, Kaindra tidak tahan untuk bertanya, “Jadi bagaimana menurutmu, Pa? Itu ide yang bagus ‘kan?!”

Zethra dan Wignya kemudian juga menengok ke arah Guntur Gheni dan menunggu tanggapannya. Guntur masih terdiam, sampai beberapa saat kemudian ia menegakkan posisi duduknya.

“Tidak buruk,” ujar Guntur. Ia lalu membenamkan rokoknya ke asbak.

“Hanya saja, pembunuhan bukan solusi mudah seperti dulu. Sulit menutupinya terutama jika dilakukan di ruang publik. Internet dan media sosial membuat siapapun bisa merekam dan mengunggah berita lalu menjadikannya viral. Lagipula, kita bukan pembunuh seperti anggapan orang-orang diluar sana” lanjutnya menjelaskan.

Wignya sama sekali tidak kesal dengan sanggahan Guntur terhadap gagasannya tadi. Ia justru merasa lega karena Guntur menolak rencana pembunuhan gadis itu. Tapi kemudian ia menjadi penasaran dan bertanya, “Lalu apa saranmu, kak?”

“Iya, Pa, bagaimana rencanamu?” tanya Kaindra yang juga penasaran.

“Aku setuju mengundangnya ke pembukaan Sinner’s Sanctuary. Buatkan undangan eksklusif baginya, tapi tanpa fasilitas lounge. Kalau dia mau biar dia membayarnya sendiri. Lagipula, aku ragu dia akan menggunakannya.”

Guntur mengernyitkan dahinya. ”Tujuannya kesana untuk mencari wanita, dan dia akan membawanya ke hotel langganannya. Dimana dia merasa aman.”

Guntur diam dan menyalakan sebatang rokok kemudian menatap pada Kaindra. “Kaindra, kamu akan menjadi bayangannya di hari itu. Informasikan segera jika dia tidak menuju ke nightclub kita. Sena sudah bertugas dua minggu, rutinitas bisa membuat orang lengah.“

Kaindra sontak terkejut mendengar dirinya dilibatkan. “Pa, aku tidak bisa. Aku akan berangkat ke Maladewa Jumat pagi.”

Guntur kesal dan terdiam. Bukan hanya karena tidak bisa diandalkan, tapi Guntur tahu alasan dibalik rencana kepergian Kaindra. Guntur telah menerima laporan bahwa Kaindra sedang berhubungan dengan seniman muda yang cantik. Ia tidak menyukai reputasi Kaindra yang suka bergonta-ganti pasangan.

“Kamu sudah mengatakannya kepada Mamamu?” Guntur bertanya singkat dan mencoba memusatkan perhatiannya kembali ke urusan si Komisaris.

“Sudah, Pa!” Kaindra pun terdiam.

Guntur mengangguk dan suasana ruangan itu menjadi sedikit canggung.

Adalah Wignya Shuman yang kemudian memecah keheningan. “Kak, biar aku saja yang menjadi bayangannya.”

“Jika diperbolehkan, biar aku saja, paman Wignya” sela Zethra. “Setidaknya aku bisa ikut membantu.”

“Baiklah, biar Zethra saja, Wig” kata Guntur kemudian.

Akhirnya diputuskan bahwa Zethra yang akan membuntuti si Komisaris. Wignya akan mengurus sisanya. Magnus Kanigara yang mengenal baik Manager hotel itu akan meminta kerja samanya. Yudanta bertugas memilih gadisnya.

Semuanya telah diatur sebaik mungkin. Mereka berempat bersulang dan meninggalkan ruang kerja itu. Wignya mematikan lampu dan menjadi yang terakhir keluar ruangan.

*****

Bab terkait

  • Saga Sang Gagak Barong   BAB V : Galeri Seni Caravaggio Lombardi

    Di penghujung bulan Oktober, jalanan daerah Palong di ibu kota Muliapraja basah kuyup akibat hujan deras yang mengguyur. Hari Jumat malam itu, deras air hujan dan angin kencang bertubi-tubi menghantam atap dan jendela gedung, menimbulkan suara nyaring yang memekakkan telinga.Di sudut selatan perempatan besar tersebut, galeri seni Caravaggio Lombardi berdiri megah. Atapnya yang berbentuk kubah dan fasad kaca memantulkan semua cahaya yang menimpanya.Gedung pameran dan studio seni seluas seratus tiga puluh lima meter persegi itu memperlihatkan keanggunan dan kelembutan interior yang menenteramkan. Suara derasnya hujan diluar sana seolah sesuatu yang jauh dan sama sekali tidak mengganggu para pengunung.Warna dinding berwarna putih teduh berpadu lantai kayu coklat pekat. Lampu-lampu dalam galeri dirangkai secara estetis menerangi seisi ruangan dengan intensitas yang tepat agar masing-masing karya seni tampil optimal.Satu pasangan muda berdiri sambil berpegangan tangan dan berdiskusi di

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-25
  • Saga Sang Gagak Barong   BAB VI - Seni Adalah...

    Carlo sangat menyayangi karya-karya seni yang ada dalam galerinya. Sekalipun tidak semuanya adalah karya seni miliknya, ia tetap merawat mereka seperti anak-anaknya sendiri.Dari perbincangan dengan para pengunjung, Carlo dapat mengetahui apakah mereka seorang seniman, kolektor karya seni, atau pedagang yang bermaksud membajak para seniman yang karyanya dikelola oleh Carlo, atau bahkan sekedar orang picisan yang berkunjung ke galeri-galeri dan museum besar demi pencitraan di media sosial.Hanya bila Carlo merasa yakin, ia akan meminta mereka untuk bertukar kartu nama. Atau bahkan mungkin saja mengundang mereka dalam pameran-pameran di galerinya.Perhatiannya kini tertuju pada sekelompok anak muda yang berkerumun di salah satu mahakaryanya. Ia merasa perlu segera menghampiri mereka. Carlo selalu curiga pada pengunjung galeri seni yang berpenampilan serampangan lalu berlagak seakan mereka adalah karya seni yang hidup.Bagi Carlo, karya seni adalah sesuatu yang sakral dan galeri maupun m

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-25
  • Saga Sang Gagak Barong   BAB VII - Perangkap Demi Perangkap

    Sebuah operasi rahasia penyergapan tiga kapal besar penangkap ikan yang menyelundupkan narkoba jenis sabu di Pelabuhan Perikanan Samudra Selatan telah menghebohkan seantero negeri. Sore harinya, sejumlah media massa nasional menyiarkan berita tentang bagaimana paket-paket narkoba seberat hampir dua ton yang telah dibungkus rapi dan disembunyikan di dalam perut-perut ikan besar dan dimuat di kapal. Keberhasilan dari kerjasama antara pihak Kepolisian Negara bersama Lembaga Negara Urusan Narkotika dan Angkatan Laut dalam operasi luar biasa itu juga menjadi tajuk utama pemberitaan. Berita terkait lainnya antara lain adalah tentang penahanan puluhan orang dari sebuah gudang bongkar muat dekat dermaga yang menjadi tempat penyimpanan dan pengemasan ikan-ikan berisi narkoba tersebut untuk kemudian diangkut dengan belasan truk menuju lokasi-lokasi yang telah ditentukan. Dalam sebuah konferensi pers, Kepala Urusan Publikasi Kepolisian Negara membeberkan runtutan upaya pihak Kepolisian dalam me

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-26
  • Saga Sang Gagak Barong   BAB VIII - Saudara Sejiwa

    Guntur Gheni cukup puas mengetahui keberhasilan penindakan yang dilakukan terhadap si komisaris, Suhanda Bong. Ia sepenuhnya mengerti bahwa sebagaimana kekuasaan bisa melenakan, kekuasaan bisa pula memampukan. Semua tergantung tujuannya.“Apa berita lainnya?” tanyanya.Wignya bersiap untuk menyampaikan hal berikutnya. Dengan sikap tenang ia menyampaikan Informasi tentang keterlibatan Kaindra dalam penyelundupan narkoba yang dibongkar oleh tim gabungan bersama Kepolisian Negara pagi hari tadi.“Ada rekaman komunikasi antara Kaindra dengan anggota sindikat narkotika internasional yang diterima Lembaga Negara Urusan Narkotika. Dari situ. Kita berusaha secepatnya untuk mendapatkan salinan percakapan itu.”Ada kecemasan nyata dalam nada bicara Wignya. Guntur memperhatikan Wignya dengan serius dari balik kepulan asap rokoknya.Wignya pun melanjutkan. “Dan salah seorang kapten kapal yang ditangkap, dia menyebut nama Kai. Juga, dua puluh delapan orang kita ditangkap di lokasi. Kebanyakan angg

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-29
  • Saga Sang Gagak Barong   BAB IX - Duri Dalam Daging

    Kurang dari satu jam, sebuah helikopter berwarna hitam mendarat di landasan pacu pribadi vila Gagak Barong. Baling-balingnya melambat hingga berhenti sepenuhnya. Dan keluarlah Magnus Kanigara, orang pertama yang tiba di pertemuan malam itu. Wignya Shuman, yang dikenal karena kesabaran sikapnya, sudah menunggu di aula depan yang megah bersama dua orang pengawal. Magnus menghampirinya dan keduanya lalu saling berpelukan layaknya saudara. Tapi seketika wajah Magnus berubah serius. “Apakah ini serumit yang kukira?” dia bertanya, suaranya nyaris berbisik. Wignya memberikan tepukan menenangkan di punggung Magnus. "Saya harap tidak. Tapi kita akan membicarakannya nanti, oke? Masuklah, kak Guntur menunggu di kantor. Aku masih menunggu yang lain.” "Oke, Gie," jawab Magnus. Ada kekhawatiran yang tak terucap di suaranya. Beberapa menit kemudian, Wignya, yang berdiri di dekat jendela besar, melihat sebuah mobil sedan BMW 740Li biru metalik memasuki gerbang. Eksteriornya yang halus berkilau di

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-30
  • Saga Sang Gagak Barong   BAB X - Kebersamaan Terakhir

    Magnus Kanigara membasahi tenggorokannya dengan seteguk anggur dari gelasnya. Ia kemudian meletakkannya kembali ke meja dan angkat bicara.“Kita sudah saling mengenal sejak lama, bahkan sebelum kesepakatan itu dibuat. Tak satu pun dari kami yang luput dari kebaikan-kebaikanmu. Dan terlepas dari segala konflik yang ada sejauh ini, kita bersama telah menjalani tiga tahun terakhir ini dengan sangat baik.”Wignya Shuman mengangguk pelan, mengamini apa yang dikatakan Magnus.“Apa yang terjadi pada Kai atau siapapun diantara kita, tak ada bedanya. Tak perlu saling menyalahkan. Seperti pepatah kuno bilang, daripada mengutuk kegelapan, lebih baik kita menyalakan lilin.” lanjut Magnus.Guntur menatap Magnus dengan serius. Namun tatapannya lebih menyerupai seekor alap-alap yang sedang mempelajari titik lemah dari calon korbannya.Magnus menoleh kepada Wignya. “Gie, kau keberatan kalau aku..?” “Tidak! Tentu tidak, silahkan,” sahut Wignya spontan.Magnus mengangguk. ”Okay, jadi dari apa yang aku

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-04
  • Saga Sang Gagak Barong   BAB XI - Awal Jalan Terjal Sang Pemimpin

    Ketika semua sudah berjalan keluar dan pintu kantornya ditutup, Guntur kembali duduk di kursi meja kerjanya.Di pelataran depan, Yudanta berpamitan dengan Wignya.“Kau kirimkan enam dus Glenlivet 18 besok. Aku kirimkan uangnya nanti,” ujar Wignya. Yudanta menanggapi dengan memberi Wignya salam hormat sebelum kemudian menutup pintu mobilnya dan melaju pergi.Tanpa disadari oleh Yudanta, Wignya telah memerintahkan salah seorang pengawal untuk memasang alat pelacak lokasi di mobilnya. Dari isyarat tubuhnya, Guntur telah menetapkan Yudanta sebagai target pengintaian.Wignya kemudian berpaling pada Magnus yang masih terlihat sibuk dengan ponselnya.“Kau akan pulang sekarang atau…?” tanya Wignya.“Ah iya, aku akan pulang sekarang dan mencoba beristirahat. Jika ada berita baru…”“Ya, aku tahu! Terima kasih,” sela Wignya sebelum Magnus sempat menyelasaikan kalimatnya.“Okay.. Masuklah, tak perlu mengantarku” sahut Magnus melambaikan tangan melewati Wignya. Ia berjalan ke kart golf yang baru s

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-06
  • Saga Sang Gagak Barong   BAB I : Keadilan Adalah Cinta Sejati

    Hari Sabtu sore di pertengahan bulan Oktober tahun 2016, suasana pelataran belakang vila di tanah seluas dua hektar milik Guntur Gheni nampak meriah. Dua tenda kanopi besar lengkap dengan rangkaian lampu kecil dan balon putih berpita emas menjulang megah. Di bawah tenda-tenda itu tersaji aneka kue dan roti hangat. Di ujung tengah pelataran itu berdiri panggung dimana sekelompok pemusik melantunkan musik nostalgia yang menghadirkan suasana romantis.Hari ini adalah perayaan pernikahan ketiga puluh tahun Guntur Gheni, sang pemimpin organisasi Gagak Barong dan istrinya, Harita Mauly. Dan sore itu, para tamu undangan berdatangan ke vila yang terletak di pinggiran kota Wirakarta untuk menghormati mereka.Wignya Shuman, adik angkat sekaligus penasehat pribadi Guntur Gheni, yang ditemani beberapa pengawalnya terlihat sibuk menyambut tamu-tamu yang baru datang. Beberapa pelayan lain sibuk menumpuk kotak-kotak hadiah yang dibawakan para tamu dengan serapi mungkin pada sebuah meja panjang. Wign

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-23

Bab terbaru

  • Saga Sang Gagak Barong   BAB XI - Awal Jalan Terjal Sang Pemimpin

    Ketika semua sudah berjalan keluar dan pintu kantornya ditutup, Guntur kembali duduk di kursi meja kerjanya.Di pelataran depan, Yudanta berpamitan dengan Wignya.“Kau kirimkan enam dus Glenlivet 18 besok. Aku kirimkan uangnya nanti,” ujar Wignya. Yudanta menanggapi dengan memberi Wignya salam hormat sebelum kemudian menutup pintu mobilnya dan melaju pergi.Tanpa disadari oleh Yudanta, Wignya telah memerintahkan salah seorang pengawal untuk memasang alat pelacak lokasi di mobilnya. Dari isyarat tubuhnya, Guntur telah menetapkan Yudanta sebagai target pengintaian.Wignya kemudian berpaling pada Magnus yang masih terlihat sibuk dengan ponselnya.“Kau akan pulang sekarang atau…?” tanya Wignya.“Ah iya, aku akan pulang sekarang dan mencoba beristirahat. Jika ada berita baru…”“Ya, aku tahu! Terima kasih,” sela Wignya sebelum Magnus sempat menyelasaikan kalimatnya.“Okay.. Masuklah, tak perlu mengantarku” sahut Magnus melambaikan tangan melewati Wignya. Ia berjalan ke kart golf yang baru s

  • Saga Sang Gagak Barong   BAB X - Kebersamaan Terakhir

    Magnus Kanigara membasahi tenggorokannya dengan seteguk anggur dari gelasnya. Ia kemudian meletakkannya kembali ke meja dan angkat bicara.“Kita sudah saling mengenal sejak lama, bahkan sebelum kesepakatan itu dibuat. Tak satu pun dari kami yang luput dari kebaikan-kebaikanmu. Dan terlepas dari segala konflik yang ada sejauh ini, kita bersama telah menjalani tiga tahun terakhir ini dengan sangat baik.”Wignya Shuman mengangguk pelan, mengamini apa yang dikatakan Magnus.“Apa yang terjadi pada Kai atau siapapun diantara kita, tak ada bedanya. Tak perlu saling menyalahkan. Seperti pepatah kuno bilang, daripada mengutuk kegelapan, lebih baik kita menyalakan lilin.” lanjut Magnus.Guntur menatap Magnus dengan serius. Namun tatapannya lebih menyerupai seekor alap-alap yang sedang mempelajari titik lemah dari calon korbannya.Magnus menoleh kepada Wignya. “Gie, kau keberatan kalau aku..?” “Tidak! Tentu tidak, silahkan,” sahut Wignya spontan.Magnus mengangguk. ”Okay, jadi dari apa yang aku

  • Saga Sang Gagak Barong   BAB IX - Duri Dalam Daging

    Kurang dari satu jam, sebuah helikopter berwarna hitam mendarat di landasan pacu pribadi vila Gagak Barong. Baling-balingnya melambat hingga berhenti sepenuhnya. Dan keluarlah Magnus Kanigara, orang pertama yang tiba di pertemuan malam itu. Wignya Shuman, yang dikenal karena kesabaran sikapnya, sudah menunggu di aula depan yang megah bersama dua orang pengawal. Magnus menghampirinya dan keduanya lalu saling berpelukan layaknya saudara. Tapi seketika wajah Magnus berubah serius. “Apakah ini serumit yang kukira?” dia bertanya, suaranya nyaris berbisik. Wignya memberikan tepukan menenangkan di punggung Magnus. "Saya harap tidak. Tapi kita akan membicarakannya nanti, oke? Masuklah, kak Guntur menunggu di kantor. Aku masih menunggu yang lain.” "Oke, Gie," jawab Magnus. Ada kekhawatiran yang tak terucap di suaranya. Beberapa menit kemudian, Wignya, yang berdiri di dekat jendela besar, melihat sebuah mobil sedan BMW 740Li biru metalik memasuki gerbang. Eksteriornya yang halus berkilau di

  • Saga Sang Gagak Barong   BAB VIII - Saudara Sejiwa

    Guntur Gheni cukup puas mengetahui keberhasilan penindakan yang dilakukan terhadap si komisaris, Suhanda Bong. Ia sepenuhnya mengerti bahwa sebagaimana kekuasaan bisa melenakan, kekuasaan bisa pula memampukan. Semua tergantung tujuannya.“Apa berita lainnya?” tanyanya.Wignya bersiap untuk menyampaikan hal berikutnya. Dengan sikap tenang ia menyampaikan Informasi tentang keterlibatan Kaindra dalam penyelundupan narkoba yang dibongkar oleh tim gabungan bersama Kepolisian Negara pagi hari tadi.“Ada rekaman komunikasi antara Kaindra dengan anggota sindikat narkotika internasional yang diterima Lembaga Negara Urusan Narkotika. Dari situ. Kita berusaha secepatnya untuk mendapatkan salinan percakapan itu.”Ada kecemasan nyata dalam nada bicara Wignya. Guntur memperhatikan Wignya dengan serius dari balik kepulan asap rokoknya.Wignya pun melanjutkan. “Dan salah seorang kapten kapal yang ditangkap, dia menyebut nama Kai. Juga, dua puluh delapan orang kita ditangkap di lokasi. Kebanyakan angg

  • Saga Sang Gagak Barong   BAB VII - Perangkap Demi Perangkap

    Sebuah operasi rahasia penyergapan tiga kapal besar penangkap ikan yang menyelundupkan narkoba jenis sabu di Pelabuhan Perikanan Samudra Selatan telah menghebohkan seantero negeri. Sore harinya, sejumlah media massa nasional menyiarkan berita tentang bagaimana paket-paket narkoba seberat hampir dua ton yang telah dibungkus rapi dan disembunyikan di dalam perut-perut ikan besar dan dimuat di kapal. Keberhasilan dari kerjasama antara pihak Kepolisian Negara bersama Lembaga Negara Urusan Narkotika dan Angkatan Laut dalam operasi luar biasa itu juga menjadi tajuk utama pemberitaan. Berita terkait lainnya antara lain adalah tentang penahanan puluhan orang dari sebuah gudang bongkar muat dekat dermaga yang menjadi tempat penyimpanan dan pengemasan ikan-ikan berisi narkoba tersebut untuk kemudian diangkut dengan belasan truk menuju lokasi-lokasi yang telah ditentukan. Dalam sebuah konferensi pers, Kepala Urusan Publikasi Kepolisian Negara membeberkan runtutan upaya pihak Kepolisian dalam me

  • Saga Sang Gagak Barong   BAB VI - Seni Adalah...

    Carlo sangat menyayangi karya-karya seni yang ada dalam galerinya. Sekalipun tidak semuanya adalah karya seni miliknya, ia tetap merawat mereka seperti anak-anaknya sendiri.Dari perbincangan dengan para pengunjung, Carlo dapat mengetahui apakah mereka seorang seniman, kolektor karya seni, atau pedagang yang bermaksud membajak para seniman yang karyanya dikelola oleh Carlo, atau bahkan sekedar orang picisan yang berkunjung ke galeri-galeri dan museum besar demi pencitraan di media sosial.Hanya bila Carlo merasa yakin, ia akan meminta mereka untuk bertukar kartu nama. Atau bahkan mungkin saja mengundang mereka dalam pameran-pameran di galerinya.Perhatiannya kini tertuju pada sekelompok anak muda yang berkerumun di salah satu mahakaryanya. Ia merasa perlu segera menghampiri mereka. Carlo selalu curiga pada pengunjung galeri seni yang berpenampilan serampangan lalu berlagak seakan mereka adalah karya seni yang hidup.Bagi Carlo, karya seni adalah sesuatu yang sakral dan galeri maupun m

  • Saga Sang Gagak Barong   BAB V : Galeri Seni Caravaggio Lombardi

    Di penghujung bulan Oktober, jalanan daerah Palong di ibu kota Muliapraja basah kuyup akibat hujan deras yang mengguyur. Hari Jumat malam itu, deras air hujan dan angin kencang bertubi-tubi menghantam atap dan jendela gedung, menimbulkan suara nyaring yang memekakkan telinga.Di sudut selatan perempatan besar tersebut, galeri seni Caravaggio Lombardi berdiri megah. Atapnya yang berbentuk kubah dan fasad kaca memantulkan semua cahaya yang menimpanya.Gedung pameran dan studio seni seluas seratus tiga puluh lima meter persegi itu memperlihatkan keanggunan dan kelembutan interior yang menenteramkan. Suara derasnya hujan diluar sana seolah sesuatu yang jauh dan sama sekali tidak mengganggu para pengunung.Warna dinding berwarna putih teduh berpadu lantai kayu coklat pekat. Lampu-lampu dalam galeri dirangkai secara estetis menerangi seisi ruangan dengan intensitas yang tepat agar masing-masing karya seni tampil optimal.Satu pasangan muda berdiri sambil berpegangan tangan dan berdiskusi di

  • Saga Sang Gagak Barong   BAB IV : Tidak Ada Kata Cukup Bagi Mereka Yang Tamak

    Pukul 7.20 malam, setelah perayaan selesai, Guntur Gheni bersama Wignya Shuman dan Zethra Adyatman berkumpul di ruang kerjanya. Mereka hendak merencanakan tindak lanjut untuk membereskan perkara serikat pekerja yang telah dibahas sebelumnya.Wignya Shuman menuangkan Glenlivet 18 ke dalam tiga gelas kristal lalu menyajikannya kepada Guntur dan Zethra. Tak lama berselang, Kaindra Gheni masuk.“Sorry, aku masih agak lapar jadi aku mengambil ini dulu.” Ia menunjukkan piring berisi beragam eclairs. Guntur tak mengacuhkannya dan justru balik bertanya, “Kau sudah menemui mamamu?”“Ya, baru saja aku bertemu mama di dapur,” jawabnya ringan.“Baguslah!”Sejenak Guntur hendak menanyakan apakah Kaindra memberikan kado bagi Harita, tapi ia mengurungkan niatnya. Bila ternyata tidak, itu akan mempermalukan Kaindra dan dirinya di depan yang lain.Guntur menyalakan sebatang rokok dan menyandarkan punggung ke kursi. Setelah Kaindra duduk, ia segera memulai rapat.“Aku mau perkara ini selesai cepat dan

  • Saga Sang Gagak Barong   BAB III : Raut-Raut Ketulusan

    Harita berjalan berdampingan dengan Guntur yang membawa kotak anggur yang diberikan oleh Tuan Anwar Imran. Dia melihat seorang pelayan perempuan yang berdiri tidak jauh dan segera melambaikan tangannya.“Teman sejati yang semakin langka,” kata Guntur kepada Harita tiba-tiba.“Tolong kamu letakkan ini di ruang kerja bapak,” pesan Harita kepada si pelayan yang menghampirinya.“Baik, bu” jawab si pelayan sambil menerima kotak itu dan bergegas pergi.“Kau benar,” Harita menanggapi ucapan suaminya. “Di dunia yang dangkal dan serba pamrih ini, jarang sekali kita bertemu orang yang tulus dan setia. Kau lihat wajahnya yang berseri, orang tua itu tampak benar-benar berbahagia untuk kita. Ketulusan yang mengingatkan aku pada ayahmu. Mereka agak mirip sebenarnya.”Guntur diam sejenak dan membandingkan Tuan Anwar dan ayahnya. “Benar juga!”“Coba lihat hadiah dari Pak Anwar ini,” lanjut Harita. “Dia sangat bijaksana meminta Qirani untuk memilih hadiah bagiku.” Harita membuka kembali kotak anting-a

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status