Ding....
Terdengar suara pintu lift terbuka dan Valen pun keluar dari lift tersebut. Setelah mengirimkan lokasi hotel nya kepada Teddy siang tadi, Valen sebenarnya agak menyesali keputusannya untuk bertemu lagi dengan Teddy. Seharusnya dia bilang saja ada keperluan mendadak yang mengharuskannya pulang terlebih dahulu ke Jakarta.
Tapi apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur, setidaknya Valen harus menepati janjinya untuk bertemu dengan Teddy. Ia berjanji untuk bertemu Valen tepat jam empat sore, dan sekarang sudah hampir jam empat sore. Tidak mungkin dia akan tepat waktu kan, pasti dia sama saja seperti kebanyakan lelaki, selalu terlambat.
Baru saja Valen berpikir seperti itu, ia mendapati Teddy sedang duduk di lobby hotel sambil memainkan handphone nya. Valen pun menghampirinya.
"Udah lama ya?" Tanya Valen, Teddy menoleh ke arah Valen, ia lalu tersenyum sambil menggeleng.
"Nggak kok, baru sampai." Jawabnya singkat, Valen hanya diam dan bingung ingin berkata apa. "Mau berangkat sekarang?" Tanya Teddy kemudian,
"Boleh, kalo Mas Teddy juga mau langsung berangkat." Jawab Valen, Teddy pun berdiri dari kursinya dan berjalan keluar lobby. Valen mengikutinya dalam diam.
"Tangan kamu masih sakit??" Tanya Teddy, berusaha memecah keheningan.
"Udah nggak, kok. Makasih tadi udah mau bantu kompres lebamnya," jawab Valen, Teddy mengangguk pelan sambil masih berjalan menuju mobilnya.
"Lain kali kalo lebam kayak gitu langsung di kompres es batu ya, biar sembuhnya juga cepet." Ujar Teddy, Valen mengangguk sambil tersenyum kecil.
"Siap komandan," goda Valen yang membuat Teddy menoleh ke arahnya dan tersenyum kecil, Valen menyadari bahwa ternyata Teddy mempunyai lesung pipi saat ia tersenyum.
"Jangan panggil gitu lah, malah bikin inget kerjaan." Sahut Teddy kemudian,
"Siap, salah pak." Goda Valen lagi dan kali ini membuat Teddy tertawa kecil, Valen mendapati bahwa ia suka melihat Teddy tersenyum atau tertawa.
"Udah sini, masuk." Perintah Teddy sambil membukakan pintu penumpang untuk Valen, ia pun memasuki mobil tersebut.
Setelah Teddy juga sudah memasuki mobil, ia segera tancap gas dan meninggalkan hotel tersebut. Valen menoleh ke arah Teddy yang sedang fokus menyetir mobil.
"Kalo lagi nyetir emang harus se fokus itu ya?" Tanya Valen memecah keheningan, Teddy menoleh ke arah Valen sebentar.
"Lagi bawa anak orang, nggak lucu kalo nanti saya bikin lebam-lebam lagi," jawab Teddy, Valen tersenyum kecil.
"Kalo lagi bawa anak orang tapi nggak diajak ngobrol juga lebih lucu lagi sih, Mas." Ucap Valen, Teddy menoleh ke arah Valen lagi dengan ekspresi menerka-nerka.
"Oh.. jadi anak orang ini minta diajak ngobrol." Gumam Teddy, dia berhenti berkata sejenak. "Yaudah ayo ngobrol," ajak Teddy, ia kini mencoba fokus kepada jalanan di depannya dan juga kepada Valen.
"Udah lama jadi ajudan Pak Prasetyo?" Tanya Valen tiba-tiba, Teddy menghela nafas kecewa.
"Harus banget ngomongin kerjaan?" Teddy balik bertanya kepada Valen, "Kamu nggak lagi diem-diem wawancara saya kan?"
"Kalo mau wawancara, saya mendingan minta diajak pergi sama Pak Prasetyo langsung." Jawab Valen, ia lalu mengeluarkan handphone dari tas tangannya dan menunjukkannya kepada Teddy. "Liat kan?? Nggak lagi rekam apa-apa,"
"Oke.. oke.." Teddy tertawa sejenak, "Saya baru beberapa bulan jadi ajudan untuk Pak Prasetyo, sebelum ini saya masih pendidikan di Amerika."
"Terus kenapa kok bisa sama Pak Prasetyo sekarang?" Tanya Valen lagi,
"Karena memang saya ditugaskan untuk mengawal Menteri Pertahanan dan kebetulan itu Pak Prasetyo" Teddy membelokkan mobilnya ke arah alun-alun kota Jogja dan Valen memperhatikan keluar jendela untuk menikmati pemandangan kota Jogja.
"Kalo kamu sendiri gimana? Udah lama jadi jurnalis," tanya Teddy kemudian.
"Lumayan, udah lima tahun." jawab Valen singkat, kali ini Valen kembali mengalihkan fokusnya kepada Teddy.
"Oh ya? Kok saya nggak pernah lihat kamu ya? Kalo kamu pernah wawancara Pak Prasetyo sebelumnya kita pasti udah pernah ketemu, kan?" tanya Teddy lagi dengan heran.
"Ini pertama kalinya saya ngeliput tentang politik sih, sebelumnya saya lebih fokus ke topik olahraga." jawab Valen, Teddy memasang raut wajah bingung. "Saya gantiin temen saya yang lagi cuti hamil," tambah Valen, seakan tahu apa yang akan ditanyakan oleh Teddy.
Mobil melaju beberapa saat sampai akhirnya berbelok memasuk Pakuwon Mall, Teddy menyetir mobilnya memasuki basement. Setelah menemukan tempat parkir dan memarkir mobilnya, Valen dan Teddy keluar dari mobil tersebut.
Valen melihat Teddy langsung memakai masker dan topi nya, itu membuat Valen heran. Teddy melirik ke arah Valen dan menyadari ekspresi bingung Valen. Teddy mengangkat alisnya seperti bertanya "Ada apa?".
"Kenapa pake masker sama topi segala, kamu lagi nggak enak badan?" tanya Valen, mendengar itu Teddy hanya menggeleng.
"Nggak kok, emang biasanya juga gini kalo keluar sendirian. Biar nggak ketahuan aja sama orang-orang," jawab Teddy, Valen tersenyum simpul mendengar jawabannya.
"Udah terkenal ya.. makanya takut dimintain foto." goda Valen, Teddy hanya tertawa kecil lalu menggeleng.
"Bukan begitu, kasihan juga kamu nya nanti kalo dikerubuti orang malah nggak belanja-belanja." sahutnya membantah godaan Valen.
"Oh berarti beneran udah terkenal?" Valen tak lelah-lelah menggoda Teddy yang saat ini malah menjadi salah tingkah, itu malah membuat Valen tertawa.
"Udah ah ayo masuk," sahut Teddy sambil berjalan agak cepat memasuki mall, Valen menyusul langkah Teddy yang cepat dan itu membuatnya berlari kecil agar bisa mengimbangi Teddy.
Setelah di dalam mall, Valen pun mencari-cari outlet mana yang akan ia masuki. Jujur saja, Valen tidak ingin terlihat aji mumpung dan mencari brand yang mahal karena tahu akan dibelikan oleh Teddy, jadi ia memutuskan untuk masuk ke H&M.
Saat ia mau masuk ke dalam H&M, Teddy menarik tangannya sehingga Valen terhenti di tempat. Valen menoleh ke arah Teddy dan melihatnya menggeleng.
"Nggak," ucapnya tegas, Valen heran dengan ucapannya.
"Kenapa? Kan kamu bilang terserah saya mau belanja dimana," tanya Valen dengan heran, Teddy masih menggeleng.
"Nggak sepadan sama apa yang sudah saya lakukan ke kamu," jawab Teddy, ia lalu berjalan ke arah lain masih sambil menggenggam tangan Valen. Dan anehnya, Valen juga tidak berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Teddy.
Teddy lalu membawa Valen memasuki outlet store Mango, kali ini Valen yang menarik tangan Teddy agar berhenti. Teddy menoleh ke arah Valen dengan tatapan lelah, "Kenapa?" tanyanya dengan suara pelan,
"Nggak usah yang mahal-mahal, baju saya murah kok." jawab Valen berusaha menolak tawaran Teddy, "H&M aja udah paling bener," tambah Valen berusaha meyakinkan Teddy.
"Jangan sampe kamu saya gendong biar masuk ke dalem ya," ancam Teddy dengan nada serius, Valen langsung diam dan menuruti Teddy untuk masuk ke dalam. Sepertinya untuk saat ini lebih baik menuruti dia daripada menimbulkan kerusuhan.
Teddy lalu membebaskan Valen untuk memilih baju-baju yang ia sukai, Teddy juga mengingatkan bahwa Valen tidak boleh membeli kurang dari tiga baju, tetapi malah diperbolehkan membeli lebih dari itu. Dan lagi, Valen menurutinya.
Sementara Valen memilih dan mencoba-coba baju, Teddy hanya berdiam di sudut outlet sambil memainkan handphone nya dan dengan sabar menunggu Valen selesai dengan urusannya. Sesekali Valen mencuri pandang ke arah Teddy yang tetap sibuk dengan handphone, Valen sempat berpikir kalau dia punya seorang pacar, apa pacarnya tidak masalah jika Teddy keluar dengan Valen seperti ini.
Valen menggelengkan kepalanya, berusaha mengusir pemikiran itu. Kenapa Valen harus memikirkan itu? Lagipula Teddy melakukan ini karena merasa bersalah sudah mendorong Valen kemarin, bukan karena hal lain. Dan bukan urusan Valen juga jika Teddy punya pacar atau tidak kan??
Valen pun memilih tiga pakaian dan menaruhnya di kasir, Teddy dengan sigap langsung ke meja kasir dan membayar pakaian yang dipilih Valen. Totalnya seperti yang dikira Valen, berkali-kali lipat dari harga bajunya yang rusak. Mereka pun berjalan keluar dari outlet, tapi kali ini tanpa bergandengan tangan.
"Makasih buat bajunya ya, Mas." ucap Valen, Teddy menoleh ke arah Valen sambil mengangguk dan tersenyum. Biarpun mulutnya tertutup masker, Valen bisa melihat ia tersenyum dari sudut matanya.
"Maaf ya kalau saya cuma bisa bawa kamu keluar sebentar, saya harus balik lagi ke hotel karena malam ini harus nemenin Bapak balik ke Jakarta." sahut Teddy, Valen hanya mengangguk mengerti dan mengucapkan terimakasih sekali lagi. "Aneh sih saya baru tanya ini sekarang, tapi nama kamu siapa ya?" tanya Teddy kemudian, Valen baru sadar kalau memang sedari tadi ia belum memberitahu namanya kepada Teddy.
"Valen," jawab Valen singkat,
"Valen.... Valentina?" tanya Teddy lagi, Valen terdiam sesaat seperti enggan menjawab pertanyaan Teddy. Ia melirik ke arah Teddy dan mendapati Teddy masih menunggu jawabannya.
"Valentine," jawab Valen dengan suara pelan, ia bisa mendengar Teddy tertawa kecil dari balik maskernya. Valen selalu benci memberitahu nama lengkapnya kepada orang-orang, karena reaksi mereka pasti sama. Ya, menertawakan Valen.
Teddy masih tertawa dan itu membuat Valen jengkel. "Kenapa ketawa?? Aneh ya nama saya?? Makanya saya tuh nggak mau kasih tahu orang nama lengkap saya karena pasti diketawain," protes Valen dengan nada kesal, Teddy langsung berusaha berhenti tertawa.
"Saya nggak ketawain nama kamu karena aneh, saya suka namanya unik malah." sahut Teddy, "Jarang loh ada orang namanya Valentine," tambahnya lagi saat melihat Valen masih cemberut.
Valen hanya diam sambil berjalan di samping Teddy, dan tiba-tiba ia melihat Teddy berjalan ke kanan dan berhenti di outlet gelato. Valen tidak mengikutinya dan memilih untuk diam di tempat dan memeriksa handphone nya.
Ada beberapa WA dari Donny serta Sarah yang intinya sama-sama menanyakan bagaimana keadaan Valen dan apa dia aman disana, serta ada beberapa WA juga dari grup kantor nya. Saat Valen mau membalas WA teman-temannya, sebuah cone berisikan gelato yang sepertinya rasa coklat tiba-tiba muncul di hadapannya.
Valen menoleh ke arah tangan yang memberikan gelato tersebut dan melihat ternyata itu Teddy. Valen terdiam sesaat dan tidak mengambil gelato tersebut, "Ini ambil," ujar Teddy, Valen akhirnya mengambil gelato tersebut tapi masih bingung kenapa Teddy membelikan itu untuk Valen.
"Biar nggak marah lagi," sahut Teddy kemudian, "Semoga kamu suka coklat,"
Valen memperhatikan gelato di tangannya dan tersenyum kecil, coklat memang selalu jadi rasa favoritnya sedari dulu. "Kalo gitu saya mau sering-sering marah biar dapat kejutan terus," canda Valen sambil tertawa kecil.
"Jangan lah, nanti saya pusing." keluh Teddy disambut dengan tawa Valen, "Jangan tersinggung tadi ya, saya nggak ada maksud ketawain nama kamu kok. Saya cuma pikir nama kamu unik,"
"I like your name, by the way." sahut Teddy lagi, kali ini sambil tersenyum manis dan memandangi Valen.
Valen terdiam dan balik memandangnya, Teddy lalu berjalan kembali mendahuluinya dan Valen masih terdiam di tempat dengan gelato di tangannya.
He likes my name...
Dan untuk pertama kalinya, Valentine terdengar tidak terlalu buruk.
Beberapa hari berlalu sejak terakhir kali Valen dan Teddy bertemu dan selama itu Valen sama sekali tidak berkomunikasi dengan Teddy, baik lewat chat maupun telepon. Awalnya Valen bertanya-tanya kenapa Teddy sama sekali tidak menghubunginya, tapi lama-lama Valen mulai melupakan itu dan lebih mementingkan pekerjaannya dibandingkan masalah lain.Setelah Valen selesai memposting artikel yang ia tulis, Valen bersandar di kursinya dan memeriksa jadwal nya minggu ini. Setiap Senin, akan ada pengumuman di grup WhatsApp kantor Valen yang menginfokan kegiatan mingguan yang harus dilakukan para karyawan. Valen lalu menyadari bahwa ada jadwal dirinya untuk kembali meliput kunjungan Paslon 04 yang kali ini akan dilakukan di Solo, rencananya Prasetyo-Jabran akan melakukan nonton bersama Final Piala Dunia U-17 disana.Valen berandai-andai apakah ia akan bertemu dengan Teddy lagi disana, sudah sekitar dua minggu ia tidak bertemu dengan Teddy dan jika boleh jujur Valen merasa sedikit uring-uringan kar
"Len, Len !! Sumpah, Len!!" Suara Donny mengalihkan perhatian Valen dari pekerjaannya yang sedang menumpuk di Senin pagi ini, Valen mendengus kesal mendengar suara Donny."Kenapa sih, Don? Lo nggak liat Gue lagi sibuk?" Bentak Valen saat Donny akhirnya duduk di samping mejanya, Donny mengatur nafasnya sejenak karena sedari tadi ia berlari ke meja kerja Valen."Lo liat ini sekarang!!" Ucap Donny sambil menyodorkan handphone nya ke arah Valen, Valen yang heran dengan kelakuan Donny pun mengambil handphone tersebut dan melihatnya.Terlihat foto Teddy di handphone Donny, Valen semakin heran dengan hal itu. "Lo kenapa simpen foto Teddy, Don? Lu nge gay sama dia apa gimana?" Tanya Valen heran, Donny menepuk kepalanya dan menghela nafas panjang mencoba untuk sabar."Itu TikTok, Len. Lo scroll aja terus kebawah," jawab Donny dengan tidak sabar, walaupun masih bingung Valen pun mengikuti apa yang dikatakan Donny.Valen melihat postingan-postingan tentang Teddy, kebanyakan dari mereka memuji ke
Satu minggu telah berlalu semenjak Valen bertemu dengan Teddy, dan berbanding terbalik dengan apa yang Valen dan Donny pikirkan, Teddy semakin viral di sosial media.Tapi untungnya, kabar tentangnya dan Teddy sudah tidak begitu santer terdengar. Mungkin karena Valen jarang bertemu dengan Teddy sehingga kabar tersebut redup dengan sendirinya. Beberapa teman kantor Valen yang melihat Teddy dengannya sempat menanyakan tentang hubungan mereka, tetapi Valen selalu menjawab bahwa tidak ada apa-apa dan perlahan mereka mulai melupakan peristiwa itu.Hari ini, Valen dan Donny berencana untuk meliput kegiatan Paslon 04 yang akan diadakan di Kantor Kementerian Pertahanan. Rencananya akan ada kunjungan dari tim sukses Prasetyo-Jabran disana dan mereka berdua ditugaskan untuk kesana.Valen dan Donny sudah berada di sana sejak pagi dan kini sedang menunggu kedatangan para tim sukses yang notabene nya adalah artis ibukota, Valen yang memang kurang tidur hanya bersandar di kursi mobil sambil membaca
"Kayaknya nggak segitu deh ukurannya," protes Valen saat melihat Teddy menuang satu gelas susu cair ke dalam mangkuk.Saat ini mereka sedang di apartemen Valen dan berencana untuk menonton film bersama disana, dan mereka memutuskan untuk membuat semua makanan nya sendiri.Semenjak hari itu, Valen dan Teddy memang jadi lebih sering bertemu dan menghabiskan waktu bersama. Tidak di depan umum, tentu saja. Walaupun sudah beberapa kali Teddy ingin mengajak Valen pergi ke suatu tempat, tapi Valen selalu menolak.Teddy mengelap dahinya yang berkeringat dengan tangan yang berlumuran tepung sambil mengerenyitkan dahi, "Kayaknya lebih baik kita beli aja nggak sih?" Tanya Teddy dengan nada lelah, Valen menggeleng tidak setuju."Udah setengah jalan, sayang bahannya." Tolak Valen sambil mengambil alih adonan cookies yang tadi dibuat oleh Teddy, "Dan siapa yang punya ide susu cair buat adonan cookies? Kan harusnya susu bubuk.""Di resep nya cuma ditulis susu doang, ya aku beli susu cair aja. Kan ju
Beberapa hari berlalu semenjak Valen bertemu dengan Teddy, setelah itu merekapun kembali sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Tapi mereka masih tetap berkabar melalui WhatsApp dan bisa dibilang komunikasi mereka saat ini jauh lebih intens dibanding sebelumnya.Valen yang sedang duduk di kursi meja riasnya melirik ke arah jam dinding yang kini menunjukkan pukul tujuh malam, beberapa jam lagi menuju tahun baru. Ya, hari ini hari terakhir dari tahun 2023. Tahun yang penuh kejutan bagi Valen.Tahun baru menurut Valen bukanlah hal yang menarik perhatiannya, baginya malam tahun baru sama saja dengan malam-malam lainnya. Disaat orang lain berpesta untuk merayakan tahun baru, Valen cenderung lebih memilih untuk menghabiskan waktu di apartemennya sambil menonton film atau membaca buku. Tapi sepertinya malam ini tidak akan seperti malam tahun baru sebelumnya.Beberapa waktu yang lalu, Teddy menelpon Valen dan mengajaknya untuk ikut merayakan malam tahun baru bersamanya. Ia berkata bahwa
Suara alarm membangunkan Valen di pagi hari yang cerah ini, Valen membuka mata dan melirik ke arah jendela yang tertutup tirai. Walaupun tertutup, Valen bisa melihat sinar matahari mengintip dari balik tirai tersebut. Ia lalu duduk di tempat tidur dan menguap, acara kemarin malam memaksanya untuk bangun cukup larut sehingga saat ini sebenarnya ia masih mengantuk.Saat Valen ingin pamit pulang semalam, Pak Prasetyo memaksanya untuk menginap di rumahnya mengingat jam sudah menunjukkan pukul dua pagi. Awalnya tentu saja Valen menolak, tapi Pak Prabowo serta Teddy memaksa nya untuk tetap tinggal. Valen akhirnya setuju mengingat jalanan pasti akan ramai dan macet, dan itu akan sangat merepotkan Teddy jika harus bolak balik hanya untuk mengantar Valen.Jadi disinilah Valen, di salah satu kamar milik Pak Prasetyo. Valen boleh bilang ini salah satu kamar yang sangat nyaman untuk ditempati. Tidak hanya luas, tapi interior kamar tersebut juga sangatlah nyaman dipandang. Dengan wallpaper dinding
Minggu pagi adalah hal yang paling disukai oleh Valen karena di saat itu ia bisa bermalas-malasan di kasur tanpa harus khawatir dengan pekerjaan atau apapun. Jadi di sinilah Valen, diatas kasurnya sambil bermalas-malasan dan mendengarkan lagu. Tidak dipungkiri juga bahwa ia masih mengantuk karena semalam dia marathon menonton series favoritnya.Sudah dua Minggu sejak ia berpacaran dengan Teddy, tentu saja mereka tidak terlalu mempublish tentang kedekatan mereka di sosial media. Valen bahkan kadang masih tidak menyangka bahwa ia saat ini benar-benar berpacaran dengan Teddy. Valen masih merasa apa yang terjadi di danau kemarin hanyalah mimpi. Valen tersenyum kecil mengingat hal itu.Selama dua Minggu ini, Teddy benar-benar menjadi sosok yang diharapkan oleh Valen selama ini. Dewasa, pekerja keras, dan juga menghargai batasan yang diterapkan oleh Valen. Terkadang juga ia bisa romantis seperti sering mengirimkan makan siang ke kantor Valen tanpa Valen minta atau mengirim bunga kesukaan Va
Setelah berpamitan dengan kedua orang tua Teddy, Valen dan Teddy pun segera kembali melanjutkan perjalanan mereka ke pesta pernikahan teman dari Teddy. Di sepanjang perjalanan mereka mengobrol tentang bagaimana kedua orang tua Teddy sangat ramah kepada Valen dan untuk pertama kalinya Valen bisa merasakan kembali bagaimana rasanya mempunyai orang tua kembali.Mereka terus berbincang-bincang sampai akhirnya mereka sampai di tempat acara resepsi pernikahan teman dari Teddy, tepatnya di Hotel Langham Jakarta.Setelah turun dari mobil, Teddy langsung menggandeng tangan Valen dan menuntunnya untuk masuk ke dalam hotel tersebut. Valen mengagumi interior hotel tersebut yang di dominasi dengan warna putih tersebut, Valen mendongakkan kepalanya ke atas dan melihat lampu gantung yang menambah kesan mewah dari hotel tersebut."Bagus banget ya," puji Valen sambil berdecak kagum, Teddy menoleh ke arah Valen sebentar sambil tersenyum."Ini salah satu hotel favoritku kalo di Jakarta, apalagi Sunday
Valen menatap layar komputer dengan tatapan lelah, akhirnya artikel untuk hari ini selesai. Ia bersandar ke kursi kerjanya dan meregangkan otot-otot tubuhnya dan memeriksa sudah jam berapa saat ini. Ternyata sudah jam lima sore, Valen menghela nafas panjang dan membereskan barang-barangnya untuk bersiap pulang.Valen memeriksa ponselnya dan menemukan bahwa Teddy sedari tadi berusaha menelponnya. Karena Valen selalu mematikan suara ponselnya saat di kantor, tentu saja panggilan Teddy tidak terjawab oleh Valen. Ia pun segera menelpon Teddy untuk mencari tahu mengapa Teddy menelponnya berkali-kali."Halo.." jawab Teddy, Valen baru mau menjawab tapi Teddy langsung memotong perkataannya. "Kamu dari mana aja? Kenapa telpon aku nggak diangkat?""Aku baru selesai kerja, Mas. HP ku tadi aku silent.." sahut Valen dengan nada lelah, "Ngomong-ngomong, ada apa?? Kok tumben sampe telpon berkali-kali gitu?""Oh iya, aku sampe lupa bilang. Kamu capek nggak, Len?" tanya Teddy, Valen bergumam sejenak.
Valen menghela nafas pelan sambil bersandar di kursi mobil penumpang dan mengamati proses Quick Count yang sedang berlangsung, di sampingnya terdapat Donny yang sedang bermain game online dengan serius.Sekembalinya ia dari makam orang tuanya, Teddy mengantarnya ke depan rumah Pak Prasetyo untuk kembali meliput proses pemilu hari ini. Dikabarkan malam harinya, Pak Prasetyo akan melakukan pidato mengenai hasil Quick Count hari ini. Entah dia unggul, ataupun kalah dari Paslon lain.Jadi disinilah ia, menunggu kabar dari pihak Pak Prasetyo tentang kapan ia akan melakukan pidato tersebut sambil memantau proses Quick Count yang membosankan dan mendengarkan celotehan kesal Donny di sampingnya yang sepertinya sedang kesulitan memenangkan game nya.Ia memeriksa jam tangannya dan waktu menunjukkan pukul lima sore, waktu berjalan sangat lama dan membosankan. Valen mengerang kesal dan keluar dari mobil untuk mencari udara segar, meninggalkan Donny sendirian yang sepertinya tidak peduli kemana Va
Valen terbangun dari tidurnya saat alarm dari ponselnya mulai berbunyi, ia mengerang dan mengambil ponselnya untuk mematikan alarm dan memeriksa jam. Waktu menunjukkan pukul lima pagi dan Valen meletakkan kembali ponselnya di meja samping tempat tidurnya, ia berbaring telentang dan menatap langit-langit kamar.Damn.. I'm 30 now....Valen merenung tentang dirinya yang hari ini bertambah usia, 14 Februari boleh dibilang bukanlah hari favorit Valen. Banyak orang berkata hari ulang tahun membawa kebahagiaan bagi mereka, tapi sepertinya tidak dengan Valen. Hari ulang tahun nya selama ini sama saja seperti hari biasanya, bedanya mungkin di hari itu ia akan makan bersama teman-temannya dan terkadang mereka juga membelikan Valen kue ulang tahun. Setelah itu mereka akan meminta Valen untuk berdoa dan meminta sesuatu yang ia inginkan, yang menurut Valen sampai sekarang keinginannya belum terwujud. Well.. entah belum terwujud atau memang Valen yang tidak ingin mewujudkannya.Jadi apa keinginan V
Setelah selesai membeli tiket dan akhirnya film pun akan segera dimulai, Valen dan yang lainnya pun memasuki teater yang tertulis di tiket dan segera menuju kursi masing-masing. Valen memang memilih kursi di paling tengah, mereka duduk di urutan Donny di paling kiri, Sarah, Valen, Teddy, dan dua orang aneh yang sedari tadi mengikuti mereka, Rizki dan Aji yang kini sibuk berebut Popcorn dan minum. Teddy menegur mereka dan mereka pun akhirnya diam, Valen menggeleng heran melihat mereka berdua yang biasanya selalu serius dan tegas saat bertugas ternyata hanyalah anak kecil dibalik semua itu.Film pun dimulai dan mereka mulai menonton dengan serius. Film ini bergenre horor komedi yang cukup ringan untuk disimak, beberapa kali Valen dan yang lainnya dibuat tertawa dengan lelucon yang disampaikan. Valen melirik Teddy yang sedang tertawa dengan mata yang masih terfokus pada layar, tapi tak lama Teddy melirik ke arah Valen dan memandangnya dengan heran. Valen menggeleng pelan dan kembali foku
Akhirnya... hari tenang.Valen meregangkan badannya di tempat tidurnya dengan suasana hati yang bagus, ia melihat jam dinding dan waktu menunjukkan pukul sepuluh pagi. Akhirnya selama tiga bulan yang sibuk, masa tenang pun tiba. Sebelum hari pemungutan suara yang akan di gelar 14 Februari nanti -tepat di hari ulang tahun Valen-, para pasangan calon presiden dan wakil presiden tidak diperbolehkan untuk melakukan kampanye sampai hari pemungutan suara tiba, tepatnya selama tiga hari. Dan selama tiga hari itu pula, Valen diperbolehkan untuk libur sampai ia haru meliput kembali di hari pemungutan suara. Itulah sebabnya Valen memutuskan untuk bermalas-malasan di apartemennya sambil membaca buku.Setelah kampanye akbar kemarin, hubungan Valen dan Teddy mulai membaik. Memang tidak seperti dulu, tapi setidaknya Valen sekarang mau menanggapi pesan Teddy dan mengangkat telponnya. Valen memeriksa ponselnya dan dia tidak menemukan pesan apapun hari ini, ia bergumam sejenak dan membuka galeri ponse
"Gila..." Gumam Valen saat turun dari mobil dan melihat ribuan orang memadati stadion Gelora Bung Karno.Terlihat di berbagai penjuru semua orang memenuhi sekitaran stadion mengenakan baju berwarna biru sehingga sekarang stadion Gelora Bung Karno kelihatan bagaikan lautan berwarna biru."Sumpah, Gue nggak nyangka bakal sebanyak ini loh." Sahut Donny yang tak kalah kagumnya dengan pemandangan hari ini, di sekitaran juga banyak penjual makanan yang kabarnya sudah di gratiskan sehingga pengunjung bisa makan sepuasnya disana."Bapak beneran bisa ambil hati masyarakat kayaknya," ucap Valen sambil berdecak kagum, ia lalu memeriksa ponselnya. Beberapa pesan dari Teddy terlihat di notifikasi ponselnya, Valen menghela nafas dan mengabaikannya.Beberapa hari berlalu semenjak terakhir ia bertemu Teddy di rumah sakit, dan semenjak itu pun Teddy selalu berusaha menghubungi nya. Dia selalu menelepon, mengirimkan makan siang, bunga, dan yang lainnya. Tapi tetap saja, sulit untuk Valen bersikap seper
Teddy menatap layar ponsel Rizki dengan seksama, pikirannya berkecamuk. Untuk apa dia melakukan ini? Bukankah dia sudah mendapatkan apa yang dia mau?Teddy mengembalikan ponsel Rizki dan menghela nafas pelan, Donny yang sedari tadi tidak diberitahu siapa sebenarnya yang mereka maksud pun mulai gemas. Ia lalu mengeluarkan sesuatu dari dalam tas nya, setumpuk kertas yang telah ia susun menyerupai buku. Tidak begitu tebal, tapi tidak juga terlalu tipis.Teddy, Rizki, dan Aji memandangi kumpulan kertas tersebut dengan bingung. Donny menarik napas panjang dan mulai menjelaskan."Setelah malam dimana Lo dan Valen berantem, Valen terus nangis di mobil dan bilang ke Gue kalo dia nggak tau apa-apa. Jadinya, Gue berusaha untuk cari tau sendiri awalnya siapa yang udah bikin Valen kayak gini." Jelas Donny, ia diam sesaat dan menyodorkan kertas tersebut kepada Teddy. "Gue nekat masuk ke ruangan Pak Imam dan buka komputernya untuk periksa email masuk, dan Gue nemu ini."Teddy terdiam dan mulai memb
Donny menunggu di depan kantornya dengan tidak sabar, dimana kedua orang itu?? Mereka bilang akan kesini jam delapan pagi. Donny melirik jam tangannya dan waktu sudah menunjukkan pukul setengah sembilan pagi, apa mereka tidak datang??Donny bersandar ke dinding dengan kesal sambil memeriksa ponselnya, ada satu pesan dari Valen yang menanyakan keadaan Sarah dan satu pesan dari Sarah yang mengabarkan pada Donny kalau dia sudah sarapan pagi ini. Tapi tidak ada pesan dari Rizki maupun Aji yang katanya akan datang ke kantor lagi ini untuk memulai 'rencana' mereka.Untungnya ia sudah izin kepada Pak Imam bahwa ia baru bisa masuk kantor setelah jam makan siang karena ada urusan, dan Pak Imam mengizinkannya dengan syarat pekerjaan semalam harus selesai malam ini. Ya, walaupun harus membuat repot Valen, tapi sepertinya semua ini akan sesuai.Saat Donny sedang melamun, sebuah tepukan di pundaknya mengagetkannya. Donny tersentak dan mendapati Rizki dan Aji berdiri di hadapannya, Donny mendengus
Seminggu telah berlalu sejak kejadian itu, dan selama seminggu itu pula Teddy kehilangan kabar akan Valen. Setelah kejadian tersebut Teddy berusaha menghubungi Valen dan juga mengiriminya pesan, tapi sampai saat ini tidak ada balasan maupun panggilan telpon dari Valen untuk menanggapi Teddy.Teddy masih marah, tentu. Tapi sebagai lelaki, ia sadar apa yang dikatakannya pada Valen tempo hari sudah berlebihan. Walaupun mungkin benar Valen yang menyebarkan berita itu, membicarakan hal sensitif tentang hubungan mereka di depan orang lain dan menjadikan hal tersebut senjata dalam argumen Teddy benar-benar diluar batasan.Teddy memandangi ponselnya sambil menghela nafas pelan, dalam hatinya ia berharap akan ada sebuah pesan dari Valen. Walau hanya membalas dengan singkat, Teddy sangat ingin tahu kabar Valen. Sebuah tepukan di pundak Teddy mengejutkannya, Teddy menoleh dan mendapati Rajif yang menepuk pundaknya dan ia lalu duduk di samping Teddy."Murung banget, mas? Belum gajian?" Tanya Aji