Satu minggu telah berlalu semenjak Valen bertemu dengan Teddy, dan berbanding terbalik dengan apa yang Valen dan Donny pikirkan, Teddy semakin viral di sosial media.
Tapi untungnya, kabar tentangnya dan Teddy sudah tidak begitu santer terdengar. Mungkin karena Valen jarang bertemu dengan Teddy sehingga kabar tersebut redup dengan sendirinya. Beberapa teman kantor Valen yang melihat Teddy dengannya sempat menanyakan tentang hubungan mereka, tetapi Valen selalu menjawab bahwa tidak ada apa-apa dan perlahan mereka mulai melupakan peristiwa itu.
Hari ini, Valen dan Donny berencana untuk meliput kegiatan Paslon 04 yang akan diadakan di Kantor Kementerian Pertahanan. Rencananya akan ada kunjungan dari tim sukses Prasetyo-Jabran disana dan mereka berdua ditugaskan untuk kesana.
Valen dan Donny sudah berada di sana sejak pagi dan kini sedang menunggu kedatangan para tim sukses yang notabene nya adalah artis ibukota, Valen yang memang kurang tidur hanya bersandar di kursi mobil sambil membaca buku novel yang baru dibelinya "Architecture of Love" karya Ika Natassa.
"Banyak juga artis yang dukung Paslon ini ya," gumam Donny yang sedang duduk di kursi pengemudi sambil membaca sesuatu di ponselnya.
"Emang iya? Siapa aja emang?" Tanya Valen, masih dengan mata yang tertuju ke buku di genggamannya. Donny hanya diam dan menunjukkan sebuah artikel di ponselnya kepada Valen, Valen pun membacanya.
"Kok problematik semua," gerutu Valen disambut dengan tawa kecil Donny.
"Ya itu yang dateng hari ini, yang lain juga banyak cuma nggak dateng aja." Sahut Donny, Valen tidak menanggapi Donny dan lanjut membaca. "Lo masih chatting-an sama Teddy?" Tanya Donny tiba-tiba.
"Udah jarang sih, paling bales-bales story WA doang." Jawab Valen dengan acuh, Donny mengangguk kecil.
"Dia tahu Lo ngeliput hari ini?" Tanya Donny lagi, Valen menggeleng.
"Gue nggak cerita sih, jadi ya nggak tahu." Jawab Valen singkat.
Sementara Valen dan Donny mengobrol, tiba-tiba gerbang kantor Kemenhan terbuka dan ada rombongan mobil yang memasuki kawasan kantor. Valen dan Donny yang sedari tadi sudah berada di dalam langsung memperhatikan mobil-mobil tersebut.
Donny langsung mengambil kamera nya dan keluar dari mobil, para jurnalis yang lain pun juga melakukan hal yang sama. Valen tetap di mobil karena itu memang kebiasaan mereka, biasanya sesi wawancara akan diadakan saat acara selesai jadi Valen cukup menunggu sampai acara selesai dan mewawancarai mereka.
Terlihat para selebritas tersebut turun dari mobil dan semua kamera langsung menyorot mereka, Valen memperhatikan mereka dan mendapati bahwa benar apa yang dikatakan Donny tentang siapa yang datang.
Pintu Kantor Kementerian Pertahanan terbuka dan seorang pria yang memakai baju biru muda terlihat menyambut para selebritas tersebut, Valen tidak tahu siapa orang itu. Orang itu bukan orang yang sama dengan yang mengantar Valen dan Donny memasuki stadion, tapi sepertinya dia juga salah satu ajudan dari Pak Prasetyo.
Lalu muncul Pak Prasetyo yang keluar dari pintu tersebut dan menyambut para tamunya, disusul dengan seorang pria yang sangat dikenal oleh Valen. Ya, Teddy mengikuti Pak Prasetyo keluar dan memperhatikan sekitar. Matanya menangkap sosok Donny yang sedang mengambil gambar tapi sepertinya ia tidak menemukan apa yang ia cari karena Valen bisa melihat matanya terus menyisir ke arah kerumunan di depannya, sampai mata Teddy bertatapan dengan Valen.
Valen tersenyum ke arahnya sedangkan Teddy hanya mengangguk dengan tetap memasang ekspresi serius, ia lalu kembali fokus kepada Pak Prasetyo dan yang lainnya. Tak lama kemudian lelaki yang pertama kali dilihat oleh Valen mengantar tamu-tamu itu masuk bersamaan dengan Pak Prasetyo sedangkan Teddy terlihat seperti berbicara sesuatu kepada jurnalis, tak lama Donny menelpon Valen dan ia pun mengangkatnya.
"Kenapa, Don?" Tanya Valen dengan heran.
"Lo kesini aja, jurnalis boleh masuk kok. Ini Gue sama yang lain mau masuk ke dalem, lumayan bisa dapet banyak gambar nanti." Ujar Donny, Valen hanya mengiyakan dan menutup telpon nya. Valen pun bergegas dan berlari kecil menyusul Donny.
Valen akhirnya bertemu Donny dan mereka pun memasuki kantor tersebut, mereka melihat jurnalis lain sudah ada di dalam dan menikmati cemilan yang terhidang di salah satu meja. Donny juga mengambil sepotong lapis legit dan memakannya dengan lahap, sedangkan Valen tidak begitu lapar dan hanya mengambil air mineral gelas dan meminumnya.
"Eh, kamu bukannya yang lagi deket sama Teddy ya?" Tanya seorang wanita yang sepertinya juga jurnalis dari salah satu stasiun TV terkenal, Valen terdiam sesaat dan bingung harus menjawab apa karena dia tidak menyangka masih ada yang ingat dengannya.
"Bukan kok," jawab Valen singkat, Donny menatap ke arah Valen dan ia langsung mengerti akan tatapan Valen.
"Banyak banget yang ngira dia cewek yang deket sama Teddy, Gue sampe capek dengernya." Sahut Donny dengan tampang lelah yang dibuat-buat, wanita tersebut tertawa kecil dan percaya dengan kata-kata Donny.
Wanita tersebut yang ternyata bernama Hana akhirnya bercerita tentang bagaimana ia sangat menyukai Teddy, ia terus memuji-muji Teddy selama beberapa menit dan Valen hanya bisa tertawa dan sesekali menanggapi perkataan wanita tersebut.
Tatapan Valen menangkap sosok Teddy yang sedang mengobrol dengan salah satu tamu sambil menyilangkan tangannya tapi dengan mata yang tertuju kepada Valen, dan itu membuat Valen tersenyum kecil. Valen bisa melihat Teddy juga tersenyum kepadanya, ia lalu terlihat seperti izin untuk permisi kepada tamu tersebut. Valen langsung berdoa agar Teddy tidak menghampirinya, tapi sepertinya Teddy berjalan kearahnya.
"Han, aku mau ke kamar mandi sebentar ya. Kebelet," pamit Valen sambil memegangi perutnya, Hana mengangguk dan sempat menawari untuk menemani Valen ke kamar mandi tapi Valen menolak.
Valen berlari kecil entah kemana tetapi ke tempat yang lumayan sepi dan tidak ada orang, Valen menemukan sebuah lorong sepi dan ia bersandar ke tembok lorong tersebut dan menghela nafas. Bisa bahaya jika para jurnalis melihat Valen mengobrol dengan Teddy, bisa-bisa berita tersebut kembali viral.
"Kok malah main petak umpet disini?" Tanya sebuah suara yang sangat familiar dan itu cukup mengejutkan Valen, ia menoleh ke samping dan mendapati Teddy sedang menyenderkan bahunya ke tembok di sebelah Valen.
"Terlalu rame disana, saya kurang suka." Jawab Valen, Teddy tertawa kecil.
"Kamu takut kan kalo ketahuan sama saya, takut banyak yang beritain lagi." Sahut Teddy, Valen hanya diam. "Kamu bisa bilang kita temenan kan," tambah Teddy, kali ini ia berjalan mendekati Valen.
"Saya nggak pinter bohong," sahut Valen sambil tertawa kecil, Teddy menyenderkan punggungnya di tembok sebelah Valen sehingga mereka kini berdampingan.
"Yaudah ayo temenan, biar kamu nggak bohong lagi." Usul Teddy, ia lalu mengulurkan tangannya kepada Valen. "Aku Teddy,"
Valen tertawa mendengar itu, "Oh jadi sekarang nggak pakai saya-saya lagi ya?" Tanya Valen masih sambil tertawa, Teddy menggeleng.
"Terlalu formal kalo pakai saya-saya... Aku - kamu aja ya sekarang." Sahut Teddy, Valen berpikir sejenak dan menyambut uluran tangan Teddy.
"Aku Valen, seneng bisa ketemu kamu ya Teddy.." Valen berhenti sejenak dan merasa canggung, "Enak panggil nama atau Mas aja sih?"
"Kamu nyaman gimana?" Valen berpikir sejenak, sedangkan Teddy dengan sabar menunggu.
"Mas Teddy," ucap Valen, Teddy tersenyum dan mengangguk kecil.
"Mas Teddy then," sahut Teddy sambil tersenyum kepada Valen dan itu membuat pipi Valen bersemu merah. Valen memalingkan wajahnya ke arah lain dan mencoba mengalihkan topik.
"Oh iya, tadi kamu tanya kenapa aku nggak mau keliatan sama kamu kan?" Tanya Valen, Teddy mengangguk. "Sebenernya bukan karena aku malu, tapi karena aku nggak suka ada di sebuah drama. Kamu tahu kan kamu public figure, dengan keliatan sama kamu pasti aku otomatis terlibat dalam drama juga. So no hard feelings, okay?"
"Aku ngerti kok, tapi jangan terlalu ngehindarin aku juga ya. Aku tahu batasan kok, tahu kapan aku harus jaga jarak" sahut Teddy sambil mengusap kepala Valen, sedangkan Valen hanya mengangguk dan bersyukur bahwa Teddy mengerti alasannya.
Teddy kemudian memeriksa jam tangannya dan ia menghela nafas panjang, "Aku balik dulu ya, kerja lagi." Ucapnya, Valen hanya mengangguk dan Teddy pun berlari kecil meninggalkannya.
Valen mematung dan hanya bisa memandangi Teddy sampai sosoknya hilang dari pandangan Valen.
**
Acara hari ini berjalan sangat seru. Sepeninggal Teddy, Valen mendapati bahwa ternyata Pak Prasetyo sedang menjamu tamu-tamunya makan siang. Ia juga menyediakan makan siang untuk para jurnalis tetapi karena Valen tidak begitu lapar ia hanya makan jajanan yang tersedia disana saja.
Acara lalu dilanjutkan dengan menyanyi dan menari bersama di ruang utama kantor Kementerian Pertahanan, semua orang terlihat senang begitupun Donny dan Valen yang tak kuasa menahan tawa saat melihat Pak Prasetyo menari-nari riang bersama para tamu dan ajudannya. Valen juga melihat Teddy menari riang di antara tamu-tamu tersebut dan itu membuat Valen tertawa geli.
Setelah acara tersebut, agenda pun selesai dan para tamu diperbolehkan untuk pulang. Valen dan Donny pun bersiap untuk mewawancarai mereka, pertanyaan mereka se simple bagaimana kesan mereka dan apa harapan mereka untuk Paslon ini. Kebanyakan dari mereka merasa senang dengan acara ini dan berharap yang terbaik untuk Paslon 04 kedepannya. Mereka lalu pergi meninggalkan tempat tersebut dan tugas Valen dan Donny pun selesai.
Donny dan Valen bergegas mengemasi barang mereka saat tiba-tiba ada yang memanggil mereka, Valen menoleh dan mendapati Aji sedang berlari kecil menuju ke arah mereka.
"Valen, mau pulang?" Tanya Aji, Valen mengangguk. "Disuruh Bapak makan dulu disini, katanya tadi Bapak lihat Valen belum makan." Ujar Aji kemudian.
Valen menoleh ke arah Donny, ia butuh persetujuan Donny karena ia tahu mereka harus mengerjakan berita ini bersama-sama.
"Aku harus balik ke kantor lagi, harus post artikel ini hari ini. Aku juga nggak gitu laper kok," tolak Valen dengan halus.
"Nggak apa-apa kok, Len. Ini nggak ada yang begitu penting, Gue bisa handle sendiri." Sahut Donny, "Tapi ya Gue nggak bisa anter Lo pulang,"
"Biar saya yang antar kalo gitu," sahut Teddy yang tiba-tiba muncul di belakang Aji, "Bener-bener nggak ganggu pekerjaan kalian kan?" Tanya Teddy kemudian.
"Nggak kok, saya cuma khawatir nggak ada yang anter dia pulang aja tadi. Tapi kalo Mas Teddy mau anter ya nggak apa-apa, saya tenang." Jawab Donny, Valen masih memperhatikan Donny seakan tidak percaya Donny mengizinkannya untuk tidak membantu pekerjaan mereka. "Nggak apa-apa, Len. Bentar doang selesai ini,"
Valen akhirnya menyetujui dan Donny bergegas kembali ke kantor, Teddy dan Aji pun mengantar Valen memasuki ruang makan yang didalamnya sudah ada Pak Prasetyo dan dua lelaki lain yang duduk di meja makan.
"Eh Valen, apa kabar?" Sapa Pak Prasetyo sambil menghampirinya, Valen mengulurkan tangannya dan Pak Prasetyo menyambut uluran tangannya.
"Baik, Pak. Bapak apa kabar?" Valen kembali bertanya kepada Pak Prasetyo.
"Baik sekali, makasih sudah datang ya." Jawab Pak Prasetyo, ia lalu mempersilahkan Valen untuk duduk. Valen pun duduk di antara Aji dan Teddy sedangkan di depannya terdapat dua orang lelaki yang belum Valen ketahui namanya.
"Makasih Pak udah ngundang saya makan disini," ucap Valen, Pak Prasetyo tertawa kecil.
"Itu Teddy daritadi rewel bilang katanya Valen belum makan, yasudah biar sekalian makan bareng-bareng aja." Sahut Pak Prasetyo sambil tertawa, disambut dengan tawa meledek ajudan-ajudan lain. Valen menoleh ke arah Teddy yang saat ini masih diam dengan wajah agak memerah.
"Kan saya sudah bilang jangan dikasih tau, Pak." Ucap Teddy dengan suara lirih, itu membuat Valen ingin tertawa terbahak-bahak tapi ia masih menahannya.
"Emang iya?? Ya wajar saya sudah tua, suka lupa. Maaf maaf.." sahut Pak Prasetyo sambil meminum teh hangat nya, "Diambil makanannya, Valen. Jangan malu-malu," ujar Pak Prasetyo, Valen pun menurutinya.
Mereka makan bersama sambil mengobrol tentang keseharian mereka, tak jarang mereka juga menanyakan tentang pekerjaan Valen. Ternyata Pak Prasetyo orang yang hangat, ia benar-benar tidak membiarkan Valen merasa seperti orang asing. Dan itu membuat Valen merindukan sosok ayahnya, jika ayahnya masih hidup pasti ia sudah seumuran dengan Pak Prasetyo sekarang.
"Tapi ini pertama kalinya loh Mas Teddy bawa cewek setelah..." Kalimat itu membuat Valen tersadar dari lamunannya, ia melihat Rizki -salah satu sekretaris pribadi dari Pak Prasetyo- langsung terdiam sesaat setelah ia mengucapkan hal tersebut. Valen menoleh ke arah Teddy yang sedang memandangi Rizki dengan tatapan tajam, sementara Pak Prasetyo tidak lagi menampakkan senyumnya.
"Setelah?" Valen mencoba mengulik lebih lanjut apa yang dimaksud oleh Rizki, Teddy menoleh ke arah Valen.
Tidak ada yang bersuara saat itu, suasana yang tadinya cair berubah jadi tegang. Valen merasa heran ada apa dengan ini?? Kenapa tiba-tiba suasananya berubah??
"Setelah saya bercerai," sahut Teddy tiba-tiba, Valen tidak sengaja menjatuhkan sendoknya dan menatap ke arah Teddy. Teddy melihat ke arah Valen sejenak lalu ia berdiri dari duduknya, "Saya izin permisi sebentar," pamitnya lalu bergegas pergi dari ruangan tersebut.
Valen masih terdiam dan memperhatikan saat ini Rizki sedang menunduk terdiam, begitupun dengan yang lain. Valen masih terkejut dengan perkataan Teddy barusan dan memilih untuk tetap diam.
"Rizki, saya sudah bilang jangan bicara masalah itu di depan Teddy. Itu sensitif," ujar Pak Prasetyo, Rizki meminta maaf kepada Pak Prasetyo. "Valen saya minta maaf situasi nya jadi seperti ini ya,"
Valen menggeleng pelan dan berusaha meyakinkan kepada semua bahwa ini bukan salah mereka dan Valen bisa mengerti tentang situasi ini, Valen lalu berdiri dan izin untuk pamit menyusul Teddy.
**
Valen menemukan Teddy sedang duduk di taman dan sedang merenung, Valen berjalan menghampirinya dan duduk disampingnya. Teddy menyadari Valen disampingnya tapi ia masih diam.
"Kamu nggak apa-apa?" Tanya Valen dengan nada khawatir, Teddy tidak langsung menjawab melainkan ia menggelengkan kepalanya dan tersenyum kepada Valen.
"Nggak apa-apa, kok. Kamu udah selesai makannya?? Kok cepet banget?" Teddy balik bertanya kepada Valen
"Belum sebenernya tapi aku khawatir kamu tadi tiba-tiba pergi," jawab Valen, Teddy menghela nafas panjang.
"Maaf ya tadi aku langsung keluar, aku cuma butuh udara segar aja sih." Sahut Teddy, Valen memandangi Teddy dengan tatapan khawatir.
"Yang kamu bicarakan tadi beneran?" Tanya Valen lagi, Teddy terdiam. "Tentang kamu yang habis cerai,"
"Aku nggak mau ngomong tentang itu, Valen." Jawab Teddy singkat, ia lalu menyenderkan punggungnya di kursi dan menatap langit.
"Aku tahu, dan aku nggak akan maksa kamu untuk cerita." Sahut Valen, Teddy hanya diam dan Valen pun membiarkan Teddy untuk berlarut dengan pikirannya.
"Kamu tahu?? Ngelaluin itu sendirian bener-bener berat," ucap Teddy tiba-tiba, "Bukan masalah tentang perasaanku aja, aku udah buang rasa sayangku ke dia dari lama. Tapi tentang bikin banyak orang kecewa, orang tua, keluarga, semuanya. Itu yang berat,"
"Mas, kita nggak bisa untuk nyenengin semua orang. Akan ada masa dimana kita bikin orang yang kita sayang kecewa, and that's fine. That's life," sahut Valen, "Tapi orang yang bener-bener sayang sama kamu nggak akan kecewa dengan apapun pilihan kamu, selama kamu bahagia. So be happy,"
"Semua orang nyalahin aku, Len." Ucap Teddy dengan lirih, Valen menggeleng.
"Nggak semua," sahut Valen, "Pak Prasetyo, temen-temen kamu, aku nggak berpikir mereka nyalahin kamu. Aku bisa liat mereka sayang sama kamu, you overthink too much."
Teddy terdiam sambil menatap kosong ke depan, Valen tidak tahu pasti apa masalah Teddy dan wanita dari masa lalunya tapi Valen tahu Teddy bukanlah masalahnya. Valen dengan hati-hati menggenggam tangan Teddy dan itu membuat Teddy tersadar dan menatap tangan Valen yang ada ditangannya.
"Aku tahu aku orang baru di hidup kamu, dan aku nggak tahu apa-apa soal kamu. Tapi satu hal yang harus kamu tahu, aku bakal terus ada disini buat kamu. Dan aku nggak bakal nyalahin kamu.." ujar Valen sambil menatap mata Teddy.
"You will??" Teddy memastikan sambil balas menatap mata Valen.
"Always.."
Valen tersenyum menenangkan Teddy, dan itu membuat mata Teddy yang sedari tadi suram cerah kembali. Teddy menggenggam tangan Valen dengan erat dan mereka terdiam dalam kesunyian yang damai bersama.
I'm here for you, Teddy. Always..
"Kayaknya nggak segitu deh ukurannya," protes Valen saat melihat Teddy menuang satu gelas susu cair ke dalam mangkuk.Saat ini mereka sedang di apartemen Valen dan berencana untuk menonton film bersama disana, dan mereka memutuskan untuk membuat semua makanan nya sendiri.Semenjak hari itu, Valen dan Teddy memang jadi lebih sering bertemu dan menghabiskan waktu bersama. Tidak di depan umum, tentu saja. Walaupun sudah beberapa kali Teddy ingin mengajak Valen pergi ke suatu tempat, tapi Valen selalu menolak.Teddy mengelap dahinya yang berkeringat dengan tangan yang berlumuran tepung sambil mengerenyitkan dahi, "Kayaknya lebih baik kita beli aja nggak sih?" Tanya Teddy dengan nada lelah, Valen menggeleng tidak setuju."Udah setengah jalan, sayang bahannya." Tolak Valen sambil mengambil alih adonan cookies yang tadi dibuat oleh Teddy, "Dan siapa yang punya ide susu cair buat adonan cookies? Kan harusnya susu bubuk.""Di resep nya cuma ditulis susu doang, ya aku beli susu cair aja. Kan ju
Beberapa hari berlalu semenjak Valen bertemu dengan Teddy, setelah itu merekapun kembali sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Tapi mereka masih tetap berkabar melalui WhatsApp dan bisa dibilang komunikasi mereka saat ini jauh lebih intens dibanding sebelumnya.Valen yang sedang duduk di kursi meja riasnya melirik ke arah jam dinding yang kini menunjukkan pukul tujuh malam, beberapa jam lagi menuju tahun baru. Ya, hari ini hari terakhir dari tahun 2023. Tahun yang penuh kejutan bagi Valen.Tahun baru menurut Valen bukanlah hal yang menarik perhatiannya, baginya malam tahun baru sama saja dengan malam-malam lainnya. Disaat orang lain berpesta untuk merayakan tahun baru, Valen cenderung lebih memilih untuk menghabiskan waktu di apartemennya sambil menonton film atau membaca buku. Tapi sepertinya malam ini tidak akan seperti malam tahun baru sebelumnya.Beberapa waktu yang lalu, Teddy menelpon Valen dan mengajaknya untuk ikut merayakan malam tahun baru bersamanya. Ia berkata bahwa
Suara alarm membangunkan Valen di pagi hari yang cerah ini, Valen membuka mata dan melirik ke arah jendela yang tertutup tirai. Walaupun tertutup, Valen bisa melihat sinar matahari mengintip dari balik tirai tersebut. Ia lalu duduk di tempat tidur dan menguap, acara kemarin malam memaksanya untuk bangun cukup larut sehingga saat ini sebenarnya ia masih mengantuk.Saat Valen ingin pamit pulang semalam, Pak Prasetyo memaksanya untuk menginap di rumahnya mengingat jam sudah menunjukkan pukul dua pagi. Awalnya tentu saja Valen menolak, tapi Pak Prabowo serta Teddy memaksa nya untuk tetap tinggal. Valen akhirnya setuju mengingat jalanan pasti akan ramai dan macet, dan itu akan sangat merepotkan Teddy jika harus bolak balik hanya untuk mengantar Valen.Jadi disinilah Valen, di salah satu kamar milik Pak Prasetyo. Valen boleh bilang ini salah satu kamar yang sangat nyaman untuk ditempati. Tidak hanya luas, tapi interior kamar tersebut juga sangatlah nyaman dipandang. Dengan wallpaper dinding
Minggu pagi adalah hal yang paling disukai oleh Valen karena di saat itu ia bisa bermalas-malasan di kasur tanpa harus khawatir dengan pekerjaan atau apapun. Jadi di sinilah Valen, diatas kasurnya sambil bermalas-malasan dan mendengarkan lagu. Tidak dipungkiri juga bahwa ia masih mengantuk karena semalam dia marathon menonton series favoritnya.Sudah dua Minggu sejak ia berpacaran dengan Teddy, tentu saja mereka tidak terlalu mempublish tentang kedekatan mereka di sosial media. Valen bahkan kadang masih tidak menyangka bahwa ia saat ini benar-benar berpacaran dengan Teddy. Valen masih merasa apa yang terjadi di danau kemarin hanyalah mimpi. Valen tersenyum kecil mengingat hal itu.Selama dua Minggu ini, Teddy benar-benar menjadi sosok yang diharapkan oleh Valen selama ini. Dewasa, pekerja keras, dan juga menghargai batasan yang diterapkan oleh Valen. Terkadang juga ia bisa romantis seperti sering mengirimkan makan siang ke kantor Valen tanpa Valen minta atau mengirim bunga kesukaan Va
Setelah berpamitan dengan kedua orang tua Teddy, Valen dan Teddy pun segera kembali melanjutkan perjalanan mereka ke pesta pernikahan teman dari Teddy. Di sepanjang perjalanan mereka mengobrol tentang bagaimana kedua orang tua Teddy sangat ramah kepada Valen dan untuk pertama kalinya Valen bisa merasakan kembali bagaimana rasanya mempunyai orang tua kembali.Mereka terus berbincang-bincang sampai akhirnya mereka sampai di tempat acara resepsi pernikahan teman dari Teddy, tepatnya di Hotel Langham Jakarta.Setelah turun dari mobil, Teddy langsung menggandeng tangan Valen dan menuntunnya untuk masuk ke dalam hotel tersebut. Valen mengagumi interior hotel tersebut yang di dominasi dengan warna putih tersebut, Valen mendongakkan kepalanya ke atas dan melihat lampu gantung yang menambah kesan mewah dari hotel tersebut."Bagus banget ya," puji Valen sambil berdecak kagum, Teddy menoleh ke arah Valen sebentar sambil tersenyum."Ini salah satu hotel favoritku kalo di Jakarta, apalagi Sunday
Sinar matahari mengintip dari celah tirai kamar hotel tempat Valen dan Teddy bermalam, menandakan pagi hari telah datang dan malam yang luar biasa kemarin telah berakhir. Valen membuka matanya sedikit karena merasa silau dengan sinar matahari tersebut, tapi ia tetap enggan untuk bergerak dari posisinya saat ini.Valen merasa sangat lelah dan masih mengantuk saat ini, belum lagi rasa pegal di sekujur tubuhnya mulai terasa pagi ini. Valen meringis kecil dan membalikkan badan, ia melihat Teddy masih tertidur menghadap arah lain dengan sangat pulas dan itu membuat Valen tersenyum kecil.Ruangan hotel tersebut masih temaram dikarenakan lampu yang di matikan dan secercah sinar matahari pagi yang mengintip dari celah tirai, Valen menyipitkan matanya karena merasa silau dengan sinar tersebut. Valen kemudian bangun dari tidurnya dan duduk di kasur sebentar, ia mencari dress yang ia pakai semalam karena ia saat ini benar-benar tidak memakai apapun di bawah selimut yang kini menutupi tubuhnya.V
Setelah acara debat selesai, Valen pun kembali menemui Donny di tempat berkumpulnya jurnalis di venue. Terlihat Donny sedang bersiap untuk keluar dan menunggu Pak Prasetyo dan Jabran siap untuk di wawancara. Donny melihat Valen yang berjalan menghampirinya dan memasang tampang kesal."Kenapa lagi tadi Lo sama Teddy?" Tanya Donny, Valen tersenyum meminta maaf."Maaf ya, Teddy rewel tadi liat Gue sama Gilang." Jawab Valen, Donny menghela nafas pelan dan berjalan menuju pintu keluar dan diikuti oleh Valen."Emang Lo tadi ngapain sama si Gilang?" Tanya Donny penasaran, Valen mengedikkan bahunya dengan acuh."Cuma ngobrol doang, tapi emang dia sempet narik Gue buat agak deket sama dia. Tapi itu juga karena di belakang Gue ada yang mau ambil minum, nah si Teddy langsung rewel." Jawab Valen lagi, ia lalu memberikan catatan yang tadi diberikan Teddy kepada Donny. "Nih dari Teddy, lumayan kalo misal ada topik yang Lo kelewatan dan nggak tulis. Gue sama sekali nggak nulis soalnya tadi."Donny m
Setelah Teddy meninggalkan kantornya, Valen pun memasuki kantornya seperti biasa. Ia berjalan agak cepat karena takut akan terlambat, ia melirik jam tangan dan waktu menunjukkan pukul delapan kurang lima belas menit. Valen lalu masuk ke lift dan menunggu untuk sampai di lantai yang ia maksud.Valen memang jarang sekali menyapa orang-orang disana, bukan karena sombong tapi karena memang Valen tidak begitu mengenal mereka. Jika berpapasan mereka, hal yang sering dilakukan Valen hanyalah tersenyum formal kepada mereka.Valen pun sampai di lantai kantornya, ia langsung duduk di kursinya dan menyalakan komputernya. Valen menghela nafas pelan dan mencoba untuk fokus kepada pekerjaannya. Saat ia sedang membaca artikel yang semalam dibuat semalam, sebuah tepukan di pundaknya mengagetkan Valen."Pacaran sama duda sekarang Lo?" Tanya Linda dengan tatapan penasaran, Valen hanya memandanginya dengan heran. Sepertinya Valen tidak pernah mempublikasikan hubungannya dengan Teddy, hanya kepada Donny
Valen menatap layar komputer dengan tatapan lelah, akhirnya artikel untuk hari ini selesai. Ia bersandar ke kursi kerjanya dan meregangkan otot-otot tubuhnya dan memeriksa sudah jam berapa saat ini. Ternyata sudah jam lima sore, Valen menghela nafas panjang dan membereskan barang-barangnya untuk bersiap pulang.Valen memeriksa ponselnya dan menemukan bahwa Teddy sedari tadi berusaha menelponnya. Karena Valen selalu mematikan suara ponselnya saat di kantor, tentu saja panggilan Teddy tidak terjawab oleh Valen. Ia pun segera menelpon Teddy untuk mencari tahu mengapa Teddy menelponnya berkali-kali."Halo.." jawab Teddy, Valen baru mau menjawab tapi Teddy langsung memotong perkataannya. "Kamu dari mana aja? Kenapa telpon aku nggak diangkat?""Aku baru selesai kerja, Mas. HP ku tadi aku silent.." sahut Valen dengan nada lelah, "Ngomong-ngomong, ada apa?? Kok tumben sampe telpon berkali-kali gitu?""Oh iya, aku sampe lupa bilang. Kamu capek nggak, Len?" tanya Teddy, Valen bergumam sejenak.
Valen menghela nafas pelan sambil bersandar di kursi mobil penumpang dan mengamati proses Quick Count yang sedang berlangsung, di sampingnya terdapat Donny yang sedang bermain game online dengan serius.Sekembalinya ia dari makam orang tuanya, Teddy mengantarnya ke depan rumah Pak Prasetyo untuk kembali meliput proses pemilu hari ini. Dikabarkan malam harinya, Pak Prasetyo akan melakukan pidato mengenai hasil Quick Count hari ini. Entah dia unggul, ataupun kalah dari Paslon lain.Jadi disinilah ia, menunggu kabar dari pihak Pak Prasetyo tentang kapan ia akan melakukan pidato tersebut sambil memantau proses Quick Count yang membosankan dan mendengarkan celotehan kesal Donny di sampingnya yang sepertinya sedang kesulitan memenangkan game nya.Ia memeriksa jam tangannya dan waktu menunjukkan pukul lima sore, waktu berjalan sangat lama dan membosankan. Valen mengerang kesal dan keluar dari mobil untuk mencari udara segar, meninggalkan Donny sendirian yang sepertinya tidak peduli kemana Va
Valen terbangun dari tidurnya saat alarm dari ponselnya mulai berbunyi, ia mengerang dan mengambil ponselnya untuk mematikan alarm dan memeriksa jam. Waktu menunjukkan pukul lima pagi dan Valen meletakkan kembali ponselnya di meja samping tempat tidurnya, ia berbaring telentang dan menatap langit-langit kamar.Damn.. I'm 30 now....Valen merenung tentang dirinya yang hari ini bertambah usia, 14 Februari boleh dibilang bukanlah hari favorit Valen. Banyak orang berkata hari ulang tahun membawa kebahagiaan bagi mereka, tapi sepertinya tidak dengan Valen. Hari ulang tahun nya selama ini sama saja seperti hari biasanya, bedanya mungkin di hari itu ia akan makan bersama teman-temannya dan terkadang mereka juga membelikan Valen kue ulang tahun. Setelah itu mereka akan meminta Valen untuk berdoa dan meminta sesuatu yang ia inginkan, yang menurut Valen sampai sekarang keinginannya belum terwujud. Well.. entah belum terwujud atau memang Valen yang tidak ingin mewujudkannya.Jadi apa keinginan V
Setelah selesai membeli tiket dan akhirnya film pun akan segera dimulai, Valen dan yang lainnya pun memasuki teater yang tertulis di tiket dan segera menuju kursi masing-masing. Valen memang memilih kursi di paling tengah, mereka duduk di urutan Donny di paling kiri, Sarah, Valen, Teddy, dan dua orang aneh yang sedari tadi mengikuti mereka, Rizki dan Aji yang kini sibuk berebut Popcorn dan minum. Teddy menegur mereka dan mereka pun akhirnya diam, Valen menggeleng heran melihat mereka berdua yang biasanya selalu serius dan tegas saat bertugas ternyata hanyalah anak kecil dibalik semua itu.Film pun dimulai dan mereka mulai menonton dengan serius. Film ini bergenre horor komedi yang cukup ringan untuk disimak, beberapa kali Valen dan yang lainnya dibuat tertawa dengan lelucon yang disampaikan. Valen melirik Teddy yang sedang tertawa dengan mata yang masih terfokus pada layar, tapi tak lama Teddy melirik ke arah Valen dan memandangnya dengan heran. Valen menggeleng pelan dan kembali foku
Akhirnya... hari tenang.Valen meregangkan badannya di tempat tidurnya dengan suasana hati yang bagus, ia melihat jam dinding dan waktu menunjukkan pukul sepuluh pagi. Akhirnya selama tiga bulan yang sibuk, masa tenang pun tiba. Sebelum hari pemungutan suara yang akan di gelar 14 Februari nanti -tepat di hari ulang tahun Valen-, para pasangan calon presiden dan wakil presiden tidak diperbolehkan untuk melakukan kampanye sampai hari pemungutan suara tiba, tepatnya selama tiga hari. Dan selama tiga hari itu pula, Valen diperbolehkan untuk libur sampai ia haru meliput kembali di hari pemungutan suara. Itulah sebabnya Valen memutuskan untuk bermalas-malasan di apartemennya sambil membaca buku.Setelah kampanye akbar kemarin, hubungan Valen dan Teddy mulai membaik. Memang tidak seperti dulu, tapi setidaknya Valen sekarang mau menanggapi pesan Teddy dan mengangkat telponnya. Valen memeriksa ponselnya dan dia tidak menemukan pesan apapun hari ini, ia bergumam sejenak dan membuka galeri ponse
"Gila..." Gumam Valen saat turun dari mobil dan melihat ribuan orang memadati stadion Gelora Bung Karno.Terlihat di berbagai penjuru semua orang memenuhi sekitaran stadion mengenakan baju berwarna biru sehingga sekarang stadion Gelora Bung Karno kelihatan bagaikan lautan berwarna biru."Sumpah, Gue nggak nyangka bakal sebanyak ini loh." Sahut Donny yang tak kalah kagumnya dengan pemandangan hari ini, di sekitaran juga banyak penjual makanan yang kabarnya sudah di gratiskan sehingga pengunjung bisa makan sepuasnya disana."Bapak beneran bisa ambil hati masyarakat kayaknya," ucap Valen sambil berdecak kagum, ia lalu memeriksa ponselnya. Beberapa pesan dari Teddy terlihat di notifikasi ponselnya, Valen menghela nafas dan mengabaikannya.Beberapa hari berlalu semenjak terakhir ia bertemu Teddy di rumah sakit, dan semenjak itu pun Teddy selalu berusaha menghubungi nya. Dia selalu menelepon, mengirimkan makan siang, bunga, dan yang lainnya. Tapi tetap saja, sulit untuk Valen bersikap seper
Teddy menatap layar ponsel Rizki dengan seksama, pikirannya berkecamuk. Untuk apa dia melakukan ini? Bukankah dia sudah mendapatkan apa yang dia mau?Teddy mengembalikan ponsel Rizki dan menghela nafas pelan, Donny yang sedari tadi tidak diberitahu siapa sebenarnya yang mereka maksud pun mulai gemas. Ia lalu mengeluarkan sesuatu dari dalam tas nya, setumpuk kertas yang telah ia susun menyerupai buku. Tidak begitu tebal, tapi tidak juga terlalu tipis.Teddy, Rizki, dan Aji memandangi kumpulan kertas tersebut dengan bingung. Donny menarik napas panjang dan mulai menjelaskan."Setelah malam dimana Lo dan Valen berantem, Valen terus nangis di mobil dan bilang ke Gue kalo dia nggak tau apa-apa. Jadinya, Gue berusaha untuk cari tau sendiri awalnya siapa yang udah bikin Valen kayak gini." Jelas Donny, ia diam sesaat dan menyodorkan kertas tersebut kepada Teddy. "Gue nekat masuk ke ruangan Pak Imam dan buka komputernya untuk periksa email masuk, dan Gue nemu ini."Teddy terdiam dan mulai memb
Donny menunggu di depan kantornya dengan tidak sabar, dimana kedua orang itu?? Mereka bilang akan kesini jam delapan pagi. Donny melirik jam tangannya dan waktu sudah menunjukkan pukul setengah sembilan pagi, apa mereka tidak datang??Donny bersandar ke dinding dengan kesal sambil memeriksa ponselnya, ada satu pesan dari Valen yang menanyakan keadaan Sarah dan satu pesan dari Sarah yang mengabarkan pada Donny kalau dia sudah sarapan pagi ini. Tapi tidak ada pesan dari Rizki maupun Aji yang katanya akan datang ke kantor lagi ini untuk memulai 'rencana' mereka.Untungnya ia sudah izin kepada Pak Imam bahwa ia baru bisa masuk kantor setelah jam makan siang karena ada urusan, dan Pak Imam mengizinkannya dengan syarat pekerjaan semalam harus selesai malam ini. Ya, walaupun harus membuat repot Valen, tapi sepertinya semua ini akan sesuai.Saat Donny sedang melamun, sebuah tepukan di pundaknya mengagetkannya. Donny tersentak dan mendapati Rizki dan Aji berdiri di hadapannya, Donny mendengus
Seminggu telah berlalu sejak kejadian itu, dan selama seminggu itu pula Teddy kehilangan kabar akan Valen. Setelah kejadian tersebut Teddy berusaha menghubungi Valen dan juga mengiriminya pesan, tapi sampai saat ini tidak ada balasan maupun panggilan telpon dari Valen untuk menanggapi Teddy.Teddy masih marah, tentu. Tapi sebagai lelaki, ia sadar apa yang dikatakannya pada Valen tempo hari sudah berlebihan. Walaupun mungkin benar Valen yang menyebarkan berita itu, membicarakan hal sensitif tentang hubungan mereka di depan orang lain dan menjadikan hal tersebut senjata dalam argumen Teddy benar-benar diluar batasan.Teddy memandangi ponselnya sambil menghela nafas pelan, dalam hatinya ia berharap akan ada sebuah pesan dari Valen. Walau hanya membalas dengan singkat, Teddy sangat ingin tahu kabar Valen. Sebuah tepukan di pundak Teddy mengejutkannya, Teddy menoleh dan mendapati Rajif yang menepuk pundaknya dan ia lalu duduk di samping Teddy."Murung banget, mas? Belum gajian?" Tanya Aji